Kamis, September 29

Bila Tak bersama Lagi

Jika Suatu Ketika Kita Tak Bersama Lagi
Aku ingin kau mengenang
segala kisah tentang kita
yang telah terpahat rapi di rangka langit
bersama segenap noktah-noktah peristiwa
juga canda dan pertengkaran-pertengkaran kecil
yang mewarnai seluruh perjalanan kita
Dalam Lengang, Tanpa Kata

Jika Suatu Ketika Kita Tak Bersama Lagi
Aku ingin kau tetap menyimpan
setiap denyut nadi yang berdetak
dan degup cepat debar jantung
saat mataku memaku matamu
disela derai gerimis menyapu beranda
kala kita pertama bertemu di temaram senja
Dalam Sepi, Tanpa Suara

Jika Suatu Ketika Kita Tak Bersama Lagi
Aku ingin kita meletakkan segala perih itu
disini, pada titik dimana kita akan berbalik
dan menyimpan senyum dibelakang punggung masing-masing
lalu membiarkan waktu menggelindingkannya
hingga batas cakrawala
bersama sesak rindu tertahan didada
Dalam Diam, Tanpa Airmata

Jika Suatu Ketika Kita Tak Bersama Lagi
Aku ingin cinta itu tetap tersimpan rapi
pada larik bianglala, pada hujan, pada deru kereta,
pada embun di rerumputan, pada pucuk pepohonan
sembari memetik mimpi yang telah kita sematkan disana
lalu mendekapnya perlahan
Dalam Sunyi, Tanpa Cahaya

Jika Suatu Ketika Kita Tak Bersama Lagi
Aku ingin kita akan tetap saling menyapa
lalu merajut angan kembali
seraya meniti ulang segala jejak yang sudah kita tinggalkan
lantas menyadari bahwa menjadi tua adalah niscaya
dan untuk itu kita tak perlu ambil peduli
karena kita tahu

Dalam Lengang, Tanpa Kata
Dalam Sepi, Tanpa Suara
Dalam Diam, Tanpa Airmata
Dalam Sunyi, Tanpa Cahaya

Ada Bahagia
Untuk Kita
Hanya Kita…

Perlahan aku menutup lubang itu dengan tanah basah. Tak ada airmata mengalir.

Aku lalu melangkah ringan kedepan. Hidup ini, memang terlalu indah untuk dinikmati..

Jumat, September 2

Diantara takdir dan ikhtiar

Sekeras tekad siti Hajar yang tak pernah pudar

Meski disengat matahar padang pasir yang membakar,

tidak diam dan tidak menyerah


Ibunda Ismail itupun bergerak, berjalan dan berlari

dengan keyakinan dan do'a

antara bukit Sofa dan bukit Marwah


Dicarinya air sumber kehidupan

pelepas dahaga bagi buah hati tercinta

namun hidup bukan hanya perjuangan dan kerja keras


ia adalah sebuah takdir jua

ia adalah kenyataan yang harus diterima dan

dijalani dengan ketegaran


Setegar Ismail yang merelakan pengorbanan diri

demi ketaatan kepada Sang Pencipta


Begitulah manusia

Hidup di antara takdir dan ikhtiar

Menabur Angin Busuk

Seorang perempuan menceritakan berita memalukan mengenai tetangganya. Dalam beberapa hari, seluruh desa mengetahui cerita tersebut hingga orang yang diceritakan itu merasa sangat malu sekali.

Belakangan, perempuan itu mengetahui bahwa berita yang disebarkannya ternyata tidak benar.
Dia menyesal dan kemudian mendatangi seorang yang bijak untuk mencari tahu apa yang dapat dilakukan guna memperbaiki kesalahannya itu.

“pergilah ke pasar” kata sang orang tua bijak.
“dan belilah seekor ayam, sembelihlah, kemudian dalam perjalanan pulang cabuti bulunya dan buang satu persatu di sepanjang jalan”.

Meskipun merasa sangat heran, si perempuan melakukan apa yang disarankan kepadanya. Namun, ia merasa masih belum bisa memperbaiki kesalahannya.
Keesokan harinya, ia kembali mengunjungi orangtua bijak dan menanyakan persoalannya kembali.

Orangtua bijak berkata : “sekarang pergilah kembali dan kumpulkan semua bulu yang kau buang kemarin dan bawa kembali kepadaku”.

Si perempuan itu pun menyusuri jalan yang sama dan berusaha mengumpulkan bulu-bulu ayam yang kemarin telah dicabuti dan dibuangnya. Namun angin telah menerbangkan bulu-bulu itu hingga mustahil ia bisa mengumpulkannya lagi.
Setelah mencari-cari selama seharian, ia kembali ke tempat sang orangtua bijak dengan membawa tiga potong bulu ayam saja.

“lihatlah” kata sang orangtua bijak, “sangat mudah mencabuti bulu ayam dan melemparkannya. Begitu pula tidak sulit untuk menyebarkan berita bohong, namun sekali terlempar, kamu tidak akan pernah bisa memperbaiki kesalahanmu secara utuh”.

Orang bijak ini rupanya hendak mengajarkan pada kita semua firman Alloh dalam Al-Qur’an : “hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan oranglain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertawakalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”

Sengatan atau madu

Seorang Pawang Lebah tersenyum ketika bertemu sarang lebah

terbayang madu yang akan diperolehnya.

Namun...

Bagi orang biasa bertemu sarang lebah menimbulkan rasa was-was dan takut

terbayang sengatan lebah yang menyakitinya.

Bertemu dengan Musibah bagaikan bertemu dengan Sarang Lebah

Bagi pawang musibah, dia akan tersenyum bila bertemu musibah

karena terbayang hikmah yang akan diperolehnya

Sedangkan bagi orang biasa bertemu dengan musibah

menimbulkan rasa cemas, gelisah dan takutnya

karnea terbayang kesusahan yang akan menimpanya

BAGAIMANA dengan diri kita ketika bertemu sarang lebah,

dapat sengatannya atau madunya?

Yang Kita Sia-Siakan...........


Perjuangan yang kita lakukan,

Sia-sia karena tak ada tujuan yang jelas.


Pengetahuan yang kita miliki,

Sia-sia karena tak diamalkan.


Pengorbanan yang kita lakukan,

Sia-sia karena mengharap pujian.


Marah yang kita lampiaskan,

Sia-sia karena dilandasi emosi bukan rasio.


Cinta yang kita berikan,

Sia-sia karena dilandasi syahwat semata.


Kekayaan yang kita dapatkan,

Sia-sia karena hanya untuk kepentingan pribadi.


Kegagalan yang kita alami,

Sia-sia karena dijadikan alasan keputus-asaan.


Musibah yang kita jumpai,

Sia-sia karena tidak menjadikan kita semakin kuat.


Kesuksesan yang kita raih,

Sia-sia karena memuat kita semakin sombong.


Anugrah yang kita dapatkan,

Sia-sia karena tidak disyukuri.


Ketika Alloh berkata tidak...


Ya Allah ambillah kesombonganku dariku
Allah berkata, “Tidak. Bukan Aku yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya.”

Ya Allah sempurnakanlah kekurangan anakku yang cacat
Allah berkata, “Tidak. Jiwanya telah sempurna, tubuhnya hanyalah sementara.”

Ya Allah beri aku kesabaran
Allah berkata, “Tidak. Kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan; tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri.”

Ya Allah beri aku kebahagiaan
Allah berkata, “Tidak. Kuberi keberkahan, kebahagiaan tergantung kepadamu sendiri untuk menghargai keberkahan itu.”

Ya Allah jauhkan aku dari kesusahan
Allah berkata, “Tidak. Penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu pada Ku.”

Ya Allah beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat
Allah berkata, “Tidak. Aku beri kau kehidupan supaya kau menikmati segala hal.”

Ya Allah bantu aku MENCINTAI orang lain, sebesar cintaMu padaku
Allah berkata… “Akhirnya kau mengerti !”

Kadang kala kita berpikir bahwa Allah tidak adil, kita telah susah payah memanjatkan doa, meminta dan berusaha, pagi-siang-malam, tapi tak ada hasilnya. Kita mengharapkan diberi pekerjaan, puluhan-bahkan ratusan lamaran telah kita kirimkan tak ada jawaban sama sekali — orang lain dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan. Kita sudah bekerja keras dalam pekerjaan mengharapkan jabatan, tapi justru orang lain yang mendapatkannya-tanpa susah payah.

Kita mengharapkan diberi pasangan hidup yang baik dan sesuai, berakhir dengan penolakkan dan kegagalan, orang lain dengan mudah berganti pasangan. Kita menginginkan harta yang berkecukupan, namun kebutuhanlah yang terus meningkat.

Coba kita bayangkan diri kita seperti anak kecil yang sedang demam dan pilek, lalu kita melihat tukang es. Kita yang sedang panas badannya merasa haus dan merasa dengan minum es dapat mengobati rasa demam (maklum anak kecil). Lalu kita meminta pada orang tua kita (seperti kita berdoa memohon pada Allah) dan merengek agar dibelikan es. Orangtua kita tentu lebih tahu kalau es dapat memperparah penyakit kita. Tentu dengan segala dalih kita tidak dibelikan es. Orangtua kita tentu ingin kita sembuh dulu baru boleh minum es yang lezat itu. Begitu pula dengan Allah, segala yang kita minta Allah tahu apa yang paling baik bagi kita. Mungkin tidak sekarang, atau tidak di dunia ini Allah mengabulkannya. Karena Allah tahu yang terbaik yang kita tidak tahu. Kita sembuhkan dulu diri kita sendiri dari “pilek” dan “demam”…. dan terus berdoa.

Powered By Blogger