Selasa, September 28

Patah Tulang… Dukun vs. Medis

Banyak orang masih mempercayai dukun urut untuk menangani kasus patah tulang. Tidak salah! Tapi tidak banyak yang tahu kalau banyak juga yang mengalami ‘kegagalan’ dari penanganan itu. Kegagalan yang dimaksud; tidak membaik dari sisi penyambungan tulang, bentuk sambungan sangat tidak sesuai dengan bentuk awalnya dan dari sisi fungsi serta gerakan kaki atau tangan tidak seleluasa gerakan saat sebelum mengalami patah tulang.

Pada hakekatnya tulang pasti akan tumbuh dan merekat kembali antar fragmen patahan lainnya jika saja ada kontak atau bersentuhan antar bagian tulang2 yang patah tersebut. Masalah yang sering membedakan kwalitas penanganan itu terletak pada kemampuan untuk mendekatkan atau mengembalikan bentukan yang patah itu semirip mungkin dengan bentuk anatomis aslinya. Sehingga di saat tumbuh dan menyambung (union) nantinya tidak mengalami perubahan bentuk, apalagi berpengaruh pada penampakan fisik dari luar. Atau mungkin bisa terlihat tangan menjadi bengkok dan kaki tampak panjang sebelah.

Penanganan patah tulang di dukun memerlukan biaya yang ‘relatif’ lebih murah. Hubungan serta komunikasi pasien dengan pemberi jasa lebih familier, tidak memerlukan aturan , tidak diganggu system birokratis yang meribetkan layaknya seperti UGD atau rumah sakit. Mungkin tidak juga perlu banyak obat yang harus ditebus di apotek. Sedangkan di sisi medis, bisa jadi patah tulang tsb membutuhkan operasi walapun tidak semua kasus harus diselesaikan dengan operasi. Namun setidaknya biaya akan terbayang lebih mahal dbanding pengelolaan dukun.

Prinsip mengatasi kasus patah tulang dengan tanpa ada kasus penyerta lainnya adalah;

Reposisi. Ini yang dimaksud pernyataaan di atas. Kemampuan profesional baik dukun maupun tenaga medis diuji di sini. Bagaimana bisa mengembalikan tulang yg patah itu pada posisi semula. Bagi tenaga medis diuntungkan dengan adanya obat bius dan kemampuan untuk memegang serta memperbaiki tulang yg patah itu secara langsung melalui pembedahan. Untuk patahan yg simple, tidak tampak bergeser, tidak ada luka terbuka, sama dengan tenaga medis dukunpun dapat mengobati ini dengan hasil yang nyaris sempurna.

Fiksasi. Ini yang paling berpengaruh terhadap biaya. Dengan membalut patahan dari luar –pada tenaga medis menggunakan gyps atau cast- atau oleh dukun dengan bahan2 penyangga seperti gulungan batang bambu, tentu tidak semahal biaya yang memerlukan penyangga menggunakan plate, screw, wire, pen dan lain-lain yang dipasang dokter bedah di kamar operasi. Sama sama memiliki tujuan mempertahankan posisi tulang yang telah diperbaiki sebelumnya sampai nantinya terbentuk tunas tulang baru sebagai bahan perekatnya. Sekali lagi, tidak semua kasus patah tulang butuh operasi. Ada yang mutlak tidak butuh operasi, ada yang bisa atau tidak dioperasi –tentu dipertimbangkan dampak plus minusnya- namun ada hanya sebagain yang mutlak butuh pembedahan (pemasangan internal fiksasi).

Rehabilitasi. Yang ini tujuan paling akhir. Percuma saja 2 upaya di atas dilakukan dengan baik kalau setelah perawatan, penderita justru mengalami kaku saat bergerak atau jalan menjadi pincang. Mencakup pula tujuan ini adalah segi estetika. Bagaiamana kalau bisa selain tulangnya menyambung, bentuk fisik organ yang mengalami cedera tidak terlihat berobah, tidak ada bekas luka dan alat gerak –tangan atau kaki yg patah- bisa difungsikan kembali seperti sedia kala.

Jadi kalau dilema, mau dibawa kemana kejadian patah tulang yang mungkin anda alami, lihat dulu kasusnya. Akan lebih informatif jika sudah ditunjang oleh hasil foto rontgen. Kalaupun diputuskan untuk dibawa ke dukun urut, pastikan reputasinya, sudah terbiasa menangani kasus yang sama atau tidak. Jangan hanya karena alasan faktor biaya, anda kemudian mendapatkan hasil yang tidak memuaskan. Dan perlu dicatat akan memerlukan biaya yang jauh lebih besar lagi jika kita bermaksud merevisi suatu bentuk yang telah rusak…!

Haruskah Tahap Pre-Operatif itu Dijalankan..?

Persiapan operasi yang baik akan memberi pengaruh baik pula terhadap kondisi pasca operasi. Tapi tidak semua operasi membutuhkan langkah-langkah persiapan yang sama. Ada operasi yang memerlukan persiapan yang mendetail dengan memerlukan waktu beberapa hari, dari persiapan fisik dengan pemeriksaan laboratorium, rontgen, jantung dan lain-lain bahkan hingga menentukan hari baik dalam pelaksanaannya. Di sisi lain ada opersi yang sudah langsung bisa dijalankan begitu seorang dokter memutuskan bahwa dibutuhkan pembedahan sebagai jalan untuk mengatasi suatu penyakit. Seberapa serius dan pentingnya persiapan operasi (pre-operatif) itu diperlukan, tergantung dari beberapa hal.
Urgensi operasi. Operasi emergensi, yang jika ditunda akan berpengaruh terhadap beratnya penyakit dan bahkan mengancam nyawa akan menomorduakan masalah masalah kesehatan yang lain dalam persiapannya. Yang penting adalah operasinya dikerjakan dulu, yang lain diperhitungkan belakangan. Contoh kasus bedah seperti ini, misalnya perdarahan, hambatan pada jalan nafas, jepitan terhadap organ dalam tubuh dan lain-lain. Jadi pada pembedahan emergensi atau operasi cito, waktu pelaksanaan menjadi pertimbangan utama sehingga langkah persiapan operasinya bisa sedikit diabaikan dibandingkan dengan operasi memperbaiki bentuk hidung misalnya. Dan pasien pun didesak sehingga secara psikis tidak punya waktu untuk menyiapkan diri.
Kasus penyakit bedah. Sudah barang tentu operasi yang berat seperti bedah jantung akan memerlukan pemeriksaan yang lebih teliti dalam persiapannya dibandingkan dengan cuma operasi benjolan kecil di areal kulit lengan. Hal ini berkaitan juga dengan berat ringan dan lama tidaknya proses berlangsungnya pembedahan.
Pembiusan. Penderita yang akan dipersiapkan operasi dengan pembiusan umum membutuhkan puasa beberapa jam sebelum operasi dijalankan. Salah satu alasannya adalah untuk mengantisipasi terjadinya reflek muntah di saat penderita tidak sadar yang bisa menjadi fatal akibatnya kalau isi muntahan itu masuk ke dalam saluran nafas. Untuk jenis pembiusan regional, masalah ini bisa diabaikan apalagi jika hanya menyiapkan diri untuk operasi dengan pembiusan lokal. Oleh karena reaksi obat bius yang diberikan melalui peradaran darah dan gas isap akan dapat berpengaruh terhadap jantung, ginjal dan organ penting lainnya maka operasi dengan general anasthesi memerlukan gambaran fungsi organ organ tersebut melalui pemeriksaan yang dikerjakan saat mempersiapkan operasinya.
Umur. Secara fisiologis fungsi organ tubuh akan menurun seiiring dengan usia. Maka pada penderita yang sudah cukup usia –di atas 40 tahun- dibutuhkan evaluasi fungsi organ vital sebelum menjalani operasi dengan pembiusan umum, untuk menjamin kelancaran proses operasi dan pulihnya kondisi pasca operasi. Berkaitan pula dengan pembiusan, pada anak anak akan lebih nyaman menggunakan bius total sekalipun pada kasus yang sama pada penderita dewasa masih dimungkinkan dengan bius lokal. Sehingga persiapannya pun menjadi lebih lengkap.
Penyakit penyerta. Bagi penderita yang memiliki penyakit lain selain kasus bedah akan menjadi perhatian khusus bagi tim bedah sebelum menjalankan tindakan operasinya. Gangguan atau penyakit lain, sedikit tidak, pasti akan berpengaruh terhadap kelangsungan proses operasi. Penyakit seperti gangguan jantung, penderita diabetes, gangguan fungsi ginjal, fungsi pembekuan darah dan lainnya jika tidak harus menjalani operasi emergensi, sedapat mungkin dipastikan dulu bahwa penyakitnya tersebut dalam keadaan stabil dan memenuhi syarat untuk naik ke meja operasi. Keadaaan inilah yang mengakibatkan seorang penderita butuh waktu relatif lama dalam masa preoperatifnya.
Perawatan pasca operasi. Operasi besar yang membutuhkan perawatan ketat pasca operasinya akan memerlukan persiapan yang lebih matang. Dibandingkan dengan operasi katagori ringan atau sedang yang memungkinkan penderita boleh pulang setelah menjalani pembedahan. Begitu juga operasi bertahap dan menjadi bagian dari suatu rangkaian perawatan luka lama, biasanya tidak membutuhkan persiapan seserius operasi yang pertama.

Pembedahan dan Pembiusan

anesthesia“Dok.. apa tidak bisa saya dibius supaya gak sadar, karena saya takut dioperasi…?!”. “Apa tidak berbahaya tuh anak saya kalau dibius total…?”. “ Tidak bisa bius lokal nih dok, agar hemat biaya..?”. “Kok saya mesti puasa sebelum operasi?” Pertanyaan pertanyaan semacam itulah umumnya yang diungkapkan penderita dalam persiapannya akan menjalani operasi. Pembiusan dan pembedahan merupakan satu rangkaian yang tidak bisa terpisahkan. Itulah sebabnya kenapa suatu tindakan pembedahan yang dikerjakan di kamar operasi memerlukan kerja sama team yang kompak dengan keterlibatan team bedah dan team anasthesi, baik dokter maupun asistennya. Ada beberapa pilihan pembiusan atau anastesi yang dapat diberikan ke seorang penderita. Tapi pilihan ini tidaklah ditentukan oleh si penderita, melainkan ditentukan berdasarkan berbagai alasan medis.

Bagi seorang dokter Bedah yang berperan sebagai operator pasti menginginkan kondisi pembiusan yang prima saat ia menjalankan pembedahanya. Tidak hanya sekedar bebas nyeri namun juga ketenangan pasien serta relaksasi atau lemasnya otot-otot yang berada di sekitar lapangan operasi. Keadaan seperti itu didapat pada jenis pembiusan total atau general anesthesia. Namun tidak semua kasus bedah sebaiknya dikerjakan dengan bius total. Akan ada pertimbangan pilihan lain yang relatif resikonya lebih ringan. Belum lagi didasarkan atas pertimbangan pembiayaan, kondisi persiapan preoperatif pasien dan kecepatan pulih yang diinginkan. Misalnya, mengangkat tahi lalat di tangan pada seorang dewasa, tentu lebih tepat menggunakan bius lokal, karena resiko pembiusannya ringan, tidak perlu persiapan khusus, waktu pulih cepat dan biaya murah.

Secara umum ada 3 jenis pembiusan, yakni pembiusan total, regional dan lokal. Pembiusan total atau bius umum dikerjakan dengan cara memasukan obat melalui inhalasi –hirup udara yg mengandung gas anasthesi- atau bisa dengan memasukkan obat melalui pembuluh darah vena (intravenous). Karena pasien tidak sadar, sangat diperlukan sekali jaminan saluran nafas agar senantiasa terbuka, tidak terhalang sehingga oksigen dapat leluasa masuk ke paru-paru. Bila diperlukan dapat dipasang semacam tube atau pipa ke dalam tenggorokan untuk menjaga saluran nafas tersebut. Dengan alasan ini juga pasien dicegah muntah agar bahan muntahan tidak masuk ke dalam saluran nafas. Sehingga wajib bagi pasien yang akan dibius total untuk berpuasa, setidaknya 5 jam sebelum pembiusan bagi pasien dewasa. Karena obat yang diberikan bekerja secara sistemik, resikonya pun lebih tinggi dibanding cara pembiusan yang lain. Bius regional dilakukan dengan cara memblok kerja saraf yang melayani bagian tubuh yang akan dioperasi. Keseringan diterapkan blok spinal dengan memasukkan obat ke dalam sumsum tulang belakang untuk mengerjakan operasi di perut bagian bawah sampai tungkai bawah. Ada juga cara dengan memblok pleksus (kumpulan serat saraf) untuk melakukan operasi di bagian lengan tangan ke bawah. Sedangkan pembiusan lokal yang resikonya paling rendah terbatas hanya bisa diterapkan pada jenis operasi kecil, sayatan dan kedalaman lapangan operasi yang tidak luas dan obat cukupdisuntikkan di sekitar areal permukaan tubuh yang akan dioperasi. Efek obat menghilangkan sementara kerja saraf sensoris yang menlingkupi areal tersebut.

Bagi seorang dokter anasthesi pemilihan jenis bius disamping mempertimbangkan faktor sosial tadi, yang lebih penting adalah pertimbangan medis, seperti ; umur, gangguan atau penyakit lain yang menyertai satu kasus bedah, di bagian tubuh mana lokasi pembedahan akan dikerjakan termasuk kemungkinan faktor penyulit yang bisa mengganggu proses berlangsungnya pembedahan dan prediksi waktu yang diperlukan untuk operasi tertentu. Resiko pembiusan yang harus dipertimbangkan ini tidak saja yang mungkin berdampak pada proses berlangsungnya pembedahan tapi juga dampak terhadap kondisi penderita setelah selesainya operasi tersebut. Maka menurut klasifikasi American Society of Anaesthesiologist (ASA), keadaan fisik pasien preoperatif dikatagorikan sesuai tingginya resiko, menjadi ASA I sampai ASA V. Katagori inilah yang umum diguankan oleh team anasthesia untuk memperkirakan kemungkinan hasil operasi dan tentu sebagai bahan permakluman kepada keluarga pasien saat memberikan Informed Consent atau Surat Persetujuan Tindakan Medik (SPTM).

Obat Bius Bikin Rem Alamiah Otak Blong


Satu dosis morfin didapati merendahkan hambatan pada tikus, bahkan setelah obat bius itu hilang dari sistem mereka, demikian antara lain isi temuan yang mungkin membantu ilmuwan untuk lebih memahami kecanduan pada manusia, kata beberapa peneliti AS.

Pada tikus, penghilang rasa sakit tersebut menghalangi kemampuan otak untuk memperkuat hubungan atau synapses, yang mengikis hadian atau kenikmatan, kata para peneliti dari Brown University di dalam jurnal Nature.

"Apa yang telah kami temukan ialah synapses penghalang tak dapat lagi diperkuat 24 jam setelah perawatan dengan morfin, yang menunjukkan bahwa rem alamiah telah hilang," kata Julie Kauer, profesor molecular pharmacology, physiology dan biotechnology di Brown University.

"Ini terjadi 24 jam setelah hewan itu diberikan satu dosis morfin dan walau sudah tak ada morfin yang tersisa di otak. Itu memperlihatkan bahwa itu adalah dampak terus-menerus dari obat bius tersebut," kata Kauer dalam suatu wawancara.

Kauer mengatakan temuan itu memberi tambahan pada suatu kumpulan bukti yang meningkat dan menunjukkan hubungan antara belajar dan kecanduan dan mungkin membantu dalam pengembangan obat untuk merawat orang yang kecanduan.

"Memperkuat synapses, kami kira, adalah awal dari pembentukan ingatan," katanya.

Dengan menutup kemampuan alamiah untuk memperkuat hubungan yang menghalangi kesenangan, otak mungkin mulai belajar untuk merasa haus akan obat bius tersebut," katanya.

Kauer mengatakan otak memiliki dua jenis syaraf, syaraf yang membangkitkan hubungan syaraf dan syaraf yang menghalangi atau menekannya.

"Jika penghalang berkurang, anda kehilangan rangsangan," katanya.

Ketidak-seimbangan itu mungkin mendorong terbakarnya syaraf yang membuat dopamine (bahan kimia kenikmatan) di otak yang diaktifkan setelah memberi hadiah kepada pengalaman seperti makan, seks dan penggunaan obat bius yang mengakibatkan kecanduan.

Kauer mendapati perubahan pada satu bagian kecil otak tengah, yang terlibat dalam sistem penghargaan tersebut. Meskipun studinya meneliti reaksi awal obat penyebab kecanduan, ia bermaksud mengkaji dampak tersebut suatu ketika. (Disadur dari berbagai Sumber)

Obat Bius Sebabkan Kerusakan Sel Otak Pada Pasien Lansia

Pemberian obat bius pada pasien yang akan menjalani operasi dalam konsentrasi tertentu memiliki efek samping serius, di antaranya dapat menurunkan tekanan darah di tubuh dan di otak, mengurangi suplai makanan ke otak serta dapat menyebabkan kerusakan sel otak.

Spesialis anastesi, dr Satria,Sp.An di Samarinda, Kamis mengatakan, khusus pada pasien lanjut usia (Lansia) yang telah menjalani operasi, pemberian obat bius dapat menyebabkan pasien cepat pikun.

"Saat obat bius bekerja, efek samping yang ditimbulkan antara lain tekanan darah di tubuh yang terus mengalir ke otak menurun, akibatnya otak kekurangan oksigen dan suplai makanan berkurang sehingga sel otak cepat rusak," katanya.

Bahkan, lanjutnya, apabila obat bius yang diberikan bekerja di dalam tubuh dalam waktu relatif lama atau menyebabkan pasien tidak segera sadar dan bangun, otak akan banyak kekurangan oksigen sehingga sel otak menjadi rusak dan pasien tersebut bisa koma.

"Namun pasien tidak perlu cemas pada efek samping obat bius, karena kejadian tersebut umumnya menyerang pasien usia lanjut, sedangkan pemberian obat bius pada pasien usia anak-anak dan dewasa pengaruhnya tidak akan seburuk itu," kata dr Satria.

Dari sisi medis, tambahnya, pemberian obat bius harus lah dalam takaran yang seminimal mungkin, dan semakin cepat pengaruh obat bius hilang setelah pembiusan semakin baik.


Semakin maju

Ia mengatakan, perkembangan dunia anastesia semakin maju, termasuk semakin banyaknya dokter anastesi yang berkompeten, yang mampu menghilangkan rasa sakit pasien tanpa keluhan saat dan pasca-operasi dengan masa kerja pengaruh pembiusan pada tubuh yang relatif cepat.

"Jadi pasien yang akan menjalani operasi saat ini tidak perlu cemas, karena obat bius yang digunakan oleh dokter-dokter yang berkompeten saat ini semakin lama semakin maju," katanya.

Dokter Satria mencontohkan, dulu obat bius berupa gas jenis `eter` masih sering digunakan, karena selain telah direkomendasikan sebagai obat bius paling aman, sifat analgetik atau penghilang rasa sakitnya kuat dan harganya juga relatif lebih murah.

Namun, katanya, efek samping yang ditimbulkan akibat penggunaan jenis obat bius `eter` tersebut adalah aroma atau bau gasnya yang tidak enak, kemudian pasien yang menggunakannya akan tidak sadarkan diri dalam waktu relatif lama, dan ketika sadar pasien akan merasa mual bahkan muntah.

"Sesuai dengan kemajuan teknologi pengobatan, jenis obat anastesia tersebut saat ini sudah tidak digunakan lagi, karena tujuan pemberian obat bius tidak hanya bertujuan membuat pasien tidak sadarkan diri pada saat menjalani operasi tapi juga memberikan kenyamanan setelah operasi," katanya.

Sedangkan obat bius untuk melumpuhkan separuh tubuh yang sering digunakan pada operasi caesar, saat ini pihaknya sudah menggunakan produk spinal generasi terbaru yaitu spinal nomor 29 dengan jarum berdiameter kecil dan lentur.

Tiga macam

Lebih lanjut dr Satria menyebutkan, jenis obat bius yang digunakan untuk operasi ada tiga macam, yaitu yang bersifat analgetik atau pengurang rasa sakit, hipnotik atau obat tidur dan obat pelemas otot.

"Obat bius yang digunakan oleh dokter-dokter spesialis diperoleh dari rumah sakit atau perusahaan farmasi khusus yang tidak dijual bebas di pasaran, bahkan setelah operasi dokter harus melaporkan jenis obat bius yang digunakan dan berapa kadarnya," katanya.

Menurut dia, masyarakat umum tidak akan mungkin dapat membeli dan menggunakan obat bius secara ilegal, khususnya jenis narkotik dan morphin yang masih digunakan untuk membius pasien dengan kondisi tertentu, karena peredarannya pun dipantau oleh Balai Pemeriksaaan Obat dan Makanan (POM) Depkes.

Namun ia mengakui, untuk jenis narkotika dan extasi yang mengadung narkotik, ampitamin atau penghilang rasa lelah dan halusinogen atau perangsang rasa ingin berhalusinasi, saat ini marak dijual bebas secara ilegal dan hal tersebut memang menyalahi aturan. (Disadur dari Berbagai Sumber)

Bius Total, Ada Efek Sampingnya ?

Untuk menghindari rasa nyeri akibat suatu tindakan bedah, hampir seluruh tindakan operasi menggunakan anestesi atau obat bius. Anestesi berasal dari bahasa Yunani yang artinya “tanpa sensasi”. Secara singkat, anestesi berarti keadaan di mana sensasi nyeri dan sensasi-sensasi lainnya diblok, sehingga pasien tidak dapat merasakan sensasi-sensasi tersebut.

Karena tindakan bedah umumnya adalah tindakan membuat suatu luka pada suatu bagian atau organ tubuh, maka tindakan bedah selalu akan menimbulkan rasa nyeri. Di sinilah obat anestesi/obat bius tersebut digunakan, yaitu untuk menghilangkan rasa nyeri.

Ada beberapa jenis anestesi, yaitu:

  1. Anestesi umum (bius total). Pasien dengan anestesi total akan menjadi tidak sadarkan diri dan tidak dapat merasakan nyeri. Namun ia masih dapat mengatur pernapasannya sendiri dengan normal.
  2. Sedasi dalam/analgesia. Obat-obat jenis ini merangsang depresi dan penurunan kesadaran pasien. Kita akan sulit menyadarkan pasien dengan keadaan ini, namun masih dapat dibantu dengan memberikan stimulasi berulang atau stimulasi nyeri kepada pasien.
  3. Sedasi menengah. Obat sedasi ini menurunkan kesadaran pasien, namun ia masih akan dapat memberikan respons terhadap perintah verbal, baik dengan kemampuannya sendiri ataupun dengan stimulasi rangsang cahaya.
  4. Sedasi minimal/anxiolysis. Pasien dengan anestesi ini masih dapat merespons perintah verbal dengan normal melalui konsentrasi yang tinggi.

Anestesi umum/Bius Total

Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.

Sayangnya, tidak ada obat anestesi umum yang memenuhi semua kriteria di atas. Ini berarti, obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping.

Efek samping tersebut di antaranya:

  • Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
  • Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka (Ketamin).
  • Depresi napas.
  • Depresi pada susunan saraf pusat.
  • Aspirasi.
  • Nyeri tenggorokan.
  • Sakit kepala.
  • Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.

Hal-hal tersebut di atas adalah sebagian dari efek samping pembiusan total. Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi.

Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis. (Disadur dari Berbagai Sumber)

REFERENSI:

Memilih Pasangan Hidup


Menentukan pilihan memang sesuatu yang menyulitkan, penuh dengan pertimbangan karena ingin mendapatkan hasil yang memuaskan. Sepintar apapun manusia, Logica dari otak manusia hanya bisa menimbang nimbang saja dan berfikir secara maksimal untuk menentukan sebuah pilihan, dan tidak ada satu manusiapun yang bisa menentukan dengan pasti hasil akhir dari sebuah pertimbangan yang matang sekalipun.

Dunia ini dan segala isinya yang menciptakan adalah Alloh S.W.T dan Alloh lah yang maha tau apa yang akan terjadi karena semua yang terjadi di Dunia ini pasti atas kehendak dan seizin-Nya. Oleh karena itu sudah sepantasnya lah kita selalu memohon petunjuk dari-Nya, untuk itu dibutuhkan keyakinan dan kepercayaan penuh bahwa Alloh lah yang maha tau dan sebagai Penolong!

Keyakinan adalah sebagai kunci, karena tanpa keyakinan yang kuat, akan selalu muncul rasa ragu. Bicara keyakinan terkait erat dengan Keimanan, karena Iman sebagai tali pengikat untuk membulatkan keyakinan dan bila keimanan seseorang sudah bulat, dia akan merasa amat bergantung sekali pada Tuhan-nya "Alloh 'azza wa jalla", segala sesuatunya selaluakan dikembalikan pada-Nya, termasuk menentukan sebuah pilihan.

Membahas Topik di atas, yaitu Memilih Pasangan Hidup. Istikharah adalah cara yang tepat untuk mengadu/bertanya pada Alloh dengan cara Sholat. Sholat sunnah yang satu ini memang dikhususkan untuk meminta diberikan petunjuk mengenai pilihan yang terbaik. Biasanya yang kerap terjadi adalah masalah memilih pasangan hidup, karena kadang orang suka ragu dan bertanya-tanya sendiri "Apakah calon pasangan saya benar-benar baik atau tidak?!" Walaupun secara penampilan dan pekerjaan sudah memenuhi kreteria, yang menjadi kekhawatiran adalah mengenai Perangai (Kepribadian yang sebenarnya), karena bisa jadi awal-awal sebelum nikah baik-baik saja (maklum masa pendekatan), yang menjadi persoalan yaitu ketika masuk pada masa berumah tangga...

Setelah melakukan beberapa kali Sholat istikharah, biasanya hasilnya akan terasa di hati, tidak hanya melalui mimpi saja. Jadi intinya akan terasa di hati (Alloh menguatkannya melalui hati) dan tentunya otak pun ikut andil pula menimbang dengan matang mengendalikan perasaan. Bila sudah mendapat ketetapan di hati, yang perlu diperhatikan adalah jangan pernah melambungkan harapan terlalu tinggi bahwa pasangan Anda akan benar-benar sempurna, walaupun dia didapatkan dari hasil istikharah.

Ketika nanti pasangan Anda (suami/isteri) kedapatan beberapa kali bersikap kurang baik, anggap lah ini sebuah ladang amal sabar dan sekalian mempraktekan ilmu yang selama ini sudah Anda dapat dari majelis ta'lim atau dari buku dan media lainnya. Dan jangan sekali-kali Anda berfikir bahwa hasil dari istikharah ternyata gagal ketika suatu hari Anda merasa sedikit kesal mendapati kelakukan pasangan Anda sikapnya kurang baik, harusnya tetap lah berfikir bahwa dia memang pilihan terbaik yang Alloh pilihkan.

Ketika keadaannya seperti itu tadi, yang menjadi tantangan untuk Anda lakukan adalah menunjukan sikap yang lebih baik dari dia, agar Anda menjadi contoh kebaikan untuknya, karena tidak selesai hanya berharap saja dia harus lebih baik dari Anda, tetapi kita harus melakukan sesuatu untuk menjadi jalan perubahan untuknya. Karena bisa jadi begini, sekarang memang pasangan Anda belum baik, tapi yakin lah bahwa suatu saat dia akan lebih baik dari Anda, kontribusi motivasi dari Anda diperlukan juga untuknya.

Terjadinya sebuah Ikatan tali pernikahan, tidak berarti semuanya menjadi serba cocok, serba lancar dan jauh dari Masalah. Tidaklah begitu adanya, ada baiknya kita perlu berfikir begini: "dia bukan aku dan aku bukan dia, aku adalah aku begitu pun dia! tapi aku adalah bagian dari dia dan dia bagian dari aku. Karena aku Mencintainya, jadi aku harus bisa memakluminya dan berusaha untuk terus bersikap baik, lebih baik darinya hingga sikapku bisa menjadi contoh kebaikan untuknya." Wallahu 'alam bish showab

Semoga ada manfaatnya!

Powered By Blogger