Senin, Juni 15

Khitân dan Hukumnya

Editing by : Wahyoe Mangkulangit
Telah pasti di dalam banyak hadits tentang disyari’atkannya khitan, di antaranya:
1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْفِرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَاْلاِسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ اْلأَظْفَارِ وَنَتْفُ اْلآبَاطِ
“Fitrah itu ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.”
Hadits shahih, dikeluarkan oleh Imam Bukhari (6297-Al-Fath, Imam Muslim (3/27- Imam Nawawi), Imam Malik di dalam Al-Muwattha’ (1927), Imam Abu Dawud (4198), Imam Tirmidzi (2756), Imam Nasa’i (I/14-15), Imam Ibnu Majah (292), Imam Ahmad di dalam Al-Musnad (2/229) dan Imam Baihaqi (8/323).
2. Dari ‘Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya ia pernah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan:
قَدْ أَسْلَمْتُ فَقَالَ لَهُ النَِّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ
“Sungguh saya telah masuk Islam.” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Buanglah darimu bulu (rambut) kekufuran dan berkhitanlah.”
Hadits hasan, dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud (356) dan Imam Baihaqi dari beliau (1/172) juga Imam Ahmad (3/415.
Berkata Syaikh Al-Albani di dalam Al-Irwa’ (79): Ini adalah hadits hasan, karena hadits ini memiliki dua pendukung. Salah satunya dari Qatadah dan Abu Hisyam, sedangkan yang satu dari Wa’ilah bin Asqa’. Dan sungguh saya telah membicarakan tentang keduanya. Telah saya jelaskan juga di dalam Shahih Sunan Abu Dawud (no. 1383) bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berhujjah dengan hadits ini.
3. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِخْتَتَنَ إِبْرَاهِيْمُ خَلِيْلُ الرَّحْمَنِ بَعْدَ ماَ أَتَتْ عَلَيْهِ ثَمَانُوْنَ سَنَةً
“Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun.”
Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (6298-Al-Fath), Imam Muslim (2370), Imam Baihaqi (8/325) dan Imam Ahmad (2/322-418) dan lafadz hadits ini ada pada beliau.
Di dalam hadit-hadits di atas terdapat keterangan tentang disyari’atkannya khitan. Dan bahwasanya orang tuapun tetap diperintah untuk melaksanakannya, jika ia belum pernah berkhitan.
Khitan bagi Wanita
Adapun tentang disyari’atkannya khitan bagi para wanita, maka dalam hal ini ada beberapa hadits, di antaranya sebagai berikut ini:
1. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha (seorang wanita juru khitan):
أُخْفُضِي وَلا تُنْهِكِي فَإِنَّه أَنْظَرُ لِلْوَجْهِ أَحْظَى لِلْزَوْجِ
“Khitanlah (anak-anak perempuan), tetapi jangan dipotong habis! Karena sesungguhnya khitan itu membuat wajah lebih berseri dan membuat suami lebih menyukainya.”
Hadits shahih, dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud (5271), Imam Al-Hakim (3/525), Imam Ibnu ‘Adi di dalam Al-Kamil (3/1083) dan Imam Al-Khatib di dalam Tarikh-nya (12/291).
2. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila dua khitan (khitan laki-laki dan khitan perempuan) sudah bertemu, maka sudah wajib mandi.”
Hadits shahih, dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi (108-109), Imam Syafi’i (1/36), Imam Ibnu Majah (608), Imam Ahmad (6/161), Imam Abdurrazzaq (1/245-246) dan Imam Ibnu Hibban (1173-1174-Al-Ihsan).
Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menisbatkan khitan untuk para wanita. Maka ini menjadi dalil tentang disyari’atkan juga khitan ini bagi mereka.
3. Hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha secara marfu’:
اِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اْلأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila seorang lelaki telah berada di atas empat bagian tubuh istrinya, dan khitannya telah menyentuh dengan khitan istrinya, maka sudah wajib mandi.”
Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1/291-Al-Fath), Imam Muslim (349-Imam Nawawi), Imam Abu ‘Awanah (1/289), Imam Abdurrazzaq (939-940), Imam Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Imam Baihaqi (1/164).
Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengisyaratkan adanya dua tempat khitan, yaitu pada seorang lelaki dan pada seorang perempuan. Maka hal ini menunjukkan bahwa seorang perempuan juga dikhitan.
Imam Ahmad rahimahullah berkata: Di dalam hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa para wanita dahulu juga dikhitan.
Hendaklah diketahui bahwa khitan wanita merupakan hal yang ma’ruf (dikenal umum, red) di kalangan para salaf. Barangsiapa yang ingin menambah panjang lebar penjelasan tentang hal ini, silakan melihat kitab Silsilatul Ahaditsush Shahihah (2/353). Karena sesungguhnya Syaikh Al-Albani -semoga Allah melimpahkan pahala untuk beliau- telah menyebutkan banyak hadits dan atsar yang berkaitan dengan hal ini di dalam kitab tersebut.
Hukum Khitan
Pendapat yang rajih (kuat) adalah wajib. Dan itulah yang ditunjukkan oleh dalil-dalil yang ada maupun kebanyakan pendapat para ulama. Dan telah pasti pula perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang yang baru masuk Islam untuk berkhitan. Kata beliau kepadanya:
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ
“Buanglah darimu rambut/bulu kekufuran dan berkhitanlah.”
Maka perintah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang itu untuk berkhitan ini merupakan dalil terkuat yang menunjukkan tentang wajibnya.
Syaikh Al-Albani di dalam Tamamul Minnah (hal. 69) berkata:
“Adapun hukum khitan, maka yang rajih menurut kami adalah wajib. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i maupun Imam Ahmad. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Imam Ibnu Qayyim rahimahullah. Beliau membawakan lima belas sisi dalam berdalil untuk mendukung pendapat ini. Meskipun masing-masing sisi tidak kokoh (dukungannya terhadap pendapat ini) ketika berdiri sendiri. Akan tetapi secara keseluruhan tidak diragukan lagi kuatnya sisi-sisi pendalilan tersebut. Hanya saja di sini bukan tempatnya untuk membicarakan semuanya, tetapi kami cukupkan di sini untuk menyebutkan dua sisi saja, yaitu:
1. Firman Allah Ta’ala:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّتَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفَا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan…kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (An-Nahl: 123)
Khitan termasuk di antara millah (ajaran) Ibrahim sebagaimana terdapat di dalam hadits Abu Hurairah yang akan disebutkan setelah ini. Dan ini merupakan hujjah yang terbaik sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Baihaqi yang juga disadur oleh Al-Hafidz di dalam Al-Fath (10/281).
2. Bahwa khitan itu merupakan syi’ar-syi’ar Islam yang paling nampak, yang membedakan antara seorang muslim dengan nashrani. Hingga kaum muslimin hampir-hampir menganggap orang yang tidak berkhitan itu tidak termasuk dari kalangan mereka (kaum muslimin).
Kami tambahkan pula sisi yang ketiga untuk mendukung dalil wajibnya hukum khitan, yaitu yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam Al-Fath (10/417) dari Abu Bakr Ibnul Arabi ketika beliau membicarakan tentang hadits:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَاْلاِسْتِحْدَادُ…
“Fitrah itu ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan,…”
Kata beliau: “Menurut pandangan saya bahwasanya kelima cabang yang disebutkan di dalam hadits ini semuanya wajib. Karena apabila seseorang meninggalkannya, niscaya tidak tersisa penampilannya sebagai seorang bani Adam, lalu mana mungkin ia (penampilannya) termasuk dari kalangan kaum muslimin.”
Hukum khitan ini umum untuk kaum pria maupun kaum wanita. Hanya saja tidak ada pada sebagian kaum wanita bagian tubuh yang dipotong untuk dikhitan, yaitu apa yang dinamakan dengan clitoris. Maka tidak masuk akal kalau kita perintahkan kepada mereka untuk dipotong (dikhitan), sedangkan hal itu tidak ada padanya.
Ibnu Hajj di dalam Al-Madkhal (3/396) berkata: “Diperselisihkan hukum khitan ini pada para wanita. Apakah mereka dikhitan secara mutlak ataukah dibedakan antara wanita Timur dengan wanita Barat. Adapun para wanita timur, maka mereka diperintahkan karena adanya bagian kemaluannya (untuk dipotong), yang lebih dari asal penciptaannya. Sedangkan para wanita barat, maka tidak diperintahkan kepada mereka keterangan tidak adanya hal itu pada mereka. Sehingga hal ini kembalinya kepada tuntutan ‘illah (sebab yang menetapkan hukum).
Waktu Khitan
Sungguh telah berlalu penjelasan tentang hukum khitan yaitu wajib. Dan termasuk di antara hal-hal yang telah diketahui di dalam ilmu ushul fiqh; bahwasanya suatu kewajiban menuntut agar dilakukannya perintah tersebut dengan segera. Sesungguhnya telah ada di dalam sebagian hadits penentuan waktu khitan, yaitu pada hari ketujuh.
Terdapat di dalam masalah ini tiga hadits yang menunjukkan bahwa khitan itu dilakukan pada hari ketujuh. Dan hadits-hadits tersebut tidak ada yang terluput dari perbincangan para ulama. Dan kami bawakan keterangan rinci tentang hal ini di dalam pembahasan berikut ini:
1. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu:
أنّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ (وَخَتَنَهُمَا لِسَبْعَتِ أَيَّامٍ)
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain (dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhitan keduanya pada hari ketujuh).
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu ‘Adi di dalam Al-Kamil (3/1075), Imam Thabrani di dalam Ash-Shaghir (2/122), Imam Baihaqi di dalam Al-Kubra (8/324) dan di dalam Asy-Syu’ab (6/394) dari jalan sanad Muhammad bin Abis Sarii Al-Atsqalani mengatakan: Telah bercerita kepadaku Al-Walid bin Muslim dari Zuhair bin Muhammad dari Muhammad bin Munkadir darinya. Dan berkata Imam Thabrani: Tidak ada yang meriwayatkan dari Muhammad bin Munkadir kecuali Zuhair bin Muhammad. Akan tetapi tak seorang pun yang meriwayatkan hadits ini yang menambahkan lafadz:
وَخَتَنَهُمَا لِسَبْعَتِ أَيَّامٍ
“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhitan keduanya pada hari ketujuh.”
Kami katakan: Ini adalah sanad yang lemah, padanya ada cacat yang beruntun:
• Pertama, Muhammad bin Abis Sarii -Abu ‘Ashim Al-Atsqalani. Al-Hafidz di dalam At-Taqrib berkata: Ia seorang yang shaduq dan ‘arif, tetapi banyak keliru (dalam periwayatan). Maka kami khawatir bahwa hadits ini termasuk di antara kekeliruannya.
• Kedua, Al-Walid bin Muslim telah melakukan tadlis taswiyah dan menyebutkan riwayatnya dengan ‘an dari gurunya terus ke atas.
• Ketiga, Zuhair bin Muhammad. Al-Hafidz di dalam At-Taqrib berkata: “Periwayatan ahlu Syam darinya tidak tetap. Oleh karenanya hadits ini dha’if.”
Beliau katakan juga dalam At-Tahdzib (3/301-302):
“Berkata Imam Bukhari: Hadits yang diriwayatkan oleh ahlu Syam darinya sesungguhnya merupakan hadits-hadits yang mungkar. Berkata Imam Abu Hatim: Kedudukannya sebagai orang yang jujur, tetapi hafalannya buruk. Dan haditsnya yang ada di Syam lebih mungkar dari haditsnya yang ada di Iraq. Berkata Al ‘Ajli: Ia tidak mengapa, tetapi hadits-hadits yang diriwayatkan oleh ahlu Syam darinya tidak membuatku kagum.”
Kami katakan: Hadits di atas termasuk di antara riwayat-riwayat ahlu Syam, karena Al-Walid bin Muslim adalah seorang Dimasyqi Syamii (yakni penduduk Syam -ed). Lagi pula tambahan yang tersebut di dalam hadits di atas adalah mungkar. Di mana ada tujuh sahabat yang meriwayatkan hadits ini, tetapi mereka tidak menyebutkan adanya tambahan tersebut. Ketujuh sahabat tersebut adalah: Ali bin Abi Thalib, Jabir bin Abdullah (riwayat Abu Zubair darinya), Anas bin Malik, Abdullah bin ‘Amr, Abdullah ibnu Abbas, Buraidah Al-Aslami dan Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Tidak seorangpun dari ketujuh sahabat tersebut yang meriwayatkan tambahan lafadz: “Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhitan keduanya pada hari ketujuh”. Hanya saja dipersilisihkan dalam tambahan ini atas Jabir radiyallahu ‘anhu.
Maka Abu Zubair meriwayatkan hadits ini darinya tanpa tambahan, sehingga mencocoki riwayat jama’ah shahabat yang lain, yaitu dengan lafadz: bahwasanya “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain”. Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf (8/46), Imam Abu Ya’la (1933), Imam Thabrani di dalam Al-Kabir (2573). Diriwayatkan juga hadits ini oleh Muhammad bin Munkadir dari Jabir dengan tambahan tersebut, sedangkan illah-nya bukan darinya, karena ia sebagaimana dikatakan di dalam At-Tahdzib: Ia seorang yang tsiqah dan utama. Akan tetapi illah tersebut dari rawi yang meriwayatkan darinya sebagaiman penjelasan yang telah lalu.
2. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata:
سَبْعَةٌ مِنَ السُّنَّةِ فِي الصَّبِيِّ يَوْمَ السَّابِعِ يُسَمَّى وَيُخْتَنُ…” الحَدِثُ
“Tujuh perkara di antara Sunnah pada anak bayi di hari ketujuh adalah: dinamai, dikhitan,…” Al-Hadits.
Diriwayatkan oleh Imam Thabrani di dalam Al-Ausath (1/334-335) dari jalan sanad Rawwad bin Jaraah dari Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Atha’ darinya.
Al Hafidz di dalam At-Talkhis (4/84) berkata: Di dalam sanadnya ada Rawwad bin Jaraah seorang yang dha’if.
Juga beliau menyebutkan biografinya di dalam At-Taqrib dengan mengatakan: Ia seorang yang shaduq (jujur), tetapi kacau hafalannya di akhir umurnya sehingga ditinggalkan.
Imam Adz Dzahabi di dalam Diwanudh Dhu’afa’ wal Matrukiin (1/293) berkata: Ia dinyatakan tsiqah oleh Imam Ibnu Ma’in.
Imam Abi Hatim berkata: Kedudukannya sebagai orang yang jujur. Imam Daraquthni berkata: Ia dha’if.
Berkata Imam Ibnu ‘Adi di dalam Al-Kamil (3/1039) berkata: Umumnya riwayat yang ia riwayatkan dari gurunya tidak diikuti oleh orang lain. Ia seorang syaikh yang shalih, akan tetapi di antara hadits orang-orang yang shalih ada hadits yang mungkar. Hanya saja ia termasuk orang yang ditulis haditsnya.
Syaikh Al-Albani di dalam Al-Irwa’ (4/385) berkata: Saya katakan: Orang yang seperti itu keadaannya apakah haditsnya dianggap? Atau dijadikan hujjah? Baik sebagai penguat atau pendukung? Maka menurut kami harus diteliti. Wallahu a’lam.
Akan tetapi nampaknya syaikh Al-Albani memandang rajih untuk menjadikan hadits ini sebagai pendukung. Karena beliau menyatakan di dalam Tamamul Minnah (68) tentang hadits Ibnu Abbas dan hadits Jabir radiyallahu ‘anhuma: “Akan tetapi salah satu di antara kedua hadits ini memperkuat yang lain, karena makhrajnya berbeda dan di dalam sanad kedua hadits tersebut tidak ada rawi yang tertuduh.”
Catatan:
Syaikh Al-Albani di dalam Tamamul Minnah tentang hadits Jabir (yang pertama) berkata:
“Hadits ini dinisbatkan oleh Al-Hafidz dalam Al-Fath (10/282) kepada Imam Abu Syaikh dan Imam Baihaqi. Akan tetapi beliau mendiamkan saja. Barangkali hadits ini ada pada beliau berdua dari jalan yang lain.”
Kami katakan: Bahkan hadits tersebut diriwayatkan dari jalan sanad itu sendiri sebagaimana dinyatakan di dalam Al-Fath (11/343) oleh Al Hafizh: Dan hadits ini dikeluarkan oleh Imam Abu Syaikh dari jalan sanad Al-Walid bin Muslim dari Zuhair bin Muhammad dari Ibnul Munkadir atau yang lain dari Jabir.
Maka hadits ini diriwayatkan dari jalan sanad Imam Thabrani sendiri, Imam Baihaqi maupun Imam Ibnu ‘Adi.
3. Dari Abu Ja’far ia berkata:
كَانَتْ فَاطِمَةُ تَعُقُّ عَنْ وَلَدِهَا يَوْمَ السَّابِعِ وَتخْتَنُهُ وَتَحْلِقُ شَعْرَ رَأْسهِ وَتَصَدَّقُ بِزِنَهِ وَرَقًا
“Dahulu Fathimah mengaqiqahi anaknya pada hari ketujuh sekaligus mengkhitannya, mencukur rambut kepalanya dan bershadaqah uang seberat timbangan rambutnya.”
Dikeluarkan hadits ini oleh Imam Ibnu Abi Syaibah di dalam Mushannaf-nya (8/53) dari jalan ‘Abduh bin Sulaiman dari Abdul Malik bin Abi Sulaiman dari Abdul Malik bin Al-Lahyan dari Abu Ja’far.
Berkata Syaikh Muhammad ‘Id Al-‘Abasi: Abu Ja’far ini barangkali adalah Muhammad bin Ali bin Husain. Karena beliau orang yang paling masyhur dengan kuniyah tersebut. Demikian itu yang dituntut oleh kaidah-kaidah ilmu hadits. Maka berarti sanad hadits ini terputus karena Abu Ja’far tidak mendapati Fathimah radiyallanhu ‘anha.
Jadi jelas hadits ini adalah dha’if, hanya saja masih bisa dijadikan sebagai pendukung.
Ada juga di dalam Musnad Al-Firdaus karya Imam Dailami dari hadits Ali sebagai pendukung keempat. Hanya saja di dalam sanadnya ada seorang kadzdzab (pendusta besar), sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pendukung. Maka secara umum tiga hadits di atas dengan keseluruhan jalannya menunjukkan bahwa hadits tersebut ada asalnya. Sehingga jadilah hadits ini hasan. Wallahu a’lam.
Hal ini (pelaksanaan khitan pada hari ketujuh) merupakan perbuatan bersegera kepada kebaikan sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman Allah Ta’ala:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu.” (Ali Imran: 133)
Tidak diragukan lagi bahwa bersegera melakukannya lebih utama bagi seorang anak, di mana rasa sakitnya jelas lebih ringan. Berbeda dengan jika ditunda. Maka ketika itu sakit lebih terasa. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila dihadapkan kepada dua pilihan, maka tidaklah beliau memilih kecuali yang lebih mudah/ringan. Dan juga di dalam khitan terdapat penyingkapan aurat. Sedangkan penyingkapan aurat anak kecil lebih sedikit kejelekannya dari pada yang sudah besar.
Di samping itu terdapat sebuah atsar dari Ibnu Abbas ketika beliau ditanya: “Berapa umurmu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat?” Beliau menjawab: “Aku ketika itu sudah dikhitan. Dan dulu mereka tidak mengkhitan seseorang hingga ia menjadi anak yang paham (baligh).”
Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (11/90-Al-Fath), Imam Ahmad (1/264-287-357), Imam Thabrani di dalam Al-Kabir (10/10575-10578-10579). Akan tetapi keduanya tidak mengeluarkan tambahan lafazh: Dan dulu mereka tidak mengkhitan….
Al-Isma’ili menganggap cacat atsar ini dengan alasan goncang, hal ini karena adanya perbedaan umur yang telah dicapai oleh Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu. Maka beliau mengatakan: Sesungguhnya perkataan: “Dan dulu mereka tidak mengkhitan…”, adalah perkataan yang dimasukkan ke dalam atsar ini. Akan tetapi disanggah pernyataan beliau ini oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam Al-Fath (11/90), maka lihatlah kesana karena pentingnya hal ini.
Maka atsar ini menunjukkan atas bolehnya menunda khitan hingga anak tersebut mencapai usia baligh. Karena atsar tersebut menjelaskan tentang amalan kebanyakan para shahabat dalam hal khitan ini dan menunda hingga anak mencapai usia baligh. Dan tidak ragu lagi bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah hidup bersama mereka. Maka kalau saja perbuatan mereka tersebut menyelisihi syari’at, tentu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini kepada mereka. Sehingga hal ini merupakan indikasi yang mengalihkan perintah tersebut dari bersegera melakukannya. Hanya saja masih tetap ada wajibnya perintah ini, maka tidak boleh untuk menunda khitan tersebut sampai melebihi usia baligh.
Al-‘Allamah Al-Mawardi sebagaimana disebutkan di dalam Fathul Bari (10/342) berkata: Dalam hal khitan ada dua waktu; yaitu waktu wajib dan waktu sunnah. Waktu wajib adalah ketika baligh dan waktu sunnah adalah sebelumnya. Yang terbagus adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran. Dan disukai agar tidak menunda dari waktu sunnah kecuali karena udzur.
Berkata Al-Haitsami di dalam Az-Zawajir (2/163):
“Yang benar bahwasanya jika kami menyatakan wajibnya khitan berarti meninggalkannya tanpa udzur adalah suatu kefasikan. Maka pahamilah bahwa pembicaraan hal ini hanyalah berkisar pada khitan bagi kaum pria bukan kaum wanita. Sehingga kaum pria dikatakan melakukan perbuatan fasiq dengan meninggalkan khitan ini. Dan jika perbuatan ini dikatakan sebagai kefasiqan, berarti itu merupakan dosa besar.”
Hiburan dalam Acara Khitanan
Dari Ummu ‘Alqamah ia menceritakan:
Bahwa keponakan perempuan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dikhitan. Maka ada yang berkata kepada ‘Aisyah: “Bolehkah kami memanggil untuk mereka orang-orang yang memberikan hiburan?”
Maka beliau menjawab” Ya boleh.”
Lalu aku menyuruh agar dipanggilkan ‘Udi. Karena ia adalah seorang yang memiliki banyak sya’ir. Maka datanglah ia kepada mereka. Ketika ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha lewat di rumah kami, maka beliau melihat ‘Udi sedang bernyanyi seraya menggoyang-goyangkan kepalanya dengan riang. Berkatalah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha seketika itu: “Ih! Syaithan itu! Usir dia! Usir dia!”
Hadits hasan, dikeluarkan oleh Imam Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrad (1247).1
Maka hadits ini menjelaskan kepada kita tentang disyari’atkannya hiburan untuk anak yang dikhitan dalam acara khitanan, dengan tujuan agar ia melupakan rasa sakit yang dirasakannya dengan sebab khitan tersebut. Dan ini merupakan kesempurnaan perhatian syari’at kepadanya. Maka demikian itulah para salafush shalih radhiyallahu ‘anhum.
Akan tetapi sebaliknya, tidak boleh berlebih-lebihan dalam hiburan ini seperti apa yang dilakukan oleh sebagian orang yang beupa nyanyian dengan alat-alat music dan melalukan walimah (makan-akan/pesta) maupun yang lain yang tidak dibiarkan oleh syari’at kita yang toleran ini.
Walimah Khitan
Tidak disyari’atkan walimah (pesta/makan-makan) dalam acara khitanan, karena tidak adanya nash yang enetapkannya. Bahkan ada atsar dari seorang shahabat, yaitu ‘Utsman bin Abil ‘Ash radhiyallahu ‘anhu yang mengingkari perbuatan ini. Dari Al-Hasan ia berkata:
دُعِيَ عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَاصِ إِلَى خِتَانٍ فَأَبِى أَنْ يُجِيبَ فَقِيلَ لَهُ فَقَالَ إِنَّا كُنَّا لا نَأْتِي الْخِتَانَ عَلَى عَهدِ رَسُولِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلا نُدْعى لَهُ
‘Utsman bin Abil ‘Ash pernah diundang untuk mendatangi acara khitanan. Maka beliau tidak mau mendatanginya. Lalu ada yang menanyakan hal itu kepadanya. Maka beliau menjawab: “Sesungguhnya kami dulu tidak pernah mendatangi acara khitanan di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pernah pula beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diundang (untuk mendatanginya).”
Hadits ini dha’if, diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnad-nya (4/217) dan Imam Thabrani di dalam Al-Kabir (9/48). Juga dibawakan oleh Al-Haitsami di dalam Al-Majma’ (4/60) dan beliau mengatakan: Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Thabrani di dalam Al-Kabir. Dan di dalam sanadnya ada Ibnu Ishaq. Ia seorang yang tsiqah tetapi melakukan tadlis.
Meskipun atsar di atas tidak tsabit (tidak pasti shahih) dari sisi sanad, akan tetapi itulah hukum asalnya. Karena khitan adalah hukum syari’at. Maka segala apa yang ditabahkan kepadanya (dikaitkan dengannya) harus ada dalil baik dari Al-Qur’an atau As-Sunnah. Sedangkan walimah khitan (pesta/makan-makan yang berkaitan dengan khitan) merupakan sesuatu yang ditambahkan kepada acara khitan dan dikaitkan dengannya. Maka mengkaitkan acara ini butuh kepada dalil. Walahu a’lam.

Footnote:
1Berkata syaikh kami dan ustadz kami Syaikh Muhammad ‘Id Al-‘Abbasi atsabahullah: “Sanad hadits ini hasan, rawi-rawinya tsiqah kecuali Ummu ‘Alqamah yang bernama Murjanah. Al-Hafidz di dalam At-Taqrib berkata: Ia maqbulah (diterima riwayatnya), yakni ketika ada yang mengikuti. Akan tetapi ia seorang wanita tabi’iyah, di mana ada dua orang tsiqah yang meriwayatkan darinya; yaitu putranya sendiri ‘Alqamah dan Bakir bin Abdilah Al-Asyaj. Maka seorang rawi yang demikian itu keadaannya dianggap hasan haditsnya. Sebagaimana amalan yang telah berlaku pada kebanyakan ahli hadits seperti Al-Hafidz Ibnu Hajar dan Syaikh Al-Albani.”
Kami katakan: Sebelum mereka berdua adalah Al-Hafizh Imam Dzahabi dan Al-Hafizh Ibnu Rajab maupun Al-Hafizh Ibnu Katsir.
Syaikh Al-Albani berkata tentang hadits ini di dalam Ash-Shahihah (2/538): “Sanadnya masih mungkin untuk dinyatakan hasan. Karena rawi-rawinya tsiqah kecuali Ummu ‘Alqamah ini. Nama adalah Murjanah dan dinyatakan tsiqah oleh Al-‘Ajli maupun Imam Ibnu Hibban. Juga telah meriwayatkan darinya dua orang rawi yang tsiqah.”
Kami katakana: “Sungguh Al-Hafizh telah menyebutkan bahwa Imam Bukhari menyebutkan haditsnya di dalam bab haidh. Akan tetapi Imam Dzahabi membawakannya di dalam Al-Mizan (747) termasuk di antaranya wanita-wanita yang majhul (tidak dikenal).
Sumber: www.salafy.or.id setelah diedit dan dengan penambahan dari buku “Menyambut Si Buah Hati” (Judul asli: أحكام المولود في السنة المطهرة. Penerbit: Al-Maktab Al Islami Beirut) karya Salim Rasyid Asy Syibli dan Muhammad Khalifah Muhammad Rabaah, Bab Hal-hal yang Terjadi pada Hari Ketujuh setelah Melahirkan, Sub bab Khitan, hal. 147-165. Penerjemah: Abu Yahya Muslim. Editor: Tim Ash-Shaf. Penerbit: Ash-Shaf Media. Untuk http://akhwat.web.id. Silakan mengcopy dan memperbanyak dengan menyertakan url sumbernya.
Salim Rasyid Asy-Syibli, Muhammad Khalifah Muhammad Rabaah

BAGAIMANA MENJADI PEGAWAI YANG AMANAH?

Editing by Why Bagus Kerto

[1]. PEGAWAI MENDAHULUKAN YANG DAHULU DALAM BERURUSAN
Termasuk sikap adil dan insaf ; hendaknya seorang pegawai tidak mengahirkan orang yang duluan dari orang-orang yang berurusan, atau mendahulukan orang yang belakangan. Akan tetapi ia mendahulukan berdasarkan urusan yang terdahulu. Dalam hal yang seperti ini memudahkan pegawai dan orang-orang yang berurusan.

Telah datang dalam sunnah Rasulullah apa yang menunjukkan atas itu. Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ketika Nabi di suatu majelis berbicara kepada orang-orang, datanglah seorang Arab badui lantas berkata. ‘Kapan terjadinya Kiamat? Rasulullah terus berbicara, sebagian orang berkata, ‘Beliau mendengar apa yang dikatakannya dan beliau membencinya’, sebagian lain mengatakan, ‘Bahkan ia tidak mendengar’, sehingga tatkala beliau menyelesaikan pembicaraannya beliau berkata, ‘Mana orang yang bertanya tentang hari Kiamat?’ Ia berkata, ‘Ini aku wahai Rasulullah’, Rasul bersaba, ‘Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari Kiamat’. Ia bertanya lagi, ‘Bagaimana menyia-nyiakannya?’ Beliau menjawab, ‘Apabila diserahkan urusan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah hari Kiamat” [Diriwayatkan Al-Bukhari]

Hadits ini menunjukkan bahwasanya Rasulullah tidak menjawab si penanya tentang hari Kiamat melainkan setelah ia selesai berbicara kepada orang-orang yang telah mendahuluinya. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam uraiannya, “Disimpulkan darinya memberi pelajaran berdasarkan yang duluan, dan begitu juga dalam fatwa-fatwa, urusan pemerintahan dan lain sebagainya”.

Dan disebutkan dalam biografi Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari di kitab Lisanul Mizan karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar, “Dan Ibnu Asakir mengeluarkan dari jalan Abu Ma’bad Utsman bin Ahmad Ad-Dainuri ia berkata, ‘Aku menghadiri majelis Muhammad bin Jarir dan hadir juga menteri Al-Fadhal bin Ja’far bin Al-Furat, dan dia telah didahului oleh seseorang. Maka berkata Ath-Thabari kepada orang tersebut, ‘Tidakkah engkau ingin membaca?’ Maka ia menunjuk kepada si menteri. Maka Ath-Thabari berkata, ‘Apabila giliran untukmu maka janganlah engkau terganggu oleh Dajlah (nama sungai) atau Efrat (Al-Furat)’. Aku katakan, “Dan ini sebagian dari keunikan dan kemahiran bahasanya serta tidak tertariknya ia pada anak-anak dunia”.

[2]. PEGAWAI HARUS MEMILIKI SIFAT IFFAH (MENJAGA KEHORMATAN) DAN BERSIH DARI MENERIMA SOGOKAN DAN HADIAH.
Setiap pegawai wajib menjadi seorang yang menjaga kehormatan dirinya, berjiwa mulia dan kaya hati. Jauh dari memakan harta-harta manusia dengan batil, dari apa-apa yang diberikan kepadanya berupa suap walau dinamakan dengan hadiah. Karena apabila dia mengambil harta manusia dengan tanpa hak berarti ia memakannya dengan batil, dan memakan harta dengan cara batil merupakan salah satu sebab tidak dikabulkannya do’a.

Muslim meriwayatkan di dalam shahihnya (1015) dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah telah bersabda,

“Sesungguhnya yang pertama busuk dari manusia adalah perutnya, maka barangsiapa yang sanggup untuk tidak memakan melainkan yang baik maka lakukanlah, dan barangsiapa yang bisa untuk tidak dihalangi antara dia dan surga walau dengan segenggam darah yang ditumpahkannya maka lakukanlah”

Dan yang juga diriwayatkannya (2083) dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sungguh akan datang pada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak peduli dengan cara apa dia mengambil harta, apakah dari yang halal atau dari yang haram”.

Menurut orang-orang yang mengambil harta tanpa peduli ini ; bahwasanya yang halal adalah yang berada di tangan dan yang haram adalah yang tidak sampai ke tangan. Adapun yang halal dalam Islam adalah apa yang telah dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan yang haram adalah yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Telah datang dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hadits-hadits yang menunjukkan dilarangnya aparat pekerja dan pegawai mengambil sesuatu dari harta walaupun dinamakan hadiah, diantaranya hadits Abi Sa’id Hamid As-Saidi, ia berkata.

“Artinya : Rasulullah mempekerjakan seseorang dari suku Al-Asad, namanya Ibnul Latbiyyah untuk mengumpulkan zakat, maka tatkala ia telah kembali ia berkata, ‘Ini untuk engkau dan ini untukku dihadiahkan untukku’. Ia (Abu Hamid) berkata, ‘Maka Rasulullah berdiri di atas mimbar, lalu memuja dan memuji Allah dan bersabda, ‘Kenapa petugas yang aku utus lalu ia mengatakan, ‘Ini adalah untuk kalian dan ini dihadiahkan untukku?! Kenapa dia tidak duduk di rumah bapaknya atau rumah ibunya sehingga dia melihat apakah dihadiahkan kepadanya atau tidak?! Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah seorangpun dari kalian menerima sesuatu darinya melainkan ia datang pada hari Kiamat sambil membawanya di atas lehernya onta yang bersuara, atau sapi yang melenguh atau kambing yang mengembik’, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sampai kami melihat putih kedua ketiaknya, kemudian bersabda dua kali, ‘Ya Allah, apakah aku telah menyampaikan?” [Diriwayatkan Al-Bukhari 7174 dan Muslim 1832 dan ini adalah lafazhnya]

Dan di dalam shahih Bukhari (3073) dan shahih Muslim (1831) –dan dengan lafazhnya- dari Abu Hurairah, ia berkata.

“Artinya : Rasulullah berbicara kepada kami pada suatu hari, maka beliau menyebutkan Ghulul [1] dan beliau menganggapnya perkara yang besar, kemudian ia berkata, ‘Aku akan temui salah seorang kalian yang datang pada hari Kiamat di atas lehernya ada onta yang bersuara, ia berkata, ‘Hai Rasulullah, tolonglah aku’, maka aku (Rasulullah) mengatakan, ‘Aku tidak mampu berbuat apa-apa untukmu sedikitpun, sungguh aku telah menyampaikan kepadamu’, Aku tidak temui salah seorang dari kalian datang pada hari Kiamat dengan kuda di atas pundaknya yang memiliki hamhamah (suara), lantas ia berkata, ‘Hai Rasulullah! Bantulah aku’, maka aku berkata, ‘Aku tidak bisa membantu sedikitpun, sungguh aku telah menyampaikan kepadamu’, Aku tidak dapatkan salah seorang darimu datang pada hari Kiamat dengan kambing yang mengembik diatas pundaknya seraya berkata, ‘Hai Rasulullah! Tolonglah aku’, Maka aku menjawab, ‘Aku tidak mampu berbuat apa-apa untukmu, aku telah menyampaikan kepadamu’, Aku akan dapatkan salah seorang dari kalian datang pada hari Kiamat dengan membawa jiwa yang menjerit, lantas ia berkata, ‘Hai Rasulullah! Tolonglah aku’, Maka aku berkata, ‘Aku tidak memiliki apa-apa untukmu, sungguh aku telah menyampaikan kepadamu’, Aku akan mendapatkan salah seorang dari kalian datang pada hari Kiamat dengan pakaian diatas pundaknya ada shamit (emas dan perak), lalu ia berkata, ‘Hai Rasulullah! Tolonglah aku’, maka aku akan menjawab, ‘Aku tidak memiliki apa-apa untukmu, sungguh aku telah menyampaikan kepadamu”.

Riqa di dalam hadits ini maksudnya adalah pakaian dan shamit adalah emas dan perak.

Diantaranya hadits Abu Hamid As-Sa’di, bahwasanya Rasulullah bersabda.

“Artinya : hadiah-hadiah para pekerja adalah ghulul (khianat)”.

Diriwyatkan oleh Ahmad (23601) dan lainnya, dan lihat takhrijnya di kitab Irwa Al-Ghalil oleh Al-Albani (2622), dan ini semakna dengan hadits yang telah lalu dalam kisah Ibnu Al-Latbiyyah.

Diantaranya hadits Adi bin Umairah, ia berkata, “Aku mendengar bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa diantara kalian yang kami pekerjakan atas suatu pekerjaan, lalu ia menyembunyikan dari kami satu jarum atau yang lebih kecil, maka dia adalah ghulul dan ia akan datang dengannya pada hari Kiamat” [Dikeluarkan oleh Muslim]

Diantaranya hadits Buraidah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang kami pekerjakan atas suatu pekerjaan, lalu kami memberinya bagian, maka apa yang diambilnya setelah itu adalah perbuatan khianat” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad shahih, dan dishahihkan oleh Al-Albani]

Dan dalam biografi Iyadh bin Ghanam dari kitab Shifatush Shafwah oleh Ibnul Jauzi (1/277), ketika itu ia sebagai gubernur Himsh dalam pemerintahan Umar, bahwasanya ia berkata kepada sebagian kerabatnya dalam sebuah kisah yang panjang, ‘Demi Allah! Jika aku digergaji lebih aku sukai daripada aku berkhianat seperak uang atau aku melampaui batas!”.

Aku memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar membimbing setiap pegawai dan pekerja dari kaum muslimin untuk menunaikan pekerjaannya sesuai dengan yang diridhai Allah Tabaraka wa Ta’ala, dan ia mendapatkan pahala serta akhir yang terpuji di dunia dan akhirat.

Dan semoga Allah bershalawat dan salam serta memberikati hamba-Nyadan rasul-Nya, nabi kita Muhammad dan atas keluarga serta shahabat-shahabatnya.

[Disalin dari kitab Kaifa Yuaddi Al-Muwazhzhaf Al-Amanah, Penulis Syaikh Abdul Muhsin bin Hamad Al-Abad, Penerjemah Agustimar Putra, Penerbit Darul Falah, Jakarta 2006]
__________
Foote Note
[1]. Al-Ghulul maksudnya perbuatan curang dan yang dimaksud hadits ini adalah mengmbil ghanimah (rampasan perang) dengan sembunyi-sembunyi sebelum dibagikan (pen). Syaikh Abdul Muhsin bin Hamad Al-Abad

Seribu Ciuman Untuk Istri di Kampung

komper.com - Saat ini zaman serba susah. Harga BBM naik, akibatnya terjadi PHK di berbagai perusahaan. Salah satu yang terkena PHK adalah Paijo. Bulan ini ia tidak bisa lagi mengirim uang untuk istrinya di kampung halaman.
Ia hanya bisa mengirim surat. Isinya demikian:
Istriku Tercinta,
Maafkan kanda sayang, bulan ini Kanda tidak bisa mengirim uang untuk kebutuhan keluarga di rumah. Kanda hanya bisa mengirimimu 1000 ciuman.
- Kanda Paijo -
Seminggu kemudian Paijo mendapat surat balasan dari istri tercintanya:
Kanda Paijo tersayang,
Terima kasih atas kiriman 1000 ciumanmu. Untuk bulan ini Dinda akan menyampaikan laporan pengeluaran keluarga :
Tukang minyak bersedia menerima 2 ciuman setiap kali membeli 5 liter minyak tanah. Tukang listrik mau dibayar dengan 4 ciuman per tanggal 10 setiap bulannya.
Pemilik kontrakan rumah mau dibayar cicil dengan 3 kali ciuman setiap harinya.
Engkoh pemilik toko bahan makanan tidak mau dibayar pakai ciuman. Ia maunya dibayar dengan yang lain.. Ya terpaksa Dinda berikan saja.
Hal yang sama juga Dinda berikan buat kepala sekolah dan gurunya si Udin yang sudah 3 bulan nunggak uang sekolah.
Besok Dinda mau ke pegadaian untuk tukerin 200 ciuman dengan uang tunai, karena yang punya pegadaian sudah bersedia menukarkan 200 ciuman ditambah bayaran lainnya dengan uang Rp650 ribu, lumayan buat ongkos sebulan.
Keperluan pribadi Dinda bulan ini mencapai 50 ciuman.
Kanda tersayang.. bulan ini Dinda merasa jadi orang yang paling kaya di kampung, karena sekarang Dinda memberikan piutang ciuman ke banyak pemuda di kampung kita dan siap ditukar kapan pun Dinda butuhkan.
Kanda, dari kanda masih tersisa 125 ciuman, apakah kanda punya ide? atau dinda tabung saja ya?
- Dinda tersayang -Gedubrak!! Paijo pun pingsan.

Kurang Tidur? Awas Kena Kanker!

komper.com - Olah raga secara rutin dapat mengurangi resiko kanker pada perempuan, tapi manfaat itu bisa luput jika perempuan tersebut tidur terlalu sedikit, kata beberapa peneliti AS, Senin (17/11). Studi yang melibatkan 5.968 perempuan di Maryland mengkonfirmasi temuan sebelumnya, bahwa orang yang melakukan kegiatan fisik rutin menghadapi resiko lebih kecil untuk terserang kanker.
Tetapi ketika para peneliti itu meneliti perempuan yang berusia 18 hingga 65 tahun yang rajin berolah raga setiap pekan, mereka mendapati bahwa tidur tampaknya memainkan peran penting dalam resiko kanker.
Orang yang tidur kurang dari tujuh jam setiap malam menghadapi resiko 47 persen untuk terserang kanker dibandingkan dengan mereka yang tidur lebih banyak di antara perempuan yang aktif secara fisik, demikian laporan para peneliti itu dalam pertemuan American Association for Cancer Research.
"Kami kira itu sangat menarik dan membangkitkan rasa ingin tahu. Ini seperti pertama kali melakukan penelitian. Itu bukan sesuatu yang telah dikaji secara luas," kata Jame McClain dari National Cancer Institute, bagian dari National Institute of Health pemerintah, dalam suatu wawancara telepon.
McClain, yang memimpin studi tersebut, mengatakan tidak jelas bagaimana sesungguhnya tidur terlalu sedikit mungkin membuat orang lebih rentan terhadap kanker. "Tidur secara cukup telah lama berhubungan dengan kesehatan," kata McClain.
U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebut kurang tidur sebagai masalah kesehatan masyarakat yang tak diperhatikan, dan menyatakan orang Amerika kian kurang tidur. CDC menyatakan persentase orang dewasa yang melaporkan tidur selama enam jam atau kurang per malam meningkat dari 1985 hingga 2006.
Para ahli mengenai tidur mengatakan kekurangan tidur kronis berkaitan dengan kegemukan, diabetes, tekanan darah tinggi, stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah, depresi, menghisap rokok dan minum secara berlebihan.
Selain itu, penelitian telah memperlihatkan bahwa orang yang berolah raga secara rutin menghadapi resiko lebih rendah kanker payudara, usus besar dan jenis kanker lain. Banyak ahli berpendapat dampak olah raga pada tingkat hormon tubuh, fungsi kekebalan dan berat tubuh mungkin memainkan peran penting.

Dongéng Sireum

Waktos sasatoan diciptakeun, sadaya sasatoan teh teu acan dipasihan alat kelamin (naon nya Sundana? Punten sanes bade porno mung sakedar dongeng). Hususna sato jalu, ari bikang mah da gampil ngadamelna. Tah kumargi kitu dina hiji waktu sadaya sato jalu teh dikumpulkeun di tungtung lapang. Kabeh sato jalu baris mani rapih aya gajah, maung, hayam jrrd, oge sireum milu baris.

“Dengekeun ku sakabeh sato jalu, di tungtung lapang ieu Kami geus nyiptakeun sagala bentuk alat kelamin pikeun sato jalu. Tah, ku kituna kabeh sato jalu kudu paheula-heula nyokot eta barang pikeun dipake. Maraneh (siga jelema wae nya) bebas milih. Rek nu gede, nu sedeng, atawa nu leutik.”

"Siaaaaaaap……. Hiji……….. Duaaaaaaaaaaaaaa…………………. Tiluuuuuuuuuuuuuu!!!!!!!!!” Atuh berebet kabeh sato teh lalumpatan ka tungtung lapang nu hijina pikeun nyokot barang anu geus disiapkeun.

Kuda mah pan lumpatna tarik datang pangheulana ceug we nyokot nu gede (dugi ka ayeuna pan kudamah gede). Kitu deui jeung sato nu lain paheula-heula. Ari sireum keur mah leutik katurg-turug lumpatna ge hese, atuh datang teh pang pandeurina.

Barang datang ka tungtung lapang sireum culang-cileung neangan barang. Kuralang-kuriling ditempoan. Geus lila sireum kukurilingan bari jeung teumanggih barang.

“Kamana barang kuring?” ceuk sireum.

“Kunaon, Reum?” ceuk hiji sora.

“Kuring teu manggihan barangna, mana barang kuring?” tembal sireum.

“Hampura sireum geuning barang teh kurang hiji, ku kituna engke bakal dipangnyieunkeun. Ayeuna mah mending maneh balik?” tembal sora tea. Sireum balik bari jeung teu mawa hasil.

Salila nungguan sireum sok mindeng tatanya ka baturna lamun panggih. Kieu cenah nanyana teh,

"Geus meunang acan?” ceuk sireum nu hiji.

“Acan...” tembal nu séjén.

Tah, baraya sadaya. Jadi nu matak sireum sok siga nu sasalaman lamun paamprok jeung baturna na teh lain keur sasalaman. Maranehna pada-pada nanyakeun geus dibere acan barangna.

Sekilas Mengenai Makna Jihad dan Jenis-jenisnya

Ibnu Qayyim al-Jauziyah mendefinisikan jihad sebagai perjuangan menegakkan Islam dengan cara Islam. Beliau membagi jihad ini menjadi 4 bagian. Adanya macam-macam jenis jihad ini dapat dimaknai sebagai adanya berbagai urgensi untuk tiap masalah (tergantung situasi dan kondisi), tapi sama sekali bukan berarti bahwa adanya yang lebih penting atau bukan berarti melupakan atau meremehkan yang tidak begitu utama. Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam dewasa ini, rasanya semua jenis jihad yang ada menjadi penting untuk dikerjakan.

I. Jihad menundukkan hawa nafsu (meliputi 4 tahap).

1. Berjihad dengan mempelajari ajaran agama Islam demi kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Berjihad dengan melaksanakan ilmu yang telah diperolehnya, karena ilmu tanpa amal adalah tidak berarti, dan bahkan membahayakan.
3. Berjihad dengan menjalankan dakwah berdasarkan ilmu yang benar dan praktik nyata.
4. Berjihad dengan menekan diri agar sabar terhadap cobaan dakwah berupa gangguan manusia.

Empat hal inilah makna yang terkandung dalam surah Al-Ashr, yang kata Imam Syafii, seandainya Allah tidak menurunkan ayat lain kecuali Al-'Ashr, niscaya surah Al-Ashr cukup bagi manusia.

II. Jihad melawan setan (meliputi 2 hal).

1. Berjihad melawan pemikiran setan berupa syubhat dan keragu-raguan yang dapat merusak keimanan. Perlawanannya adalah dengan keyakinan.
2. Berjihad melawan setan yang membisikan agar terjerumus kepada syahwat hawa nafsu. Caranya dengan sabar dan menahan diri dengan berpuasa. (Lihat As-Sajdah: 2).

III. Jihad melawan kaum kufar dan munafikin (melalui 4 tahap).

1. Berjihad dengan qalbu (hati).
2. Berjihad dengan lisan.
3. Berjihad dengan harta.
4. Berjihad dengan tangan.

Jihad melawan kaum kuffar lebih utama dengan tangan (kekuasaan), sementara
terhadap kaum munafikin dilakukan dengan lisan.

IV. Jihad melawan kezaliman, kemungkaran, dan bid’ah (ditempuh melalui 3 tahap).
1. Berjihad dengan tangan (kekuasaan) kalau mampu.
2. Kalau tidak, dengan lisan.
3. Kalau masih tidak mampu, maka terakhir dengan hati. (HR Muslim).

Demikian 13 jenis jihad yang telah dilaksanakan secara sempurna oleh Rasulullah saw. (Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Zaadul Ma'ad, Juz 3, hlm. 6--12).

Senin, Juni 8

Makna Kehidupan


Tuhan yang Maha Baik memberi kita ikan,

tetapi kita harus mengail untuk mendapatkannya.
Demikian juga Jika kamu terus menunggu waktu yang tepat,
mungkin kamu tidak akan pernah mulai.
Mulailah sekarang…
mulailah di mana kamu berada sekarang dengan apa adanya.

Jangan pernah pikirkan kenapa kita memilih seseorang untuk dicintai,
tapi sadarilah bahwa cintalah yang memilih kita untuk mencintainya.(Kpln Renungan)

Perkawinan memang memiliki banyak kesusahan,
tetapi kehidupan lajang juga memiliki suka-duka.
Buka mata kamu lebar-lebar sebelum menikah,
dan biarkan mata kamu setengah terpejam sesudahnya.

Menikahi wanita atau pria karena kecantikannya atau ketampanannya
sama seperti membeli rumah karena lapisan catnya.
Harta milik yang paling berharga bagi seorang pria di dunia ini adalah
hati seorang wanita.

Begitu juga Persahabatan, persahabatan adalah 1 jiwa dalam 2 raga
Persahabatan sejati layaknya kesehatan,
nilainya baru kita sadari setelah kita kehilangannya.

Seorang sahabat adalah yang dapat mendengarkan lagu didalam hatimu
dan akan menyanyikan kembali tatkala kau lupa akan bait-baitnya.
Sahabat adalah tangan Tuhan untuk menjaga kita.

Rasa hormat tidak selalu membawa kepada persahabatan,
tapi jangan pernah menyesal untuk bertemu dengan orang lain…
tapi menyesal-lah jika orang itu menyesal bertemu dengan kamu.

Bertemanlah dengan orang yang suka membela kebenaran.
Dialah hiasan dikala kamu senang dan perisai diwaktu kamu susah.
Namun kamu tidak akan pernah memiliki seorang teman,
jika kamu mengharapkan seseorang tanpa kesalahan.

Karena semua manusia itu baik kalau kamu bisa melihat kebaikannya
dan menyenangkan kalau kamu bisa melihat keunikannya
tapi semua manusia itu akan buruk dan membosankan
kalau kamu tidak bisa melihat keduanya.

Begitu juga Kebijakan, Kebijakan itu seperti cairan,
kegunaannya terletak pada penerapan yang benar,
orang pintar bisa gagal karena ia memikirkan terlalu banyak hal,
sedangkan orang bodoh sering kali berhasil dengan melakukan tindakan tepat.

Dan Kebijakan sejati tidak datang dari pikiran kita saja,
tetapi juga berdasarkan pada perasaan dan fakta.
Tak seorang pun sempurna.
Mereka yang mau belajar dari kesalahan adalah bijak.
Menyedihkan melihat orang berkeras bahwa mereka benar
meskipun terbukti salah.

Apa yang berada di belakang kita dan apa yang berada di depan
kita adalah perkara kecil berbanding dengan apa yang berada di dalam kita.

Kamu tak bisa mengubah masa lalu….
tetapi dapat menghancurkan masa kini dengan mengkhawatirkan masa depan.

Bila Kamu mengisi hati kamu ….
dengan penyesalan untuk masa lalu dan kekhawatiran untuk masa depan,
Kamu tak memiliki hari ini untuk kamu syukuri.

Jika kamu berpikir tentang hari kemarin tanpa rasa penyesalan
dan hari esok tanpa rasa takut,
berarti kamu sudah berada dijalan yang benar menuju sukses.

Kamis, Juni 4

T I R A K A T


Liring sepuh sepi hawa Awas roroning atunggal Tan samar pamoring sukma Sinukmanya winahya ing ngasepi Sinimpen telenging kalbu Pambukaning wanara Tarlen saking liyep layaping ngaluyup Pindha sesating supena Sumusiping rasa jati Sajatine kang mangkana Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi Bali alaming asuwung Tan karem karameyan Ingkang sipat wisesa-winisesa wus Milih mula-mulanira Mulane wong anom sami.
Manusia kadang-kadang pada saat tertentu rela/mau dengan sengaja, menempuh kesukaran dan ketidaknyamanan untuk maksud-maksud ritual dalam budaya spiritualnya, yang berakar dari pikiran bahwa usaha-usaha seperti itu dapat membuat orang teguh imannya dan mampu mengatasi kesukaran-kesukaran, kesedihan dan kekecewaan dalam hidupnya melalui latihan keprihatinannya pada jalan tirakatnya. Mereka juga beranggapan bahwa orang bisa menjadi lebih tekun, dan terutama bahwa orang yang telah melakukan usaha semacam itu kelak akan mendapatkan pahala.
Tirakat kadang-kadang dijalankan dengan berpantang makan kecuali nasi putih saja (Mutih) pada hari senin dan kamis, dengan jalan berpuasa pada bulan puasa (Siyam) ada terkadang juga berpuasa selama beberapa hari (Nglowong) menjelang hari-hari besar Islam, seperti pada Bakda Besar (Bulan pertama menurut perhitungan orang Jawa), yaitu bulan Sura. Orang Jawa juga mempunyai adat untuk hanya makan sedikit sekali (tidak lebih daripada yang dapat dikepal dengan satu tangan) ngepel, untuk jatah makannya selama satu atau dua hari, atau adat untuk berpuasa dan menyendiri dalam suatu ruangan (ngebleng), bahkan ada juga yang melakukannya di dalam suatu ruangan yang gelap pekat, yang tidak dapat ditembus oleh sinar cahaya (patigeni).
Tirakat dapat juga dijalankan pada saat-saat khusus, misalnya pada waktu orang menghadapi suatu tugas berat, waktu mengalami krisis dalam keluarga, jabatan, atau dalam hubungan dengan orang lain, tetapi dapat juga pada waktu suatu masyarakat atau negara berada dalam suatu masa bahaya, pada waktu terkena bencana alam, epidemi dan sebagianya. Dalam keadaan seperti itu melakukan tirakat dapat dianggap sebagai tanda rasa prihatin yang dianggap perlu oleh orang Jawa bila seseorang berada dalam keadaan bahaya.
Bertapa ( Tapabrata )
Tapabrata dianggap oleh para penganut agami Jawi sebagai suatu hal yang sangat penting, Dalam kesusateraan kuno orang kuno, konsep tapa dan tapabrata diambil langsung dari konsep Hindu tapas, yang berasal dari buku-buku Veda. Selama berabad-abad para pertapa dianggap sebagai orang keramat, dan anggapan bahwa dengan menjalankan kehidupan yang ketat dengan disiplin tinggi, serta mampu menahan hawa nafsu, orang dapat mencapai tujuan-tujuan yang sangat penting. Dalam cerita-cerita wayang kita sering dapat menjumpai adanya tokoh pahlawan yang menjalankan tapa.
Orang jawa mengenal berbagai cara bertapa, dan cara-cara itu telah disebutkan oleh J. Knebel (1897 : 119-120 ) dalam karangannya mengenai kisah Darmakusuma, murid dari seorang wali di abad ke 16, berbagai cara menjalankan tapa adalah :
1. Tapa ngalong, dengan bergantung terbalik, dengan kedua kaki diikat pada dahan sebuah pohon.
2. Tapa nguwat, yaitu bersamadi disamping makam nenek moyang anggota keluarga, atau orang keramat, untuk suatu jangka waktu tertentu.
3. Tapa bisu, dengan menahan diri untuk tidak berbicara, cara bertapa semacam ini biasanya didahului oleh suatu janji.
4. Tapa bolot, yaitu tidak dan tidak membersihkan diri selama jangka waktu tertentu.
5. Tapa ngidang, dengan jalan menyingkir sendiri ke dalam hutan.
6. Tapa ngramban, dengan menyendiri di dalam hutan dan hanya makan tumbuh-tumbuhan
7. Tapa ngambang, dengan jalan merendam diri di tengah sungai selama beberapa waktu yang sudah ditentukan.
8. Tapa ngeli, adalah cara bersamadi dengan membiarkan diri dihanyutkan arus air di atas sebuah rakit.
9. Tapa tilem, dengan cara tidur untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa makan apa-apa.
10. Tapa mutih, yaitu hanya makan nasi saja, tanpa lauk pauk.
11. Tapa mangan, dilakukan dengan jalan tidak tidur, tetapi boleh makan.
Ketiga jenis tapa yang tersebut terakhir, sebenarnya juga dilakukan oleh orang-orang yang hanya menjalankan tirakat aja, oleh karena itu batas antara tirakat dan tapabrata itu tidak begitu jelas. Walaupun demikian bahwa kita harus memperhatikan bahwa ke 11 jenis tapabrata itu jarang dilakukan secara terpisah, semua biasanya dijalankan dengan tata urut tersendiri, atau dilakukan dengan cara menggabung-gabungkan.
Oleh karena itu tapa semacam itu mirip dengan tapa pada orang hindu dahulu, sehingga dengan demikian ada suatu perbedaan fungsional antara tirakat dan tapabrata. Namun sering terjadi bahwa orang melakukan tapabrata bersamaan dengan samadi, dengan maksud untuk memperoleh wahyu. Tentu saja tujuan dari tapa semacam ini adalah untuk mendapatkan kenikmatan duniawian, akhirnya perlu disebutkan bahwa pada orang Jawa tapa merupakan salah satu cara penting dan utama untuk bersatu dengan Tuhan.
Meditasi atau Semedi.
Bahwa meditasi dan tapa adalah sama, serta perbedaan antara keduanya hanya terletak pada intensitas menjalankannya saja. Teknik-teknik serta latihan-latihan untuk melakukan meditasi ada bermacam-macam, yaitu dari yang sangat sederhana, seperti memusatkan perhatian pada titik-titik hujan yang jatuh ditanah, hingga yang sukar dan berat dijalankan, seperti menatap cahaya yang terang benderang dari dalam sebuah gua yang gelap ditepi pantai, dengan gemuruh ombak sebagai latar belakangnya, sambil berdiri dengan posisi yang sukar selama 12 jam berturut-turut.
Meditasi atau semedi memang biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata, orang yang melakukan tapa ngeli misalnya, tidak hanya duduk diatas rakitnya saja sambil bengong, tidak berbuat apa-apa, ia biasanya juga bermeditasi. Sebaliknya meditasi seringkali juga dijalankan bersama dengan suatu tindakan keagamaan lain, misalnya dengan berpuasa atau tirakat.
Maksud yang ingin dicapai dengan bermeditasi itu ada bermacam-macam, misalnya untuk memperoleh kekuatan iman dalam menghadapi krisis sosial ekonomi atau sosial politik, untuk memperoleh kemahiran berkreasi atau memperoleh kemahiran dalam kesenian, untuk mendapatkan wahyu, yang memungkinkannya melakukan suatu pekerjaan yang penuh tanggung jawab atau untuk menghadapi suatu tugas berat yang dihadapinya. Namun banyak orang melakukan meditasi untuk memperoleh kesaktian ( kasekten ) disamping untuk menyatukan diri dengan sang Pencipta.

MENJAUH DAN MENDEKAT


Makhluk hidup memiliki kecenderungan,
Menjauhi sesuatu yang tidak disenangi,
Mendekati sesuatu yang disenangi dan enak,
Itu adalah ciri khas nafsu,
Membuat makhluk mendekati maupun menjauhi,
Tidak ada yang salah dengan itu,
Justru itu adalah benar,
Paling tidak mekanismenya memang seperti itu,
Kalau tidak memenuhi mekanisme seperti itu berarti tidak benar,
Tidak memenuhi kaidah alamiah,
Yang dipermasalahkan dalam agama bukanlah,
Ada tiadanya nafsu,
Namun, bagaimana mengarahkan nafsu itu sendiri,
Baik kecenderungan makhluk untuk mendekat maupun menjauh,
Tumbuhan memiliki daya pembeda mendekati sumber kehidupan,
Ia akan mendekati sumber cahaya dan mendekati sumber makanan,
Itulah yang disebut sebagai daya tarik terhadap apa yang dibutuhkan atau syahwah,
Namun belum bisa menjauh dari apapun yang membahayakan,
Kecuali beberapa jenis tumbuhan,
Yang memiliki karakter hewani,
Hewan memiliki daya pembeda menjauhi bahaya,
Ia akan menjauhi sumber bahaya dan mendekati tempat dimana bahaya itu tiada,
Itulah yang disebut sebagai daya tolak atau gadhab,
Namun belum bisa membedakan dengan pembeda tertinggi,
Kecuali beberapa jenis hewan yang tingkat intelegensinya tinggi,
Yang sedikit memiliki karakter mirip-mirip manusia,
Manusia memiliki daya pembeda lebih tinggi,
Ia dapat membedakan mana sumber bahaya dan mana yang bukan,
Ia dapat membedakan mana sumber kenikmatan dan bukan,
Itulah yang disebut sebagai daya intelektual atau akal,
Namun sering sekali belum bisa membedakan mana yang haq dan bathil,
Karena tingkat fakultasnya masih di nabati,
Maupun hewani,
Termasuk diri saya sendiri ini,
Keinginan manusia untuk memenuhi hasrat seksuil,
Merupakan seuatu hal yang benar, itu tidak salah,
Namun, dimanakah ia menempatkan kecenderungan itu ingin berhubungan seksuil,
Ataukah dengan wanita pelacur,
Ataukah dengan wanita simpanan,
Ataukah dengan pegawainya,
Ataukah dengan pasangan syahnya,
Yang syah menurut hukum yurisprodensi maupun syah menurut ketentuan-Nya,
Keinginan manusia untuk menjauhi apa yang membahayakannya,
Meruapakn sesuatu hal yang benar, itu tidak salah,
Namun, dimanakah ia menempatkan kecenderungan itu untuk mempertahankan diri,
Apakah dengan memberontak terhadap tatanan yang telah ada,
Ataukah dengan memberontak terhadap tatanan negara,
Ataukah dengan memberontak terhadap aturan organiasi,
Ataukah dengan meletakkan diri dengan menjalankan tanggungjawab,
Tanggungjawab syah menurut hukum yurisprodensi maupun syah menurut ketentuan-Nya,
Tidak ada yang salah dengan penggunaan akal,
Pun menempatkan syahwah dan gadhab pada tempatnya,
Yang jadi permaalahan adalah, rukunnya atau kaidah-kaidahnya,
Bahkan dalam olah qolbu-pun harus menggunakan akal,
Karena akal adalah rukunnya,
Bagaimana bisa membedakan mana haq dan bathil apabila tidak dengan akal,
Itulah lobang keterjebakan ahli-ahli spiritual,
Mereka merasa tidak membutuhkan akal pembeda dalam berspiritual,
Jadi sering sekali Iblispun-pun dianggap malaikat,
Karena pada tingkatan yang lebih tinggi, Iblispun bisa berwujud manusia ganteng,
Dan malaikatpun bisa berbentuk garang,
Pembeda, tarik dan tolak,
Pemahaman ini diperlukan,
Seiring dengan prosesi pembersihan qolb,
Dalam tingkatan tertinggi spiritual,
Ma’rifah,
Hanya dapat diperoleh dengan kebersihan qolb,
Namun tanpa akal,
Syaithan dan Malaikatpun sama,
Yang membedakan adalah,
Malaikat mengakui eksistensi manusia,
Sedang Iblis tidak,
Mengenal diri (eksistensi manusia),
Adalah mengenal Allah (eksistensi Tuhan),
Kalau Iblis menghindarkan manusia dari mengenal diri,
Sama pula menghindarkan manusia dari mengenal Tuhan,
Jadi, mengenal diripun harus menggunakan akal,
Namun akalpun harus ada rukunnya,
Dan akal yang terbaik adalah al-Furqon,
Al-Qur’anul Kariim,
Yang dibaca dengan hikmah,
Hikmah adalah ngelmu,
Ngelmu adalah knowledge,
Knowledge hanya diperoleh melalui laku atau doing,
Dengan hikmah,
Dalam hidup inilah kita belajar hikmah,
Hikmah mengenai inti,
Dualitas daya tarik dan tolak,
Manifetasinya dalam wujud kehidupan,
Nafsu itu harus ada,
Namun katanya harus dikekang,
Sebagaimana legenda empat kuda,
Yang menarik kereta,
Empat kuda,
Ammarah, Lawamah, Sufiyah, Muthmainnah
Keempatnya penting sekali,
Untuk menarik kereta kencana Sang Raja,
Siapa bilang nafsu itu tidak boleh,
Justru diperbolehkan, dan diharuskan ada,
Selama kita masih menarik nafas,
Namun bagaimana mengaitkan tali pada keempat nafsu itu,
Konon, inilah simbol dari ikat kepala tradisional Arab,
Untuk mengikat fikiran yang menjadi sarana liarnya keempat nafsu,
Begitu pula inilah simbolisasi dari ikat kepala udeng dalam khazanah tradisional Jawa,
Blangkon sebagai simbolisasi di kraton,
Hampir semua budaya yang dilewati Islam,
Memiliki terminologi akan ikat kepala,
Karena akal berada di kepala,
Bisa mengendalikan atau dikendalikan,
Tergantung dimana memposisikan,
Dikendalikan perut ataukah mengendalikan perut,
Dikendalikan selangkangan ataukah mengendalikan selangkangan,
Nafsu, rentan ditumpangi Iblis,
Nafsu yang tidak terkendali, bisa ditumpangi Iblis,
Nafsu itu bukan Iblis, tapi Iblis bisa menguasai nafsu,
Nafsu inilah yang membawa para pengusaha Arab,
Ziarah ke Puncak di Jawa Barat,
Keliru tempat dalam memasukkan benang ke dalam lobang jarum,
Tidak bisa membedakan mana selangkangan istri dan bukan,
Namun bisa membedakan mana yang bahenol dan mana yang bukan,
Menempatkan akal tidak pada tempatnya,
Sehingga meletakkan daya tarik pada yang bukan tempatnya,
Dan terdorong pada ketertarikan yang bukan pada tempatnya,
Lalu, apakah definisi “pada tempatnya”,
Tergantung ente sendirilah membedakan,
Bukankah hidup ini adalah pembelajaran,
Disinilah kita belajar untuk membedakan,
Hidup ini bukanlah tempat untuk menafikkan kekayaan,
Pun untuk menafikkan kemiskinan,
Hidup ini bukanlah tempat untuk menafikkan pangkat keduniawian,
Pun untuk mengejarnya tanpa reserve,
Namun bagaimana meletakkan pada proporsinya,
Itulah Pekerjaan Rumah kita semua,
Saat inilah, aku mulai belajar kembali,
Menyadari bahwasanya aku kemaren-kemaren belum bisa mengendalikan nafsu,
Terutama yang berhubungan dengan perut.
Marilah bersama-sama mengendalikan nafsu,
Sebelum nafsu ditumpangi oleh Iblis,
Nafsu yang ditumpangi oleh Iblis,
Akan membawa pada nafsu pemberontak,
Karena kebencian pada sesuatu yang diberontak,
Dan pemberontakan yang paling besar adalah memberontak terhadap Allah,
Namun, kalau kita jeli, apakah mungkin kita benar-benar memberontak terhadap Allah,
Berfikirlah dab, berfikir,
Tidak mungkin,
Kalau bingung,
Cobalah gunakan berfikir pendulum,
Maupun filosofi melar mengkeret Ki Ageng Suryo Mataram,
Kalau sudah ketemu berarti,
Kamu sudah menguasai ilmu Titik,
Titik di bawah titik Ba’
Seberapapun engkau menjauh, engkau akan bertemu dengan titik,
Seberapapun engkau mendekat, engkau akan bertemu dengan titik,

JAMAN KALABENDU/GEJALA MASYARAKAT YANG KEHILANGAN ARAH


Kondisi masyarakat bangsa Indonesia saat ini sungguh sangat menyedihkan, dengan kondisi yang boleh dikatakan anarki. Aparat keamanan sama sekali tidak dianggap, tidak lagi mampu mengendalikan keadaan, tidak lagi merupakan lembaga yang kredibel bagi rakyat minta perlindungan. Di-kota-kota besar, juga dijalanan antar kota para preman dan kriminal berkeliaran mencari korban pemerasan tanpa rasa takut, setiap orang merasa was-was yang setiap saat bisa menjadi korban kriminalitas ataupun kekerasan dijalanan baik pada saat naik kendaraan maupun berjalan kaki.


Kita mulai mempertanyakan apa yang telah dan sedang terjadi dengan bangsa Indonesia yang membanggakan dirinya sebagai bangsa yang ramah tamah dan banyak senyum ? Apa jawaban dari gejala pertanda zaman ini ?


Mungkin kita bisa melakukan analisa dan mencoba mencari penyebabnya dan mungkin bisa menemukan obat mujarab untuk mengobati masyarakat bangsa Indonesia yang sedang sakit. Bahwa bangsa Jawa dengan warisan Budaya-nya pernah melukiskan suatu masa yang mirip dengan kondisi saat ini mungkin hanyalah suatu kebetulan ataukah suatu prediksi yang akurat bahwa kondisi seperti saat ini akan dialami oleh bangsa Jawa / Indonesia.

Penulis ber-ulang2 kali membaca Serat Centhini pada bagian tentang ramalan Jayabaya dan mencoba untuk mengerti maknanya dan relevansinya dengan zaman ini, terutama yang menjelaskan tentang masa yang dinamakan masa Kalabendu.


Note : Serat Centhini adalah buku dalam bahasa Jawa (aslinya ditulis memakai huruf Jawa) dalam bentuk tembang ‘macapat’ yang disuruh tulis oleh Pangeran Adipati Anom yang kemudian menjadi raja Surakarta – Sunan Pakubuwana V (1820 – 1823) pada kira-kira tahun 1814 yang terdiri dari dua belas jilid yang berisi kisah pelarian dari kedua putra dan satu putri dari Sunan Giri ketika kerajaan Giri di Jawa Timur dijatuhkan oleh Sultan Agung dari Mataram dan kisah perjalanan ini yang merekam banyak kisah, cerita, legenda, kepercayaan, tata-cara budaya Jawa dari ujung ke ujung Pulau Jawa yang meliputi banyak daerah pedalaman maupun pinggiran yang kadang-kadang tidak terpengaruh oleh kekuasaan kerajaan Mataram. (Sumber penulisan artikel ini adalah Serat Centhini yang sudah diterjemahkan dalam dalam bentuk huruf latin, tapi masih menggunakan bahasa Jawa madya).


Ramalan Jayabaya.


Banyak ramalan atau prediksi masa depan bangsa Jawa dan semua ramalan dinamakan ramalan
Jayabaya, penulis sendiri tidak tahu mana yang asli dan mana yang hanya sekedar dari mulut kemulut.


Satu-satunya sumber yang menjadi referensi penulis adalah yang tertulis dalam Serat Centhini pada akhir Jilid III pupuh 256 dan Jilid IV pupuh 257 dan 258.

Pada awal Pupuh 256 dikatakan :


Kalanira sang Prabu, Jayabaya Kadhiri ngadhatun, katamuan pandhita saking Rum nagri, nama Molana Ngalimu, Samsujen tahu kinaot.


Jadi ramalan yang dikemukakan oleh Prabu Jayabaya berasal dari ajaran Maulana Seh Ngali Samsujen yang dalam pupuh selanjutnya berdasarkan Kitab Musarar.


Selanjutnya dalam ramalan yang bermula dari tarih Masehi membagi zaman menjadi masing-masing tujuh ratus tahun yaitu zaman : Kaliswara, Kaliyoga, dan Kalisi- ngareki.


Masing2 tujuhratus tahun dibagi menjadi tujuh seratus tahunan sedangkan seratus tahunan dibagi menjadi tiga 33 tahunan.


Dengan pembagian tahun hanya sampai dengan tiga kali tujuh ratus tahun, Jayabaya seolah-olah meramalkan bahwa akhir zaman akan terjadi pada abad ke 21.


Sedangkan ramalan yang terjadi pada empat abad terakhir tentang tanah Jawa adalah pada pupuh 256, tembang 44 s/d 47 sebagai berikut (yang merupakan bagian dari tujuh abad zaman Kalisangireki) :


- Kaping pat arannipun, jaman Kalabendu werdinipun, estu Bebendu wahananeki, keh jalma saluyeng rembug, dumadya prang lair batos.


- Ping lima arannipun, jaman Kalasuba tegesipun, jaman suka wahananira keh jalmi, antuk kabungahan estu, rena lejar sakehing wong.


- Kaping nem arannipun, jaman Kalasumbaga puniku, werdi zaman Misuwur wahanineki, keh jalma gawe misuwur, mrih kasusra ing kalakon.


- Kasapta arannipun, jaman Kalasurata rannipun, werdi jaman Alus wahananoreki, akeh jalma sabiyantu, ing budining karahayon.


Jadi setelah bangsa Jawa/Indonesia melewati zaman Kalabendu akan mengalami tiga abad zaman keemasan dan kemahsyuran sampai dengan akhir zaman. Cuma kalau menurut perhitungan Jayabaya zaman Kalabendu adalah periode tahun 1800-1900, sedangkan sampai saat ini tanda-tanda zamannya masih seperti zaman Kalabendu (yang mungkin periode 1900-2000) dan setelah melewati tahun 2000 sampai dengan akhir zaman bangsa Jawa/Indonesia akan mengalami masa kejayaannya.


Selanjutnya pada pupuh 257, Jayabaya meramalkan akan ada tujuh kerajaan dimulai dari kerajaan Pejajaran di tanah Jawa dan setelah itu tanah Jawa tidak lagi ada kerajaan, yang terjadi pada saat zaman Kalabendu.


Interpretasi tujuh kerajaan adalah: Pejajaran, Majapahit, Pajang, Demak, Mataram, Surakarta, Yogyakarta dan masa kemerdekaan yang tidak ada kerajaan lagi di Indonesia.


Dalam Pupuh 257 tembang 23 tercermin peralihan dari zaman kerajaan sebagai berikut :

Sirnaning kang, kadaton jalaranipun, wawan-wawan lawan, bangsa sabrang kulit kuning, mawa srana tatunggul turun narendra.


Yang bisa diterjemahkan bahwa kedatangan bangsa sebrang kulit kuning (Jepang) sebagai sarana tidak ada lagi kerajaan di Jawa / Indonesia.


Zaman Kalabendu.


Pada pupuh 257 tembang 24 sampai dengan 44 dijelaskan secara terperinci tanda-tanda zaman Kalabendu. Penulis sendiri belum pernah membaca Serat Kalatidha karangan R.Ng. Ranggawarsita, yang kelihatannya telah disadur dan dimasukkan dalam bagian dari Serat Centhini pada bagian ini – ini sangat mungkin terjadi karena penulisan Serat Centhini terjadi pada satu masa dengan masa kehidupan R. Ng. Ranggawarsita, bahkan pembukaan Serat Centhini jilid 5, dibuat oleh beliau.


Kemungkinan lain kenapa masa Kalabendu mendapat porsi yang lebih banyak dalam Serat Centhini :


1. Interpretasi bahwa Kalabendu adalah zaman periode tahun 1800-1900 dimana saat penulisan Serat Centhini.

2. Serat Kalatidha yang disadur kedalam Serat Centhini pupuh 257 adalah sekedar ilustrasi apa yang sedang terjadi pada zaman itu oleh Ranggawarsita dan sama sekali bukan ramalan.


Ilustrasi apa yang terjadi pada masa Kalabendu sangat mirip dengan apa yang sedang terjadi pada bangsa Indonesia saat ini, oleh karena itu terbuka suatu interpretasi bahwa masa Kalabendu adalah periode yang akan berakhir pada tahun 2000. Pertanda zaman sama sekali belum terlihat tanda-tanda bahwa kita memasuki zaman Kalasuba yaitu suatu periode setelah zaman Kalabendu berakhir (seperti yang di prediksi oleh Jayabaya).


Barangkali kita bisa mencoba melihat ilustrasi dari masa zaman Kalabendu yang dimulai dari tembang 28 s/d 44 pupuh 257 Serat Centhini jilid IV :


- Wong agunge padha jail kurang tutur, marma jeng pamasa, tanpa paramarteng dasih, dene datan ana wahyu kang sanyata.

Artinya: Para pemimpinnya berhati jail, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati.


- Keh wahyuning eblislanat kang tamurun, apangling kang jalma, dumrunuh salin sumalin, wong wadon kang sirna wiwirangira.

Artinya : Wahyu yang turun adalah wahyu dari iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya, para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malu.


- Tanpa kangen mring mitra sadulur, tanna warta nyata, akeh wong mlarat mawarni, daya deye kalamun tyase nalangsa.

Artinya : Rasa persaudaraan meluntur, tidak saling memberi berita dan banyak orang miskin ber-aneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya.


- Krep paprangan, sujana kapontit nurut, durjana susila dadra andadi, akeh maling malandang marang ing marga.

Artinya : Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat, kejahatan/perampokan dan pemerkosaan makin menjadi-jadi dan banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan.

- Bandhol tulus, mendhosol rinamu puguh, krep grahana surya, kalawan grahana sasi, jawah lindhu gelap cleret warsa.

Artinya : Alampun ikut terpengaruh dengan banyak terjadi gerhana matahari dan bulan, hujan abu dan gempa bumi.


- Prahara gung, salah mangsa dresing surur, agung prang rusuhan, mungsuhe boya katawis, tangeh lamun tentreming wardaya.

Artinya: Angin ribut dan salah musim, banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram dihati.


- Dalajading praja kawuryan wus suwung, lebur pangreh tata, karana tanpa palupi, pan wus tilar
silastuti titi tata.

Artinya : Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tata tertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan.


- Pra sujana, sarjana satemah kelu, klulun Kalathida, tidhem tandhaning dumadi, hardayengrat dening karoban rubeda.

Artinya : Para penjahat maupun para pemimpin tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah / kesulitan.

- Sitipati, nareprabu utamestu, papatih nindhita, pra nayaka tyas basuki, panekare becik-becik cakrak cakrak.

Artinya : Para pemimpin mengatakan se-olah-olah bahwa semua berjalan dengan baik padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek.


- Nging tan dadya, paliyasing Kalabendu, mandar sangking dadra, rubeda angrubedi, beda-beda hardaning wong sanagara.

Artinya : Yang menjadi pertanda zaman Kalabendu, makin lama makin menjadi kesulitan yang sangat, dan ber-beda-beda tingkah laku / pendapat orang se-negara.


- Katatangi tangising mardawa-lagu, kwilet tays duhkita, kataman ring reh wirangi, dening angupaya sandi samurana.

Artinya : Disertai dengan tangis dan kedukaan yang mendalam, walaupun kemungkinan dicemooh, mencoba untuk melihat tanda2 yang tersembunyi dalam peristiwa ini. (kelihatanya ini adalah ungkapan hati pembuat tembang ini).


- Anaruwung, mangimur saniberike, menceng pangupaya, ing pamrih melok pakolih, temah suha ing karsa tanpa wiweka.

Artinya : Berupaya tanpa pamrih.


- Ing Paniti sastra wawarah, sung pemut, ing zaman musibat, wong ambeg jatmika kontit, kang
mangkono yen niteni lamampahan.

Artinya : Memberikan peringatan pada zaman yang kalut dengan bijaksana, begitu agar kejadiannya / yang akan terjadi bisa jadi peringatan (peringatan dari R.Ng. Ranggawarsita).


- Nawung krida, kang menangi jaman gemblung, iya jaman edan, ewuh aya kang pambudi, yen meluwa edan yekti nora tahan.

Artinya : Untuk dibuktikan, akan mengalami jaman gila, yaitu zaman edan, sulit untuk mengambil sikap, apabila ikut gila/edan tidak tahan.


- Yen tan melu, anglakoni wus tartamtu, boya keduman, melik kalling donya iki, satemahe kaliren wekasane.

Artinya : Apabila tidak ikut menjalani, tidak kebagian untuk memiliki harta benda, yang akhirnya bisa kelaparan.


- Wus dilalah, karsane kang Among tuwuh, kang lali kabegjan, ananging sayektineki, luwih begja kang eling lawan waspada.

Artinya : Sudah kepastian, atas kehendak Allah SWT, yang lupa untuk mengejar keberuntungan, tapi yang sebetulnya, lebih beruntung yang tetap ingat dan waspada (dalam perbuatan berbudi baik dan luhur).


- Wektu iku, wus parek wekasanipun, jaman Kaladuka, sirnaning ratu amargi, wawan-wawan kalawan memaronira.

Artinya : Pada saat itu sudah dekat berakhirnya zaman Kaladuka.


Kalau kita perhatikan ilustrasi zaman Kalbendu adalah sangat mirip dengan ‘bebendu’ atau ‘kekalutan’ yang sedang terjadi saat ini yang kelihatannya tidaksatupun pemimpin yang mampu mengatasi (baik yang formal yang sedang mejalankan roda pemerintahan maupun pimpinan informal diluar pemerintahan – bahkan pimpinan ABRI yang punya senjatapun tidak mampu mengatasi masalah – bahkan cenderung seperti orang bingung / linglung – yang se-mata-mata terpengaruh oleh perbawa zaman Kalabendu yang tidak mungkin bisa dihindari).


Zaman Kalasuba.


Pada pupuh 258, dimulai suatu perubahan dari zaman Kaladuka ke zaman Kalasuba yang lebih baik seperti pada tembang 1 s/d 6 sebagai berikut :


- Saka marmaning Hayang Sukma, jaman Kalabendu sirna, sinalinan jamanira, mulyaning jenengan nata, ing kono raharjanira, karaton ing tanah Jawa, mamalaning bumi sirna, sirep dur angkaramurka.


Artinya : Atas izin Allah SWT, zaman Kalabendu hilang, berganti zaman dimana tanah Jawa/Indonesia menjadi makmur, hilang kutukan bumi dan angkara murkapun mereda.

- Marga sinapih rawuhnya, nata ginaib sanyata, wiji wijiling utama, ingaranan naranata, kang kapisan karanya, adenge tanpa sarana, nagdam makduming srinata, sonya rutikedatonnya.

Artinya : Kedatangan pemimpin baru tidak terduga, seperti muncul secara gaib, yang mempunyai sifat-sifat utama. (note : yang diterjemahkan banyak pihak sebagai ’satria piningit’).


- Lire sepi tanpa srana, ora ana kara-kara, duk masih keneker Sukma, kasampar kasandhung rata, keh wong katambehan ika, karsaning Sukma kinarya, salin alamnya, jumeneng sri pandhita.

Artnya: Datangnya tanpa sarana apa-apa, tidak pernah menonjol sebelumnya, pada saat masih muda, banyak mengalami halangan dalam hidupnya, yang oleh izin Allah SWT, akan menjadi pemimpin yang berbudi luhur.


- Luwih adil paraarta, lumuh maring brana-arta, nama Sultan Erucakra, tanpa sangakan rawuhira, tan ngadu bala manungsa, mung sirollah prajuritnya, tungguling dhikir kewala, mungsuh rerep sirep sirna.

Artinya : Mempunyai sifat adil, tidak tertarik dengan harta benda, bernama Sultan Erucakra (note : penulis tidak tahu apa maksudnya, perlu interpretasi tentang nama ini), tidak ketahuan asal kedatangannya, tidak mengandalkan bala bantuan manusia, hanya kepercayaan/keimanan terhadap Allah SWT prajuritnya dan senjatanya adalah se-mata-mata zikir, musuh semua bisa dikalahkan (note: suatu indikasi bahwa pemimpin yang akan muncul adalah seorang Muslim yang sangat taat beragama, yang semata-mata iman yang sangat tebal kepada Allah SWT yang membimbingnya dan menjadi kekuatannya).


- Tumpes tapis tan na mangga, krana panjenengan nata, amrih kartaning nagara, harjaning jagat sadaya, dhahare jroning sawarsa, denwangeni katahhira, pitung reyal ika, tan karsa lamun uwiha.

Artinya : Semua musuhnya dimusnahkan oleh sang pemimpin demi kesejahteraan negara,dan kemakmuran semuanya, hidupnya sederhana, tidak mau melebihi, penghasilan yang diterima. (note : suatu indikasi bahwa kejujuran, kesederhanaan, dan tidak mau melebihi apa yang menjadi penghasilannya – tidak kurang tidak lebih – menjadi ciri utama dari pemimpin yang baru. Dalam tembang ini sangat jelas dilukiskan kelemahan pemimipin adalah sikap berlebih-lebih-an yang pada posisi sebagai pimpinan cenderung tidak menerima apa yang secara murni diberikan oleh negara sebagai penghasilannya sehingga menimbulkan banyak ‘kreativitas’ untuk mendapatkan ‘tambahan’ penghasilan yang sulit dikontrol batas-batas-nya yang merugikan rakyat banyak yang contoh nyatanya adalah situasi kehidupan para pimpinan/pejabat pemerintahan selama 32 tahun rezim Soeharto berkuasa dan juga sampai dengan saat ini).


- Bumi sakjung pajegira, amung sadinar sawarsa, sawah sewu pametunya, suwang ing dalem sadina, wus resik nir apa-apa, marmaning wong cilik samya, ayem enake tysira, dene murah sandhang teda.

Artinya : Pajak orang kecil sangat rendah nilainya, orang kecil hidup tentram, murah sandang dan pangan.


- Tan na dursila durjana, padha martobat nalangas, wedi willating nata, adil asing paramarta, bumi pethik akukutha, parek lan kali Katangga, ing sajroning bubak wana, penjenenganin sang nata.

Artinya: Tidak ada penjahat, semuanya sudah bertobat, takut dengan kewibawaan sang pemimpin yang sangat adil dan bijaksana.


Kesimpulan.


Ilustrasi zaman Kalabendu adalah mirip dengan kondisi bangsa Indonesia pada saat ini sebagai pertanda zaman dimana masyarakat kehilangan arah yang merupakan tahap akhir sebelum bangsa Indonesia bisa mengatasi dengan kedatangan pemimpin yang adil dan bijaksana. Bisa saja hal ini adalah sekedar suatu ‘angan-angan’ atau suatu harapan apabila suatu bangsa atau masyarakat mengalami tekanan kesulitan yang sangat sulit diatasi seperti pada saat ini sehinga harapan akan munculnya Ratu Adil (Satria Piningit) adalah sekedar suatu pelampiasan sumbat sosial agar masyarakat masih menaruh harapan akan datangnya suatu perbaikan.


Waktulah yang akan membuktikan bahwa apa yang menjadi ilustrasi dari budaya Jawa baik oleh Prabu Jayabaya dari Kediri maupun R. Ng. Ranggawarsita adalah sekedar ilustrasi pada masanya yang kebetulan berulang pada saat ini dan bisa saja berulang lagi dimasa yang akan datang atau merupakan prediksi yang mungkin bisa terjadi yang kita mengalami masa Kalabendu tahap akhir yang akan menuju masa Kalasuba yang penuh harapan.


Tujuan tulisan ini adalah :


- Mengemukakan suatu ilustrasi zaman sesuai dengan referensi budaya Jawa.


- Mengingatkan kembali bahwa dalam menghadapi kesulitan, kebingungan, kekakhawatiran yang amat sangat pada saat ini, peringatan R. Ng. Ranggawarsita adalah sangat relevan untuk kita cermati kembali ‘luwih begja kang eling lan waspada’ yaitu kunci keselamatan agar kita tetap mampu mengontrol tingkah laku kita untuk tidak ikut-ikutan gila / edan walaupun dalam kesulitan seberapapun besarnya untuk menjaga perbuatan kita agar tetap menjaga sifat budi luhur tidak ikut-ikutan korupsi, tidak ikut-ikutan menjarah, tidak ikut-ikutan merampok dijalanan, tidak ikut-ikutan merusak, menyerahkan semuanya dengan ikhlas kepada Allah SWT yang hanya atas izinnya semata semua kejadian akan bisa berlaku apakah seseorang mendapat suatu kesulitan / musibah ataupun dipermudah jalannya. (Walaupun tidak mudah bersikap seperti ini pada zaman ini – dan ini nyata-nyata cobaan buat diri kita semua – dan tidak semua orang mampu lulus ujian melewati zaman Kalabendu dengan selamat kecuali ‘yang eling lan waspada’).


- Memberikan harapan bahwa keadaan akan lebih baik bila zaman Kalabendu berakhir dan perbawa (kewibawaan) pemimpin bisa kembali dengan datangnya zaman Kalasuba.


Note: Terjemahan dari tembang Jawa kedalam Bahasa Indonesia adalah bedasarkan interpretasi pribadi penulis dengan banyak keterbatasan pemahaman bahasa Jawa madya. Penulis menyilahkan kalau ada pembaca yang ingin memberikan koreksi untuk terjemahan/interpretasi yang lebih akurat. Alang-alang kumitir

M E D I T A S I


Dalam olah batin, meditasi menjadi salah satu topik pembicaraan yang tiada habis-habisnya. Tentu hal tersebut ada sebabnya, sebabnya tiada lain karena meditasi adalah salah satu usaha proses untuk meningkatkan pengembangan pribadi seseorang secara total. Tulisan ini didasari dari berbagai literatur mengenai meditasi.
Tulisan ini merupakan usaha melengkapi tulisan J. Sujianto yang berjudul “ Pengembangan Kwalitas Pribadi di Bidang Kebatinan, suatu Proses Meningkatkan Kreatifitas dan Pengetahuan Dunia Gaib “
Apakah Meditasi ?
Mengusahakan rumus yang pasti mengenai arti meditasi tidaklah mudah, yang dapat dilakukan adalah memberi gambaran berbagi pengalaman dari mereka yang melakukan meditasi, berdasarkan pengalaman meditasi dapat berarti :
1. Melihat ke dalam diri sendiri
2. Mengamati, refleksi kesadaran diri sendiri
3. Melepaskan diri dari pikiran atau perasaan yang berobah-obah, membebaskan keinginan duniawi sehingga menemui jati dirinya yang murni atau asli.
Tiga hal tersebut diatas baru awal masuk ke alam meditasi, karena kelanjutan meditasi mengarah kepada sama sekali tidak lagi mempergunakan panca indera ( termasuk pikiran dan perasaan ) terutama ke arah murni mengalami kenyataan yang asli.
Perlu segera dicatat, bahwa pengalaman meditasi akan berbeda dari orang ke orang yang lain, karena pengalaman dalam bermeditasi banyak dipengaruhi oleh latar belakang temperamen, watak dan tingkat perkembangan spiritualnya serta tujuan meditasinya dengan kulit atau baju kebudayaan orang yang sedang melaksanakan meditasi.
Secara gebyah uyah (pada umumnya) orang yang melakukan meditasi yakin adanya alam lain selain yang dapat dijangkau oleh panca indera biasa. Oleh karena itu mungkin sekali lebih tepat jika cara-cara meditasi kita masukkan ke golongan seni dari pada ilmu. Cara dan hasil meditasi dari banyak pelaku olah batin dari berbagai agama besar maupun perorangan dari berbagai bangsa, banyak menghasilkan kemiripan-kemiripan yang hampir-hampir sama, tetapi lebih banyak mengandung perbedaan dari pribadi ke pribadi orang lain. Oleh karena itu kita dapat menghakimi hasil temuan orang yang bermeditasi, justru keabsahan meditasinya tergantung kepada hasilnya, umpamanya orang yang bersangkutan menjadi lebih bijaksana, lebih merasa dekat dengan Tuhan, merasa kesabarannya bertambah, mengetahui kesatuan alam dengan dirinya dan lain-lainnya.
Keadaan hasil yang demikian, sering tidak hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh orang-orang ( masyarakat ) di sekitar diri orang tersebut karena tingkah-lakunya maupun ucapan-ucapannya serta pengabdiannya kepada manusia lain yang membutuhkan bantuannya, mencerminkan hasil meditasinya.
Cara-cara dan akibat bermeditasi.
Cara bermeditasi banyak sekali.
Ada yang memulai dengan tubuh, arti meditasi dengan tubuh adalah mempergunakan menyerahkan tubuh ke dalam situasi hening. Lakunya adalah dengan mempergunakan pernafasan, untuk mencapai keheningan, kita menarik nafas dan mengeluarkan nafas dengan teratur. Posisi tubuh carilah yang paling anda rasakan cocok / rileks, bisa duduk tegak, bisa berbaring dengan lurus dan rata. Bantuan untuk lebih khusuk jika anda perlukan, pergunakan wangi-wangian dan atau mantra, musik yang cocok dengan selera anda, harus ada keyakinan dalam diri anda, bahwa alam semesta ini terdiri dari energi dan cahaya yang tiada habis-habisnya. Keyakinan itu anda pergunakan ketika menarik dan mengeluarkan nafas secara teratur.
Ketika menarik nafas sesungguhnya menarik energi dan cahaya alam semesta yang akan mengharmoni dalam diri anda, tarik nafas tersebut harus dengan konsentrasi yang kuat. Ketika mengelurkan nafas dengan teratur juga, tubuh anda sesungguhnya didiamkan untuk beberapa saat. Jika dilakukan dengan sabar dan tekun serta teratur, manfaatnya tidak hanya untuk kesehatan tubuh saja tetapi juga ikut menumbuhkan rasa tenang.
Bermeditasi dengan usaha melihat cahaya alam semesta, yang dilakukan terus menerus secara teratur, akan dapat menumbuhkan ketenangan jiwa, karena perasaan-perasaan negatif seperti rasa kuatir atau takut, keinginan yang keras duniawi, benci dan sejenisnya akan sangat berkurang, bahkan dapat hilang sama sekali, yang hasil akhirnya tumbuh ketenangan. Meditasi ini harus juga dilakukan dengan pernafasan yang teratur.
Kesulitan yang paling berat dalam bermeditasi adalah “mengendalikan pikiran dengan pikiran“ artinya anda berusaha “ mengelola “ pikiran-pikiran anda, sampai mencapai keadaan “ Pikiran tidak ada “ dan anda tidak berpikir lagi, salah satu cara adalah “ mengosongkan pikiran “ dengan cara menfokuskan pikiran anda kepada suatu cita-cita, umpamanya cita-cita ingin menolong manusia manusia lain, cita-cita ingin manunggal dengan Tuhan. Cita-cita ingin berbakti kepada bangsa dan negara, cita-cita berdasarkan kasih sayang dan sejenis itu menjadi sumber fokus ketika hendak memasuki meditasi.
Secara fisik ada yang berusaha “ mengosongkan pikiran “ dengan memfokuskan kepada “ bunyi nafas diri sendiri “ ketika awal meditasi, atau ada juga yang menfokuskan kepada nyala lilin atau ujung hidung sendiri.
Jika proses meditasi yang dilukiskan tersebut diatas dapat anda lakukan dengan tepat, maka anda dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dalam pengertian spiritual, yang akibatnya pasti baik untuk diri anda sendiri, mungkin juga bermanfaat untuk manusia lain.
Sesuatu itu jangan dijadikan tujuan meditasi, karena hasil sesuatu itu adalah hasil proses meditasi, bukan tujuan meditasi.
Jika dalam proses tersebut pikiran anda belum dapat anda “ kuasai atau hilangkan “ janganlah putus asa atau berhenti, tetapi juga memaksakan diri secara keterlaluan. Pengembangan selanjutnya dari proses meditasi tersebut, anda sendiri yang akan menemukan dan meneruskannya, karena berciri sangat pribadi.
Untuk dapat berhasil anda sangat perlu memiliki motivasi yang cukup pekat dan dalam, sehingga dengan tiada terasa anda akan bisa khusuk dalam keheningan bermeditasi. Jika menemui sesuatu, apakah itu cahaya atau suara atau gambaran-gambaran, jangan berhenti, teruskan meditasi anda.
Pengalaman sesudah keadaan demikian, hanya andalah yang dapat mengetahui dan merasakannya, karena tiada kata kalimat dalam semua bahasa bumi yang dapat menerangkan secara gamblang. Dalam keadaan demikian anda tidak lagi merasa lapar, mengantuk bahkan tidak mengetahui apa-apa lagi, kecuali anda tersadar kembali. Biasanya intuisi anda akan lebih tajam sesudah mengalami proses meditasi yang demikian itu, dan mungkin pula memperoleh “ pengetahuan “ tentang alam semesta atau lainnya.
Di dalam serat Wulang Reh, karya “kasusastran” Jawa (dalam bentuk syair) yang ditulis oleh Kanjeng Sunan Paku Buwono IV, terdapat juga ajaran untuk hidup secara asketik, dengan usaha menuju kasampurnaning urip.
Pada gulangen ing kalbu ing sasmita amrih lantip aja pijer mangan nendra kaprawiran den kaesti pesunen sarira nira sudanen dhahar lan guling (Intinya, orang harus melatih kepekaan hati agar tajam menangkap gejala dan tanda-tanda. termasuk ajaran tak boleh mengumbar nafsu makan serta tidur).

RAMALAN JAYABAYA


Kita pernah mendengar beberapa ramalan Jayabaya tentang apa yang terjadi pada bangsa Indonesia. Sudah banyak tulisan mengenai ramalan tersebut dan sengaja ditampilkan secara utuh dan lengkap serta dapat dijadikan renungan untuk diri kita.:

1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.

2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.

3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berlayar di ruang angkasa.

4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan lubuk.

5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.

6. Iku tandha yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.

7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.

8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.

9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.

10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.

11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik

12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.

13. Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.

Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
14. Ora ngendahake hukum Allah--- Tak peduli akan hukum Allah.

15. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.

16. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.

17. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.

18. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.

19. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.

20. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.

21. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.

22. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.

23. Nantang bapa--- Menantang ayah.

24. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.

25. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.

26. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.

27. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.

28. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil

29. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil

30. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil

31. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.

32. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru malu.

33. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.

34. Wegah nyambut gawe --- Malas menunaikan kerja.

35. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.

36. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.

37. Wong bener thenger-thenger --- Si benar termangu-mangu.

38. Wong salah bungah --- Si salah gembira ria.

39. Wong apik ditampik-tampik--- Si baik ditolak ditampik.

40. Wong jahat munggah pangkat--- Si jahat naik pangkat.

41. Wong agung kasinggung--- Yang mulia dilecehkan

42. Wong ala kapuja--- Yang jahat dipuji-puji.

43. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.

44. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang perwira/kejantanan

45. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.

46. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.

47. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.

48. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.

49. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang tukar pasangan.

50. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.

51. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.

52. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).

53. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.

54. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.

55. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.

56. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.

57. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.

58. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.

59. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.

60. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.

61. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.

62. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.

63. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.

64. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.

65. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.

66. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.

67. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.

68. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Di mana-mana perempuan lacur

69. Akeh laknat--- Banyak kutukan

70. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.

71. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.

72. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.

73. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.

74. Guru disatru---Guru dimusuhi.

75. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.

76. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.

77. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.

78. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.

79. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.

80. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.

81. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.

82. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.

83. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.

84. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.

85. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.

86. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.

87. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.

88. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.

89. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.

90. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.

91. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.

92. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.

93. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.

94. Akeh barang haram---Banyak barang haram.

95. Akeh anak haram---Banyak anak haram.

96. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.

97. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.

98. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.

99. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.

100. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.

101. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.

102. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.

103. Sing kebat kliwat---Siapa tangkas lepas.

104. Sing telah sambat---Siapa terlanjur menggerutu.

105. Sing gedhe kesasar---Si besar tersasar.

106. Sing cilik kepleset---Si kecil terpeleset.

107. Sing anggak ketunggak---Si congkak terbentur.

108. Sing wedi mati---Si takut mati.

109. Sing nekat mbrekat---Si nekat mendapat berkat.

110. Sing jerih ketindhih---Si hati kecil tertindih

111. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur

112. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.

113. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.

114. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.

115. Wong tani ditaleni---Si tani diikat.

116. Wong dora ura-ura---Si bohong menyanyi-nyanyi

117. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya.

118. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.

119. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.

120. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.

121. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.

122. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.

123. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.

124. Anak lali bapak---Anak lupa bapa.

125. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.

126. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.

127. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.

128. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan.

129. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.

130. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.

131. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.

132. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.

133. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.

134. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.

135. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.

136. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.

137. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.

138. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.

139. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.

140. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.

141. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.

142. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe Banyak harta hilang entah ke mana, Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.

143. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak haram.

144. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.

145. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.

146. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada.

147. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.

148. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.

149. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.

150. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.

151. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.

152. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.

153. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.

154. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.

155. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.

156. Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit

157. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.

158. Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang

159. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.

160. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.

161. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi

162. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci

163. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.

164. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.

165. Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.

166. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.

167. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.

168. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar.

169. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai.

170. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh

171. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga.

172. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin.

173. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa.

174. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang.

175. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi.

176. Agama ditantang---Agama ditantang.

177. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka.

178. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka.

179. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar.

180. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak.

181. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan

182. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.

183. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir.

184. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si laknat.

185. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.

186. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit.

187. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia.

188. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela.

189. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima.

190. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci.

191. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak.

192. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga

193. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau.

194. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentosa.

195. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan.

196. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur.

197. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab.

198. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci.

199. Buruh mangluh---Buruh menangis.

200. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan.

201. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi.

202. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat.

203. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil.

204. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh.

205. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela.

206. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.

207. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal separo.

208. Landa-Cina kari sejodho --- Belanda-Cina tinggal sepasang.

209. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.

210. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian.

211. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat.

212. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu.

213. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung.

214. Selot-selote mbesuk wolak-waliking jaman teka---Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman.
Powered By Blogger