Selasa, April 26

Stroke dan penatalaksanaannya

Berbicara mengenai pengobatan stroke,(orang China bilang piansui) ,maka sebaiknya kita samakan dulu pengertian tentang “Stroke”.

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.

WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik.

Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1.Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2.Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3.Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1.Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2.Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Tanda dan Gejala-gejala Stroke
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1.Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik
2.Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3.Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

Faktor Penyebab Stroke
Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol, Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain.
Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food, fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas.

80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.
Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak.
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat.

Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut:
•1/3 --> bisa pulih kembali,
•1/3 --> mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang,
•1/3 sisanya --> mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.
Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke.

Akibat Stroke lainnya:
•80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai.
•80-90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat.
•70% menderita depresi.
•30 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri.

Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namum kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan.
Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang padat.

Stroke sangat dapat dicegah,
Hampir 85% dari semua stroke dapat dicegah ,
Karena Ancaman stroke hingga merenggut nyawa dan derita akibat stroke. Hidup bebas tanpa stroke merupakan dambaan bagi semua orang.

Tak heran semua orang selalu berupaya untuk mencegah Stroke atau mengurangi faktor risiko dengan menerapkan pola hidup sehat, olahraga teratur, penghindari stress hingga meminum obat atau suplemen untuk menjaga kesehatan pembuluh darah hingga dapat mencegah terjadinya Stroke.
Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat jendela terapinya hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam.
Tindakan di gawat darurat untuk stroke akut sebaiknya ditekankan pada hal-hal berikut:
1.Stabilisasi pasien
2.Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3.Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4.Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin

Tindakan yang harus segera dilakukan di gawat darurat :
1. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena dapat memperhebat edema serebri.
2. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
3. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan rontgen toraks.
6. Pemeriksaan darah:
Darah perifer lengkap dan hitung trombosit
Kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit)
PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)
7. Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
•Kadar alkohol
•Fungsi hepar
•Analisa gas darah
•Skrining toksikologi
8.Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras
9.Pasien dengan kesadaran yang sangat menurun (stupor/koma) ataupun dengan gagal nafas perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan intubasi sebelum CT Scan.

Penatalaksanaan stroke iskemik
Oksigenasi yang adekuat sangat penting selama fase akut stroke iskemik untuk mencegah hipoksia dan perburukan neurologis. Penyebab tersering gangguan oksigenasi diantaranya obstruksi jalan nafas partial, hipoventilasi, pneumonia aspirasi ataupun atelektasis. Pasien dengan kesadaran menurun dan stroke batang otak beresiko mengalami gangguan oksigenasi. Tindakan intubasi harus dilakukan pada pasien dengan ancaman gagal nafas. Secara umum, pasien yang memerlukan tindakan intubasi mempunyai prognosis yang buruk, kurang lebih 50% nya meninggal dalam 30 hari.
Monitoring dengan oksimetri sebaiknya dilakukan dengan target saturasi oksigen > 95%.
Suplementasi oksigen diberikan pada pasien dengan hipoksia berdasarkan hasil analisa gas darah atau oksimetri.

Seandainya penyebabnya hipertensi
AHA/ASA merekomendasikan penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut sebagai berikut:

A. Pasien yang tidak akan diberikan terapi trombolisis
TD sistolik < 220 atau diastolik < 120 Observasi kecuali jika ditemukan kegawatdaruratan hipertensi non neurologis seperti infark miokard akut, edema paru kardiogenik, ensefalopati hipertensi, retinopati hipertensi, diseksi aorta).
Berikan terapi simptomatis (sakit kepala, nausea, muntah, agitasi, nyeri).
Atasi komplikasi stroke lainnya seperti hipoksia, peningkatan tekanan intrakranial, kejang, hipo ataupun hiperglikemi.
TD sistolik < 220 atau diastolik 121-140 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit.
Dapat diulang setiap 10 menit (maksimal 300 mg)
atau
Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial), dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam.
Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya
TD diastolik > 140 Nitroprusid 0,5ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dengan monitoring TD kontinyu.
Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya

B. Pasien kandidat terapi trombolisis
Praterapi, sistolik > 185 atau diastolik >110:
Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit.
Dapat diulang satu kali atau nitropasta 1-2 inchi

Selama/setelah terapi.
1.Monitor TD Periksa TD setiap 15 menit selama 2 jam setelah mulai terapi lalu setiap 30 menit selama 6 jam, selanjutnya tiap 60 menit sampai 24 jam.

2.Diastolik > 140 Sodium Nitroprusid 0,5 ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai TD yang diinginkan.

3.Sistolik > 230 atau diastolik 121-140 Labetolol 10ug IV selama 1-2 menit.
Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit.
Atau
Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam.

4.Sistolik 180-230 atau diastolik 105-120 Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit.
Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit.

Selain terapi seperti diatas, obat anti hipertensi oral yang dapat digunakan adalah captopril atau nicardipin. Pemakaian nifedipin sublingual sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis.

Hiperglikemia
Broderick et al, Weir CJ et al, Kawai N et al membuktikan bahwa hiperglikemi reaktif maupun non reaktif selama iskemia otak akut menimbulkan efek yang berbahaya dan keluaran klinis yang lebih buruk terutama pada stroke non lakuner.
Konsentrasi glukosa yang meningkat di area iskemik akan meningkatkan konsentasi laktat dan menyebabkan asidosis. Hal ini akan meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen yang akan merusak neuron-neuron. Hiperglikemia juga memperparah edema, meningkatkan pelepasan neurotransmiter excitatory amino acid dan melemahnya pembuluh darah di area iskemik.
Batas kadar gula darah yang dianggap masih aman pada fase akut stroke iskemik non lakunar adalah 100-200 mg% (Hack W, et al, 1997).

Indikasi dan syarat pemberian insulin
1. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM
2. Bukan lakunar stroke dengan diabetes melitus.
Kontrol gula darah selama fase akut stroke
Insulin reguler diberikan subkutan setiap 6 jam dengan cara skala luncur atau infus intravena terus menerus.
Insulin reguler dengan skala luncur
Gula darah (mg/dL) Insulin tiap 6 jam SC/ sebelum makan
< 80 Tidak diberikan insulin
80-150 Tidak diberikan insulin
150-200 2 unit
201-250 4 unit
251-300 6 unit
301-350 8 unit
351-400 10 unit
>400 12 unit

Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai 10 unit/jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan.
Hiperglikemia yang hebat >500 mg/dL, diberikan bolus pertama 5-10 unit insulin reguler tiap jam. Setelah kadar gula darah stabil dengan infus kontinyu atau skala luncur dilanjutkan dengan pemberian insulin reguler subkutan (fixdosed).

Demam
Peningkatan suhu tubuh pada stroke iskemik akut berhubungan dengan buruknya keluaran neurologik. Hal ini diduga karena peningkatan kebutuhan metabolik, meningkatnya pelepasan neurotransmiter dan radikal bebas. Antipeiretik dan selimut dingin dapat digunakan untuk mengatasi demam. Pada pasien stroke peningkatan suhu dapat disebabkan oleh efek sentral akan tetapi hal ini lebih sering disebabkan karena infeksi sekunder. Oleh karenya, mencari penyebab demam adalah hal yang penting dan antibiotik harus segera diberikan jika memang diperlukan.


Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada 23-25% kejadian stroke yang terdiri dari perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ektravasasi darah kedalam jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Kerusakan pembuluh darah ini sebagai akibat dari hipertensi kronik atau angiopati amiloid. Adanya produk darah dalam parenkim serebral menyebabkan rusaknya traktus dari substansia alba dan neuron-neuron dari nukleus atau korteks serebral yang permanen. Adanya perdarahan intraserebral menyebabkan terjadinya penambahan volume dalam ruang intrakranial, hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakrnaial yang dapat menambah luas kerusakan yang disebabkan terjadinya hipoperfusi. Iskemik selular akan memicu terjadinya edema serebral yang dapat menambah peningkatan terkanan intrakranial. Hidrosefalus dapat terjadi pada perdarahan serebelar, selain itu perdarahan yang luas pada daerah ganglia basal dapat menyebabkan pembesaran sistim ventrikel. Pada stroke hemoragik, tatalaksana ditujukan untuk mengurangi efek massa dan mencegah penambahan volume perdarahan atau rebledding.

Penatalaksanaan stroke hemragik
Pada stroke hemoragik, manifestasi perdarahan yang terjadi dapat berupa:
1. Perdarahan intraserebral
2. Perdarahan subarakhnoid

1. Perdarahan intraserebral

A. Medikamentosa
Pada fase akut perdarahan intraserebral hal yang menjadi perhatian meliputi jalan nafas, tekanan darah dan perfusi serebral. Pada pasien dengan GCS ≤8 sebaiknya dilakukan pemasangan endotracheal tube. Pada fase akut biasanya disertai peningkatana tekanan darah, hal ini menjadi suatu hal yang menjadi perhatian dalam tatalaksanya, karena disatu sisi penambahan volume darah akan terjadi jika tidak dilakukan penanganan hipertensi sedangkan terjadinya iskemik pada daerah perihematom juga menjadi perhatian dalam menurunkan tekanan darah. Hal tersebut dapat diatasi jika penurunan tekanan darah sekitar 20% dari MABP. Perfusi serebral dipengaruhi oleh tekanan intrakranial, semakin tinggi tekanan intrakranial semakin rendah perfusi sehingga disarankan tekanan intrakranial >70mmHg.

a. Penatalaksanaan tekanan darah pada stroke hemoragik
Hipertensi
Labetalol : 5-100 mg/jam secara bolus berkala 10-40 mg atau 2-8 mg/min
perdrip
Esmolol : Loading : 500 μg/kg; Maintenance : 50-200 μg/kg/min
Nitroprusside : 0,5 – 10 μg/kg/min
Hidralazine : 10-20 mg tiap 4-6 jam
Enalapril : 0,625-1,2 mg tiap 6 jam
Algoritme penatalaksanaan hipertensi pada perdarahan intraserebral:
Sistolik > 230mmHg atau Diastolik >140mmHg dapat diberikan nitroprusside
•Sistolik > 180- 230mmHg atau Diastolik >105-140mmHg atau MABP ≥130mmHg dapat diberikan labetalol,esmolol,enalapril atau preparat intravena lainnya yang dapat dititrasi seperti diltiazem, lisinopril dan verapamil.
•Sistolik < 180mmHg atau Diastolik <105mmHg hindari penggunaan antihipertensi.
•Pertahankan tekanan perfusi serebral > 70mmHg

Hipotensi
Pada keaadaan awal penanganan penurunan tekanan darah sistolik <90mmHg dapat dilakukan loading cairan koloid atau salin isotonik. Jika tekanan darah tetap rendah dapat digunakan phenylephrine 2-10 μg/kg/min atau dopamine 2-20 μg/kg/min atau Norepinephrine yang dititrasi dari 0,05-0,2 μg/kg/min.
b. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial pada stroke hemoragik
Peningkatan tekanan intrakranial sebagai akibat adanya volume perdarahan dan terjadinya edema serebri diatasi dengan osmoterapi yang menggunakan manitol (0,25-0,5 g/kg tiap 4 jam) dan furosemid (10 mg tiap 2-8jam). Pemantauan osmolaritas serum dan kadar natrium dilakukan tiap 2 kali sehari dengan target osmolaritas <310mOsm/L.
Penggunaan sedatif seperti propofol,benzodiazepine atau morfin dengan paralisis neuromuskular dapat menurunan tekanan intrakranial tetapi diperlukan pemantauana yang intensif.

B. Operatif
Tindakan operatif ditujukan untuk mengurangi efak massa serta mengurangi efek neurtoksik dari bekuan darah. Dengan kemajuan teknik operatif, angka kematian semakin rendah dibandingkan dengan menggunakan modalitas medikamentosa. Mortalitas pada suatu penelitian pada perdarahan intraserebral yang dilakukan operatif pada 12 jam setelah onset sekitar 18%.
Pemilihan pasien dengan perdarahan intraserebral yang memerlukan tindakan operatiff tergantung dari ukuran dan lokasi perdrahan dan defisit yang diakibatkan. Tindakan operatif dapat dilakukan pada pasien dengan perdarahan serebelar dengan volume > 3cm3 dengan penurunanan nerulogis atau adanya penekanan batrang otak atau adanya hidrosefalus atau pada dewasa muda dengan perdarahan lobar yang sedang atau besar. Perdarahan pada daerah pons,medula oblongata dan mesensefalon tidak dilakukan tindakan operatif.

2. Perdarahan subarakhnoid

A. Perawatan umum:
Tekanan darah
Hipertensi setelah onset perdarahan subarakhnoid merupakan fenomena kompensasi guna mempertahankan perfusi serebral dan sebaiknya tidak dilakukan penurunan tekanan darah yang agresif. Pada beberapa penelitian yang berusaha menurunkan tekanan darah, didapatkan kejadian re-bleeding yang menurun tetapi kejadian serebral infark yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan penanganan hipertensi pada perdarahan subarakhnoid menjadi sulit. Pemberian antihipertensi sebaiknya digunakan pada pasien dengan hipertensi berat yang disertai kerusakan target organ lainnya seperti gangguan ginjal dan jantung atau dengan rerata tekanan arteri >130. Preparat yang disarankan:
• Diaxozide 50-150 mg IV bolus, diulang tiap 5-10 menit atau 15-30 mg/menit perdrip. Dosis maksimal 600mg
• Labetalol hidroklorida 20-80mg IV bolus tiap 10 menit atau 2mg/menit perdrip. Dosis maksimal 300mg
• Nitroprusid dianjurkan penggunaannya pada krisis hipertensi tetapi bukan merupakan pengobatan lini pertama karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Cairan dan elektrolit
Terapi cairan pada perdarahan subarakhnoid untuk mencegah penurunan volume plasma yang dapat menyebabkan terjadinya serebral iskemia. Sekitar 30% kasus perdarahan subarakhnoid terjadi penurunan volume plasma sekitar 10% antara hari kedua dan kesepuluh onset. Hal ini terkait dengan balans negatif natrium. Fludrokortisone asetat 0,02mg dalam 200ml D5%/12jam digunakan pada pasien dengan hiponatremi. Penggunaan cairan yang dianjurkan adalah normal salin 0,9% 3 liter perhari. Pada pemberian makanan enteral, jumlah tesebut harus dikurangi karena kebanyakan makanan enteral mengandung 1-2 kalori/ml. Pemantauan kebutuhan cairan dengan melihat tekanan vena sentral (central venous pressure) yang dipertahankan diatas 8mmHg tetapi biasanya penghitungan balans carian yang dilakukan 4 kali sehari selama 10 hari dapat memperkirakan jumlah cairan yang dibutuhkan.

Nutrisi
Pemberian nutrisi secara oral dapat diberikan pada pasien dengan refleks menelan yang baik. Usahakan pemberian makanan yang dapat menjaga konsistensi feses tetap lunak, pemberian cairan yang adekuat dan pengurangan makanan yang mengandung susu dan pemberian laxative dapat dilakukan. Pada pasien yang menggunakan selang nasogastrik, pemberian makanan enteral dilakukan pada hari kedua perawatan dengan menghindari asparasi dengan cara pemberian makanan pada posisi duduk dan mengecek kembali residu gaster tiap jam.
Peningkatan tekanan intrakranial

Nyeri dan manuver yang meningkatkan tekanan intraabdomen seperti batuk, mengedan dan bersin dapat memicu peningkatan tekanan intrakranial sehingga hal tersebut harus dihindari agar tidak menambah buruk keadaan pasien terutama kemungkinan terjadinya re-bleeding. Pasien perdarahan subarachnoid yang diterapi secara medikamentosa sebaiknnya dirawat dalam ruangan perawatan yang tenang dengan lampu penerangan yang minimal sehingga pasien dapat tirah baring secara maksimal. Pemantauan derajat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale dapat digunakan untuk menduga adanya serebral iskemi, re-bleeding, hidrosefalus akut atau komplikasi lainnya. Nyeri kepala kadang dapat diatasi dengan analgetik ringan seperti parasetamol 500 mg tiap 3-4 jam dengan atau tanpa dextropropoxiphene, pada nyeri kepala hebat penggunaan kodein 20mg peroral atau morfin 1-2 mg IV atau tramadol 50-100mg tiap 4 jam dapat ditambahkan. Penggunaan pelunak feses pada kejadian konstipasi lebih dianjurkan dibandingkan enema karena dapat meningkatkan tekanan abdominal dan memicu peningkatan tekanan kranial.

B. Pencegahan perdarahan berulang (re-bleeding)
Perdarahan berulang terjadi pada 15% kasus perdarahan subarakhnoid yang ditandai dengan penurunan kesadaran. Pada suatu penelitian dikatakan 20% re-bleeding terjadi pada hari pertama onset dan pada beberapa kasus terjadi pada 6 jam setelah onset. Hijdra dkk mengatakan bahwa pada kasus yang telah melewati hari pertama onset, 40% rebleeding masih dapat terjadi dalam 4 minggu berikutnya dengan puncaknya pada minggu ketiga. Perdarahan berulang diyakini sebagai akibat dari lisis bekuan darah didaerah aneurisma yang pecah. Penaganganan aneurisma secara surgical masih merupakan sesuatu yang kontroversial karena belum didukung oleh data yang cukup. Penggunaan antifibrinolitik seperti asam traneksamat (1g IV atau 1,5g peroral tiap 4-6 jam) atau asam epsilon-aminokaproat (3-4g tiap 3 jam IV atau peroral) dapat menurunkan kejadian rebleeding, tetapi efek kerja sebagai antifibrinolitik baru tercapai setelah 36 jam. Seperti halnya tindakan surgical, pemberian antifibrinolitik juga sesuatu yang controversial.

Pada beberapa penelitian dikatakan, kejadian serebral iskemi meningkat (OR 2,03; 95% IK 1,40-2,94) dengan pemberian antifibrinolitik, sehingga penggunaanya ditinggalkan.
Dear Widy penatalaksanaan stroke tergantung dari jenis stroke,jenis kelamin,umur pasien,tingkat kesadaran pasien,waktu terjadinya,berpacu dengan waktu dalam memberikan pertolongan pertama apakah sudah melampaui golden times yang hanya berkisar 3 sampai 6 jam,apakah ada penyakit komorbid dan sangat kompleks.Penanganan stroke tentunya harus ditangani secara profesional oleh dokter spesialis saraf,spesialis bedah saraf,penyakit dalam,anesthesi,radiologi dll secara team work.
Yang saya sampaikan adalah hanya salah satu upaya tatalaksana stroke iskemik dan stroke hemorrhagik ,yang disarikan dari berbagai sumber penatalaksanaan stroke.

Warm regards
Mulyadi Tedjapranata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger