Kamis, Juli 29

BERJIWA PEMENANG



Sadarilah bahwa kamu dilahirkan ke dalam dunia dengan potensi yang besar untuk menjadi seorang pemenang dalam hidup. Kamu punya seperangkat perlengkapan hidup yang sangat hebat berupa pikiran, kehendak bebas dan hati nurani. Pergunakanlah secara optimal.

Ingatlah selalu bahwa menjadi pemenang tidak berarti selalu menang, tapi tetap tenang ketika mengalami kegagalan dan tidak panik ketika mengalami kekalahan. Bagi seorang pemenang, kekalahan hanyalah sementara dan kegagalan hanyalah keberhasilan yang tertunda.

Pemenang dalam hidup adalah pribadi yang berani menghadapi kehidupan, tidak gentar menghadapi tantangan, tidak takut menghadapi kesulitan, tidak bergantung pada situasi, dan tidak dikalahkan oleh hal-hal negatif

Jadikan orang lain sebagai motivator, guru dan cermin yang baik. Belajarlah dari keberhasilan dan kegagalan mereka. Jangan sombong kalau kamu lebih hebat dalam beberapa bidang dibandingkan dengan orang lain, dan jangan berkecil hati kalau kamu tidak segelimang mereka dalam bidang lainnya.

Beranilah mengambil risiko, karena banyak hal berharga dalam hidup ini yang harus diraih dengan keberanian. Kalau semua faktor sudah diperhitungkan, lakukanlah apapun yang dapat meningkatkan kualitas hidupmu.

Berpikirlah sebagai seorang pemenang. Pikiran adalah potensi dan kekuatanmu yang bisa membangun dan merusak hidupmu tergantung bagaimana kamu mengarahkannya. Arahkanlah selalu pikiranmu untuk memikirkan hal-hal yang mulia, yang benar, yang adil, yang penting dan yang membahagiakan.

Berkatalah sebagai seorang pemenang. Jadikan kata-kata positifmu sebagai alat untuk memperkat jiwamu, bukan untuk melemahkan. Lebih baik kamu berjkata “Aku akan segera sembuh” daripada “Aku sudah bosan berobat tapi tidak ada hasil”. Atau, “Kalau hari ini aku tidak beruntung, masih ada hari esok” lebih baik daripada “Aku memang sedang sial hari ini!”

Bersikaplah sebagai seorang pemenang. Seorang pemenang akan bersikap aktif dan tidak pasif, rajin dan tidak malas, ulet dan tidak mudah menyerah, jujur dan tidak bohong. Bila setiap hari kamu bertindak sebagai pemenang, kamu betul-betah melatih otot-otot jiwa menjdi otot seorang pemenang. Jangan biarkan jiwamu menjadi lemah sehingga kamu selalu mengalami kekalahan. Berusahalah terus untuk mengembangkan sifat-sifat seorang pemenang, seperti rendah hati, berani, berjiwa besar, tekun, dsb. Hindari sifat-sifat pengecut seperti menyalahkan orang lain, egois, iri hati, sombong, mencari perhatian, dsb.

Bertekunlah untuk meraih apa yang kamu inginkan. Jangan mudah kecewa dan putus asa ketika menghadapi hambatan. Jangan menyerah dalam keadaan apapun. Orang-orang besar sepanjang sejarah telah membuktikan bahwa banyak hal yang sulit dan tampak tidak mungkin didobrak oleh ketekunan.

Hargailah dirimu. Perhatikan sikap, ucapan dan penampilanmu. Hanya setelah kamu bisa menghargai diri sendiri, kamu akan bisa menghargai orang lain. Dan ketika kamu menghargai orang lain, mereka pun akan menghargaimu.

Berusahalah untuk mengendalikan dirimu. Jadilah pemenang atas diri sendiri, maka kamu akan lebih mudah menjadi pemenang dalam lingkup yang lebih luas. Sebagai contoh, jujurlah pada diri sendiri, kendalikanlah emosi, bersikaplah tenang, dan berdisiplinlah.

Beranilah mengalah untuk menang. Seorang pemenang tidak akan ngotot memenangkan perdebatan dan pertengkaran. Hanya orang berjiwa pengecut yang ingin memuaskan harga dirinya dengan kemenangan yang semu.

Beranilah untuk berubah. Hidup yang berkemenangan ditandai dengan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, lebih menyenangkan dan lebih berhasil. Jangan mengharapkan situasi atau orang lain yang akan mengubah hidupmu. Kamu sendiri yang bertanggung jawab memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidupmu.

Bergembiralah atas setiap kemenangan yang kamu raih. Ketika kamu berhasil melakukan apa yang sudah kamu rencanakan, ketika kamu berhasil mendisiplin diri, ketika kamu berhasil menyelesaikan konflik dengan baik, ketika kamu tidak lagi membohongi orang lain, dsb. Teruskanlah usahamu untuk menjadi pemenang dan nikmatilah banyak kejutan menyenangkan sepanjang hidupmu.

20 Kiat Berjiwa Besar


Kebesaran jiwa bukanlah warisan dan kekerdilan jiwa bukan malapetaka. Kita bisa belajar mengembangkan kebesaran jiwa kita dengan kemauan dan ketekunan.

  1. Beranilah mengakui kesalahan yang anda perbuat. Hanya orang yang berjiwa kerdil yang suka menyembunyikan kesalahannya dan suka mencari kambing hitam.
  2. Beranilah mengakui kesalahan, kelemahan dan keterbatasan anda. Semuanya itu tidak mencerminkan sikap yang rendah diri, tapi justru menunjukkan sikap yang sportif.
  3. Belajarlah untuk memaafkan kesalahan orang lain. Hanya orang yang berjiwa besar yang bisa memaafkan, orang yang lemah cenderung mudah membenci dan menyimpan kesalahan orang lain.
  4. Belajarlah untuk bersikap rendah hati. Hindari kebiasaan menyombongkan diri atas prestasi atau keunggulan apapun yang anda miliki. Kesombongan biasanya mencerminkan harga diri yang rendah dari orang yang berjiwa kecil. Tapi kerendahan hati menunjukan harga diri yang tinggi dari orang yang berjiwa besar.
  5. Beranilah bertanggung jawab atas apapun yang anda katakan dan lakukan. Orang-orang yang berjiwa pengecut biasanya tidak berani bertanggung jawab, bahkan sering melemparkan tanggung jawab kepada aorang lain.
  6. Tingkatkan terus rasa percaya diri anda. Hindari kebiasaan membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Mereka mungkin lebih hebat dan lebih berbobot, tapi itu bukan ukuran untuk meilai diri anda tidak berarti.
  7. Berusahalah untuk tetap bersikap tenang dalam situasi dan kondisi yang buruk. Hindari mengambil keputusan penting ketika pikiran dan perasaan Anda sedang tidak menentu, apalagi dalam keadaan emosional.
  8. Biasakanlah diri Anda untuk tidak takut mengambil risiko. Tempat yang aman dan kondisi yang nyaman bisa menciptakan status quo dan tidak baik bagi perkembangan jiwa Anda.
  9. Beranilah untuk mengalami kegagalan, karena kegagalan memberikan banyak sekali pelajaran berharga. Orang-orang berjiwa besar biasanya dibesarkan oleh kegagalan, tapi sebaliknya, orang-orang berjiwa kerdil umumnya dilumpuhkan oleh kegagalan.
  10. Bersikaplah optimis,pandanglah masa deapan dengan penuh harapan. Belajarlah melihat hambatan sebagai tantangan untuk ditaklukan, dan masalah sebagai kesempatan untuk memperkuat karalter.
  11. Bersikaplah tegas dalam membela hak-hak Anda. Jangan takut pada penolakan dan jangan alergi pada perbedaan. Jangan berusaha untuk menyenangkan semua orang apalagi dengan mengorbanan harga diri Anda. Jangan merasa terganggu oleh sikap pro atau kontra selama Anda berdiri pada prinsip yang benar.
  12. Belajarlah untuk melihat semua persoalan secara proporsional. Hindari kebiasaan membesar-besarkan msasalah kecil. Jangan biarkan diri Anda dipusingkan dengan urusan-urusan sepele. Don’t sweat the small stuff.
  13. Belajarah menerima oreang laiun sebagaimana adanya. Jangan berusaha atau menuntut orang lain berubah sesuai harapan dan keinginan Anda. Namun tidak ada salahnya Anda memotivasi mereka untuk lebih berkembang.
  14. Belajarlah untuk melihat kebaikan dan keistimewaan oran lain. Dengan begitu Anda tidak akan terlalu terganggu oleh kelemahannya.
  15. Belajarlah untuk membuat orang lain merasa bangga dengan dirinya. Hanya orang yang berjiwa besar yang dapat membantu orang lain menjadi lebih percaya diri.
  16. Belajarlah untuk bisa ikut bergembira atas keberhasilan orang lain. Rasa iri dan tidak suka atas sukses yang diraih orang lain mengungkapkan harga diri yang rendah.
  17. Biasakanlah untuk menghargai pendapat dan keyakinan orang lain meskipun berbeda dengan pendapat dan keyakinan Anda. Picik sekali orang yang menganggap dirinya sudah memborong semua kebenaran.
  18. Terimalah setiap kritik dengan lapang dada, buka dengan kemarahan dan penjelasan panjang lebar. Bagaimanapun bentuknya, sebetulnya kritik merupakan pemberian yang sangat berharga bagi perkembangan diri Anda.
  19. Selesaikan setiap konflik dengan prinsip win-win solution, solusi menang-menang. Masalah terselesaikan tanpa ada pihak yang merasa dikalahkan oleh yang lain. Hanya orang yang berjiwa kecil yang selalu ingin menang sendiri.
  20. Berpikirlah besar, bercita-citalah besar dan berharaplah yang terbaik. Bahkan ketika Anda menghadapi kenyataan yang sebaliknya, bertahanlah! Biarkan kebesaran jiwa Anda teruji dalam berbagai kesukaran.

Kamis, Juli 22

Berbagi Cinta


Beberapa waktu yang lalu saya melakukan perjalanan bersama seorang teman. Di sela-sela perjalanan, handphone teman saya selalu berdering. "Dari bokap. Nanyain, apakah saya baik-baik di perjalanan?" jelas teman saya seusai menerima telepon. Lalu usai dering yang lain dia berkata, "dari kakak saya. Dia berpesan agar hati-hati." Juga, "dari adik, suruh berkabar bila sudah sampai tempat tujuan. Dia minta oleh-oleh daster batik." Setiap usai menerima telepon, saya melihat wajah teman saya berbinar. Saya meraba-raba handphone di saku, memeriksa kalau-kalau ada pesan yang masuk dari keluarga saya. Dan, saya tersenyum kecut ketika tidak ada pesan apa-apa di sana.

Di lain waktu, seorang teman yang lain membuat saya terpana. Setiap malam sepulang dia bekerja, handphonenya selalu berdering. Dengan manja dia menjawab telepon, "Assalamu'alaikum ibu, saya baru pulang dari kantor. Saya baik-baik saja. Pekerjaan hari ini sungguh melelahkan. Saya meeting dengan kepala cabang. Tahu nggak Bu, saya paling muda dan satu-satunya perempuan dalam meeting itu. Em, tadi saya sudah makan di kantor kok...bla bla bla..."

Setiap melihat kehangatan dan perhatian seperti itu, diam-diam saya menyimpan rasa iri. Perasaan iri yang membawa saya pada suasana di mana saya merasa sendiri, sepi, dan sebatang kara di belantara kota ini.

Kesedihan saya pun bertambah-tambah. Hingga satu ketika saya jatuh sakit. Pemilik kost dan teman-teman merawat saya dengan perhatian dan cinta. Saya teringat tokoh dua generasi dalam film 'Finding Forester' yang karena persahabatannya kemudian merasa sedarah meski bukan keluarga sedarah. Tiba-tiba, saya merasa malu telah menanam rasa iri. Bahkan ketika terkadang menggugat Allah, kenapa saya tak mendapatkan perhatian dan cinta seperti teman-teman saya?

Astaghfirullah... Rasa malu itu kemudian membuka benak saya untuk mengingat berbagai kejadian yang kemudian menyadarkan saya dari hari-hari yang menuntut dan menggugat. Bahwa sebenarnya cinta dan perhatian itu ada.

Cinta itu ada pada wanita paruh baya bersama suami dan ketiga anaknya di salah satu sudut kota Yogya. Cinta yang membuat saya selalu ingin kembali berkunjung, dan merasa nyaman berada di tengah-tengah mereka tak ubahnya keluarga saya sendiri. Cinta yang membuat saya belajar akan indahnya ketulusan dan kesederhanaan.vCinta itu ada pada sepasang sahabat yang baru saja dikaruniai bayi mungil. Cinta yang membuat saya berani menaruh sebagian beban jiwa saya padanya. Cinta yang membuat perasaan saya menghangat ketika mereka bertanya, "Bagaimana kabarmu hari ini? Mainlah ke rumah, aku masak makanan kesukaanmu lho!" Atau kalau saya sedang travelling mereka mengirim pesan, "Nimatilah perjalananmu tapi cepatlah pulang. Kami merindukanmu."

Cinta itu ada pada seorang wanita tua yang telah kehilangan anak-anaknya. Cinta yang membuat saya percaya bahwa pilihan hidup saya sama berharganya dengan pilihan orang lain. Cinta yang membuat bibir saya mengulum senyum karena setiap berangkat atau pulang dari perjalanan wanita tua itu selalu mencium kedua pipi dan kening saya penuh kasih.

Cinta itu ada pada teman-teman di berbagai kota. Teman yang dengan ikhlas menyediakan tempat singgah bagi saya selama travelling, menjemput dan mengantarkan kepergian saya, juga mengajari makna hidup yang sesungguhnya pada saya. Cinta yang membuat langkah saya berat ketika berpamitan untuk meninggalkan mereka.

Cinta itu ada pada email-email di mailbox, sms di handphone dari orang-orang yang tak pernah saya kenali wajahnya. Cinta yang membuat mereka meluangkan waktu untuk membaca, mengkritik dan mengomentari coretan-coretan saya, menyemangati saya untuk terus berjuang, maju, belajar dan tak lupa berdoa.

Cinta itu ada pada sahabat-sahabat yang membawa saya pada pintu hidayah, pencerahan-pencerahan, mengingatkan ketika tersesat dan menopang saya ketika hampir terjatuh. Cinta yang membuat saya menemukan jalan Allah.

Ternyata...begitu banyak cinta dan perhatian untuk saya sebagai wujud dari cinta-Nya. Bahkan saya tidak dapat menghitungnya dengan kalkulator merek terbagus sekalipun. Tapi, sudahkah saya sendiri berbagi cinta kepada orang lain? Keluarga, teman-teman, anak-anak yatim piatu, orang-orang di pengungsian, gelandangan-gelandangan di jalan dan...orang-orang yang juga memerlukan cinta dan perhatian? Sampai di situ saya tercenung dan sangat malu. Saya hanya pandai menuntut serta menggugat makhluk bahkan Allah untuk selalu memberikan cinta dan perhatiannya pada saya. Sementara saya sendiri belum melakukan apa-apa.

Bukankah semua kebaikan yang kita lakukan pada orang lain, sesungguhnya akan kembali pada diri kita? Di sanalah Allah menunjukkan cinta dan kebesaran-Nya. Subhanallah...akhirnya perenungan itu membawa saya tersungkur dalam sujud panjang dan kesimpulan. Bahwa dengan membagi cinta dan perhatian pada orang lain, kita akan menemukan kesejatian cinta-Nya.

Neraka mahal, surga murah


Loket ke neraka penuh sesak...
Banyak manusia antri...
Rebut rebutan, cakar-cakaran...
takut gak kebagian kursi...

Tiket ke neraka mahal...
Harus merogoh kantong berjuta-juta...
Untuk dapat ikut berjalan kesana...

Maksiat itu mahal...
Judi itu mahal...
Zina itu mahal...
Korupsi itu mahal...
Dusta itu mahal...
Tetap orang-orang berbondong menuju neraka...

Jalan ke syurga sunyi...
Sepiii...
Jalannya lebar, mulus dan bersih...
Tiketnya murah, tak perlu keluar uang banyak...
Loketnya bersih, ada AC, pelayannya ramah...

Tapi mengapa amat sedikit yang antri di loket ini???
Puasa itu murah...
Sholat itu murah...
Sedekah itu murah...
Senyum itu murah...
Jujur itu murah...

Ternyata Nafsu telah memutar balik semua tatapan...
Yang buruk terlihat indah...
Yang baik terlihat sukar...

Ditempat ini aku baru sadar...
Bahwa jalan ke syurga sepi...
Jalan ke neraka ramai...

Maksud Allah Siapa Yang Tahu..


Pada satu zaman ada seorang raja yang amat zalim. Hampir setiap orang pernah merasakan kezaliman nya itu. Pada suatu ketika, raja zalim ini tertimpa penyakit yang sangat berat. Maka seluruh tabib yang ada pada kerajaan itu dikumpulkan. Di bawah ancaman pedang, mereka disuruh untuk menyembuhkannya. Namun sayangnya tidak ada satu tabib pun yang mampu menyembuhkannya.

Hingga akhirnya ada seorang rahib yang mengatakan bahawa penyakit sang raja itu hanya dapat disembuhkan dengan memakan sejenis ikan, yang sayangnya saat ini bukanlah musimnya ikan itu muncul ke permukaan. Betapa gembiranya raja mendengar khabar ini.Meskipun raja menyedari bahwa saat ini bukanlah musim ikan itu muncul ke permukaan namun disuruhnya juga semua orang untuk mencari ikan itu.

Aneh bin ajaib ... walaupun belum musimnya, ternyata ikan itu sangatlah mudah ditemukan.Sehingga akhirnya sembuhlah raja itu dari penyakitnya.

Di lain waktu dan tempat, ada seorang raja yang amat terkenal kebijaksanaannya. Ia sangat dicintai oleh rakyatnya.

Pada suatu ketika, raja yang bijaksana itu jatuh sakit. Ternyata kesimpulan para tabib sama,iaitu ubatnya adalah sejenis ikan tertentu yang saat ini sangat banyak terdapat di permukaan laut. Kerana itu mereka sangat optimis rajanya akan segera pulih kembali.

Tapi apa yang terjadi? Ikan-ikan yang seharusnya banyak dijumpai di permukaan laut itu, tidak ada satu pun yang nampak. Walaupun pihak kerajaan telah mengirimkan para ahli selamnya, tetap saja ikan itu tidak berhasil diketemukan. Sehingga akhirnya raja yang bijaksana itu pun mangkat.

Dikisahkan para malaikat pun kebingungan dengan kejadian itu. Akhirnya mereka menghadap Tuhan dan bertanya, "Ya Tuhan kami, apa sebabnya Engkau mengirim ikan-ikan itu ke permukaan sehingga raja
yang zalim itu selamat, sementara pada waktu raja yang bijaksana itu sakit, Engkau menyembunyikan ikan-ikan itu ke dasar laut sehingga akhirnya raja yang baik itu meninggal?"

Tuhan pun berfirman ,"Wahai para malaikat-Ku,sesungguhnya raja yang zalim itu pernah berbuat suatu kebaikan. Kerana itu Aku balas kebaikannya itu, sehingga pada waktu dia datang menghadap-Ku,tidak ada lagi kebaikan sedikitpun yang dibawanya. Dan Aku akan tempatkan ia pada neraka yang paling bawah!" Sementara raja yang baik itu pernah berbuat salah kepada-Ku, kerana itu Aku hukum dia dengan menyembunyikan ikan-ikan itu, sehingga nanti dia akan datang menghadap-Ku dengan seluruh kebaikannya tanpa ada sedikit pun dosa padanya, kerana hukuman atas dosanya telah Ku tunaikan seluruhnya di dunia!"

Kita dapat mengambil beberapa pelajaran dari kisah ini.

Pelajaran pertama adalah:

Ada kesalahan yang hukuman nya langsung ditunaikan Allah di dunia ini juga, sehingga dengan demikian di akhirat nanti dosa itu tidak diperhitungkan-Nya lagi. Keyakinan hal ini dapat menguatkan i man kita
apabila sedang tertimpa musibah.

Pelajaran kedua adalah:

Apabila kita tidak pernah tertimpa musibah, jangan terlena. Jangan-jangan Allah menghabiskan tabungan kebaikan kita. Keyakinan akan hal ini dapat menjaga kita untuk tidak terbuai dengan lazatnya
kenikmatan duniawi sehingga melupakan urusan ukhrowi.

Pelajaran ketiga adalah:

Musibah yang menimpa seseorang belum tentu kerana orang itu telah berbuat keburukan. Keyakinan ini akan dapat mencegah kita untuk tidak berprasangka buruk menyalahkannya, justeru yang timbul adalah
keinginan untuk membantu meringankan penderitaannya.

Pelajaran keempat adalah:

Siapa yang tahu maksud Allah? Wallahua'lam bissawab.Sesungguhnya DIAlah yang Maha Mengetahui akan segala ketetapan yg telah ditentukan buat kita, hambaNYA. Oleh itu jgn sesekali berdendam
sesama insan, marah atau mengesali segala dugaan yg dtg menjengah di sepanjang perjalanan hidup kita untuk menemuiNYA. Allah itu Maha Pengampun, Pengasih serta Pemurah.. maka carilah keredhaanNYA agar
hidup kita bahagia hingga ke akhir usia di dunia, seterusnya bahagia di akhirat kelak.

Kamis, Juli 15

Orang Kaya Yang Sebenarnya


Rasulullah telah menyampaikan bahwa kaya yang sebenarnya adalah kaya hati, kaya hati dimiliki seseorang yang memiliki hati yang bersih dari dosa, sehingga hatinya terang benderang melihat tanda-tanda keagungan Allah Yang Maha Kaya, Yang Maha Adil, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Rasulullah menyampaikan akan pentingnya petunjuk Allah di hati manusia, sehingga manusia dengan petunjuk itu dapat merasakan kebahagian yang sebenarnya. Dapat menyadari siapa dirinya dan mengetahui siapa Allah, Tuhan yang telah mengadakan seluruh alam raya termasuk mengadakan dirinya.

Sahabat Abu Darda senantiasa membanggakan akan ke Maha Kayaan Allah, sehingga beliau meninggalkan kesibukan dunianya, untuk lebih menekuni tuntutan hatinya dalam mengagungkan Allah. Hati yang terisi dengan petunjuk Allah adalah hati yang kaya, sebagimana firman Allah

Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (QS. 2:269)

Orang yang diberi kekayaan petunjuk adalah orang yang kaya sebenarnya. Orang yang demikian biasanya senantiasa sukses dalam menghadapi segala ujian di dunia, termasuk ujian yang tidak menyenangkan berupa kesusahan yang kesedihan.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadam, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. 2:155)

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji"uun". (QS. 2:156)

Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 2:157)

Allah telah mengetengahkan akan ketinggian Al-Qur’an yang penuh hikmah, Dan Allah bila mencintai hambanya tidak diberikan kepadanya ujian-ujian dengan harta benda dan kekayaan yang melimpah, namun diberikan kepadanya kekayaan hikmah yang mengantarkannya kepada kebahagiaan.

Demi al-Qur"an yang penuh hikmah, (QS. 36:2)

Kekayaan harta benda yang melimpah ruah, bila tidak dibelanjakan di jalan yang benar, dapat menjadi malapetaka sebagaimana kehancuran Karun, sebagaimana firman Allah

Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". (QS. 28:79)

Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar". (QS. 28:80)

Maka Kami benamkan Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). (QS. 28:81)

Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkat: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki bagi siapa yang ia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)". (QS. 28:82)

Jaman Modern Jaman Penuh Ujian Kemewahan

Rasulullah pernah menyampaikan kepada para sahabatnya, bahwa setelah Allah memberikan hikmah Al-Qur’an kepada bangsa Arab di waktu itu, beliau tidak mengkhawatirkan sahabat-sahabatnya dengan kemiskinan, namun beliau lebih takut dengan ujian yang berupa kenikmatan dengan datangnya dunia yang melimpah, yang menjadikan satu dengan yang lain memperebutkan dunia, dan kemudian membawa mereka kepada kebinasaan.

Petunjuk Allah berupa hikmah Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah kekayaan yang paling mulia, diatas kekayaan harta dunia, sebagaimana firmanNya

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu (Al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. 10:57)

Katakanlah:"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (QS. 10:58)

Allah menggambarkan akan kerugian orang-orang kafir, ketika mereka harus masuk kedalam neraka, mereka ingin menebus dengan apa saja yang dimilikinya, seandainya mereka memiliki emas sepenuh bumi mereka ingin menebus siksa itu dengannya, sebagaimana firmanNya

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak itu). Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. (QS. 3:91)

Rasulullah juga menyampaikan bahwa manusia awam memiliki sifat cinta kepada dunia dengan kecintaan yang besar, walaupun sudah memiliki satu bukit emas, manusia masih menginginkan bukit emas yang kedua, dan seterusnya, beliau mengatakan bahwa yang dapat menghentikan kemauan manusia tersebut adalah tanah (kematian).

Manusia bisa saja menghabiskan waktunya di muka bumi untuk bermain-main dengan sarana-sarana hidup dan melupakan tujuan utama hidup. Namun bila manusia mengetahui dan menyadari bahwa hakekat kehidupan adalah berlomba-lomba dalam memelihara iman dan amal sholih, maka seharusnya, dengan melimpahnya harta atau fasilitas dunia, semua itu diarahkan kepada membangun, menyempurnakan dan memelihara segala sesuatu yang menjadikan lestarinya iman dan amal sholih.

Orang tua yang sudah menyadari pahit getirnya membangun dan memelihara semangat beriman dan beramal sholih, sudah seharusnya mengarahkan diri dan keluarganya kepada jalan-jalan yang melestarikan terbangunnya dan terpeliharanya iman dan amal sholih bagi seluruh keluarganya.

Ibarat menanam sebuah tanaman para petani memulai dengan menyiapkan lahan dan beberapa fase pemupukan, ada pupuk dasar, pupuk untuk pertumbuhan batang dan daun, selanjutnya pada saat hendak berbunga dan berbuah perlu pupuk untuk melancarkan bunga dan buahnya, dst.

Umat Islam perlu mengetahui fase-fase, jenjang serta jenis pendidikan yang tepat untuk keluarganya agar tumbuh menjadi generasi penerus yang benar-benar memahami bahwa tujuan utama adalah tetap utama, sedangkan sarana adalah tetap saja sebagai sarana dan bukan sebagai tujuan.

Ilmu dan teknologi modern tetap saja sebagai sarana, sarana yang digunakan untuk memudahkan dalam memelihara kelestarian iman dan amal sholih. Sarana bisa berubah dan berganti sesuai dengan perubahan zaman, namun tujuannya tetap sama.

Generasi yang demikian tentunya memiliki kesadaran bahwa inti hidup adalah dengan mengilmui dan mengimani dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai jalan hidup, dan tujuan hidup, namun sarana hidup yang digunakan untuk memudahkan dalam mewujudkan tujuan utama hidup juga wajib sifatnya. Allah berfirman:

Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (QS. 42:20)

Manusia yang menginginkan kebahagiaan akherat, adalah manusia yang memiliki cita-cita yang lebih luas dan lebih haqiqi, karena untuk dapat menyiapkan kebahagiaan tersebut butuh ilmu dan sarana. Ilmunya sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah, sedang sarananya adalah ilmu-ilmu dunia yang begitu luas, yang harus diambil secukupnya untuk membangun kebahagiaan dalam kehidupan di dunia dan di akherat.

Sebaliknya mereka-mereka yang hanya terfokus pada cita-cita kesuksesan di dunia saja, mereka secara otomatis menyepelekan ilmu-ilmu tentang kebahagiaan akherat, dan biasanya bila orang meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, syaitan akan membawanya kepada kesesatan, namun merasa mendapat petunjuk. Sehingga semakin saja tersesat jalannya.

Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. 43:37)

Semoga Allah menunjuki kita untuk mencintai Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dapat merasakan manisnya iman dan amal sholih, sekaligus sebagai kekayaan yang sebenarnya yang kita pelihara dengan sungguh-sungguh, amien.

Kisah Perjalanan Rasulullah SAW ke Surga Bersama Dua Tamunya


Di suatu pagi hari, Rasulullah SAW bercerita kepada para sahabatnya, bahwa semalam beliau didatangi dua orang tamu. Dua tamu itu mengajak Rasulullah untuk pergi ke suatu negeri, dan Rasul menerima ajakan mereka. Akhirnya mereka pun pergi bertiga.

Ketika dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang yang tengah berbaring. Tiba-tiba di dekat kepala orang itu ada orang lain yang berdiri dengan membawa sebongkah batu besar. Orang yang membawa batu besar itu dengan serta merta melemparkan batu tadi ke atas kepala orang yang sedang berbaring, maka remuklah kepalanya dan menggelindinglah batu yang dilempar tadi. Kemudian orang yang melempar batu itu berusaha memungut kembali batu tersebut. Tapi dia tidak bisa meraihnya hingga kepala yang remuk tadi kembali utuh seperti semula. Setelah batu dapat diraihnya, orang itu kembali melemparkan batu tersebut ke orang yang sedang berbaring tadi, begitu seterusnya ia melakukan hal yang serupa seperti semula.

Melihat kejadian itu, Rasulullah bertanya kepada dua orang tamu yang mengajaknya, “Maha Suci Allah, apa ini?”
“Sudahlah, lanjutkan perjalanan!” jawab keduanya.

Maka mereka pun pergi melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang lagi. Orang tersebut sedang terlentang dan di sebelahnya ada orang lain yang berdiri dengan membawa gergaji dari besi. Tiba-tiba digergajinya salah satu sisi wajah orang yang sedang terlentang itu hingga mulut, tenggorokan, mata, sampai tengkuknya. Kemudian si penggergaji pindah ke sisi yang lain dan melakukan hal yang sama pada sisi muka yang pertama. Orang yang menggergaji ini tidak akan pindah ke sisi wajah lainnya hingga sisi wajah si terlentang tersebut sudah kembali seperti sediakala. Jika dia pindah ke sisi wajah lainnya, dia akan menggergaji wajah si terletang itu seperti semula. Begitu seterusnya dia melakukan hal tersebut berulang-ulang.

Rasulullah pun bertanya, “Subhanallah, apa pula ini?”
Kedua tamunya menjawab, “Sudah, menjauhlah!”

Maka mereka pun kembali melanjutkan perjalanan. Selanjutnya mereka mendatangi sesuatu seperti sebuah tungku api, atasnya sempit sedangkan bagian bawahnya besar, dan menyala-nyala api dari bawahnya. Di dalamnya penuh dengan jeritan dan suara-suara hiruk pikuk. Mereka pun melongoknya, ternyata di dalamnya terdapat para lelaki dan wanita dalam keadaan telanjang. Dan dari bawah ada luapan api yang melalap tubuh mereka. Jika api membumbung tinggi mereka pun naik ke atas, dan jika api meredup mereka kembali ke bawah. Jika api datang melalap, maka mereka pun terpanggang.

Rasulullah kembali bertanya, “Siapa mereka?”
Kedua tamunya menjawab, “Menjauhlah, menjauhlah!”

Akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka mendatangi sebuah sungai, sungai yang merah bagai darah. Ternyata di dalam sungai tadi ada seseorang yang sedang berenang, sedangkan di tepi sungainya telah berdiri seseorang yang telah mengumpulkan bebatuan banyak sekali. Setiap kali orang yang berenang itu hendak berhenti dan ingin keluar dari sungai, maka orang yang ditepi sungai mendatangi orang yang berenang itu dan menjejali mulutnya sampai ia pun berenang kembali. Setiap kali si perenang kembali mau berhenti, orang yang di tepi sungai kembali menjejali mulut si perenang dengan bebatuan hingga dia kembali ke tengah sungai.

Rasulullah pun bertanya, “Apa yang dilakukan orang ini?!”
“Menjauhlah, menjauhlah!” jawab kedua tamunya.

Maka mereka pun melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan kali ini, mereka mendapatkan seseorang yang amat buruk penampilannya, sejelek-jeleknya orang yang pernah kita lihat penampilannya, dan di dekatnya terdapat api. Orang tersebut mengobarkan api itu dan mengelilinginya.

“Apa ini?!” tanya Rasulullah
“Menjauhlah, menjauhlah!” jawab kedua tamunya.

Lalu mereka melanjutkan perjalanan lagi. Dalam perjalanan mereka menemukan sebuah taman yang indah, dipenuhi dengan bunga-bunga musim semi. Di tengah taman itu ada seorang lelaki yang sangat tinggi, hingga Rasulullah hampir tidak bisa melihat kepala orang itu karena tingginya. Di sekeliling orang tinggi itu banyak sekali anak-anak yang tidak pernah Rasul lihat sebegitu banyaknya.

Melihat itu, Rasulullah kembali bertanya, “Apa ini? Dan siapa mereka?”
Kedua tamunya menjawab, “Menjauhlah, menjauhlah!”

Maka mereka pun pergi berlalu. Lalu mereka menyaksikan sebuah pohon yang amat besar, yang tidak pernah Rasul lihat pohon yang lebih besar dari ini. Pohon ini juga indah. Kedua tamu Rasul berkata, “Naiklah ke pohon itu!”

Lalu mereka pun memanjatnya. Rasul dituntun menaiki pohon dan dimasukkannya ke dalam sebuah rumah yang sangat indah yang tak pernah Rasul lihat seumpamanya. Di dalamnya terdapat lelaki tua dan muda. Lalu mereka sampai pada sebuah kota yang dibangun dengan batu bata dari emas dan perak. Mereka mendatangi pintu gerbang kota itu. Tiba-tiba pintu terbuka dan mereka memasukinya. Mereka disambut oleh beberapa orang, sebagian mereka adalah sebaik-baik bentuk dan rupa yang pernah kita lihat, dan sebagiannya lagi adalah orang yang seburuk-buruk rupa yang pernah kita lihat. Kedua tamu yang bersama Rasulullah berkata kepada orang-orang itu, “Pergilah, dan terjunlah ke sungai itu!”
Ternyata ada sungai terbentang yang airnya sangat putih jernih. Mereka pun segera pergi dan menceburkan dirinya masing-masing ke dalam sungai itu. Kemudian mereka kembali kepada Rasululullah dan dua tamunya. Kejelekan serta keburukan rupa mereka tampak telah sirna, bahkan mereka dalam keadaan sebaik-baik rupa!

Lalu kedua orang tamu Rasulullah berkata, “Ini adalah Surga ‘Adn, dan inilah tempat tinggalmu!”
“Rumah pertama yang kau lihat adalah rumah orang-orang mukmin kebanyakan, adapun rumah ini adalah rumah para syuhada’, sedangkan aku adalah Jibril dan ini Mika’il. Maka angkatlah mukamu (pandanganmu).”

Maka mata Rasulullah langsung menatap ke atas, ternyata sebuah istana bagai awan yang sangat putih. Kedua tamu Rasulullah berkata lagi, “Inilah tempat tinggalmu!”
Rasulullah berkata kepada mereka, “Semoga Allah memberkati kalian.”
Kedua tamu itu lalu hendak meninggalkan Rasulullah. Maka Rasulullah pun segera ingin masuk ke dalamnya, tetapi kedua tamu itu segera berkata, “Tidak sekarang engkau memasukinya!”
“Aku telah melihat banyak keajaiban sejak semalam, apakah yang kulihat itu?” tanya Rasulullah kepada mereka.

Keduanya menjawab, “Kami akan memberitakan kepadamu. Adapun orang yang pertama kau datangi, yang remuk kepalanya ditimpa batu, dia itu adalah orang yang membaca Al Qur’an tetapi ia berpaling darinya, tidur di kala waktu shalat fardhu (melalaikannya). Adapun orang yang digergaji mukanya sehingga mulut, tenggorokan, dan matanya tembus ke tengkuknya, adalah orang yang keluar dari rumahnya dan berdusta dengan sekali-kali dusta yang menyebar ke seluruh penjuru. Adapun orang laki-laki dan perempuan yang berada dalam semacam bangunan tungku, maka mereka adalah para pezina. Adapun orang yang kamu datangi sedang berenang di sungai dan dijejali batu, maka ia adalah pemakan riba. Adapun orang yang sangat buruk penampilannya dan di sampingnya ada api yang ia kobarkan dan ia mengitarinya, itu adalah malaikat penjaga neraka jahannam.

Adapun orang yang tinggi sekali, yang ada di tengah-tengah taman, itu adalah Ibrahim AS. Sedangkan anak-anak di sekelilingnya adalah setiap bayi yang mati dalam keadaan fitrah.”

Lalu di sela-sela penyampaian cerita ini, para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan anak orang-orang musyrik?”
Rasulullah menjawab, “Dan anak orang-orang musyrik.”
Lalu Rasulullah SAW melanjutkan ceritanya.
Adapun orang-orang yang sebagian mukanya bagus, dan sebagian yang lain mukanya jelek, mereka itu adalah orang-orang yang mencampuradukan antara amalan shalih dan amalan buruk, maka Allah mengampuni kejelekan mereka. []
Maraji’: Riyadhush Shalihin
_______________
Catatan kaki:
[1] Dalam hadits riwayat Bukhari lainnya, dikisahkan bahwa kedua tamu Rasulullah itu mengatakan kepada Rasulullah, “Kamu masih memiliki sisa umur yang belum kamu jalani, jika kau telah melaluinya maka kau akan masuk rumahmu.” (HR. Bukhari)

Hadits Kisah Isra’ Mi’raj


Qatadah: Telah mengisahi kami Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah ra, ia telah berkata: Telah bersabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Ketika aku di al-Bait (yaitu Baitullah atau Ka’bah) antara tidur dan jaga”, kemudian beliau menyebutkan tentang seorang lelaki di antara dua orang lelaki. “Lalu didatangkan kepadaku bejana dari emas yang dipenuhi dengan kebijaksanaan dan keimanan. Kemudian aku dibedah dari tenggorokan hingga perut bagian bawah. Lalu perutku dibasuh dengan Air Zam Zam, kemudian diisi dengan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan. Dan didatangkan kepadaku binatang putih yang lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari baghal (peranakan kuda dan keledai), yaitu Buraq. HR al-Bukhari (3207).

Anas bin Malik r.a. berkata, “Abu Dzarr r.a. menceritakan bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda, ‘Dibukalah atap rumahku dan aku berada di Mekah. Turunlah Jibril a.s. dan mengoperasi dadaku, kemudian dicucinya dengan air zamzam. Ia lalu membawa mangkok besar dari emas, penuh dengan hikmah dan keimanan, lalu ditumpahkan ke dalam dadaku, kemudian dikatupkannya.

Ia memegang tanganku dan membawaku ke langit dunia. Ketika aku tiba di langit dunia, berkatalah Jibril kepada penjaga langit, ‘Bukalah.’ Penjaga langit itu bertanya, ‘Siapakah ini?’ Ia (jibril) menjawab, ‘Ini Jibril.’ Penjaga langit itu bertanya, ‘Apakah Anda bersama seseorang?’ Ia menjawab, ‘Ya, aku bersama Muhammad saw.’ Penjaga langit itu bertanya, ‘Apakah dia diutus?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Ketika penjaga langit itu membuka, kami menaiki langit dunia. Tiba tiba ada seorang laki-laki duduk di sebelah kanannya ada hitam-hitam (banyak orang) dan disebelah kirinya ada hitam-hitam (banyak orang).

Apabila ia memandang ke kanan, ia tertawa, dan apabila ia berpaling ke kiri, ia menangis, lalu ia berkata, ‘Selamat datang Nabi yang saleh dan anak laki-laki yang saleh.’ Aku bertanya kepada Jibril, ‘Siapakah orang ini?’ Ia menjawab, ‘Ini adalah Adam dan hitam-hitam yang di kanan dan kirinya adalah adalah jiwa anak cucunya. Yang di sebelah kanan dari mereka itu adalah penghuni surga dan hitam-hitam yang di sebelah kainya adalah penghuni neraka.’ Apabila ia berpaling ke sebelah kanannya, ia tertawa, dan apabila ia melihat ke sebelah kirinya, ia menangis, sampai Jibril menaikkan aku ke langit yang ke dua, lalu dia berkata kepada penjaganya, ‘Bukalah.’ Berkatalah penjaga itu kepadanya seperti apa yang dikatakan oleh penjaga pertama, lalu penjaga itu membukakannya.”

Anas berkata, “Beliau menyebutkan bahwasanya di beberapa langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim shalawatullahi alaihim, namun beliau tidak menetapkan bagaimana kedudukan (posisi) mereka, hanya saja beliau tidak menyebutkan bahwasanya beliau bertemu dengan Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam.” Anas berkata, “Ketika Jibril a.s. bersama Nabi Muhammad saw melewati Idris, Idris berkata, ‘Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara laki-laki yang saleh.’ Aku (Rasulullah) bertanya, ‘Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah Idris.’ Aku melewati Musa lalu ia berkata, ‘Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara yang saleh.’ Aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah Musa.’ Aku lalu melewati Isa dan ia berkata, ‘Selamat datang saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.’ Aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah Isa.’ Aku lalu melewati Ibrahim, lalu ia berkata, ‘Selamat datang Nabi yang saleh dan anak yang saleh.’ Aku bertanya,’Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah Ibrahim as..’” (HR. Bukhari no. 192)

Ibnu Syihab berkata, “Ibnu Hazm memberitahukan kepadaku bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah al-Anshari berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, ‘Jibril lalu membawaku naik sampai jelas bagiku Mustawa. Di sana, aku mendengar goresan pena-pena.’ Ibnu Hazm dan Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, ‘Allah Azza wa Jalla lalu mewajibkan atas umatku lima puluh shalat (dalam sehari semalam). Aku lalu kembali dengan membawa kewajiban itu hingga kulewati Musa, kemudian ia (Musa) berkata kepadaku, ‘Apa yang diwajibkan Allah atas umatmu?’ Aku menjawab, ‘Dia mewajibkan lima puluh kali shalat (dalam sehari semalam).’ Musa berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.’ Allah lalu memberi dispensasi (keringanan) kepadaku (dalam satu riwayat: Maka aku kembali dan mengajukan usulan kepada Tuhanku), lalu Tuhan membebaskan separonya. ‘Aku lalu kembali kepada Musa dan aku katakan, ‘Tuhan telah membebaskan separonya.’ Musa berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu karena sesungguhnya umatmu tidak kuat atas yang demikian itu. ‘Aku kembali kepada Tuhanku lagi, lalu Dia membebaskan separonya lagi. Aku lalu kembali kepada Musa, kemudian ia berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.’ Aku kembali kepada Tuhan, kemudian Dia berfirman, ‘Shalat itu lima (waktu) dan lima itu (nilainya) sama dengan lima puluh (kali), tidak ada firman yang diganti di hadapan Ku.’ Aku lalu kembali kepada Musa, lalu ia berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu.’ Aku jawab, ‘(Sungguh) aku malu kepada Tuhanku.’ Jibril lalu pergi bersamaku sampai ke Sidratul Muntaha dan Sidratul Muntaha itu tertutup oleh warna-warna yang aku tidak mengetahui apakah itu sebenarnya? Aku lalu dimasukkan ke surga. Tiba-tiba di sana ada kail dari mutiara dan debunya adalah kasturi.’”(HR. Bukhari no. 193, 194)

Aisyah r.a. berkata, “Allah Ta’ala memfardhukan shalat ketika difardhukan-Nya dua rakaat-dua rakaat, baik di rumah maupun dalam perjalanan. Selanjutnya, dua rakaat itu ditetapkan shalat dalam perjalanan dan shalat di rumah ditambah lagi (rakaatnya).” (Dalam satu riwayat: Kemudian Nabi Muhammad saw. hijrah, lalu difardhukan shalat itu menjadi empat rakaat dan dibiarkan shalat dalam bepergian sebagaimana semula, 4/267).(HR. Bukhari no. 195)

Dari Anas bin Malik, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Aku didatangi mereka (malaikat), kemudian mengajakku ke Sumur Zam Zam. Lalu dadaku dibedah, kemudian dibasuh dengan Air Zam Zam. Lalu aku dikembalikan.” HR Muslim (162.2), Kitab Iman, Bab Isra

Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Aku didatangi Buraq. Lalu aku menunggangnya sampai ke Baitulmakdis. Aku mengikatnya pada pintu mesjid yang biasa digunakan mengikat tunggangan oleh para nabi. Kemudian aku masuk ke mesjid dan mengerjakan salat dua rakaat. Setelah aku keluar, Jibril datang membawa bejana berisi arak dan bejana berisi susu. Aku memilih susu, Jibril berkata: Engkau telah memilih fitrah. Lalu Jibril membawaku naik ke langit. Ketika Jibril minta dibukakan, ada yang bertanya: Siapakah engkau? Dijawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa yang bersamamu? Jibril menjawab: Muhammad. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jawab Jibril: Ya, ia telah diutus. Lalu dibukakan bagi kami. Aku bertemu dengan Adam. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Kemudian aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril as. minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapakah engkau? Jawab Jibril: Jibril. Ditanya lagi: Siapakah yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jawabnya: Dia telah diutus. Pintu pun dibuka untuk kami. Aku bertemu dengan Isa bin Maryam as. dan Yahya bin Zakaria as. Mereka berdua menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit ketiga. Jibril minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa engkau? Dijawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad saw. jawabnya. Ditanyakan: Dia telah diutus? Dia telah diutus, jawab Jibril. Pintu dibuka untuk kami. Aku bertemu Yusuf as. Ternyata ia telah dikaruniai sebagian keindahan. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit keempat. Jibril minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa ini? Jibril menjawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad, jawab Jibril. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jibril menjawab: Dia telah diutus. Kami pun dibukakan. Ternyata di sana ada Nabi Idris as. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Allah Taala berfirman Kami mengangkatnya pada tempat (martabat) yang tinggi. Aku dibawa naik ke langit kelima. Jibril minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa? Dijawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Dijawab: Muhammad. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Dijawab: Dia telah diutus. Kami dibukakan. Di sana aku bertemu Nabi Harun as. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit keenam. Jibril as. minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa ini? Jawabnya: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad, jawab Jibril. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jawabnya: Dia telah diutus. Kami dibukakan. Di sana ada Nabi Musa as. Dia menyambut dan mendoakanku dengan kebaikan. Jibril membawaku naik ke langit ketujuh. Jibril minta dibukakan. Lalu ada yang bertanya: Siapa ini? Jawabnya: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanyakan: Apakah ia telah diutus? Jawabnya: Dia telah diutus. Kami dibukakan. Ternyata di sana aku bertemu Nabi Ibrahim as. sedang menyandarkan punggungnya pada Baitulmakmur. Ternyata setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat masuk ke Baitulmakmur dan tidak kembali lagi ke sana. Kemudian aku dibawa pergi ke Sidratulmuntaha yang dedaunannya seperti kuping-kuping gajah dan buahnya sebesar tempayan. Ketika atas perintah Allah, Sidratulmuntaha diselubungi berbagai macam keindahan, maka suasana menjadi berubah, sehingga tak seorang pun di antara makhluk Allah mampu melukiskan keindahannya. Lalu Allah memberikan wahyu kepadaku. Aku diwajibkan salat lima puluh kali dalam sehari semalam. Tatkala turun dan bertemu Nabi saw. Musa as., ia bertanya: Apa yang telah difardukan Tuhanmu kepada umatmu? Aku menjawab: Salat lima puluh kali. Dia berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan, karena umatmu tidak akan kuat melaksanakannya. Aku pernah mencobanya pada Bani Israel. Aku pun kembali kepada Tuhanku dan berkata: Wahai Tuhanku, berilah keringanan atas umatku. Lalu Allah mengurangi lima salat dariku. Aku kembali kepada Nabi Musa as. dan aku katakan: Allah telah mengurangi lima waktu salat dariku. Dia berkata: Umatmu masih tidak sanggup melaksanakan itu. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi. Tak henti-hentinya aku bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa as. sampai Allah berfirman: Hai Muhammad. Sesungguhnya kefarduannya adalah lima waktu salat sehari semalam. Setiap salat mempunyai nilai sepuluh. Dengan demikian, lima salat sama dengan lima puluh salat. Dan barang siapa yang berniat untuk kebaikan, tetapi tidak melaksanakannya, maka dicatat satu kebaikan baginya. Jika ia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barang siapa yang berniat jahat, tetapi tidak melaksanakannya, maka tidak sesuatu pun dicatat. Kalau ia jadi mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa as., lalu aku beritahukan padanya. Dia masih saja berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Aku menyahut: Aku telah bolak-balik kepada Tuhan, hingga aku merasa malu kepada-Nya. (Shahih Muslim No.234)

Hadis riwayat Malik bin Sha`sha`ah ra., ia berkata: Nabi saw. bersabda: Ketika aku sedang berada di dekat Baitullah antara tidur dan jaga, tiba-tiba aku mendengar ada yang berkata: Salah satu dari tiga yang berada di antara dua orang. Lalu aku didatangi dan dibawa pergi. Aku dibawakan bejana dari emas yang berisi air Zamzam. Lalu dadaku dibedah hingga ini dan ini. Qatadah berkata: Aku bertanya: Apa yang beliau maksud? Anas menjawab: Hingga ke bawah perutnya. Hatiku dikeluarkan dan dicuci dengan air Zamzam, kemudian dikembalikan ke tempatnya dan mengisinya dengan iman dan hikmah. Lalu aku didatangi binatang putih yang disebut Buraq, lebih tinggi dari khimar dan kurang dari bighal, ia meletakkan langkahnya pada pandangannya yang paling jauh. Aku ditunggangkan di atasnya. Lalu kami berangkat hingga ke langit dunia. (Sampai di sana) Jibril minta dibukakan. Dia ditanya: Siapa ini? Jibril menjawab Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad saw. jawab Jibril. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Ya, jawabnya. Malaikat penjaga itu membukakan kami dan berkata: Selamat datang padanya. Sungguh, merupakan kedatangan yang baik. Lalu kami datang kepada Nabi Adam as. (selanjutnya seperti kisah pada hadis di atas). Anas menjelaskan bahwa Rasulullah bertemu dengan Nabi Isa as. dan Nabi Yahya as. di langit kedua, di langit ketiga dengan Nabi Yusuf as. di langit keempat dengan Nabi Idris as. di langit kelima dengan Nabi Harun as. Selanjutnya Rasulullah saw. bersabda: Kemudian kami berangkat lagi. Hingga tiba di langit keenam. Aku datang kepada Nabi Musa as. dan mengucap salam kepadanya. Dia berkata: Selamat datang kepada saudara dan nabi yang baik. Ketika aku meninggalkannya, ia menangis. Lalu ada yang berseru: Mengapa engkau menangis? Nabi Musa menjawab: Tuhanku, orang muda ini Engkau utus setelahku, tetapi umatnya yang masuk surga lebih banyak daripada umatku. Kami melanjutkan perjalanan hingga langit ketujuh. Aku datang kepada Nabi Ibrahim as. Dalam hadis ini dituturkan, Nabi saw. bercerita bahwa beliau melihat empat sungai. Dari hilirnya, keluar dua sungai yang jelas dan dua sungai yang samar. Aku (Rasulullah saw.) bertanya: Hai Jibril, sungai apakah ini? Jibril menjawab: Dua sungai yang samar adalah dua sungai di surga, sedangkan yang jelas adalah sungai Nil dan Furat. Selanjutnya aku diangkat ke Baitulmakmur. Aku bertanya: Hai Jibril, apa ini? Jibril menjawab: Ini adalah Baitulmakmur. Setiap hari, tujuh puluh ribu malaikat masuk ke dalamnya. Apabila mereka keluar, tidak akan masuk kembali. Itu adalah akhir mereka masuk. Kemudian aku ditawarkan dua bejana, yang satu berisi arak dan yang lain berisi susu. Keduanya disodorkan kepadaku. Aku memilih susu. lalu dikatakan: Tepat! Allah menghendaki engkau (berada pada fitrah, kebaikan dan keutamaan). Begitu pula umatmu berada pada fitrah. Kemudian diwajibkan atasku salat lima puluh kali tiap hari. Demikian kisah seterusnya sampai akhir hadis. (Shahih Muslim No.238)

Hadis riwayat Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah saw. menuturkan perjalanan Isra’nya. Beliau bersabda: Nabi Musa as. berkulit sawo matang, tingginya seperti lelaki Syanu’ah (nama kabilah). Beliau bersabda pula: Nabi Isa as. itu gempal, tingginya sedang. Beliau juga menuturkan tentang Malik as. penjaga Jahanam dan Dajjal. (Shahih Muslim No.239)

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Nabi saw. bersabda: Ketika aku diisra’kan, aku bertemu dengan Nabi Musa as., ia seorang lelaki yang tinggi kurus dengan rambut berombak, seperti seorang Bani Syanu’ah. Aku juga bertemu dengan Nabi Isa as. ia berperawakan sedang, berkulit merah, seakan-akan baru keluar dari pemandian. Aku bertemu dengan Nabi Ibrahim as. Akulah keturunannya yang paling mirip dengannya. Lalu aku diberi dua bejana, yang satu berisi susu dan yang lain berisi arak. Dikatakan padaku: Ambillah yang engkau suka. Aku mengambil susu dan meminumnya. Kemudian dikatakan: Engkau diberi petunjuk dengan fitrah atau engkau menepati fitrah. Seandainya engkau mengambil arak, niscaya sesat umatmu. (Shahih Muslim No.245)

Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: Ketika Nabi SAW diisra`kan, beliau melewati seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka ada banyak orang. Dan seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka beberapa orang. Dan seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka tidak ada seorangpun sampai beliau melewati kelompok yang besar. Aku berkata: “Siapa Ini?” Dijawablah (oleh Jibril): “Musa dan kaumnya. Akan tetapi angkatlah kepalamu, kemudian lihatlah!” Kemudian ada kelompok besar yang memenuhi ufuk dari sebelah sana dan dari sebelah sana. Lalu dikatakan (oleh Jibril): “Mereka adalah umatmu dan yang lainnya adalah kelompok dari umatmu yang berjumlah tujuh puluh ribu (70.000) orang yang akan masuk surga tanpa hisab (perhitungan amal).” Kemudian beliau masuk (ke kamar beliau) dan mereka (para sahabat) tidak menanyai beliau dan beliau tidak merangkan kepada mereka. Maka mereka berkata: “Kami adalah mereka itu tadi”. Dan ada pula yang berkata: “Mereka adalah anak-anak kami yang lahir dalam fitrah dan Islam”. Kemudian Nabi SAW keluar, lalu bersabda: “Mereka adalah orang-orang yang tidak berobat dengan besi panas, tidak meruqyah, dan tidak pula bertakhayul (tathayyur). Dan mereka bertawakal kepada Tuhan mereka.” Lantas Ukasyah bin Mihshan berdiri lalu berkata: “Saya termasuk mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya.” Kemudian yang lain lagi berdiri lalu berkata pula: “Saya termasuk mereka?” Beliau menjawab: “Kamu telah didahului oleh Ukasyah (dalam bertanya demikian).” HR at-Tirmidzi (2446). Beliau berkata: “Ini adalah hadits hasan shahih”.

Anas berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Tidaklah aku melewati sekelompok malaikat pada malam aku diisra`kan kecuali mereka berkata: Wahai Muhammad, suruhlah umatmu berbekam.”
HR Ibnu Majah (3479), Kitab Pengobatan, Bab Bekam. Disahkan al-Albani dalam Shahih al-Jami` (II: 5671), dan Takhrij al-Misykat (4544).

Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: “Tidaklah aku melewati sekelompok malaikat pada malam aku diisra`kan kecuali tiap mereka berkata kepadaku: Wajib bagimu wahai Muhammad untuk berbekam.” HR Ibnu Majah (3477), Kitab Pengobatan, Bab Bekam. Dishahihkan al-Albani dalam ash-Shahihah (V: 2263) dan Shahih al-Jami` (II: 5672).

Dari Ibnu Mas’ud, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Aku bertemu Ibrahim pada malam aku diisra’kan. Iapun bertanya: “Wahai Muhammad, suruhlah umatmu mengucapkan salam kepadaku, dan kabarkanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya surga subur tanahnya, manis airnya, dan terhampar luas. Dan bahwasanya tanamannya adalah (ucapan dzikir) Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu Akbar.” HR at-Tirmidzi (3462), Kitab Doa-Doa dari Rasulullah, Bab Dalil tentang Keutamaan Tasbih, Takbir, Tahlil, dan Tahmid.

Beliau berkata: Ini adalah hadits hasan gharib dari sisi ini dari hadits Ibnu Mas’ud. Dihasankan al-Albani dalam ash-Shahihah (I:105) dengan dua syahid (penguat) dari hadits Ibnu ‘Umar dan hadits Abu Ayyub al-Anshari.

Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW : “….. Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama’ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Sanu’ah. Dan ada pula ‘Isa bin Maryam alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim ‘alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata (Jibril): “Wahai Muhammad, ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya!” Akupun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam. HR Muslim (172).

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: “Pada malam aku diisra’kan aku melewati Musa di gundukan tanah merah ketika dia sedang shalat di dalam kuburnya.” HR Muslim (2375), Kitab Keutamaan-Keutamaan, Bab Sebagian Keutamaan Musa.

Dari Abu al-’Aliyah: Telah mengisahi kami sepupu Nabi kalian, yaitu Ibnu ‘Abbas radhiya`llahu ‘anhuma, dari Nabi SAW, beliau telah bersabda: “Pada malam aku diisra’kan aku telah melihat Musa, seorang lelaki berkulit sawo matang, tinggi kekar, seakan-akan dia adalah lelaki Suku Syanu’ah. Dan aku telah melihat ‘Isa, seorang lelaki bertinggi sedang, berambut lurus. Dan aku juga telah melihat Malaikat Penjaga Neraka dan Dajjal” termasuk ayat yang telah diperlihatkan Allah kepada beliau. {maka janganlah kamu ragu tentang pertemuan dengannya (yaitu Musa) (as-Sajdah, 32: 23)}.

Dari Anas dan Abu Bakrah, dari Nabi SAW: “Malaikat-malaikat kota Madinah berjaga-jaga dari Dajjal.” HR al-Bukhari (3239), Kitab Permulaaan Penciptaan, Bab Penyebutan Malaikat.

Abu Hurairah telah berkata: Pada malam beliau diisra`kan, disodorkan kepada Rasulullah SAW dua gelas minuman: khamr (minuman keras) dan susu. Beliaupun melihat keduanya, lalu mengambil susu. Jibril berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki engkau kepada fitrah. Seandainya engkau mengambil khamr, niscaya binasalah umatmu.” HR al-Bukhari (4709), Kitab Tafsir al-Qur’an, Bab Firmannya {yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram (al-Isra’, 17: 1)}.

Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Ketika aku diisra`kan, aku bertemu Musa. Dia berkata: Kemudian beliau menyifatkannya. Dia adalah lelaki, aku mengira beliau bersabda: Kurus, agak tinggi. Rambutnya ikal, seakan-akan dari suku Syanu’ah. Beliau bersabda: Dan aku bertemu ‘Isa. Dia berkata: Kemudian beliau menyifatkannya. Beliau bersabda: Tingginya sedang, berkulit kemerahan, seperti baru keluar dari Dimas, yaitu pemandian. Dan aku telah melihat Ibrahim. Beliau bersabda: Dan aku adalah keturunannya yang paling mirip dengannya. Beliau bersabda: Dan disodorkan kepadaku dua gelas minuman. Salah satunya susu, dan yang lain khamr. Kemudian dikatakan kepadaku: Ambillah yang mana dari keduanya yang engkau kehendaki! Akupun mengambil susu, kemudian meminumnya. Lalu dikatakan kepadaku: “Engkau telah ditunjuki kepada fitrah” atau “Engkau telah menepati fitrah. Adapun sungguh seandainya engkau mengambil khamr, niscaya binasalah umatmu.” HR at-Tirmidzi (3130), Kitab Tafsir al-Qur`an dari Rasulullah, Bab Dan Dari Surah Bani Isra`il. Beliau berkata: “Ini adalah hadits hasan shahih.”

KEDUDUKAN HADITS TENTANG KEUTAMAAN PUASA RAJAB


PENDAHULUAN

Beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dengan tidak menyekutukan-Nya, berpegang teguh dengan sunnah Nabi-Nya, disiplin menggunakan pemahaman generasi terbaik umat ini (salafush shalih) dalam beribadah dan menegakkan syari'atNya merupakan konsekuensi dua kalimat syahadat yang pernah diikrarkan. Oleh karena itu, jika seseorang mengaku hamba Allah atau pencinta Rasulullah sementara dalam kenyataan peribadatannya, akhlak dan jalan hidup yang ditempuhnya tidak mengambil Muhammad Rasulullah sebagai tolak ukur berdasar ilmu dan pemahaman yang dapat dipertanggung jawabkan maka pengakuan orang tersebut harus ditinjau lagi.

Perhatikan keterangan berikut:

1. Katakanlah: "Jika kamu benar-benar mencintai Allah Subhanahu wa ta'ala, maka ikutilah aku (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ), niscaya Allah mengasihi kamu dan mengampuni dosa-dosamu." Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: "Ta'atilah Allah Dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir"
(Al-Qur'an Surat Ali 'Imran ayat 31-32)

2. Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Al-Qur'an Surat Al-Ahzaab ayat ke 21)

Rajab adalah bulan ketujuh dalam urutan tahun Hijriah. Banyak kaum muslimin beranggapan bahwa dalam bulan ini terdapat berbagai keistimewaan tertentu.
Diantara anggapan itu adalah tentang keutamaan puasa dibulan Rajab.
Untuk
menentukan benar atau tidaknya anggapan tersebut marilah kita periksa satu-persatu berbagai alasan yang menjadi pegangan mereka.

Sebelum kita memasuki pembahasan, ada baiknya penulis jelaskan beberapa hal sebagai berikut :

1. As-sunnah adalah apa yang disandarkan kepada Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah berupa ucapan (Qaul), perbuatan (fi'il), persetujuannya (taqrir) dan sebagainya dengan jalan periwayatan.

2. Sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dianggap benar jika landasan yang digunakan tidak terdapat cacat atau celaan menurut kaidah-kaidah ilmu Hadits yang mu'tamad (yang kuat). Seperti tidak adanya para perawi pendusta, lemah, dan berbagai cacat lainnya dimana hal itu bisa dibuktikan dengan kaidah ilmu hadits tersebut. Dengan kata lain berbagai alasan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad tetapi bisa dibuktikan bahwa sandaran tersebut mengandung cacat dan cela maka hal tersebut adalah bukan sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan orang yang berbuat hal tersebut termasuk para pendusta atas nama beliau (na'uudzu billaah min dzaalik ! )

PUASA RAJAB, SUNNAH ATAU .....?

Berbagai alasan yang sering dijadikan sandaran mengenai keutamaan puasa Rajab adalah sebagai berikut:

Alasan Pertama,

Artinya:

Dari Abu Sa'id al-Khudrie ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Pernah bersabda Rajab itu bulan Allah dan Sya'ban itu bulanku sedangkan Ramadhan itu bulan umatku. Maka barang siapa puasa Rajab dengan iman Dan ikhlash ia berhak mendapat keridhaan Allah yang amat besar dan Ia akan tempatkan dia di surga Firdaus yang paling tinggi. Dan siapa yang puasa Rajab dua hari maka ia akan dapat pahala dua kali dan tiap-tiap pahala beratnya seberat gunung didunia. Dan siapa yang puasa Rajab tiga hari maka Allah akan menjadikan antara dia dan neraka satu parit sepanjang perjalanannya satu tahun. Dan siapa yang puasa Rajab empat hari maka ia akan diselamatkan daripada kecelakaan, penyakit gila, kusta, supak, fitnah Masiihud Dajjal, dan siksa kubur. Dan siapa yang puasa Rajab enam hari maka ia akan keluar dari kuburnya sedang mukanya lebih bercahaya dari bulan purnama. Dan siapa yang puasa Rajab tujuh hari maka sesungguhnya bagi neraka jahannam itu ada tujuh pintu yang tertutup untuknya dengan puasa tiap-tiap hari satu pintu dari beberapa pintunya. Dan siapa yang puasa Rajab delapan hari maka sesungguhnya surga itu memiliki delapan pintu yang dibuka Allah untuknya dengan puasa pada tiap-tiap hari satu pintu dari beberapa pintunya.
Dan siapa yang puasa Rajab sembilan hari maka ia akan keluar dari kuburnya sambil menyeru La ilaaha illallah dan tidak akan dipalingkan mukanya dari surga. Dan siapa yang puasa Rajab sepuluh hari Allah mengadakan baginya pada tiap-tiap satu mil dari jembatan shirathal mustaqim permadani yang dibuat istirahat olehnya. Dan siapa yang puasa Rajab sebelas hari maka tidak ada orang yang lebih utama dari padanya dihari kiamat selain orang-orang yang puasa seperti dirinya atau melebihinya. Dan siapa yang puasa Rajab dua belas hari maka Allah akan pakaikan padanya dihari kiamat dua pakaian yang tiap-tiap pakaian lebih banyak dari dunia dan seisinya. Dan siapa yang puasa Rajab tiga belas hari maka ia mendapatkan hidangan dibawah Arsy lalu ia makan sedangkan orang-orang lain dalam kesusahan yang sangat. Dan siapa yang puasa Rajab empat belas hari maka Allah akan memberikan ganjaran yang belum pernah dilihat mata, didengar telinga dan ganjaran yang belum pernah terlintas dihati manusia. Dan siapa yang puasa Rajab lima belas hari maka Allah akan menghubungkannya dengan orang-orang yang selamat Dan tak seorangpun malaikat atau nabi yang melewatinya kecuali berkata berbahagialah engkau, engkau termasuk golongan orang-orang yang selamat (HR. Ibnu
'Adie)

Keterangan: HADITS INI TERMASUK HADITS PALSU

Dalam rangkaian sanad hadits ini terdapat:

1. Al-Kasa-i yang menurut Imam Suyuthi seorang yang tidak terkenal dikalangan ahli Hadits.
2. Abu Bakar Muhammad bin Hasan an-Naqas yang dikenal oleh Imam Thalhah bin Muhammad Asy-syahid sebagai tukan dusta dalam urusan hadits, dan dikenal oleh Imam al-Barqani sebagai Munkarul Hadits (Pembawa hadits yang diingkari/ditolak riwayatnya), sedangkan Imam Suyuthi memasukkannya sebagai rawi (pembawa hadits) pemalsu hadits

Alasan kedua,

Artinya:

Dari Ali bin Husain ia berkata: "Saya telah mendengar bapakku mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Bersabda: "Barangsiapa shalat satu malam pada bulan Rajab dan puasa disiangnya maka Allah akan memberi makanan kepadanya dari buah-buahan surga dan akan memakaikannya dengan pakaian surga dan akan diberi minuman dari minuman surga kecuali bagi yang berbuat tiga
perkara: yaitu membunuh orang atau mendengar orang yang minta tolong pada waktu malam atau siang tetapi ia tidak menolongnya atau saudaranya mengadu kepadanya tetapi ia tidak mau melepaskan kesusahannya (H.R. Ishaaq bin Ibraahiim al-Khatalie)

Keterangan: HADITS INI TERMASUK HADITS PALSU

Dalam hadits ini terdapat dua orang yang menjadi pembicaraan sebagai
berikut:

Husain bin Mukhariq dikenal oleh Imam Daraquthnie sebagai pemalsu hadits begitu pula Ishaq bin Muhammad bin Marwan yang menurut Imam Daraquthnie pula tidak boleh menjadikan hadits yang diriwayatkannya sebagai alasan untuk beramal.

Alasan ketiga,

Artinya:

Dari Anas ia berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda: Barang siapa yang puasa Rajab tiga hari maka Allah mencatatnya seperti puasa satu bulan. Barang siapa yang puasa Rajab tujuh hari maka Allah akan menutup tujuh pintu neraka baginya. Barang siapa yang puasa Rajab delapan hari maka Allah akan membukakan untuknya delapan pintu surga.
Barang
siapa yang berpuasa setengah bulan Rajab maka Allah menetapkan baginya keridhalan-Nya dan siapa yang diridhai-Nya maka Allah tidak akan menyiksanya. Barang siapa berpuasa Rajab sebulan maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah. (HR. Ibnu Adie)

KETERANGAN: HADITS INI PALSU

Dalam hadits ini terdapat rawi-rawi sebagai berikut:

1. Aban yang menurut Imam Suyuthi riwayatnya tidak diterima oleh Ahli Hadits 2. mar bin Azhar yang dikenal oleh Imam Ibnu Ma'in sebagai orang yang tidak boleh dipercaya, Imam Bukhari mengatakannya sebagai orang yang dituduh tukang dusta, Imam Nasaa-I dan lainnya mengatakan bahwa ia tidak diterima periwayatannya. Adapun Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa Umar bin Azhar merupakan salah satu pemalsu hadits.

Selain Ibnu Adie, hadits semakna diriwayatkan pula oleh Imam Abu Syaikh di bab Atstsawab, tetapi dalam sanadnya terdapat cacat yaitu: adanya rawi yang bernama Husain bin Alwan yang menurut Imam Yahya bin Ma'in sebagai seorang tukang dusta. Imam Alie mengatakan dia itu lemah sekali. Imam Abu Hatim, Nasaa-i dan Daraquthnie mengatakan bahwa riwayatnya tidak diterima oleh Ahli Hadits. Sedangkan Imam Ibnu Hiban menyebutnya sebagai tukang memalsu hadits.

Alasan keempat,

Artinya :

Dari Ali bin Abu Thalib ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah
bersabda: Sesungguhnya bulan Rajab itu adalah bulan yang agung. Barang siapa yang puasa Rajab sehari niscaya Allah menulis baginya pahala sebagai puasa seribu tahun. Barang siapa yang puasa Rajab dua hari niscaya ditulis baginya pahala puasa dua ribu tahun. Barang siapa yang puasa Rajab tiga hari niscaya ditulis baginya pahala puasa tiga ribu tahun. Barang siapa yang puasa Rajab tujuh hari maka tujuh pintu Jahannam ditutup bagi dirinya. Barang siapa puasa Rajab delapan hari maka delapan pintu surga dibukakan bagi dirinya yang dia memasuki dari pintu yang dikehendaki. Dan siapa yang berpuasa Raja selama lima belas hari maka kesalahan-kesalahannya diganti dengan kebaikan dan dipanggil dari langit: "Allah telah mengampuni dosamu oleh karena itu mulailah lagi kamu beramal. Barang siapa yang menambah amalnya niscaya Allah yang Maha Mulia dan Maha Tinggi akan menambah pahala baginya" (HR.
Ishaaq
bin Ibraahiim al-Khatalie)

Keterangan: HADITS INI BATIL sebagaimana keterangan Imam Adz-Dzahabie, karena dalam sanad hadits ini terdapat seorang rawi bernama: Ali bin Yazid Ash-Shada-I dimana Imam Abu Hatim menganggapnya sebagai rawi yang ditolak riwayatnya

Alasan ke-lima

Artinya :

Dari Abu Dzarr ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
berkata: Barang siapa yang puasa satu hari di bulan Rajab sama dengan ia berpuasa selama satu bulan. Dan siapa yang puasa Rajab tujuh hari maka tujuh pintu neraka ditutup untuknya. Dan siapa yang puasa Rajab delapan hari maka delapan pintu surga dibuka untuknya yang dia memasukinya melalui pintu yang dikehendaki. Dan siapa yang puasa Rajab sepuluh hari niscaya Allah Subhanahu Wa ta'ala menggantikan kesalahannya dengan kebaikan. Dan siapa yang puasa Rajab selama delapan belas hari niscaya seorang pemanggil menyerukan dengan perkataan bahwa Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu maka perbaharuilah amalmu. (HR. al-Khathiib)

Keterangan: HADITS INI TIDAK SHAHIH (TIDAK SAH)

Dalam sanad hadits ini terdapat beberapa kelemahan:

1. Maimun bin Mahran tidak pernah berjumpa dan mendengar riwayat hadits dari Abu Dzarr sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar

2. Al-Farat bin Sa'ab, rawi hadits ini dilemahkan oleh Imam Ibnu Ma'in dan Daraquthnie. Imam Bukhari mengatakan bahwa riwayatnya itu mungkar sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal memasukkan kedalam rawi yang tertuduh sebagai Pemalsu Hadits

3. Rasyidin bin Sa'ad, rawi hadits ini pun termasuk rawi lemah

Alasan ke-enam

Artinya :

Dari Anas ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda: Barang siapa puasa Rajab satu hari maka ia seperti berpuasa satu tahun. Dan barang siapa puasa Rajab tujuh hari maka tujuh pintu neraka ditutup untuknya. Dan barang siapa puasa Rajab delapan hari maka delapan pintu surga dibuka untuknya. Dan barang siapa puasa Rajab selama sepuluh hari maka tidaklah ia meminta sesuatu kepada Allah melainkan akan diberikan apa yang dimintanya. Dan barang siapa puasa Rajab lima belas hari maka ia dipanggil dari langit dengan perkataan Aku telah mengampuni dosamu yang lalu karena itu perbaharuilah amalmu dan sesungguhnya Aku telah mengganti kesalahanmu dengan kebaikan. Dan barang siapa yang menambah, niscaya Allah menambah pahala baginya. Dan pada bulan Rajab Nuh naik diatas kapal lalu ia berpuasa dan hal itu ia perintahkan kepada orang-orang yang bersamanya untuk berpuasa sampai enam bulan hingga akhir yang demikian itu pada sepuluh hari pada bulan Muharram (HR. Baihaqie)

Keterangan: HADITS INI TIDAK SAH

Dalam hadits ini terdapat Rawi yang dianggap lemah sebagai berikut:

1. Abdul Ghafur Abu Shabah al-Wasith dikenal oleh Ibnu Adie sebagai orang yang lemah dalam urusan hadits dan Munkarul Hadits (Pembawa hadits yang diingkari/ditolak riwayatnya), begitu juga Imam Ibnu Ma'in menganggap rawi hadits ini sebagai orang yang lemah. Imam Bukhari berkata bahwa Ulama-ulama hadits tidak suka mengambil riwayatnya sedangkan Imam Ibnu Hibban memasukkan rawi hadits ini sebagai kelompok pemalsu hadits.

2. Utsman bin Mathar, rawi hadits ini dilemahkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasaa-I, sedangkan Imam Bukhari menganggap riwayatnya mungkar (wajib
diingkari/ditolak)

3. Abdul 'Aziz bin Sa'id, rawi hadits ini tidak pernah mendengar hadits dari Anas sebagaimana kata Imam Dzahabie.

Selain Baihaqie, hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu 'Asakir. Akan tetapi dalam riwayat ini terdapat seorang rawi bernama Abdul Mun'im bin Idris al-Yamanie sedang dia dilemahkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari. Imam Ibnu Hibban berkata bahwa rawi hadits ini adalah pemalsu hadits. Adapun Imam adz-Dzahabie mengatakan bahwa rawi ini tidak boleh dipercaya.

Demikianlah hadits-hadits tentang keutamaan puasa Rajab yang sementara dapat penulis kumpulkan. Berdasarkan kaidah-kaidah ilmu hadits ternyata hadits-hadits yang dijadikan pegangan oleh kebanyakan orang tentang keutamaan puasa dibulan Rajab ternyata TIDAK ADA YANG SAH bahkan derajatnya termasuk HADITS-HADITS PALSU (yaitu ucapan, perbuatan, keutamaan sesuatu dan sebagainya yang disandarkan kepada Rasulullah yang dibawakan oleh orang-orang yang telah dikenal dikalangan ahli ilmu hadits sebagai tukang dusta, tukang memalsu hadits dan tidak boleh dipercaya periwayatannya).
Dengan kata lain, seseorang atau sekelompok orang yang melakukan peribadatan dengan tidak didasari keterangan dan pemahaman yang benar maka dia telah berbuat sesuatu yang tidak ada contohnya.

Artinya :

Dari 'Aisyah Radhiayallahu 'Anha (semoga Allah meridhainya) bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: Barang siapa yang mengadakan sesuatu dalam urusan agama yang tidak kami perintahkan maka perbuatan itu tertolak (tidak diberi pahala bahkan diancam siksa) (HR. Bukhari dan
Muslim)

Dalam kaidah hukum Islam, aktifitas apapun apakah urusan akidah atau ibadah jika tidak dikerjakan atau dibenarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka aktifitas itu dinamakan Bid'ah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Artinya :

"Maka siapa saja yang hidup sepeninggalku niscaya ia akan menemukan banyak perselisihan. Oleh karena itu ikutlah sunnahku dan sunnah para penerusku yang mendapat petunjuk (al-Khulafaur Raasyidun)...gigitlah (peganglah) sunnah tersebut kuat-kuat dan jauhilah olehmu perkara-perkara baru yang diadakan orang karena apa yang diada-adakan tersebut adalah bid'ah".

Yang Mungkin Hilang dari Ibadah Kita


" Aku tak pernah melihat Muslim bin Yasar melirikan matanya saat shalat,
sedikitpun.
Suatu saat dinding masjid roboh hingga mengejutkan orang yang berada di
pasar, karena getarannya.

Tapi Muslim bin Yasar tetap dalam shalatnya tanpa melirik sedikitpun." Ini
perkataan Maymun bin Hayyan, seorang shalih di zaman Tabi'in, tentang
sahabatnya Muslim bin Yasar yang terkenal khusyu dalam beribadah.

Para orang-orang shalih dahulu, memiliki kenangan yang cukup detail prihal
kebaikan sahabat-sahabat mereka.

Orang-orang shalih dahulu sangat memperhatikan shalat sahabatnya dan
mengambil banyak pelajaran dari kebaikan sahabatnya.

Seorang shalih pernah bertanya pada Khalaf bin Ayub,

" Apakah engkau tidak risih dengan lalat yang hinggap saat shalat sehingga
engkau perlu mengusirnya ? " Ia menjawab,
" Aku tidak membiasakan diriku untuk melakukan sesuatu yang merusak nilai
shalatku."

Si penanya belum puas dengan jawaban itu, dan bertanya lagi soal bagaimana
Khalaf bin Ayyub bisa menahan diri untuk tetap bergeming saat lalat hinggap di
tubuhnya ? Khalaf bin Ayyub menjawab,

" Seorang penjahat bisa bersabar saat dihukum berat di dalam penjara dan dia
bahkan bangga dengan kesabarannya itu.
Sedangkan aku berdiri di hadapan Allah swt, apakah aku harus bergerak karena
seekor lalat ? "


Saudaraku,
Itu sepotong tentang kekhusyuan orang-orang shalih saat menunaikan shalat.

Di antara mereka ada yang bernama Ibnu Zubair, yang bila berdiri dalam
shalatnya, seperti batang pohon, karena kekhusyuannya.

Adz Dzahabi menuliskan tentang Sofyan At Tsauri, yang pernah dilihatnya
menunaikan shalat di Masjidil Haram setelah shalat Magrib.

Setelah itu, Ats Tsauri melakukan shalat nafilah lalu sujud dan ia tidak
mengangkat kepalanya kecuali hingga berkumandang azan Isya.Orang shalih yang
lain, Ali bin Fudhail, berkata, "Aku ingin tawaf di Ka'bah.

Aku lihat Sofyan Ats Tsauri sedang sujud dalam shalatnya.
Aku menyelesaikan thawafku tapi aku masih melihat Ats Tsauri sujud.
Lalu aku tawaf lagi, dan ketika selesai thawaf aku melihat dia masih dalam
keadaan sujud."

Itulah kenyatan yang dilakukan para sahabat, para tabi'in radhiallahu anhum.


Shalat di mata mereka sungguh-sungguh menjadi penyejuk yang begitu
menenangkan jiwa.
Di sanalah mereka mendapatkan pucuk cintanya.
Di sanalah mereka berteduh di sebuah taman yang begitu nyaman dan membuatnya
lupa dengan apapun di sekelilingnya.
Kitapun menjadi lebih mengerti tentang sabda Rasulullah saw kepada Bilal ra,
"Ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat."

Itulah yang dikatakan Rasulullah saw, "Dan sungguh dijadikan kesejukan mataku
saat melakukan shalat."

Semoga Allah swt mengasihi hamba-hamba- Nya yang tunduk dan khusyu kepada-Nya.

Saudaraku,
Shalat adalah akhir wasiat Rasulullah saw menjelang wafatnya.
Dan shalatlah yang menjadi akhir hilangnya Islam dari sebuah masyarakat.
Shalat juga, masalah pertama yang akan ditanyakan kpd seorang hamba di hari
kiamat di hadapan Allah swt Yang Maha Mengetahui.

Saudaraku,
Perhatikanlah lagi lebih seksama, bagaimana Rasulullah saw suatu ketika
tengah berada di masjid bersama para sahabatnya.
Lalu, masuklah seseorang dan dia melakukan shalat.

Usai shalat, orang itu datang dan mengucapkan salam kepada Rasulullah saw.
Rasul mengatakan kepadanya,
" Kembalilah dan shalatlah, engkau belum shalat."

Setelah itu orang tersebut shalat lagi sebagaimana shalatnya yang pertama.
Tapi ketika mendatangi Rasulullah saw, ia kembali diperintahkan untuk kembali
mengulangi shalatnya. "Engkau sebenarnya belum shalat," ujar Rasululalh saw.

Ia kembali melakukan shalat yang ketiga kalinnya kemudian datang kepada
Rasulullah saw.
Ternyata Rasul saw tetap menganjurkan ia untuk kembali mengulang shalatnya
dan mengatakan bahwa ia sebenarnya belum shalat.

Orang itu bertanya, "Demi Allah Yang Mengutusmu dengan kebenaran. Apakah ada
yang lebih baik dari ini, ajarkanlah saya." Rasulullah saw menjawab,

" Jika engkau berdiri shalat maka bertakbirlah.

Kemudian bacalah ayat apa yang mudah bagimu dari Al Quran.
Lalu ruku'lah hingga engkau tuma'nihah dalam ruku.
Lalu angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri lurus.
Lalu sujudlah hingga engkau thuma`ninah dalam sujud.
Lalu bangunlah hingga engkau thuma`ninah dalam duduk.
Lakukanlah itu dalam shalatmu semuanya… "


Saudaraku,
Barangkali kita perlu teguran setelah shalat, yang mengatakan pada kita,
"kembalilah dan shalatlah lagi, karena sesungguhnya engkau belum shalat."

Mungkin tidak sedikit dari kita yang melakukan ruku', sujud, duduk di antara
dua sujud dalam keadaan yang terburu-terburu.

Tanpa kekusyu'an kepada Allah yang Maha Rahim dan Maha Kasih Sayang.

Mungkin ada di antara kita yang masih mencuri pandangan ke sisi lain saat
kita shalat, melihat pakaian, melihat jam, melihat arah lainnya, atau sangat
ingin cepat selesai shalat.

Ternyata, kita telah kehilangan khusyu' dalam ibadah.

Kita menunaikan shalat hanya untuk menggugurkan kewajiban, bukan untuk
dinikmati dan dirasakan kenikmatannya.

Benarlah apa yang dikatakan Khudzaifah bin Al yaman radhiallahu anhu,
"Pertama kali yang hilang dari agama kalian adalah kekhusyuan, dan yang paling
terakhir hilang adalah shalat. Ada banyak orang yang melakukan shalat tapi tak
ada kebaikan di dalam dirinya. Kelak engkau masuk ke sebuah masjid dan tidak
engkau lihat di dalamnya orang yang melakukan shalat dengan khusyu".

Saudaraku,
Khudzaifah bin Al Yaman sangat takut terhadap hilangnya kekhusyu'an,
sebagaimana ia takut bila kekhusyu'an itu hanya tampilan luarnya saja.
"Hati-hatilah kalian daripada kekhusyuan yang nifaq. Yakni bila tubuh seseorang
secara lahir terlihat khusyu' tapi hatinya tidak khusyu". Demikian ujar
Khudzaifah Al Yaman, seorang sahabat Rasulullah, yang dijuluki shaahibus sirri
Rasulillah, atau orang yang menyimpan rahasia Rasulullah saw tentang
orang-orang munafik.

Surat Cinta Untukmu Akhi


Malam telah larut terbentang. Sunyi. Dan aku masih berfikir tentang dirimu, akhi. Jangan salah sangka ataupun menaruh prasangka. Semua semata-mata hanya untuk muhasabah terutama bagi diriku, makhluk yang Rasulullah SAW sinyalirkan sebagai pembawa fitnah terbesar.—Suratmu sudah kubaca dan disimpan. Surat yang membuatku gementar. Tentunya kau sudah tahu apa yang membuatku nyaris tidak boleh tidur kebelakangan ini.
“Ukhti, saya sering memperhatikan anti. Kalau sekiranya tidak dianggap lancang, saya berniat berta’aruf dengan anti.”
Jujur kukatakan bahwa itu bukan perkataan pertama yang dilontarkan ikhwan kepadaku. Kau orang yang kesekian. Tetap saja yang ‘kesekian’ itu yang membuatku diamuk perasaan tidak menentu. Astaghfirullahaladzim. Bukan, bukan perasaan melambung kerana merasakan diriku begitu mendapat perhatian. Tetapi kerana sikapmu itu mencampak ke arah jurang kepedihan dan kehinaan. ‘Afwan kalau yang terfikir pertama kali di benak bukannya sikap memeriksa, tapi malah sebuah tuduhan: ke mana ghaddhul bashar-mu?
Akhifillah, Alhamdulillah Allah mengaruniakan dzahir yang jaamilah. Dulu, di masa jahiliyah, karunia itu sentiasa membawa fitnah. Setelah hijrah, kufikir semua hal itu tidak akan berulang lagi. Dugaanku ternyata salah. Mengapa fitnah ini justeru menimpa orang-orang yang ku hormati sebagai pengemban risalah da’wah ? Siapakah di antara kita yang salah?
***********
“Adakah saya kurang menjaga hijab, ukh?” tanyaku kepada Aida, teman sebilikku yang sedang mengamati diriku. Lama. Kemudian, dia menggeleng.
“Atau baju saya? Sikap saya?”—“Tidak, tidak,” sergahnya menenangkanku yang mulai berurai air mata.
“Memang ada perubahan sikap di kampus ini.”
“Termasuk diri saya?”
“Jangan menyalahkan diri sendiri meskipun itu bagus, senantiasa merasa kurang iman. Tapi tidak dalam hal ini. Saya cukup lama mengenali anti dan di antara kita telah terjalin komitmen untuk saling memberi tausiyah jika ada yang lemah iman atau salah. Ingat?”
Aku mengangguk. Aida menghela nafas panjang.
“Saya rasa ikhwan itu perlu diberi tausiyah. Hal ini bukan perkara baru kan ? Maksud saya dalam meng-cam akhwat di kampus.” Sepi mengembang di antara kami. Sibuk dengan fikiran masing-masing… .
“Apa yang diungkapkan dalam surat itu?”
“Ia ingin berta’aruf. Katanya dia sering melihat saya memakai jilbab putih. Anti tahu bila dia bertekad untuk menulis surat ini? Ketika saya sedang menjemur pakaian di depan rumah ! Masya Allah…. dia melihat sedetail itu.”
“Ya.. di samping itu tempoh masa anti keluar juga tinggi.”
“Ukhti…,” sanggahku, “Anti percaya kan kalau saya keluar rumah pasti untuk tujuan syar’ie?”
“InsyaAllah saya percaya. Tapi bagi anggapan orang luar, itu masalah yang lain.”
Aku hanya mampu terdiam. Masalah ini senantiasa hadir tanpa ada suatu penyelesaian. Jauh dalam hati selalu tercetus keinginan, keinginan yang hadir semenjak aku hijrah bahwa jika suatu saat ada orang yang memintaku untuk mendampingi hidupnya, maka hal itu hanya dia lakukan untuk mencari keridhaan Rabb-nya dan dien-ku sebagai tolok ukur, bukan wajahku. Kini aku mulai risau mungkinkah harapanku akan tercapai?
************
Akhifillah, Maaf kalau saya menimbulkan fitnah dalam hidupmu. Namun semua bukan keinginanku untuk beroleh wajah seperti ini. Seharusnya di antara kita ada tabir yang akan membersihkan hati dari penyakitnya. Telah ku coba dengan segenap kemampuan untuk menghindarkan mata dari bahaya maksiat. Alhamdulillah hingga kini belum hadir sosok putera impian yang hadir dalam angan-angan. Semua ku serahkan kepada Allah ta’ala semata.
Akhi, Tentunya antum pernah mendengar hadits yang tersohor ini. Bahwa wanita dinikahi kerana empat perkara: kecantikannya, hartanya, keturunannya, atau diennya. Maka pilihlah yang terakhir kerana ia akan membawa lelaki kepada kebahagiaan yang hakiki.
Kalaulah ada yang mendapat keempat-empatnya, ibarat ia mendapat syurga dunia. Sekarang, apakah yang antum inginkan? Wanita shalihah pembawa kedamaian atau yang cantik tapi membawa kesialan? Maaf kalau di sini saya terpaksa berburuk sangka bahwa antum menilai saya cuma sekadar fisik belaka. Bila masanya antum tahu bahwa dien saya memenuhi kriteria yang bagus? Apakah dengan melihat frekuensi kesibukan saya? Frekuensi di luar rumah yang tinggi?
Tidak. Antum tidak akan pernah tahu bila masanya saya berbuat ikhlas lillahi ta’ala dan bila masanya saya berbuat kerana riya’. Atau adakah antum ingin mendapatkan isteri wanita cantik yang memiliki segudang prestasi tetapi akhlaknya masih menjadi persoalan? Saya yakin sekiranya antum diberikan pertanyaan demikian, niscaya tekad antum akan berubah.
Akhifillah, Tanyakan pada setiap akhwat kalau antum mampu. Yang tercantik sekalipun, maukah ia diperisterikan seseorang kerana dzahirnya belaka? Jawabannya, insya Allah tidak. Tahukah antum bahwa kecantikan zahir itu adalah mutlak pemberian Allah; Insya Allah antum tahu. Ia satu anugerah yang mutlak yang tidak boleh ditawar-tawar jika diberikan kepada seseorang atau dihindarkan dari seseorang. Jadi, manusia tidak mendapatkannya melalui pengorbanan. Lain halnya dengan kecantikan bathiniyyah. Ia melewati proses yang panjang. Berliku. Melalui pengorbanan dan segala macam pengalaman pahit. Ia adalah intisari dari manisnya kata, sikap, tindak tanduk dan perbuatan. Apabila seorang lelaki menikah wanita kerana kecantikan batinnya, maka ia telah amat sangat menghargai perjuangan seorang manusia dalam mencapai kemuliaan jati dirinya. Faham?
Akhifillah, Tubuh ini hanya pinjaman yang terpulang pada-Nya bila-bila masa mengambilnya. Tapi ruh, kecantikannya menjadi milik kita yang abadi. Kerananya, manusia diperintahkan untuk merawat ruhiyahnya bukan hanya jasmaninya yang boleh usang dan koyak sampai waktunya.
Akhifillah, Kalau antum ingin mencari akhwat yang cantik, antum juga seharusnya menilai pihak yang lain. Mungkin antum tidak memerhatikannya dengan teliti. (Alhamdulillah, tercapai maksudnya untuk keluar rumah tanpa menimbulkan perhatian orang). Pakaiannya sederhana, ia hanya memiliki beberapa helai. Dalam waktu seminggu antum akan menjumpainya dalam jubah-jubah yang tidak banyak koleksinya. Tempoh masanya untuk keluar rumah tidak lama. Ia lebih suka memasak dan mengurus rumah demi membantu kepentingan saudari-saudarinya yang sibuk da’wah di luar. Ia nyaris tidak mempunyai keistimewaan apa-apa kecuali kalau antum sudah melihat shalatnya. Ia begitu khusyu’. Malam-malamnya dihiasi tahajjud dengan uraian air mata. Dibaca Qur’an dengan terisak. Ia begitu tawadhu’ dan zuhud. Ah, saya iri akan kedekatan dirinya dengan Allah. Benar, ia mengenal Rabbnya lebih dari saya. Dalam ketenangannya, ia tampak begitu cantik di mata saya. Beruntung ikhwan yang kelak memperisterikannya… (saya tidak perlu menyebut namanya.)
**********
Malam semakin beranjak. Kantuk yang menghantar ke alam tidur tidak menyerang saat surat panjang ini belum usai. Tapi, sudah menjadi kebiasaanku tidak boleh tidur tenang bila saudaraku tercinta tidak hadir menemani. Aku tergugat apabila merasakan bantal dan guling di samping kanan telah kehilangan pemilik. Rasa penat yang belum ternetral menyebabkan tubuhku terhempas di sofa.
Aida sedang diam dalam kekhusyu’kan. Wajahnya begitu syahdu, tertutup oleh deraian air mata. Entah apa yang terlintas dalam qalbunya. Sudah pasti ia merasakan aku tidak heran saat menyaksikannya. Tegak dalam rakaatnya atau lama dalam sujudnya.
“Ukhti, tidak solat malam? “ tanyanya lembut seusai melirik mata.
“Ya, sekejap,” kupandang wajahnya. Ia menatap jauh keluar jendela ruang tamu yang dibiarkan terbuka. “Dzikrul maut lagi?”
“Khusnudzan anti terlalu tinggi.”
Aku tersenyum. Sikap tawadhu’mu, Aida, menyebabkan bertambah rasa rendah diriku. Angin malam berhembus dingin. Aku belum mau beranjak dari tempat duduk. Aida pun nampaknya tidak meneruskan shalat. Ia kelihatan seperti termenung menekuri kegelapan malam yang kelam.
“Saya malu kepada Allah,” ujarnya lirih.
“Saya malu meminta sesuatu yang sebenarnya tidak patut tapi rasanya keinginan itu begitu mendesak dada. Siapa lagi tempat kita meminta kalau bukan diri-Nya?”
“Apa keinginan anti, Aida?”
Aida menghela nafas panjang.
“Saya membaca buku Syeikh Abdullah Azzam pagi tadi,” lanjutnya seolah tidak menghiraukan. “Entahlah, tapi setiap kali membaca hasil karyanya, selalu hadir simpati tersendiri. Hal yang sama saya rasakan tiap kali mendengar nama Hasan al-Banna, Sayyid Quthb atau mujahid lain saat nama mereka disebut. Ah, wanita macam mana yang dipilihkan Allah untuk mereka? Tiap kali nama Imaad Aql disebut, saya bertanya dalam hati: Wanita macam mana yang telah Allah pilih untuk melahirkannya?”
Aku tertunduk dalam-dalam.
“Anti tahu,” sambungnya lagi, “Saya ingin sekiranya boleh mendampingi orang-orang sekaliber mereka. Seorang yang hidupnya semata-mata untuk Allah. Mereka tak tergoda rayuan harta dan benda apalagi wanita. Saya ingin sekiranya boleh menjadi seorang ibu bagi mujahid-mujahid semacam Immad Aql…”
Air mataku menitis perlahan. Itu adalah impianku juga, impian yang kini mulai kuragui kenyataannya. Aida tak tahu berapa jumlah ikhwan yang telah menaruh hati padaku. Dan rasanya hal itu tak berguna diketahui. Dulu, ada sebongkah harapan kalau kelak lelaki yang mendampingiku adalah seorang mujahid yang hidupnya ikhlas kerana Allah. Aku tak menyalahkan mereka yang menginginkan isteri yang cantik. Tidak. Hanya setiap kali bercermin, ku tatap wajah di sana dengan perasaan duka. Serendah inikah nilaiku di mata mereka? Tidakkah mereka ingin menilaiku dari sudut kebagusan dien-ku?
“Ukhti, masih tersisakah ikhwah seperti yang kita impikan bersama?” desisku.
Aida meramas tanganku. “Saya tidak tahu. Meskipun saya sentiasa berharap demikian. Bukankah wanita baik untuk lelaki baik dan yang buruk untuk yang buruk juga?”
“Anti tak tahu,” air mata mengalir tiba-tiba. “Anti tak tahu apa-apa tentang mereka.”
“Mereka?”
“Ya, mereka,” ujarku dengan kemarahan terpendam. “Orang-orang yang saya kagumi selama ini banyak yang jatuh berguguran. Mereka menyatakan ingin ta’aruf. Anti tak tahu betapa hancur hati saya menyaksikan ikhwan yang qowiy seperti mereka takluk di bawah fitnah wanita.”
“Ukhti!”
“Sungguh, saya terfikir bahwa mereka yang aktif da’wah di kampus adalah mereka yang benar-benar mencintai Allah dan Rasulnya semata. Ternyata mereka mempunyai sekelumit niat lain.”
“Ukhti, jangan su’udzan dulu. Setiap manusia punya kelemahan dan saat-saat penurunan iman. Begitu juga mereka yang menyatakan perasaan kepada anti. Siapa yang tidak ingin punya isteri cantik dan shalihah?”
“Tapi, kita tahukan bagaimana prosedurnya?”
“Ya, memang…”
“Saya merasa tidak dihargai. Saya berasa seolah-olah dilecehkan. Kalau ada pelecehan seksual, maka itu wajar kerana wanita tidak menjaga diri. Tapi saya…. Samakah saya seperti mereka?”
“Anti berprasangka terlalu jauh.”
“Tidak,” aku menggelengkan kepala. “Tiap kali saya keluar rumah, ada sepasang mata yang mengawasi dan siap menilai saya mulai dari ujung rambut -maksud saya ujung jilbab- hingga ujung sepatu. Apakah dia fikir saya boleh dinilai melalui nilaian fisik belaka..”
“Kita berharap agar ia bukan jenis ikhwan seperti yang kita maksudkan.”
“Ia orang yang aktif berda’wah di kampus ini, ukh.”
Aida memejamkan mata. Bisa kulihat ujung matanya basah. Kurebahkan kepala ke bahunya. Ada suara lirih yang terucap,
“Kasihan risalah Islam. Ia diemban oleh orang-orang seperti kita. Sedang kita tahu betapa berat perjuangan pendahulu kita dalam menegakkannya. Kita disibukkan oleh hal-hal sampingan yang sebenarnya telah diatur Allah dalam kitab-Nya. Kita tidak menyibukkan diri dalam mencari hidayah. Kasihan bocah-bocah Palestin itu. Kasihan saudara-saudara kita di Bosnia . Adakah kita boleh menolong mereka kalau kualitas diri masih seperti ini? Bahkan cinta yang seharusnya milik Allah masih berpecah-pecah. Maka, kekuatan apa yang masih ada pada diri kita?”
Kami saling bertatapan kemudian. Melangkau seribu makna yang tidak mampu dikatakan oleh kosa kata. Ada janji. Ada mimpi. Aku mempunyai impian yang sama seperti Aida: mendukung Islam di jalan kami. Aku ingin mempunyai anak-anak seperti Asma punyai. Anak-anak seperti Immad Aql. Aku tahu kualiti diri masih sangat jauh dari sempurna. Tapi seperti kata Aida; Meskipun aku lebih malu lagi untuk meminta ini kepada-Nya. Aku ingin menjadi pendamping seorang mujahid ulung seperti Izzuddin al-Qassam.
Akhifillah, Mungkin antum tertawa membaca surat ini. Ah akhwat, berapa nilaimu sehingga mengimpikan mendapat mujahid seperti mereka? Boleh jadi tuntutanku terlalu besar. Tapi tidakkah antum ingin mendapat jodoh yang setimpal? Afwan kalau surat antum tidak saya layani. Saya tidak ingin masalah hati ini berlarutan. Satu saja yang saya minta agar kita saling menjaga sebagai saudara. Menjaga saudaranya agar tetap di jalan yang diridhai-Nya. Tahukah antum bahwa tindakan antum telah menyebabkan saya tidak lagi berada di jalan-Nya? Ada riya’, ada su’udzhan, ada takabur, ada kemarahan, ada kebencian, itukah jalan yang antum bukakan untuk saya, jalan neraka? –‘Afwan.
Akhifillah, Surat ini seolah menempatkan antum sebagai tertuduh. Saya sama sekali tidak bermaksud demikian. Kalau antum mahu cara seperti itu, silakan. Afwan, tapi bukan saya orangnya. Jangan antum kira kecantikan lahir telah menjadikan saya merasa memiliki segalanya. Jesteru, kini saya merasa iri pada saudari saya. Ia begitu sederhana. Tapi akhlaknya bak lantera yang menerangi langkah-langkahnya. Ia jauh dari fitnah. Sementara itu, apa yang saya punyai sangat jauh nilainya. Saya bimbang apabila suatu saat ia berhasil mendapatkan Abdullah Azzam impiannya, sedangkan saya tidak.
Akhifillah, ‘Afwan kalau saya menimbulkan fitnah bagi antum. Insya Allah saya akan lebih memperbaiki diri. Mungkin semua ini sebagai peringatan Allah bahwa masih banyak amalan saya yang riya’ maupun tidak ikhlas. Wallahua’lam. Simpan saja cinta antum untuk isteri yang telah dipilihkan Allah. Penuhilah impian ratusan akhwat, ribuan ummat yang mendambakan Abdullah Azzam dan Izzuddin al-Qassam yang lain. Penuhilah harapan Islam yang ingin generasi tangguh seperti Imaad Aql. Insya Allah antum akan mendapat pasangan yang bakal membawa hingga ke pintu jannah.
Akhifillah, Malam bertambah-dan bertambah larut. Mari kita shalat malam dan memandikan wajah serta mata kita dengan air mata. Mari kita sucikan hati dengan taubat nasuha. Pesan saya, siapkan diri antum menjadi mujahid. Insya Allah, akan ada ratusan Asma dan Aisyah yang akan menyambut uluran tangan antum untuk berjihad bersama-sama.
Salam dari ukhtukum fillah.
Powered By Blogger