Minggu, Desember 26

Menjemput Maut

Bila badan tak bernyawa lagi.

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Q.S. Ali-`Imran: 185

“Kalau sekiranya kamu dapat melihat malaikat-malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka serta berkata, “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar.” (niscaya kamu akan merasa sangat ngeri)

(QS. Al-Anfaal : 50).

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu !” Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Alloh (perkataan) yang tidak benar dan kerena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya”.

(QS. Al- An’am : 93).


Kedahsyatan Saat Menjelang Maut

Ketahuilah bahwa seandainya di hadapan manusia yang malang itu tidak ada teror, malapetaka ataupun siksaan kecuali sakratul maut saja, maka itu sudah cukup untuk menyusahkan hidupnya, menghalangi kegembiraannya, dan mengusir kealpaan maupun kelengahannya. Seharusnya dia senantiasa memikirkan hal ini dan meningkatkan perhatian dalam mempersiapkan diri untuk menghadapinya, apalagi karena setiap saat dia berada di dalam genggamannya.
Sebagaimana pernah dikatakan oleh seorang filsuf, “Malapetaka di tangan orang lain tak bisa diramalkan”. Dan Luqman a.s pernah berkata kepada anaknya, “Wahai, anakku. Jika ada sesuatu yang tak bisa kau pastikan bila dia datang, maka persiapkan dirimu untuk menghadapinya sebelum dia mendatangimu sedangkan engkau dalam keadaan lengah.”

Yang mengherankan adalah bahwa seringkali seorang manusia, meskipun dia tengah menikmati hiburan atau berada di tempat yang paling menyenangkan, akan merasakan cemas dengan kemungkinan kedatangan seorang “tentara” yang akan menyerangnya. Karena rasa cemas itu, kenyamanannya pun merasa terganggu dan napasnya terasa sesak. Akan tetapi, dia lalai akan keadaannya yang setiap saat bisa didatangi oleh malaikat maut yang akan menimpakan ke atas dirinya derita pencabutan nyawa. Tak ada lagi sebab bagi kelalaian seperti ini kecuali sikap “masa bodoh” dan keteperdayaan.

Ketahuilah bahwa ke-luarbiasa-an rasa sakit dalam sakratul maut tak dapat diketahui dengan pasti kecuali oleh orang yang telah merasakannya. Sedangkan orang yang belum pernah merasakannya hanya bisa mengetahuinya dengan cara menganalogikannya dengan rasa sakit yang benar-benar pernah dialaminya, atau dengan cara mengamati orang lain yang sedang berada dalam keadaan sakratul maut. Lewat jalan analogi, yang akan membuktikannya derita sakratul maut, akan diketahui bahwa setiap anggota badan yang sudah tidak bernyawa tidak lagi bisa merasakan sakit.

Jika ada jiwa, maka serapan rasa sakit itu tentulah berasal dari aktivitas jiwa. Dan ketika ada anggota tubuh yang terluka atau terbakar, maka pengaruhnya akan menjalar kepada jiwa. Dan sesuai dengan kadar yang menjalar ke jiwa, maka sebesar itu pula rasa sakit yang dialami oleh seseorang. Derita rasa sakit itu terpisah dari daging, darah, dan semua anggota tubuh yang lain. Tak ada yang bisa mencederai jiwa kecuali penyakit-penyakit tertentu. Jika salah satu dari sekian banyak penyakit langsung mengenai jiwa dan tidak berpencar ke bagian-bagian yang lain, maka betapa pedih dan kerasnya rasa sakit itu.

Sakratul maut adalah ungkapan tentang rasa sakit yang menyerang inti jiwa dan menjalar ke seluruh bagian jiwa, sehingga tak ada lagi satupun bagian jiwa yang terbebas dari rasa sakit itu. Rasa sakit tertusuk duri misalnya, menjalar pada bagian jiwa yang terletak pada anggota badan yang tertusuk duri.
Sedangkan pengaruh luka bakar lebih luas karena bagian-bagian api menyebar ke bagian-bagian tubuh lain sehingga tidak ada bagian dalam ataupun luar anggota tubuh yang tidak terbakar, dan efek terbakar itu dirasakan oleh bagian-bagian jiwa yang mengalir pada semua bagian daging.
Adapun luka tersayat pisau hanya akan menimpa bagian tubuh yang terkena, dan karena itulah rasa sakit yang diakibatkan oleh luka tersayat pisau lebih ringan daripada luka bakar.

Akan tetapi rasa sakit yang dirasakan selama sakratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota badan, sehingga pada orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat saraf, persendian, dari setiap akar rambut, kulit kepala sampai ke ujung jari kaki. Jadi, jangan anda tanyakan lagi tentang derita dan rasa sakit yang tengah dialaminya.

Karena alasan inilah dikatakan bahwa : “Maut lebih menyakitkan daripada tusukan pedang, gergaji atau sayatan gunting”. Karena rasa sakit yang diakibatkan oleh tusukan pedang terjadi melalui asosiasi bagian tubuh yang tertusuk dengan ruh, maka betapa sangat sakitnya jika luka itu langsung dirasakan oleh jiwa itu sendiri!.
Orang yang ditusuk bisa berteriak kesakitan karena masih adanya sisa tenaga dalam hati dan lidahnya. Sedangkan suara dan jeritan orang yang sekarat, terputus karena rasa sakit yang amat sangat dan rasa sakit itu telah memuncak sehingga tenaga menjadi hilang, semua anggota tubuh melemah, dan sama sekali tak ada lagi daya untuk berteriak meminta pertolongan.
Rasa sakit itu telah melumpuhkan akalnya, membungkam lidahnya, dan melemahkan semua raganya. Dia ingin sekali meratap, berteriak, dan menjerit meminta tolong, namun dia tak kuasa lagi melakukan itu. Satu-satunya tenaga yang masih tersisa hanyalah suara lenguhan dan gemeretak yang terdengar pada saat ruhnya dicabut.

Warna kulitnya pun berubah menjadi keabu-abuan menyerupai tanah liat, tanah yang menjadi sumber asal-usulnya. Setiap pembuluh darah dicerabut bersamaan dengan menyebarnya rasa pedih ke seluruh permukaan dan bagian dalamnya, sehingga bola matanya terbelalak ke atas kelopaknya, bibirnya tertarik ke belakang, lidahnya mengerut, kedua buah zakar naik, dan ujung jemari berubah warna menjadi hitam kehijauan.
Jadi, jangan lagi anda tanyakan bagaimana keadaan tubuh yang seluruh pembuluh darahnya dicerabut, sebab satu saja pembuluh darah itu ditarik, rasa sakitnya sudah tak kepalang. Jadi, bagaimanakah rasanya jika yang dicabut itu adalah ruh, tidak hanya dari satu pembuluh, tetapi dari semuanya?…

Kemudian satu per satu anggota tubuhnya akan mati. Mula-mula telapak kakinya menjadi dingin, kemudian betis dan pahanya. Setiap anggota badan merasakan sekarat demi sekarat, penderitaan demi penderitaan, dan itu terus terjadi hingga ruhnya mencapai kerongkongannya. Pada titik ini berhentilah perhatiannya kepada dunia dan manusia-manusia yang ada didalamnya. Pintu taubat ditutup dan diapun diliputi oleh rasa sedih dan penyesalan.

Rasulullah SAW bersabda : “Taubat seorang manusia tetap diterima selama dia belum sampai pada sakratul maut.” (Hakim, IV.257).

Mujahid mengatakan [dalam menafsirkan] Firman Allah SWT, ‘Taubat bukanlah untuk mereka yang berbuat jahat, dan kemudian manakala maut telah datang kepada salah seorang di antara mereka, dia berkata : “Sekarang aku bertaubat.” (Q.S. An-Nisaa, 4 : 18), yakni ketika dia melihat datangnya utusan-utusan maut (yakni para malaikat maut)’.

Pada saat ini, wajah malaikat maut muncul di hadapannya. Janganlah Anda bertanya tentang pahit dan getirnya kematian ketika terjadi sakratul maut!. Karena itulah Rasulullah SAW bersabda : “Ya Allah Tuhanku, ringankanlah sakratul maut bagi Muhammad.” (Ibn Majah, Janaa’iz, 64).
Sesungguhnya sebab manusia tidak memohon perlindungan darinya dan tidak memandangnya dengan penuh rasa gentar adalah karena kebodohan mereka. Ini dikarenakan banyak hal yang belum pernah terjadi hanya bisa diketahui melalui cahaya kenabian dan kewalian. Itulah sebabnya para nabi alaihimussalaam dan para wali senantiasa berada dalam keadaan takut kepada maut. Bahkan Isa a.s bersabda, “Wahai, para sahabat. Berdoalah kepada Allah SWT agar DIA meringankan sekarat ini bagiku. Sebab rasa takutku kepadanya setiap saat justru bisa menyeretku ke tepi jurangnya.”

Diriwayatkan pada suatu ketika sekelompok Bani Israil berjalan melewati pekuburan, dan salah seorang di antara mereka berkata kepada yang lain, “Bagaimana jika kalian berdoa kepada Allah SWT agar DIA menghidupkan satu mayat dari pekuburan ini dan kalian bisa mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya?” Mereka pun lalu berdoa kepada Allah SWT. Tiba-tiba mereka berhadapan dengan seorang laki-laki dengan tanda-tanda sujud di antara kedua matanya yang muncul dari salah satu kuburan itu. “Wahai, manusia. Apa yang kalian kehendaki dariku? Lima puluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun kini rasa pedihnya belum juga hilang dari hatiku!”.

Aisyah r.a berkata, “Aku tidak iri kepada seorangpun yang dimudahkan sakratul maut atasnya setelah aku menyaksikan gejolak sakratul maut pada diri Rasulullah SAW.”

Diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya engkau telah mencabut nyawa dari urat-urat, tulang hidung dan ujung-ujung jari. Ya Allah, tolonglah aku dalam kematian, dan ringankanlah dia atas diriku.” (Ibn Abi’l-Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.260).

Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW menyebut-nyebut kematian, cekikan, dan rasa pedih. Beliau bersabda, “Sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang.” (Ibn Abi’l-Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.260).

Suatu ketika Beliau SAW pernah ditanya tentang pedihnya kematian. Dan Beliau menjawab, “Kematian yang paling mudah ialah serupa dengan sebatang pohon duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutra yang terkoyak?” (Ibn Abi’l-Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.260).

Suatu ketika Beliau menjenguk seseorang yang sedang sakit, dan beliau bersabda, “Aku tahu apa yang sedang dialaminya. Tak ada satu pembuluhpun yang tidak merasakan pedihnya derita kematian.” (Al Bazzar, Al-Musnad, Haitsami, Majma`, II.322).

Ali k.w biasa membangkitkan semangat tempur orang banyak dengan berkata, “Apakah kalian semua tidak akan berperang dan lebih memilih mati dengan (cara biasa)? Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tusukan seribu pedang adalah lebih ringan atasku daripada mati di tempat tidur.”

Al-Auzaa`i berkata, “Telah disampaikan kepada kami bahwa orang mati itu terus merasakan sakitnya kematian sampai dia dibangkitkan dari kuburnya.”

Syaddad bin Aus berkata, “Kematian adalah penderitaan yang paling menakutkan yang dialami oleh seorang yang beriman di dunia ini atau di akhirat nanti. Ia lebih menyakitkan daripada dipotong-potong dengan gergaji, disayat dengan gunting, atau digodok dalam belanga. Seandainya seseorang yang sudah mati bisa dihidupkan kembali untuk menceritakan kepada manusia di dunia ini tentang kematian, niscaya mereka tidak mempunyai gairah hidup dan tidak akan bisa merasakan nikmatnya tidur.”

Zaid bin Aslam meriwayatkan bahwa suatu ketika ayahnya berkata, “Jika bagi seorang beriman masih ada derajat tertentu (maqam) yang belum berhasil dicapainya melalui amal perbuatannya, maka kematian dijadikan sangat berat dan menyakitkan agar dia bisa mencapai kesempurnaan derajatnya di surga. Sebaliknya, jika seorang kafir mempunyai amal baik yang belum memperoleh balasan, maka kematian akan dijadikan ringan atas dirinya sebagai balasan atas kebaikannya dan dia nanti akan langsung mengambil tempatnya di neraka.”

Diriwayatkan bahwa ada seseorang yang gemar bertanya kepada sejumlah besar orang sakit mengenai bagaimana mereka mendapati (datangnya) maut. Dan ketika (pada gilirannya) dia jatuh sakit, dia ditanya, “Dan engkau sendiri, bagaimana engkau mendapatinya?” Dia menjawab, “Seakan-akan langit runtuh ke bumi dan ruhku ditarik melalui lubang jarum.”

Dan Nabi SAW berkata, “Kematian yang tiba-tiba adalah rahmat bagi orang yang beriman, dan nestapa bagi pendosa.” (Abu Daud, Janaa’iz, 10).

Diriwayatkan dari Makhul bahwa Nabi SAW bersabda, “Seandainya seutas rambut dari orang yang sudah mati diletakkan di atas para penghuni langit dan bumi, niscaya dengan izin Allah SWT mereka akan mati karena maut berada di setiap utas rambut, dan tidak pernah jatuh pada sesuatupun tanpa membinasakannya.” (Ibn Abi’l Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.262).

Diriwayatkan bahwa ‘Seandainya setetes dari rasa sakitnya kematian diletakkan di atas semua gunung di bumi, niscaya gunung-gunung itu akan meleleh.’

Diriwayatkan bahwa ketika Ibrahim a.s meninggal dunia, Allah SWWT bertanya kepadanya, “Bagaimanakah engkau merasakan kematian, wahai teman-Ku?” dan beliau menjawab, “Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke dalam gumpalan bulu yang basah, kemudian ditarik.” “Yang seperti itu sudah Kami ringankan atas dirimu”, Firman-Nya.

Diriwayatkan tentang Musa a.s bahwa ketika ruhnya akan menuju ke hadirat Allah SWT, DIA bertanya kepadanya, “Wahai Musa, bagaimana engkau merasakan kematian?” Musa menjawab, “Kurasakan diriku seperti seekor burung yang dipanggang hidup-hidup, tak mati untuk terbebas dari rasa sakit dan tak bisa terbang untuk menyelamatkan diri.” Diriwayatkan juga bahwa dia berkata, “Kudapati diriku seperti seekor domba yang dipanggang hidup-hidup.”

Diriwayatkan bahwa ketika Nabi SAW berada di ambang kematian, di dekat Beliau ada seember air yang ke dalamnya Beliau memasukkan tangan untuk membasuh mukanya seraya berdoa, “Wahai Tuhanku, ringankanlah bagiku sakratul maut!” (Bukhari, “Riqaq”, 42). Pada saat yang sama, Fathimah r.a berkata, “Alangkah berat penderitaanku melihat penderitaanmu, Ayah.” Tetapi Beliau berkata, “Tidak akan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini.” (Ibn Majah, Janaa’iz, 45).

Umar r.a berkata kepada Ka`b Al-Ahbar, “Wahai Ka`b, berbicaralah kepada kami tentang kematian!” “Baik, wahai Amirul Mu’minin,” jawabnya. “Kematian adalah sebatang pohon berduri yang dimasukkan ke dalam perut seseorang. Kemudian seorang laki-laki menariknya dengan sekuat-kuatnya, maka ranting itu pun membawa serta semua yang terbawa dan meninggalkan yang tersisa.”

Nabi SAW bersabda, “Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian, dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain seraya berkata, “Sejahteralah atasmu, sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat.”” (Qusyairi, Risalah, II.589)

Itulah sakratul maut yang dirasakan oleh para Wali Allah dan hamba-hamba yang dikasihi-Nya. Lalu bagaimanakah nanti yang akan kita rasakan nanti, padahal kita selalu bergelimang dalam perbuatan dosa?

Bersamaan dengan sakratul maut berturut-turut datang pula tiga macam petaka.
Petaka yang pertama adalah kedahsyatan peristiwa dicabutnya ruh, seperti yang telah dijelaskan. Petaka yang kedua adalah menyaksikan wujud malaikat maut dan timbulnya rasa takut di dalam hati. Manusia yang paling kuat sekalipun, tak akan sanggup melihat wujud malaikat maut saat menjalankan tugasnya untuk mencabut nyawa manusia yang penuh dosa.

Diriwayatkan bahwa suatu ketika Ibrahim a.s, sahabat Allah, bertanya kepada malaikat maut, “Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu ketika mencabut nyawa manusia yang gemar melakukan perbuatan jahat?”. Malaikat menjawab, “Engkau tidak akan sanggup.” “Aku pasti sanggup,” jawab beliau. “Baiklah,” kata sang malaikat. “Berpalinglah dariku.” Ibrahim a.s pun berpaling darinya. Kemudian ketika beliau berbalik kembali, maka yang ada di hadapannya adalah seorang berkulit legam dengan rambut berdiri, berbau ‘busuk’ dan mengenakan pakaian berwarna hitam. Dari mulut dan lubang hidungnya keluar jilatan api.
Melihat pemandangan itu, Ibrahim a.s pun jatuh pingsan, dan ketika beliau sadar kembali, malaikat telah berubah dalam wujud semula. Beliau pun berkata, “Wahai, malaikat maut! Seandainya seorang pelaku kejahatan pada saat kematiannya tidak menghadapi sesuatu yang lain kecuali wajahmu, niscaya cukuplah itu sebagai hukuman atas dirinya.”

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Daud a.s adalah seorang manusia yang telaten (sangat peduli) terhadap istrinya dan akan mengunci semua pintu jika dia bermaksud meninggalkan rumahnya. Suatu hari, setelah beliau mengunci semua pintu dan pergi keluar rumah, istrinya masih mendapati seorang laki-laki di dalam rumahnya. “Siapa yang mengizinkan laki-laki ini masuk?” tanyanya dalam hati. “Seandainya Daud pulang, ia pasti akan marah.”
Ketika Daud a.s pulang dan melihat laki-laki itu, beliau bertanya, “Siapa engkau?” Laki-laki itu menjawab, “Aku yang tidak takut kepada raja dan tidak pernah bisa dihalangi oleh pengawal raja”. “Jadi, engkau adalah malaikat maut”, kata Daud a.s. Dan di tempat itu jugalah beliau wafat.”

Diriwayatkan bahwa suatu ketika Isa a.s berjalan melewati sebuah tengkorak. Kemudian beliau menyentuh tengkorak itu dan berkata, “Berbicaralah, dengan izin Allah”. Tengkorak itu pun berkata, “Wahai, Ruh Allah! Aku adalah seorang raja yang berkuasa di suatu zaman. Suatu hari ketika aku duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkotaku dan dikelilingi oleh para menteriku, tiba-tiba muncul malaikat maut di hadapanku sehingga seluruh anggota badanku menjadi beku, dan nyawaku kembali ke hadirat-Nya. Ah, seandainya tak pernah ada saat perpisahan dengan orang-orang di sekelilingku, seandainya tak ada pemutus segala kegembiraanku.”

Ini adalah petaka yang menimpa para pendosa dan berhasil dihindari oleh orang-orang yang taat. Sesungguhnya, para nabi telah menceritakan sakratul maut selain kengerian yang dirasakan oleh orang yang melihat wujud malaikat maut. Bahkan seandainya seseorang hanya melihatnya dalam mimpi saja, niscaya dia tidak akan pernah merasakan lagi kegembiraan sepanjang hidupnya. Lalu, bagaimana pula jika orang secara sadar melihatnya dalam bentuk seperti itu?

Namun, manusia yang bertaqwa akan melihatnya (malaikat maut) dalam rupa yang bagus dan indah. Ikrimah (putra shalih dari Abu Jahal, red.) telah meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Ibrahim a.s adalah seorang manusia yang penuh perhatian. Beliau mempunyai rumah untuk beribadah dan selalu dikuncinya jika dia pergi.

Pada suatu hari ketika pulang ke rumah, beliau melihat ada seorang laki-laki di dalamnya. “Siapa yang mengizinkanmu masuk ke dalam rumahku?” tanya beliau. Orang itu menjawab, “Aku diizinkan masuk oleh Pemiliknya”. “Tapi akulah pemilik rumah ini,” kata Ibrahim a.s. Orang itu berkata, “Aku diizinkan masuk oleh DIA yang lebih berhak atas rumah ini daripada engkau ataupun aku.” “Kalau begitu, malaikat apakah engkau ini?” tanya beliau. “Aku adalah malaikat maut,” demikian orang itu menjawab.
Ibrahim a.s lalu bertanya, “Dapatkah engkau memperlihatkan kepadaku rupamu ketika mencabut nyawa orang yang beriman (taat)?” “Tentu saja,” kata Malaikat itu. “Berpalinglah dariku.”
Ibrahim pun berpaling, dan ketika berbalik kembali ke arah malaikat itu, maka berdiri di hadapannya seorang pemuda gagah dan tampan, berpakaian indah dan menyebarkan bau harum mewangi. “Wahai, malaikat maut! Seandainya orang yang beriman, taat, melihat rupamu pada saat kematian, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan atas amal baiknya,” kata beliau.

Petaka selanjutnya adalah melihat kedua malaikat pencatat amal. (Menurut hadits yang dinisbatkan kepada Nabi, “Allah telah mengamanatkan hamba-Nya kepada dua malaikat yang mencatat amal-amalnya, baik dan buruk.” — Ahmad bin Mani`, Al-Musnad ; Ibn Hajar, Mathaalib, III.56).
Wuhaib mengatakan, ‘Telah disampaikan kepada kami bahwa tak seorangpun manusia yang mati kecuali akan diperlihatkan kepadanya dua malaikat yang bertugas mencatat amalnya. Jika dia seorang yang shalih, maka kedua malaikat itu akan berkata, “Semoga Allah memberikan balasan yang baik kepadamu, sebab engkau telah menyatakan kami untuk duduk di tengah-tengah kebaikan, dan membawa kami hadir menyaksikan banyak perbuatan baikmu”. Akan tetapi jika dia adalah seorang pelaku kejahatan, maka mereka akan berkata kepadanya, “Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik sebab engkau telah hadirkan kami ke tengah-tengah perbuatan yang keji, dan membuat kami hadir menyaksikan banyak perbuatan buruk, memaksa kami mendengarkan ucapan-ucapan buruk. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik”. Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu dan selamanya dia tidak akan pernah kembali ke dunia ini lagi’.

Petaka yang ketiga dialami pada saat manusia-manusia yang berdosa menyaksikan tempat mereka di neraka, dan rasa takut juga telah mencekam mereka sebelum mereka menyaksikan peristiwa itu. Hal ini karena ketika mereka berada dalam sakratul maut, tenaga mereka telah hilang sementara ruh mereka mulai merayap keluar dari jasad mereka. Akan tetapi, ruh mereka tidaklah keluar kecuali setelah mereka mendengar suara malaikat maut menyampaikan salah satu dari dua kabar. Kabar tersebut berupa, “Rasakanlah, wahai musuh Allah, siksaan neraka!” atau “Bergembiralah, wahai sahabat Allah, dengan surga!”. Dari sinilah timbul rasa takut di dalam hati orang-orang yang tak ber’aql (tidak menggunakan akal, red).

Nabi SAW bersabda, “Tak seorangpun di antara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga atau di neraka.” (Ibn Abi`l-Dunya, K. Al-Maut ; Zabiidii, X.262).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Barangsiapa mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun akan senang bertemu dengannya; dan barangsiapa membenci pertemuan dengan-Nya, maka DIA pun tidak akan senang bertemu dengannya.” “Tetapi kami semua takut pada kematian,” para sahabat berkata. Beliau pun menjawab, “Tidaklah sama sebab ketika penderitaan yang dijumpai oleh orang yang beriman (taat) dalam menempuh perjalanan menuju Allah telah dihilangkan, maka dia akan gembira bertemu dengan Allah, dan Allah pun gembira bertemu dengannya.” (Muslim, Dzikr, 15).

Diriwayatkan pada suatu saat menjelang akhir malam, Hudzaifah bin Al-Yaman berkata kepada Ibn Mas`ud, “Bangunlah, dan lihatlah waktu apa sekarang.” Ibn Mas`ud pun bangun dan melakukan hal yang diperintahkan kepadanya, dan ketika dia kembali, dia berkata, “Langit telah memerah.” Hudzaifah kemudian berkata, “Aku berlindung kepada-Mu dari perjalanan pagi menuju neraka.”

Suatu ketika, Marwan menemui Abu Hurairah dan berkata, “Ya Allah, ringankanlah bebannya.” Tetapi Abu Hurairah menyahut, “Ya Allah, perberatlah.” Lalu dia mulai menangis seraya berkata, “Demi Allah, aku tidaklah menangis karena sedih kehilangan dunia ini, tidak pula bersedih karena berpisah dengan kalian; tapi aku sedang menanti salah satu di antara dua kabar dari Tuhanku: apakah kabar neraka ataukah kabar surga.”

Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Jika Allah Swt ridha terhadap hamba-Nya, maka DIA akan berfirman, ‘Wahai Malaikat Maut, pergilah kepada si fulan dan bawalah kepada-Ku ruhnya untuk Kuanugerahi kebahagiaan. Amalnya Kupandang telah mencukupi: Aku telah mengujinya dan mendapatinya seperti yang Kuinginkan’. Malaikat itupun turun bersama lima ribu malaikat lain. Semuanya membawa tongkat yang terbuat dari kayu manis dan akar-akar tanaman safron, setiap malaikat itu menyampaikan pesan dari Tuhannya. Kemudian para malaikat itu membentuk dua barisan untuk mempersiapkan keberangkatan ruhnya. Ketika setan melihat mereka, dia meletakkan tangannya di atas kepalanya dan menjerit keras-keras. Para bala tentaranya bertanya, ‘Ada apa, tuanku ?’ Dia menjawab, ‘Tidakkah kamu lihat kehormatan yang telah diberikan kepada manusia ini? Apakah kalian tidak melakukan tugas kalian terhadap manusia ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami telah berusaha sekeras-kerasnya terhadapnya, tetapi dia tak bisa dipengaruhi.’ ” (Ibn Abi`l-Dunya, K. Al-Maut; Zabiidii, X.267).

Al-Hasan berkata, “Tidak ada kebahagiaan bagi orang beriman kecuali dalam perjumpaannya dengan Allah, dan barangsiapa dianugerahi perjumpaan tersebut, maka hari kematiannya adalah hari kegembiraan, kebahagiaan, keamanan, kejayaan, dan kehormatan.”

Menjelang ajalnya, Jabir bin Zaid ditanya apakah ada sesuatu yang diinginkannya, dan dia menjawab, “Aku ingin menatap wajah Al-Hasan.” Ketika Al-Hasan datang menjenguknya, kepadanya dikatakan, “Inilah Al-Hasan.” Jabir lalu membuka matanya untuk memandang Al-Hasan dan berkata, “Wahai, saudaraku. Saat ini, demi Allah, aku berpamitan kepadamu untuk pergi, entah ke surga ataukah ke neraka.”

Menjelang ajalnya, Muhammad bin Wasi berkata, “Wahai, saudara-saudaraku. Selamat tinggal! Aku pergi, entah ke neraka, ataukah menuju ampunan Tuhanku.”

Sebagian orang berangan-angan untuk tetap berada dalam saat-saat kematian dan tak pernah dibangkitkan untuk menghadapi pahala atau siksaan. Oleh karena itu, rasa takut terhadap kematian dalam keadaan berdosa (keadaan su`ul khotimah) mengoyak hati orang-orang ‘arif, sebab hal itu termasuk ke dalam petaka dahsyat yang menyertai kematian. Kami telah menjelaskan makna “akhir kehidupan yang buruk” (su`ul khotimah) dan rasa takut orang-orang ‘arif terhadapnya di dalam ‘Kitab Tentang Takut dan Harap’ (dalam Ihya IV, kitab ke-3). Bab tersebut masih relevan dengan konteks pembicaraan sekarang.

Kesedihan Ketika Berjumpa Malaikat Maut

Asy`ats bin Aslam berkata, “Suatu ketika Ibrahim a.s mengajukan beberapa pertanyaan kepada malaikat maut yang namanya adalah `Izrail. ‘Wahai malaikat maut, apa yang engkau lakukan jika ada seorang manusia (yang sedang sekarat) di timur dan seorang lagi di barat, atau ketika negeri sedang dilanda wabah, atau ketika dua pasukan tentara sedang bertempur?’. Malaikat maut menjawab, ‘Kupanggil ruh-ruh itu dengan izin Allah hingga mereka berada di antara kedua jariku ini.’ Dan Ibrahim a.s berkata, ‘Kemudian bumi diratakan dan kelihatan seperti sebuah hidangan yang dia makan sebanyak yang diinginkannya.’ ” Asy`ats berkata, “Ketika itulah Allah SWT memberinya kabar gembira bahwa beliau adalah Kekasih (khalil) (Q.S. An-Nisaa, 4 : 125) Allah SWT.”

Sulaiman putra Daud a.s bertanya kepada malaikat maut, “Mengapa aku tidak melihatmu bertindak adil kepada umat manusia? Engkau mengambil nyawa seorang manusia tetapi membiarkan yang lain.” “Aku tidak mengetahui hal itu lebih daripada yang kau ketahui,” jawabnya. “Aku hanya diberi daftar dan buku-buku yang berisi nama-nama.”

Wahb bin Munabbih berkata, “Suatu ketika seorang raja berkeinginan pergi ke sebuah provinsi. Dia minta dibawakan seperangkat pakaian, tapi tak ada di antara pakaian itu yang menyenangkan hatinya. Setelah beberapa kali memilih, barulah dia menemukan pakaian yang disukainya. Dengan cara yang sama, dia meminta dibawakan seekor kuda, tapi ketika dibawakan, dia menolak kuda itu. Lalu kuda-kuda yang lain dibawakan kepadanya hingga akhirnya dia menaiki kuda yang paling baik di antaranya. Kemudian setan mendatanginya dan meniupkan sifat takabur ke dalam lubang hidung raja itu. Setelah itu, dia dan rombongannya memulai perjalanan dengan sikap penuh kesombongan. Akan tetapi, kemudian dia didekati oleh seseorang bertampang kusut, kumal, yang mengucapkan salam kepadanya. Ketika raja itu tidak menjawab salamnya, orang itu kemudian merampas tali kekang kudanya. ‘Lepaskan tali kekangku!’ bentak sang raja. ‘Engkau telah melakukan kesalahan besar!’ Namun, orang itu malah menukas, ‘Aku punya sebuah permintaan kepadamu.’ ‘Tunggu sebentar,’ kata raja, ’sampai aku turun dari kudaku.’ ‘Tidak,’ jawab orang itu. ‘Sekarang juga!’ dan dia lalu menarik tali kekang kuda sang raja. ‘Baiklah, katakan apa permintaanmu,’ kata raja. ‘Permintaanku itu rahasia,’ jawab orang itu. Raja pun menundukkan kepalanya kepada orang itu, dan orang asing itu kemudian berbisik kepadanya, ‘Aku adalah malaikat maut!’ Mendengar itu, raja berubah air mukanya. Lidahnya bergetar dan ia berkata, ‘Beri aku waktu agar aku bisa kembali kepada keluargaku untuk mengucapkan selamat tinggal dan membereskan urusan-urusanku.’ ‘Tidak, demi Allah,’ kata malaikat maut. ‘Engkau tidak akan pernah melihat keluarga dan harta kekayaanmu lagi!’ Sambil berkata demikian, malaikat mencabut nyawa raja itu yang tak lama kemudian tersungkur mati, bagaikan sebongkah kayu kering.”

“Kemudian Malaikat meneruskan perjalanannya. Dia berjumpa dengan seorang beriman yang membalas salamnya ketika dia mengucapkan salam kepadanya. ‘Aku punya permintaan yang ingin kubisikkan ke telingamu,’ kata Malaikat. ‘Baiklah, akan kudengarkan,’ kata orang itu. Si malaikat pun membisikkan rahasianya dan berkata, ‘Aku adalah malaikat maut!’ Orang beriman itu menjawab, ‘Selamat datang, wahai siapa yang telah lama kunanti-nantikan. Demi Allah, tak ada siapapun di muka bumi ini yang lebih kunanti daripada dirimu.’ Mendengar itu, malaikat maut berkata kepadanya, ‘Selesaikanlah urusanmu yang telah menjadi maksud keberangkatanmu.’ Namun, orang itu menjawab, ‘Aku tidak mempunyai urusan lain yang lebih penting dan lebih kucintai daripada bertemu dengan Allah SWT.’ Dan malaikat berkata kepadanya, ‘Kalau begitu, pilihlah keadaanmu yang paling kau sukai untuk aku mengambil nyawamu.’ ‘Apakah engkau bisa melakukannya?’ orang itu bertanya. Malaikat menjawab, ‘Ya, demikianlah aku diperintahkan.’ ‘Kalau begitu, tunggulah aku sebentar, agar aku bisa berwudhu dan shalat, lalu ambillah nyawaku selagi aku bersujud.’ Dan Malaikat pun melakukan hal yang diminta oleh orang beriman itu.”

Bakr bin `Abdullah Al-Mazani berkata, “Suatu ketika seorang laki-laki dari Bani Israil mengumpulkan sejumlah besar kekayaan. Ketika dia telah dekat dengan ajalnya, dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Perlihatkanlah kepadaku berbagai macam kekayaanku!’ Lalu, dibawakanlah kepadanya sejumlah besar kuda, unta, budak, dan harta benda yang lain. Ketika dia melihat semua itu, dia pun mulai menangis karena tak kuasa berpisah dengannya. Melihat orang itu menangis, malaikat maut pun bertanya kepadanya, ‘Mengapa engkau menangis? Sungguh, demi DIA yang telah memberimu anugerah semua ini, aku tidak akan meninggalkan rumahmu sebelum memisahkan nyawamu dari ragamu.’ ‘Berilah aku waktu sebentar,’ orang itu memohon kepadanya, ‘agar aku bisa membagi-bagikan kekayaanku.’ ‘Alangkah bodohnya!’ kata malaikat maut. ‘Waktumu telah berakhir. Seharusnya engkau telah mengerjakan hal itu sebelum habis waktumu.’ Sambil berkata begitu, dicabutnyalah nyawa orang itu.”

Diceritakan bahwa suatu ketika seorang laki-laki telah mengumpulkan kekayaan yang besar hingga tidak ada satu jenis kekayaan pun yang tidak berhasil diraihnya. Dia membangun sebuah istana dengan dua pintu gerbang yang sangat kuat. Dia membayar sepasukan pengawal yang terdiri dari orang-orang muda. Kemudian dia mengundang seluruh sanak keluarganya dan menjamu mereka dengan makanan. Setelah itu dia duduk di atas sofa sambil mengangkat kaki, sementara sanak keluarganya makan minum.

Setelah mereka selesai makan, dia berkata kepada dirinya sendiri, ‘Bersenang-senanglah selama bertahun-tahun karena aku telah mengumpulkan semua yang engkau butuhkan.’ Akan tetapi, baru saja dia mengucapkan perkataan itu, datanglah malaikat maut dalam wujud seorang laki-laki berpakaian compang-camping seperti seorang pengemis. Laki-laki itu memukul pintu gerbang dengan sangat keras dan mengejutkan orang kaya yang sedang berada di atas tempat tidurnya.

Orang-orang muda yang menjadi pengawalnya melompat dan bertanya, ‘Apa urusanmu di sini ?’ ‘Panggilkan tuanmu,’ kata orang itu. ‘Haruskah tuan kami datang menemui orang semacam engkau ini ?’ tanya mereka. ‘Ya,’ jawabnya. Dan ketika mereka menyampaikan kepada tuan mereka hal yang terjadi, dia berkata, ‘Kalian telah berbuat semestinya.’ Akan tetapi, kemudian pintu gerbang diketuk lagi dengan suara yang lebih keras daripada sebelumnya. Dan ketika para pengawal melompat untuk berbicara kepada orang itu, dia berkata, ‘Katakan kepadanya bahwa aku adalah malaikat maut.’

Ketika mendengar perkataan orang itu, mereka menjadi ngeri dan orang kaya itu juga merasa sangat hina dan rendah. ‘Berbicaralah kepadanya dengan sopan,’ perintahnya kepada mereka. ‘Dan tanyakan kepadanya apakah dia akan mengambil nyawa seseorang di rumah ini.’ Namun kemudian malaikat masuk dan berkata, ‘Berbuatlah sesuka hatimu karena aku tidak akan meninggalkan rumah ini sebelum aku mencabut nyawamu.’ Lalu orang kaya itu memerintahkan agar semua kekayaannya dibawa ke hadapannya. Setelah semuanya berada di depan matanya, dia berkata (kepada harta bendanya), ‘Semoga Allah mengutukmu sebab engkau telah memalingkan aku dari beribadah kepada Tuhanku dan menghalang-halangi aku dari pengabdian kepada-Nya.’

Allah membuat harta bendanya berbicara, ‘Mengapa engkau menghinaku sedangkan karena akulah engkau bisa diterima para sultan, padahal orang-orang yang bertakwa kepada Allah malah diusir dari pintunya? Karena akulah engkau bisa mengawini wanita-wanita lacur, duduk bersama raja-raja, dan membelanjakanku di jalan keburukan. Namun aku tak pernah membantah. Seandainya saja engkau membelanjakan aku di jalan kebaikan, niscaya aku telah memberi manfaat kepadamu. Engkau dan semua anak Adam diciptakan dari tanah, kemudian sebagaian dari mereka memberikan sedekah, sedang yang lain berbuat keji.’ Malaikat maut pun segera mencabut nyawa orang kaya itu, dan robohlah orang itu ke lantai.

Wahb bin Munabbih berkata, ‘Suatu ketika malaikat maut mencabut nyawa seorang penguasa tiran yang tidak ada tandingannya di muka bumi. Kemudian malaikat itu naik kembali ke langit. Malaikat-malaikat lain bertanya kepadanya, ‘Kepada siapa di antara orang-orang yang telah kau cabut nyawanya, engkau telah menaruh belas kasihan?’ Malaikat itu menjawab, ‘Suatu ketika aku pernah diperintahkan mencabut nyawa seorang perempuan di padang pasir. Ketika aku mendatanginya, dia baru saja melahirkan seorang anak laki-laki. Aku pun menaruh belas kasihan kepada perempuan itu karena keterpencilannya dan juga kasihan terhadap anak laki-laki perempuan itu, karena betapa dia masih sangat kecil namun tak terawat di tengah buasnya padang pasir.’ Lalu para malaikat itu berkata, ‘Penguasa lalim yang baru saja engkau cabut nyawanya itu adalah anak kecil yang dulu pernah engkau kasihani.’ Malaikat maut kemudian berujar, ‘Maha Suci DIA yang memperlihatkan kebaikan kepada yang dikehendaki-Nya.’

`Atha bin Yasar berkata, “Pada setiap tengah malam bulan Sya’ban, malaikat maut menerima lembaran tulisan dan dikatakan kepadanya, ‘Tahun ini engkau harus mencabut nyawa orang-orang yang namanya tercantum dalam lembaran ini.’ Seorang laki-laki boleh jadi sedang menanam tanam-tanaman, mengawini wanita-wanita, dan membangun gedung-gedung, sementara dia tak menyadari bahwa namanya ada dalam daftar tersebut.”

Al-Hasan berkata, “Setiap hari malaikat maut memeriksa setiap rumah tiga kali dan mencabut nyawa orang-orang yang rezekinya telah habis dan umurnya telah berakhir. Apabila dia telah melakukan hal itu, maka seisi rumah yang bersangkutan akan meratap dan menangis. Sambil memegang gagang pintu, malaikat maut berkata, ‘Demi Allah, aku tidak memakan rezekinya, tidak menghabiskan umurnya, dan tidak memperpendek batas hidupnya. Aku akan selalu kembali dan kembali lagi ke tengah-tengah kalian hingga tak ada lagi yang tersisa di antara kalian!’ “. Al-Hasan berkata, “Demi Allah, seandainya mereka bisa melihatnya berdiri di situ dan mendengar kata-katanya, niscaya mereka akan melupakan jenazah tersebut dan menangisi diri mereka sendiri.”

Yazid Al-Ruqasyi berkata, “Ketika seorang penguasa lalim dari Bani Israil sedang duduk seorang diri di istananya tanpa ditemani oleh salah seorang istrinya, masuklah seorang laik-laki melalui pintu istananya. Penguasa tiran itu marah dan berkata, ‘Siapa engkau? Siapa yang mengizinkanmu masuk ke dalam rumahku?’ Orang itu menjawab, ‘Yang mengizinkan aku masuk ke dalam rumah ini adalah pemilik rumah ini. Sedangkan aku adalah yang tak bisa dihalangi oleh seorang pengawal pun dan tidak pernah meminta izin untuk masuk bahkan kepada raja-raja sekalipun, tidak pernah takut kepada kekuatan raja-raja yang perkasa, dan tidak pernah diusir oleh penguasa tiran yang keras kepala ataupun setan pembangkang.’

Mendengar itu, penguasa lalim tersebut menutup mukanya, dan dengan tubuh gemetar dia jatuh tersungkur. Kemudian dia bangkit dengan wajah memelas. ‘Jadi engkau adalah malaikat maut ?’ tanyanya. ‘Ya,’ jawab laki-laki itu. ‘Sudikah engkau memberiku kesempatan agar aku bisa memperbaiki kelakuanku ?’ Alangkah bodohnya engkau,’ jawab sang malaikat, ‘Waktumu telah habis, napasmu dan masa hidupmu telah berakhir; tidak ada jalan lagi untuk memperoleh penangguhan.’ Penguasa tiran itu lalu bertanya, ‘Kemana engkau akan membawaku?’ ‘Kepada amal-amalmu yang telah engkau kerjakan sebelumnya. Dan juga ke tempat tinggal yang telah engkau dirikan sebelumnya,’ jawab malaikat. ‘Bagaimana mungkin,’ kata sang tiran, ‘Aku belum pernah mempersiapkan amal baik dan rumah baik yang bagaimanapun.’ Malaikat pun menjawab, ‘Kalau begitu, ke neraka, yang menggigit hingga ke pinggir-pinggir tulang.’ (Q.S. Al-Ma’arij, 70 : 15-16).

“Kemudian Malaikat mencabut nyawa sang tiran, dan dia pun jatuh mati di tengah-tengah keluarganya, di tengah-tengah mereka yang kemudian meratap-ratap dan menjerit.” Yazid Al-Ruqasyi berkata, “Seandainya mereka mengetahui bagaimana buruknya neraka itu, tentu mereka akan menangis lebih keras lagi.”

Al-A`masy meriwayatkan dari Khaitsamah, bahwa suatu ketika malaikat maut mendatangi Sulaiman putra Daud a.s dan mulai mengamati salah seorang dari sahabat-sahabatnya. Ketika dia telah pergi, sahabat itu bertanya, “Siapa itu tadi?” Dan dikatakan kepadanya bahwa itu adalah malaikat maut. Berkatalah sahabat itu, “Kulihat dia memandangiku seolah-olah dia mengincarku.” “Lalu, apa keinginanmu?” tanya Sulaiman. “Saya ingin agar Tuanku menyelamatkan saya darinya dengan menyuruh angin membawa saya ke tempat yang paling jauh di India.” (Sulaiman memiliki kemampuan mengatur arah angin, Q.S. Al-Anbiyaa, 21 : 81). Angin pun kemudian melakukan apa yang diperintahkan.

Ketika malaikat maut datang lagi, Sulaiman a.s bertanya kepadanya, “Kulihat engkau menatap terus-menerus ke arah salah seorang sahabatku?” “Ya,” kata Malaikat, “Aku sangat heran sebab aku telah diperintahkan untuk mencabut nyawanya di bagian paling jauh di India dengan segera. Namun melalui engkau, dia malah sedang menuju ke tempat itu. Oleh karena itu, aku heran.” ***

Dikutip dari: Al-Ghazali. Metode Menjemput Maut Perspektif Sufistik. Penerbit Mizan. 1999.).
Sumber: Nina Kirana. Kedahsyatan Saat Menjelang Maut. penyair at yahoogroups.com. 2 April 2005. (Dengan pengeditan seperlunya, tanpa mengubah makna).

***

Cara Malaikat Izrail mencabut nyawa tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan, bila orang yang akan meninggal dunia itu durhaka kepada Alloh, maka Malaikat Izrail mencabut nyawa secara kasar. Sebaliknya, bila terhadap orang yang soleh, cara mencabutnya dengan lemah lembut dan dengan hati-hati. Namun demikian peristiwa terpisahnya nyawa dengan raga tetap teramat menyakitkan.

“Sakitnya sakaratul maut itu, kira-kira tiga ratus kali sakitnya dipukul pedang”. (H.R. Ibnu Abu Dunya).

Di dalam kisah Nabi Idris a.s, beliau adalah seorang ahli ibadah, kuat mengerjakan sholat sampai puluhan raka’at dalam sehari semalam dan selalu berzikir di dalam kesibukannya sehari-hari. Catatan amal Nabi Idris a.s yang sedemikian banyak, setiap malam naik ke langit. Hal itulah yang sangat menarik perhatian Malaikat Maut, Izrail. Maka bermohonlah ia kepada Alloh Swt agar di perkenankan mengunjungi Nabi Idris a.s. di dunia. Alloh Swt, mengabulkan permohonan Malaikat Izrail, maka turunlah ia ke dunia dengan menjelma sebagai seorang lelaki tampan, dan bertamu kerumah Nabi Idris.

“Assalamu’alaikum, yaa Nabi Alloh”. Salam Malaikat Izrail,
“Wa’alaikum salam wa rahmatulloh”. Jawab Nabi Idris a.s.

Beliau sama sekali tidak mengetahui, bahwa lelaki yang bertamu ke rumahnya itu adalah Malaikat Izrail. Seperti tamu yang lain, Nabi Idris a.s. melayani Malaikat Izrail, dan ketika tiba saat berbuka puasa, Nabi Idris a.s. mengajaknya makan bersama, namun di tolak oleh Malaikat Izrail. Selesai berbuka puasa, seperti biasanya, Nabi Idris a.s mengkhususkan waktunya “menghadap”. Alloh sampai keesokan harinya. Semua itu tidak lepas dari perhatian Malaikat Izrail. Juga ketika Nabi Idris terus-menerus berzikir dalam melakukan kesibukan sehari-harinya, dan hanya berbicara yang baik-baik saja. Pada suatu hari yang cerah, Nabi Idris a.s mengajak jalan-jalan “tamunya”. Itu ke sebuah perkebunan di mana pohon-pohonnya sedang berbuah, ranum dan menggiurkan.

“Izinkanlah saya memetik buah-buahan ini untuk kita”. pinta Malaikat Izrail (menguji Nabi Idris a.s). “Subhanalloh, (Maha Suci Alloh)” kata Nabi Idris a.s. “Kenapa ?” Malaikat Izrail pura-pura terkejut.

“Buah-buahan ini bukan milik kita”. Ungkap Nabi Idris a.s. Kemudian Beliau berkata: “Semalam anda menolak makanan yang halal, kini anda menginginkan makanan yang haram”. Malaikat Izrail tidak menjawab. Nabi Idris a.s perhatikan wajah tamunya yang tidak merasa bersalah. Diam-diam beliau penasaran tentang tamu yang belum dikenalnya itu. Siapakah gerangan ? pikir Nabi Idris a.s.

“Siapakah engkau sebenarnya ?” tanya Nabi Idris a.s.
“Aku Malaikat Izrail”. Jawab Malaikat Izrail. Nabi Idris a.s terkejut, hampir tak percaya, seketika tubuhnya bergetar tak berdaya. “Apakah kedatanganmu untuk mencabut nyawaku ?” selidik Nabi Idris a.s serius.
“Tidak” Senyum Malaikat Izrail penuh hormat.
“Atas izin Alloh, aku sekedar berziarah kepadamu”. Jawab Malaikat Izrail. Nabi Idris manggut-manggut, beberapa lama kemudian beliau hanya terdiam. “Aku punya keinginan kepadamu”. Tutur Nabi Idris a.s “Apa itu ? katakanlah !”. Jawab Malaikat Izrail. “Kumohon engkau bersedia mencabut nyawaku sekarang. Lalu mintalah kepada Alloh SWT untuk menghidupkanku kembali, agar bertambah rasa takutku kepada-Nya dan meningkatkan amal ibadahku”. Pinta Nabi Idris a.s. “Tanpa seizin Alloh, aku tak dapat melakukannya”, tolak Malaikat Izrail.

Pada saat itu pula Alloh SWT memerintahkan Malaikat Izrail agar mengabulkan permintaan Nabi Idris a.s. Dengan izin Alloh Malaikat Izrail segera mencabut nyawa Nabi Idris a.s. sesudah itu beliau wafat. Malaikat Izrail menangis, memohonlah ia kepada Alloh SWT agar menghidupkan Nabi Idris a.s. kembali. Alloh mengabulkan permohonannya. Setelah dikabulkan Allah Nabi Idris a.s. hidup kembali.

“Bagaimanakah rasa mati itu, sahabatku ?” Tanya Malaikat Izrail.
“Seribu kali lebih sakit dari binatang hidup dikuliti”. Jawab Nabi Idris a.s.
“Caraku yang lemah lembut itu, baru kulakukan terhadapmu”. Kata Malaikat Izrail.

MasyaAlloh, lemah-lembutnya Malaikat Maut (Izrail) itu terhadap Nabi Idris a.s.
Bagaimanakah jika sakaratul maut itu, datang kepada kita ?
Siapkah kita untuk menghadapinya ?

Senin, Desember 20

Buat Para Kekasih Alloh

MEMANDANG ALLAH

Cinta kepada Alloh ini adalah hal yang paling tinggi sekali dan itulah tujuan kita yang terakhir. Kita telah berbicara berkenaan bahaya kerohanian yang akan menghalangi cinta kepada Alloh dalam hati manusia, dan kita telah berbicara berkenaan berbagai sifat-sifat yang baik sebagai keperluan asas menuju Cinta Alloh itu.
Kesempurnaan manusia itu terletak dalam Cinta kepada Alloh ini. Cinta kepada Alloh ini hendaklah menakluki dan menguasai hati manusia itu seluruhnya. Kalau pun tidak dapat seluruhnya, maka sekurang-kurangnya hati itu hendaklah cinta kepada Alloh melebihi cinta kepada yang lain.
Sebenarnya mengetahui Cinta Ilahi ini bukanlah satu hal yang senang sehingga ada satu golongan orang bijak pandai agama yang langsung menafikan cinta kepada Alloh atau Cinta Ilahi itu. Mereka tidak percaya manusia boleh mencintai Alloh Subhanahuwa Taala karena Alloh itu bukanlah sejenis dengan manusia. Kata mereka; maksud Cinta Ilahi itu adalah semata-mata tunduk dan patuh kepada Alloh saja.
Sebenarnya mereka yang berpendapat demikian itu adalah orang yang tidak tahu apakah hakikatnya agama itu.
Semua orang Islam setuju bahwa cinta kepada Alloh (cinta Alloh) itu adalah satu tugas. Alloh ada berfirman berkenaan dengan orang-orang mukmin;

” Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. “. (Al Maidah:54)
Nabi pernah bersabda;
“Belum sempurna iman seseorang itu hingga ia Mencintai Alloh dan Rasulnya lebih daripada yang lain”.
Apabila malaikat maut datang hendak mengambil nyawa Nabi Ibrahim,
Nabi Ibrahim berkata,
“Pernahkah engkau melihat sahabat mengambil nyawa sahabat?”
Alloh berfirman,
“Pernahkah engkau melihat sahabat tidak mau melihat sahabatnya?”
Kemudian Nabi Ibrahim berkata, “Wahai Izrail! Ambillah nyawaku!”
Doa ini diajar oleh Nabi kepada sahabatnya;
“Ya Alloh, kurniakanlah kepada ku Cinta terhadap Mu dan Cinta kepada mereka yang Mencintai mu, dan apa saja yang membawa aku hampir kepada CintaMu, dan jadikanlah CintaMu itu lebih berharga kepadaku dari air sejuk kepada orang yang dahaga.”
Hasan Basri berkata;
“Orang yang kenal Alloh akan Mencintai Alloh, dan orang yang mengenal dunia akan benci kepada dunia itu”.
Sekarang marilah kita membicarkan pula berkenaan dengan keadaan cinta itu. Bolehlah ditafsirkan bahwa cinta itu adalah kecenderungan kepada sesuatu yang indah atau nyaman. Ini nyata sekali pada dari yang lima (pancaindera) yaiitu tiap-tiap satunya mencintai apa yang memberi keindahan atau kepuasan kepadanya. Mata cinta kepada bentuk-bentuk yang indah. Telinga cinta kepada bunyi-bunyinya yang merdu, dan sebagainya. Inilah jenis cinta yang kita miliki dan binatang pun memilikinya.
Tetapi ada dari yang keenam atau keupayaan pandangan yang terletak dalam hati, dan ini tidak ada pada binatang. Dengan melalui inilah kita mengenal keindahan dan keagungan keruhanian. Oleh karena itu, mereka yang terpengaruh dengan kehendak-kehendak jasmaniah dan kedunian saja tidak dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh Nabi apabila baginda berkata bahwa baginda cinta kepada sembahyang melebihi dari cintanya kepada perempuan dan bau harum wangi, meskipun perempuan dan wangi-wanginya itu disukai juga oleh baginda. Tetapi siapa yang mata batinnya terbuka untuk melihat keindahan dan kesempurnaan Ilahi akan memandang rendah kepada semua hal-hal yang zhohir walau bagaimanapun cantiknya sekalipun.
Orang yang memandang zhohir saja akan berkata bahwa kecantikan itu terletak pada warna kulit yang putih dan merah, kaki dan tangan yang eloknya dan sebagainya lagi, tetapi orang ini buta kepada kecantikan akhlak, seperti apa yang dikatakan orang bahwa seseorang itu mempunyai sifat-sifat akhlak yang “indah”. Tetapi bagi mereka yang mempunyai pandangan batin dapat mencintai orang-orang besar yang telah kembali kealam baka, seperti Khalifah Umar dan Abu Bakar misalnya, karena kedua-dua orang besar ini mempunyai sifat-sifat yang agung dan mulia, meskipun tubuh mereka telah hancur menjadi tanah. Cinta seperti ini bukan memandang kepada sifat-sifat zhohir saja, tetapi memandang kepada sifat-sifat batin. Bahkan apabila kita hendak menimbulkan cinta dalam hati kanak-kanak terhadap seseorang, maka kita tidak memperihalkan keindahan bentuk zhohirnya, dan lain-lain, tetapi kita perihalkan keindahan-keindahan batinnya.
Apabila kita gunakan prinsip ini terhadap cinta kepada Alloh, maka kita akan dapati bahwa Dia sajalah sepatutnya kita Cinta. Mereka yang tidak mencintai Alloh itu ialah karena mereka tidak mengenal Alloh itu. Apa saja yang kita cinta kepada seseorang itu, kita cintai karena itu adalah bayangan Alloh. Karena inilah kita cinta kepada Muhammad Saw karena baginda adalah Rasul dan kekasih Alloh, dan cinta kepada orang-orang alim dan orang-orang auliya itu adalah sebenarnya cinta kepada Alloh.
Kita akan lihat ini lebih jelas jika kita perhatikan apakah sebab-sebabnya yang menyemarakkan cinta.
Sebab pertama ialah, bahwa seseorang itu cinta kepada dirinya sendiri dan menyempurnakan keadaannya sendiri. Ini membawanya secara langsung menuju Cinta kepada Alloh, karena wujudnya dan sifatnya manusia itu adalah semata-mata Kurniaan Alloh saja. Jika tidaklah karena kehendak Alloh Subhanahuwa Taala dan KemurahanNya, manusia tidak akan zhohir ke alam nyata itu. Kejadian manusia itu dan pencapaian menuju kesempurnaan adalah juga dengan kurnia Alloh semata. Sungguh aneh jika seseorang itu berlindung ke bawah pohon dari sinar matahari tetapi tidak berterima kasih kepada pohon itu.
Begitu jugalah jika tidaklah karena Alloh, manusia tidak akan wujud dan tidak akan ada mempunyai sifat-sifat langsung. Oleh karena itu, kenapa manusia itu tidak Cinta kepada Alloh? Jika tidak cinta kepada Alloh berarti ia tidak mengenalNya. Tanpa mengenalNya orang tidak akan Cinta kepadaNya, karena Cinta itu timbul dari pengenalan . Orang yang bodoh saja yang tidak mengenal.
Sebab yang kedua ialah, bahwa manusia itu cinta kepada orang yang menolong dan memberi kurnia kepada dirinya. Pada hakikatnya yang memberi pertolongan dan kurnia itu hanya Alloh saja. Sebenarnya apa saja pertolongan dan kurnia dari makhluk atau hamba itu adalah dorongan dari Alloh Subhanahuwaa Taala juga. Apa saja niat hati untuk membuat kebaikan kepada orang lain, sama ada keinginan untuk maju dalam bidang agama atau untuk mendapatkan nama yang baik, maka Alloh itulah pendorong yang menimbulkan niat, keinginan dan usaha untuk mencapai apa yang dicinta itu.
Sebab yang ketiga ialah cinta yang ditimbulkan dengan cara renungan atau tafakur tentang Sifat-sifat Alloh, Kuasa dan KebijaksanaanNya. Dan bermula Kekuasaan dan kebijaksanaan manusia itu adalah bayangan yang amat kecil dari Kekuasaan dan Kebijaksanaan Alloh Subhanahuwa Taala juga. Cinta ini adalah seperti cinta yang kita rasakan terhadap orang-orang besar di zaman dulu, misalnya Imam Malik dan Imam Syafie meskipun kita tidak akan menyangka menerima sebarang faedah pribadi dari mereka itu, dan dengan itu adalah jenis yang tidak mencari untung. Alloh berfirman kepada Nabi Daud,
“Hamba yang paling aku Cintai ialah mereka yang mencari Aku bukan karena takut hukumKu atau hendakkan KurniaanKu, tetapi adalah semata-mata karena Aku ini Tuhan.”
Dalam kitab Zabur ada tertulis,
“Siapakah yang lebih melanggar batas daripada orang yang menyembahKu karena takutkan Neraka atau berkehendakkan Syurga? Jika tidak aku jadikan Surga dan Neraka itu tidakkah Aku ini patut disembah?”
Sebab yang keempat berhubungan dengan cinta ini ialah karena keterikat yang erat antara manusia dan Tuhannya, yang maksudkan oleh Nabi dalam sabdanya :
“Sesungguhnya Alloh jadikan manusia menurut bayanganNya”
Selanjutnya Alloh berfirman;
“HambaKu mencari kehampiran denganKu, supaya Aku jadikan dia kawanKu, dan bila Aku jadikan ia kawanku, jadilah Aku telinganya, matanya dan lidahnya”.
Alloh berfirman juga kepada Nabi Musa;
“Aku sakit, engkau tidak mengungjungiKu.” Nabi Musa menjawab, “Aahai Tuhan, Engkau itu Tuhan langit dan bumi, bagaimana engkau boleh sakit?” Alloh menjawab, “Seorang hambaKu sakit, kalau engkau mengunjungi dia, maka engkau mengunjungi Aku.”
Ini adalah satu hal yang agak bahaya hendaklah dikaji lebih dalam karena ia tidak terjangkau oleh pengetahuan orang awam, bahkan yang bijak pandai pun mungkin tumbang dalam perjalanan hal ini, lalu menganggap ada penzhohiran atau penjelmaan Tuhan dalam manusia. Tambahan pula hal kemiripan hamba dengan Tuhan ini dibantah oleh Alim Ulama’ yang tersebut diatas dulu karena mereka berpendapat bahwa manusia itu tidak dapat mencintai Alloh oleh sebab Alloh bukan sejenis manusia. Walau pun berapa jauh jaraknya antara mereka, namun manusia boleh mencintai Alloh karena yang kemiripan itu ada ditunjukkan oleh sabda Nabi :
“Alloh jadikan manusia menurut rupanya.”
Dan kataku pula (suluk), untuk mendapat dan menjejaki maksud sabda Nabi yang penuh dan melimpah dengan lautan hikmah zhohir dan batin ini, perlulah diambil pengajaran dari kalangan ulama yang muqarrabin yang arifbiLlah dari kalangan Aulia Alloh yang apabila berbicara, hanya akan mengungkapkan sesuatu yang didatangi dari Alam Tinggi, bukan beralaskan sesuatu kepentingan atau pengaruh hawa nafsunya. Ilmu mereka adalah pencampakkan Ilham dari Alloh Taala yang didapati terus dari Alloh sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Imam Ghazali dalam karyanya Al-Risalutul lil Duniyyah sebagaimana berikut;
Ilham adalah kesan Wahyu. Wahyu adalah penerangan Urusan Ghoibi manakala Ilham ialah pemaparannya. Ilmu yang didapati menerusi Ilham dinamakan Ilmu Laduni.
Ilmu Laduni ialah ilmu yang tidak ada perantaraan dalam mendapatkannya di antara jiwa dan Alloh Taala. Ia adalah seperti cahaya yang datang dari lampu Qhaib jatuh ke atas Qalbu yang bersih, kosong lagi halus (Lathif).
Semua orang Islam percaya bahwa memandang Alloh itu adalah puncak segala kebahagiaan karena ada tercatat dalam hukum. Tetapi bagi kebanyakan orang, ini adalah berbicara di mulut saja yang tidak menimbulkan rasa dalam hati. Sebenarnyalah begitu karena bagaimana orang dapat menyintai sesuatu jika ia tidak tahu dan tidak kenal? Kita akan coba menunjukkan secara ringkas bagaimana memandang Alloh itu puncak segala kebahagiaan yang bisa dicapai oleh manusia.
Pertama , tiap-tiap bakat atau anggota manusia itu ada tugas-tugasnya masing-masing dan ia merasa tertarik dan suka menjalankan tugas itu. Ini serupa saja sejak dari kehendak tubuh yang paling rendah hinggalah kepada pengetahuan akal yang paling tinggi. Usaha mental (otak) yang paling rendah pun mendatangkan ketertarikan yang lebih dari hanya memuaskan kehendak tubuh saja. Kadang-kadang seseorang yang khusuk bermain catur tidak mau makan meskipun ia berkali-kali dipanggil untuk makan.
Makin tinggi hal pengetahuan kita itu, maka makin bertambah menarik dan sukalah kita mengusahakan hal itu. Misalnya kita lebih berminat untuk mengetahui rahasia Sultan dan rahasia menteri. Dengan demikian, oleh karena Alloh itu adalah objek atau hal pengetahuan yang paling tinggi, maka mengenal atau mengetahui Alloh itu mestilah memberi kebahagiaan dan kelezatan lebih daripada yang lain-lain. Orang yang mengetahui dan mengenal Alloh walaupun dalam dunia ini. seolah-olah di dalam syurga, buah-buahan bebas untuk dipetik, dalam lebarnya tidak disempitkan oleh penghuninya yang ramai itu.
Firman Alloh SWT :

” Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa ” (Al Imran:133)
Tetapi kenikmatan ilmu atau pengetahuan masih tidak menyamai atau menyerupai kenikmatan pandangan sebagaimana ketertarikan kita dalam memikirkan mereka yang bercinta adalah lebih rendah daripada ketertarikan yang diberi oleh memandangnya dengan benar.
Terpenjaranya kita dalam tubuh kita dari tanah dan air dan terbelenggu kita dalam hal-hal indera (pancaindera) menjadikan hijab yang melindungi kita daripada memandang Alloh , meskipun tidak menghalang pencapaian kita kepada mengetahui dan mengenalNya. karena inilah Alloh berfirman kepada Nabi Musa di Gunung Sinai,

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”. (Al Araaf:143)
Hakikat hal ini adalah sebagaimana benih manusia itu menjadi manusia, dan biji tamar menjadi pohon tamar, begitu jugalah mengenal Alloh yang diperoleh di dunia ini akan bertukar menjadi “Memandang Alloh” di akhirat kelak, dan mereka yang tidak mempelajari pengetahuan itu tidak akan mendapat pandangan itu. Pandangan ini tidak akan dibagi-bagikan sama rata kepada mereka yang tahu tetapi “konsep pemahaman” mereka tentangnya akan berbeda-beda sebagaimana ilmu mereka.
Alloh itu Satu tetapi ia kelihatan dengan berbagai-bagai cara, sebagaimana satu benda itu terbayang dalam berbagai cara dalam berbagai cermin. Ada yang lurus, ada yang bengkok, ada yang terang dan ada yang gelap. Sesuatu cermin itu mungkin terlalu bengkok dan ini menjadikan bentuk-bentuk yang cantik kelihatan buruk dalam cermin itu. Seseorang manusia itu mungkin membawa ke akhirat hati yang gelap dan bengkok, dan dengan itu pandangan yang menjadi puncak kedamaian dan kebahagiaan kepada orang lain, akan menjadi sumber kesengsaraan dan kedukaan kepadanya.
Orang yang Menyintai Alloh sepenuh hati dan Cintanya kepada Alloh melebihi Cintanya kepada yang lain akan memperolehi lebih banyak kebahagiaan daripada pandangan melebihi daripada mereka yang dalam hatinya tidak ada pandangan ini. Umpama dua orang yang kekuatan matanya sama saja memandang kepada wajah yang cantik. Orang yang telah ada cintanya kepada orang yang memiliki wajah itu akan merasa tertarik dan bahagia memandang wajah itu melebihi dari orang yang tidak ada cintanya kepada orang yang mempunyai wajah itu.
Untuk kebahagiaan yang sempurna, ilmu saja tidak tidaklah cukup. Hendaklah disertakan dengan Cinta. Cinta kepada Alloh itu tidak akan tercapai selagi hati itu tidak dibersihkan daripada cinta kepada dunia. Pembersihan ini dapat dilakukan dengan menahan diri dari hawa nafsu yang rendah dan bersikap zuhud.
Semasa dalam dunia ini, keadaan seseorang itu terhadap “Memandang Alloh” adalah ibarat orang yang cinta yang melihat muka orang yang yang dicintai dalam waktu senja kala dan pakaiannya penuh dengan penyengat dan kalajengking yang senatiasa menggigitnya. Tetapi sekiranya matahari terbit dan menunjukkan muka yang dicintai dengan segala keindahannya, dan penyengat serta kala itu telah pergi darinya, maka kebahagiaan orang yang cinta itu adalah seperti hamba Alloh yang terlepas dari gelap senja dan azab cobaan di dunia ini, lalu melihat dia tanpa hijab lagi .
Abu Sulaiman berkata;
“Siapa yang sibuk dengan dirinya sendiri saja di dunia ini, akan sibuk juga dengan dirinya di akhirat kelak, dan siapa yang sibuk dengan Alloh di dunia ini akan sibuk juga dengan Alloh di akhirat kelak”.
Yahya bin Mu’adz menceritakan;
“Saya lihat Abu Yazid Bustomin sembahyang sepanjang malam. apabila beliau telah habis sembahyang, beliau berdoa dan berkata :
“Oh Tuhan!!! Setengah dari hambaMu meminta padaMu kuasa untuk membuat sesuatu yang luar biasa (karamat) seperti berjalan di atas air, terbang di udara, tetapi aku tidak meminta itu; ada pula yang meminta harta karun, tetapi aku tidak meminta itu,
kemudian ia memalingkan mukanya dan setelah dilihatnya saya, ia berkata; “Kamu di situ Yahya?” Saya menjawab; “Ya!” Beliau bertanya lagi; “Sejak kapan?” Saya menjawab; “Telah lama saya di sini” Kemudian saya bertanya dan beliau menceritakan kepada saya setengah daripada pengalaman keruhaniannya.
“Saya akan menceritakan” Jawab beliau. “Apa yang boleh saya ceritakan kepadamu, Alloh Subhahahuwa Taala menunjukkan aku kerajaanNya dari yang paling tinggi hingga ke paling rendah. DiangkatNya saya melampaui Arash dan Kursi dan tujuh petala langitnya, kemudian Ia (Alloh) berkata; “Pintalah kepadaKu apa saja yang engkau kehendaki”.
Saya menjawab; “Ya Alloh!!! tidak akan saya minta apa pun melainkan Engkau”.
JawabNya (Alloh) : “Sesungguhnya engkau hambaKu yang sebenar benarnya”.
Pada suatu ketika pula Abu Yazid berkata:
“Sekiranya Alloh mengkaruniakan engkau kemiripan denganNya seperti Ibrahim, kekuasaan Sholat Musa, keruhanian ‘Isa, namun wajahmu hadapkanlah kepada Dia saja karena ia ada harta yang melampaui segala-galanya itu”
Suatu hari seorang sahabatnya berkata kepada beliau; “Selama tiga puluh tahun saya puasa di siang hari dan sembahyang di malam hari tetapi saya tidak dapati kenikmatan keruhanian yang engkau katakan itu”.
Abu Yazid menjawab; “Jika engkau puasa dan sembahyang selama tiga ratus tahun pun, engkau tidak akan mendapatkannya”.
Sahabatnnya berkata; “Bagaimanakah itu?”
Kata Abu Yazid; “obatnya ada tetapi engkau tidak akan sanggup menelannya obat itu”. Tetapi oleh karena sahabatnya itu bersungguh-sungguh benar meminta supaya diceritakan, Abu Yazid pun berkata;
“Pergilah kepada tukang gunting dan cukurlah janggutmu itu; buanglah pakaianmu itu kecuali seluar dalam saja. Ambil satu kampit penuh yang berisi “Siapa yang mau menempeleng kuduk leherku dia akan mendapat buah ini” Kemudian dalam keadaan ini pergilah kepada Kadi dan ahli syariat dan berkata; “Berkatilah Ruhku”.
Kata sahabatnya; “Tidak sanggup saya berbuat demikian, berilah saya cara yang lain”.
Abu Yazid pun berkata; “Inilah saja caranya, tetapi seperti yang telah saya katakan kamu ini tidak dapat diobat lagi”.
Sebab Abu Yazid berkata demikian kepada orang itu ialah karena orang itu sebenarnya pencari pangkat dan kedudukan. Bercita-cita hendak pangkat dan kedudukan seperti bersikap sombong dan bangga adalah penyakit yang hanya dapat diobat dengan cara yang demikian itu.
Alloh berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kami lah penolong-penolong agama Allah”, lalu segolongan dari Bani Israel beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Ash Shaff:14)
Apabila orang bertanya kepada Nabi ‘Isa; “Apakah kerja yang paling tinggi sekali derajatnya?” Beliau menjawab; “Mencintai Alloh dan tunduk kepadaNya”.
Suatu ketika orang bertanya kepada Wali Alloh bernama Rabi’atul Adawiyah sama ada beliau cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau menjawab; ” Cinta kepada Alloh menghalang aku cinta kepada makhluk”.
Ibrahim bin Adham dalam doanya berkata; “Ya Alloh! pada mataku syurga itu sendiri lebih kecil dari unggas jika dibandingkan dengan Cintaku terhadapMu dan kenikmatan mengingatiMu yang Engkau telah kurniakan kepadaku”.
Siapa yang menganggap ada kemungkinan menikmati kebahagiaan di akhirat tanpa mencintai Alloh adalah orang yang telah jauh sesat anggapannya, karena segala-galanya di akhirat itu adalah kembali kepada Alloh dan Alloh itulah alamat yang dituju dan dicapai setelah melalui halangan yang tidak terhingga banyaknya. Nikmat memandang Alloh itu adalah kebahagiaan. Jika seseorang itu tidak suka kepada Alloh di sini, maka di sana pun ia tidak suka juga kepada Alloh. Jika sedikit saja sukanya kepada Alloh di sini, maka sedikit jugalah sukanya kepada Alloh di sana . Pendeknya, kebahagiaan kita di akhirat adalah tergantung pada kadar Cintanya kita kepada Alloh di dunia ini.
Sebaliknya jika dalam hati manusia itu ada tumbuh cinta kepada apa saja yang berlawanan dengan Alloh, maka keadaan hidup di akhirat sana akan berlainan dan ganjil sekali kepadanya dan dengan ini apa saja yang mendatangkan kebahagiaan kepada orang lain, akan mendatangkan ‘azab sengsara kepadanya. Mudah-mudahan Alloh lindungi kita dari terjadi sedemikian itu.
Ini bolehlah kita gambarkan dengan misalnya seperti berikut :
Seorang pengangkut sampah pergi ke kedai yang menjual minyak wangi. Apabila beliau membawa bau-bauan yang harum wangi itu, ia pun jatuh dan tidak sadar diri. Orang pun datang hendak memberi pertolongan kepadanya. Air dipercikkan kemukanya dan dihidungnya diletakkan kasturi. Tetapi beliau bertambah parah. Akhirnya datanglah seorang pengangkut sampah juga, lalu diletakkan sedikit sampah kotor di bawah hidung orang yang pingsan itu. Dengan segera orang itu pun sadar semula sambil berseru dengan rasa puas hati, “Wah! Inilah sebenarnya wangi!”
Demikian jugalah, ahli dunia tidak akan menjumpai lagi karat dan kotor dunia ini diakhirat. Kenikmatan keruhaniah alam sana berlainan sekali dan tidak sesuai dengan kehendaknya. Maka ini menjadikannya bertambah parah dan sengsara lagi. karena alam sana itu adalah alam ruhaniah dan penzhohiran Jamal (keindahan) Alloh Subhanahuwa Taala. Berbahagialah mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di sana itu dan menyesuaikan dirinya dengan alam itu. Semua sikap zahud, menahan diri ibadah, menuntut ilmu adalah bertujuan untuk mencapai penyesuaian itu dan penyesuaian itu adalah cintanya. Inilah maksud Al-Quran:

…….., Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.(Al Baqoroh:222)
Dosa dan maksiat sangat bertentang dengan masalah ini Oleh karena itulah tercantum dalam Al-Quran:

Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan. (Al Jaatsiyah:27)
Orang yang dikaruniai dengan mata keruhanian telah nampak hakikat ini dalam rasa pengalaman mereka bukan hanya kata-kata yang diterima turun-menurun sejak dahulu lagi. Pandangan mereka itu membawa kepercayaan bahwa orang yang berkata demikian adalah sebenarnya Nabi, ibarat orang yang mengkaji ilmu pengobatan, akan tahu adakah orang yang berbicara berkenaan pengobatan itu sebenarnya dokter ataupun bukan. Ini adalah jenis keyakinan yang tidak perlu dibantu dengan mukjizat atau perbuatan yang diluar kebiasaan karena yang demikian pun dapat dilakukan juga oleh tukang sihir atau tukang silap mata.

Apa yang Tuhan inginkan

Ada sebuah fase ketika seorang pejalan dan orang-orang yang percaya musti sejenak berhenti, barangkali di antara jeda-jeda nafas ini: apa yang sebenarnya Tuhan inginkan? Apakah diam saja bagai emas atau berbicara? Apakah tetap tinggal atau hijrah? Apakah musti ke dokter atau biarkan saja? Apakah sekolah lagi atau bekerja? Apakah musti memberinya atau membiarkannya?
Yang mana yang Ia maui?
Pertanyaan serupa diajukan di sebuah diskusi bersama Bawa Muhaiyaddeen (seorang sufi asal Srilanka), terekam di (dan diterjemahkan dengan semena-mena tanpa ijin dari) buku Questions of Life, Answers of Wisdom Vol. 2.
* * *
Tanya: Kadang saya tak tahu lagi apa yang Tuhan maui. Apakah Dia ingin saya melakukan sesuatu agar terjadi, atau Dia mau saya diam saja dan menerima apapun yang terjadi?
Bawa Muhaiyaddeen: Baik. Coba kita perhatikan seorang dokter, misalnya. Setelah belajar di sekolah kedokteran, jika ia menjadi ahli bedah, ia akan memiliki akses ke semua peralatan bedah yang diperlukannya untuk menangani pasien. Apa tugasnya saat itu? Ia paham bahwa pasien yang ditanganinya bisa saja meninggal selama operasi. Ia barangkali berpikir, “Jika operasi gagal dan pasien meninggal, maka aku akan tersalah sebagai pembunuh dan masuk neraka. Tapi jika pasien hidup, aku akan dipuji.” Mungkin saja seperti itu. Tapi ia seharusnya tidak beranggapan bahwa ia bertanggungjawab terhadap hasil yang muncul.
Ada Sang Pencipta yang telah membuat tubuh ini, dengan segenap urat nadi dan syaraf-syarafnya. Segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya, begitu juga hidup dan mati. Bahkan segala pujian dan tuduhan adalah milik-Nya semata. Sang dokter harus paham ini. Ia seharusnya berkata, “Wahai, Tuhanku, ini pekerjaan-Mu. Datanglah dan lakukan tugas-Mu. Aku hanya pembantu-Mu. Aku hanya alat di tangan-Mu. Engkaulah yang melakukan operasi ini, melindungi pasien ini, menghidupkan atau mematikannya. Ini tugas-Mu. Aku hanya instrumen. Instrumen tak punya tanggungjawab terhadap apa yang akan terjadi nanti. Sang Pelaksana dan Pelindung adalah Engkau. Oleh karena itu, Engkau, Paduka sendirilah, yang harus mengerjakan operasi ini.”

Anakku, engkau harus sadar bahwa engkau hanyalah instrumen-Nya, dan tanggungjawab tidak terletak di pundakmu. Ingatlah bahwa Tuhan-lah Sang Ahli Bedah itu dan engkau adalah tangan-Nya. Jika engkau mengerjakan tugasmu dalam keadaan seperti ini, maka tak akan ada bahaya yang akan menimpamu. Tuhan yang akan melakukannya. Namun jika engkau berkata, “Aku lah yang melakukan operasi ini,” maka pujian dan tuduhan ada di pundakmu.
Jika engkau mengerti bahwa tanggungjawab akan pujian dan tuduhan hanya tertuju pada Allah semata, dan jika engkau menyerahkan segala sesuatunya kepada-Nya, maka engkau akan mengerjakan tugasmu sebagai perangkat-Nya, “Semoga hanya Paduka-lah yang mengerjakannya, wahai Tuhanku.” Oleh karena itu, jadilah instrumen-Nya dan lakukan tugas dengan kemampuan terbaik yang engkau miliki. Itulah jalannya.
* * *

Memahami Takdir — Bawa Muhaiyaddeen
Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen
Diterjemahkan oleh Herry Mardian.

ANAK-ANAKKU tersayang, sebenarnya apa yang kita lakukan, apa yang kita perbuat, itulah yang membuahkan takdir kita (Al-Qada’ wal Qadar). Pena-nya ada di tangan kita sendiri, dan kita sendiri yang menulis bukti-bukti yang akan menjadi bahan pertimbangan pada hari pengadilan nanti. Keputusan terakhir akan dibuat berdasarkan tulisan kita ini. Allah akan membacanya dan berkata, “Inilah takdirmu (nasib). Kami akan membuatnya sebagai takdir bagimu.”
Pada keadaan-kedaan tertentu, ketika kita merasa begitu berat menyingkirkan hal tertentu, dan ketika kita merasa itu diluar kemampuan kita, kita akan berkata, “Inilah takdirku.” Jika ada seseorang yang sakit, kita akan mencoba segala macam jenis pengobatan padanya, dan ketika itu tidak berhasil kita akan mengatakan, “Pasti ini sudah takdirnya.”
Sebenarnya Tuhan pun seperti itu ketika memberikan putusan terakhirnya, ketika Dia mengatakan “Itulah nasibnya.”. Dia telah memberikan segalanya pada kita. Dia sudah menurunkan pada kita ke sembilan-puluh-sembilan sifat-Nya, dan hanya satu saja yang dia simpan untuk diri-Nya. Dia mengatakan, “Telah Aku berikan segala-galanya pada manusia, tapi manusia tidak memahami dan malah datang pada-Ku dengan membawa beban-beban neraka. Maka itulah yang akan aku jadikan sebagai nasibnya.” Maka Dia akan berkata lagi, “Kembalilah dengan semua yang kau bawa pada-Ku. Itu akan menjadi milikmu.”

Kita sendirilah yang menciptakan neraka atau surga untuk kita. Apapun dari diri kita yang kita tumbuhkan akan menjadi milik kita, dan hasil berupa keuntungan ataupun bencana, kita sendirilah yang mengusahakannya. Apakah kita harus mengambil neraka bagian demi bagian, kemudian mencoba untuk menghancurkannya? Tidak. Dorong itu semua dari jalan kalian, dan teruslah berjalan. Tidak perlu kita mencoba untuk menghancurkannya, majulah terus saja. Jika ada seekor anjing yang datang mencoba menggigit kita, kita menghindar dan berjalanlah terus. Buat apa kita berhenti dan menggigit balik anjing itu?
Sama seperti itu, jika ada setan mengikuti kita, katakan padanya untuk pergi, dan tetaplah berjalan. Jangan membuang-buang waktu dengannya. Dia hanya akan berteriak-teriak sebentar, tapi kemudian akan pergi. Dosa pun akan mengikuti kita sebentar, tapi jika kita tidak melihat kebelakang, maka ia pun akan pergi. Mereka akan berkata, “Ini bukan tempat kita,” lalu pergi. Akan ada banyak hal yang mengikuti kita selama waktu tertentu. Jika kita melihat kebelakang dan tersenyum lebar-lebar lalu menjadi senang karena kedatangan mereka, maka mereka akan terus mengganggu kita. Tapi jika kita tidak menghiraukan mereka, mereka akan pergi sambil berkata, “Gagal. Manusia ini mengalahkanku. Aku tidak dapat memasukinya.”
Seperti pelacur yang menari-nari untuk menangkap pandangan mata pria, seperti itu pula cara mereka mencuri perhatian kita. Mereka berdandan, menari, dan menangkap perhatian kita. Tapi jika kita langsung berpaling, jika kita punya iman, keyakinan dan tekad pada Allah yang Satu dan terus berjalan, mereka tidak akan mendekati kita. Mereka akan menjaga jarak. Tetapi, mereka akan mengikuti kita sebentar, tapi nanti mereka akan pergi meninggalkan kita.
Mereka hanya tertarik pada pikiran dan sifat-sifat tertentu yang buruk pada diri kita. Jika pada suatu saat mereka mencoba untuk mengikatkan diri pada sifat-sifat buruk kita, maka buanglah sifat buruk itu dan teruslah berjalan, maka mereka tidak akan mampu mempengaruhi kita. Mereka akan menjanjikan segalanya: emas, perak, wanita, istana, dan sebagainya. Mereka akan menggoda, “Lihatlah ini! Lihatlah itu!” Tapi jika kalian mengacuhkannya, mereka akan berkata, “Tidak ada yang bisa kita lakukan pada manusia macam ini.”
Jika kalian justru menyambut mereka, tersenyum dan memeluknya, dan merasa senang karenanya, maka mereka akan terus mengikatkan dirinya pada kita. Tapi jika kita halau mereka, mereka akan pergi. Jika ada anjing yang akan menggigit kita, teruslah berjalan. Kita tidak perlu berhenti untuk mencoba menggigitnya balik, karena dia justru akan benar-benar menggigit kita. Jika kita mencoba menakutinya, ia akan menggigit kita. Jika kita mengambil tongkat atau batu, ia tetap akan menggigit kita juga. Oleh karena itu, kita harus berdiri diam dan katakan padanya, “Hai anjing, untuk apa kau terus mengikutiku? Aku tidak pernah menyakitimu. Pergilah, dan lakukan apa yang sudah menjadi tugasmu!” Maka anjing akan pergi dan kita bisa terus berjalan.
Kita harus melakukan hal yang sama setiap kali ada sesuatu yang menangkap kita. Katakanlah, “Tidak, aku tidak akan tertarik. Tidak ada gunanya kau mengikutiku,” dan berjalanlah terus. Tidak perlu merasa takut. Jika kita tatap mereka tanpa rasa takut dan mengatakan, “Pergilah,” maka mereka pun akan pergi.
Anak-anakku, kita sendirilah yang menyiapkan surga atau neraka untuk kita kelak. Takdir kita ditulis oleh tangan kita sendiri, dan kelak kita yang akan memberikannya pada Tuhan, dan barulah setelah itu Dia akan menilainya dan memberikan putusan akhir. Dia berikan pada kita sembilan puluh sembilan sifatnya, dan berkata “Ini menjadi takdirmu. Pergilah dan laksanakan apa yang harus kau kerjakan dengan kesembilan puluh sembilan sifat ini, kemudian kembalilah. Jika dengan ini kau mengumpulkan kebaikan, maka engkau mengusahakan surga. Tapi jika kejahatan yang kau kumpulkan, maka kau mengusahakan neraka. Apapun yang engkau bawa kembali kelak, itu akan menjadi dasar putusan terakhirmu. Aku sendiri yang akan menjadikan keputusan itu sebagai penyempurna takdirmu. Aku serahkan keputusan akhir itu pada tanganmu (Al qada’ wal qadar). Pergilah, selesaikan takdirmu, dan kembalilah. Hasil akhir yang kau peroleh akan menjadi qadha dan qadarmu.”
Jika kita tidak menyadari ini, dan malah menyiapkan neraka bagi kita sendiri, maka Dia pun tidak akan menyiapkan surga. Dia tidak pernah mengatakan, “Apapun yang pernah Aku berikan padamu merupakan takdirmu!” Dia akan senantiasa merubah takdir kalian berdasarkan niat dan perbuatan kalian. Setiap saat kalian minta dimaafkan, Dia akan memaafkan saat itu juga. Setiap saat kalian menyesal dan pemahaman diri kalian bertambah, Dia akan memaafkan kalian. Seiring dengan kebutuhan kalian pada-Nya yang meningkat setahap demi setahap, Dia akan terus menghadiahkan pada kalian hal-hal seperti ini. Jika Dia telah menetapkan takdir bagi kalian terlebih dahulu, tentu Dia tidak akan terus-menerus memberikan maaf seperti ini. Dia telah memberikan kalian kemampuan untuk ber-taubat, dan Dia telah memberikan kalian ampunan-Nya. Karena Dia telah memberikan pada kalian keduanya, kesalahan sekaligus obatnya, maka tentu Dia akan mengampuni setiap kali kalian memintanya.
Lebih jauh lagi, jika takdir kalian telah ditentukan terlebih dahulu, maka kalian tidak akan diperintahkan untuk meminta. Kemampuan meminta dan memohon telah dipersiapkan-Nya khusus untuk kalian, maka tidak ada yang namanya ‘telah ditakdirkan terlebih dahulu.” Khusus bagi manusia, Tuhan telah menyiapkan kemampuan bertaubat, berusaha, dan pengampunan-Nya. Melalui ini semualah kalian bisa meraih kemenangan. Tidak boleh kalian mengatakan, “Semua telah ditulis, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan.” Kalian harus berusaha. Dia telah berikan pada kalian sembilan puluh sembilan sifat-Nya.
Mintalah, maka Dia akan memaafkan. Berharaplah dan Dia akan berikan. Minta dan berharaplah, Dia akan memaafkan dan memberikan. Jika kalian mengetuk, pasti Dia akan buka. Minta, maka akan diberikan. Dia pasti memberikan. Allah mengatakan, “Aku akan mengampuni. Mintalah ampunan, mintalah, dan akan Aku berikan yang kalian minta.” Jika Dia telah menuliskan takdir kalian sebelumnya, maka Dia tidak akan memberikan itu.
Tuhan akan menunggu, menunggu sampai kalian diletakkan dalam kubur. Dia menunggu hingga tibanya Hari Perhitungan, dan pada hari itu hanya Dia yang berhak mengajukan pertanyaan. Dan kalian sendirilah yang datang pada-Nya membawa kebaikan atau kejahatan. Seandainya Dia telah menuliskan semua hasilnya, maka tentu tidak ada gunanya kalian diperintahkan untuk mengumpulkan perbuatan baik. Untuk apa lagi Dia ada di sana, harus memberikan penghakiman? Dia ada di sana karena ada yang harus Dia pertimbangkan, Dia menunggu untuk melihat apa yang kalian bawa. Jika seandainya dia sudah menentukan neraka terlebih dahulu untuk kalian, mengapa Dia memerintahkan kedua malaikat di kanan dan kiri kalian untuk terus mencatat perbuatan kalian? Pahamilah, bahwa selama ada hal yang masih belum ditulis, berarti masih ada tempat untuk memperbaiki dan meminta ampun.
Allah menurunkan 124.000 Rasul. Jika semua telah ditetapkan-Nya sejak awal, untuk apa Dia mengirimkan 124.000 rasul? Mengapa mereka semua dikirim? Untuk siapa? Apa Tujuannya? Jika semua telah ditentukan hanya berdasarkan keinginan-Nya, dan semua harus terjadi sebagaimana yang dikehendaki, maka tidak ada gunanya semua Rasul itu diturunkan. Tidak ada alasan untuk merubah apapun.
Allah telah menciptakan pasangan ‘khairr dan sharr‘, baik dan buruk. Dia juga telah ciptakan ‘Al-Qada’ wal Qadar’. Tapi Dia menciptakan semua itu secara sedemikian rupa sehingga apapun yang terjadi merupakan hasil perbuatan manusia sendiri. Dia berikan pada manusia kemampuan untuk merubah apa-apa yang tidak baik. Apapun takdir yang akan manusia dapatkan, merupakan hasil dari niatnya, perkataannya, dan perbuatannya sendiri. Itulah yang telah Allah katakan. Itulah kata-kata Tuhan.
Al-Qur’an memang menyebutkan tentang takdir, tapi jika hanya mengutip kata-kata Qur’an sebenarnya tidaklah cukup. Ada orang yang mampu menghafal ke 6.666 ayat, tapi hanya menghafalkan tidak akan memberikan kebaikan apa-apa. Setiap huruf dalam Qur’an memiliki rahasia didalamnya. Kebenaran Tuhan ada di setiap hurufnya, sebagai sebuah rahasia di dalam rahasia, dan kita harus membuka setiap rahasia satu demi satu, maka barulah kita akan mengerti. Tapi merupakan hal yang mustahil untuk memahami isi Qur’an seluruhnya. Sampai kapan pun, bagaimanapun perubahan yang terjadi di dunia ini, Qur’an akan senantiasa ada, demikian pula rahasia-rahasia yang ada di dalamnya. Dan di dalam rahasia itu, masih ada rahasia lagi.
Qur’an mengandung hukum-hukum dan kata-kata Tuhan. Musim mungkin berubah, dunia mungkin berubah, tapi Tuhan dan kata-kata-Nya tidak akan berubah-ubah. Bergantung pada keadaan dunia pada saat itu, kata-kata dalam Qur’an akan terus menyesuaikan dirinya untuk saat tersebut. Maka, setiap kali seseorang membuka Qur’an, tidak peduli pada masa apapun ia sedang berada, dia akan bisa mendapatkan jawaban yang dia perlukan. Akan dia temukan penjelasan rahasia yang dia butuhkan. Tergantung pada tingkatan di mana dia berada ketika seseorang membuka Qur’an, dia akan menemukan Qadha wal Qadar yang paling sesuai bagi kondisinya, demikian pula semua takdir dan nasibnya.

Takdir. Then why are we here?

Tanya: Berapa banyak dari hidup kita yang sudah ditakdirkan, dan berapa banyak yang kita sendiri bertanggungjawab atasnya?

Bawa Muhaiyaddeen: Tuhan telah mengajarimu segenap hal. Segalanya tertulis di dalam dirimu. Sebelum engkau datang ke dunia ini, Dia mengatakan, “Aku mengirimmu ke sebuah sekolah bernama ‘dunia‘. Sebuah tempat sementara. Pergilah ke sana barang sebentar untuk belajar tentang ’sejarah’-Ku, sejarahmu sendiri, dan sejarah yang lain. Cari tahu siapa yang menciptakan semuanya ini, siapa yang bertanggungjawab atas semuanya ini, siapa Sang Penjaga yang melindungimu, dan apa yang menjadi milikmu sebenarnya. Jika engkau telah belajar dan paham seluruh sejarah ini, engkau akan tahu siapa dirimu dan siapa Dia yang engkau butuhkan, Dia yang sebenarnya, Dia yang akan hidup selamanya.

“Setelah engkau mempelajarinya, engkau akan menempuh sebuah ujian. Setelah itu, barulah engkau bisa membawa apa yang menjadi milikmu dan kembali ke sini. Jika engkau mengerjakannya dengan baik, engkau akan beroleh sebuah kerajaan yang dapat engkau kuasai selamanya. Tapi pertama-pertama, pergilah sekolah dan belajar. Lalu datanglah kembali.”

Tuhan mengatakan ini kepadamu dan mengirimmu ke dunia ini. Kini, tugasmulah untuk menemukan Dia kembali, mengenal dirimu sendiri, dan menyadari kekayaanmu yang sesungguhnya. Inilah alasan kedatanganmu di dunia ini. Maka, jadikan kebijaksanaanmu sebagai dua bilah gunting tajam dan buang potongan-potongan film yang salah. Dia telah memberimu semuanya, tapi engkau musti memotong semua gambar-gambar yang telah kau ambil dengan kameramu dan sisakan gambar yang baik, yakni yang menunjuk kepada Penjagamu. Satukan apa-apa yang baik itu dan buang yang lain. Maka, kerajaan-Nya akan menjadi milikmu.


Di REedit oleh Mr. Why. Wahdana. SKep.An.MM.Kes.

* * * * * * * *

PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DAN ISINYA

Penciptaan 1
Terjemahan dari To Die Before Death karangan Bawa Muhaiyaddeen

Dahulu kala, masa ketika manusia belum tercipta, Tuhan telah membentuk kelima unsur: tanah, api, air, udara, dan eter. Masing-masing dengan kekuatan unik yang ada pada dirinya. Lantaran adanya kekuatan itulah, tiap unsur bangga akan keadaan dirinya. Sekalipun mereka tercipta karena Tuhan-lah yang mencipta, tiap unsur membual dengan angkuhnya, “Aku yang terbesar! Tiada yang menyamaiku!”
Maka, Tuhan pun berkata, “Akan Kusatukan kelima unsur ini untuk menghilangkan kesombongan mereka. Akan Kupakai cahaya Nur Muhammad untuk melakukannya. Akan Kucipta semua makhluk dengan porsi yang sama untuk setiap unsur ini, agar menyatu dan hilanglah keberbanggaan diri mereka.”
Setelah mencipta jin, makhluk-makhluk halus, bumi, langit, dan lain sebagainya, Tuhan pun mengambil Nur Muhammad dari dalam Diri-Nya sendiri. Tuhan berkata di hadapan seluruh makhluk-Nya, “Siapa di antara kalian yang mau menerima cahaya ini? Kalau ada, majulah ke depan.” Ketika cahaya-cahaya lain memandang kecemerlangan Nur Muhammad, mereka pun tercerap ke dalamnya.
Tuhan kembali bertanya, “Siapa yang mau maju untuk menerima ini?” Semua makhluk menjawab, “Wahai Sang Pencipta, Ya Rahmaan, Ya Tuhan, cahaya ini menyerap semua cahaya lainnya, bagaimana kami mampu menerimanya?”
Sekali lagi, Tuhan bertanya, “Adakah di antara kalian yang mampu membawa dan menerima Nur Muhammad-Ku?”
Maka, Tanah pun perlahan maju ke depan seraya berkata, “Hamba akan menerima cahaya ini.”

“Wahai Tanah, engkau telah menghancurkan dirimu sendiri,” suara Tuhan bergaung. “Engkau telah menyiapkan kejatuhanmu sendiri. Cahaya ini suci, sementara dirimu penuh kotoran, sampah, warna-warni, makhluk-makhluk, dan berbagai hal lain. Segalanya tumbuh pada dirimu. Maka bagaimana engkau bisa menerima sesuatu yang suci? Wahai Tanah, akan Kuberikan cahaya ini kepadamu, amanah ini. Namun ia milik-Ku. Engkau sungguh telah terburu-buru dalam menerimanya, dan itu berarti engkau telah menggali lubang kehancuranmu sendiri. Kini, pikirkanlah bagaimana engkau akan mengembalikan cahaya ini kepada-Ku seperti keadaannya semula. Kini kuberikan kepadamu, dan engkau harus menyerahkannya kembali kepada-Ku tanpa cacat barang sedikitpun.”
Dan Tuhan berkata, “Kelima unsur ini adalah awal dari ciptaan-ciptaan-Ku. Akan Kusatukan mereka di dalam tubuh setiap makhluk hidup. Tak ada yang berbeda, mereka akan menjadi unsur dasar dan pendukung bagi jasad makhluk-makhluk. Namun pertama-tama, akan Kusatukan mereka terlebih dulu. Akan Kuhancurkan keangkuhan mereka.” Maka, Tuhan pun menghadirkan Nur Muhammad dari Diri-Nya sendiri, memerintahkan cahaya itu untuk menemui setiap unsur dan membuat mereka mengucapkan kalimah — La ilaha ill-Allahu Muhammadur Rasulullah. Tiada sesuatu selain Engkau, Ya Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.
Nur Muhammad, yang sungguh gemerlap oleh cahaya yang benderang, bergerak menjalankan perintah Tuhannya. Pertama kali, Nur Muhammad melihat unsur Api dan mengucapkan salam kepadanya, seraya berkata, “As-salaamu ‘alaikum, wahai Api! Kekuatan apa yang engkau miliki?”
Api pun mulai membual, “Tak ada yang lebih hebat dariku. Tak ada yang lebih pintar dariku. Aku lebih kuat dibandingkan apapun jua. Akulah yang terhebat dan tak ada yang sebanding denganku!”
Dengan lemah lembut, Nur Muhammad menjawab, “Wahai, Api. Air dapat memadamkanmu. Ketika engkau hendak membakar sesuatu, Udara pun dapat mengusirmu dari tempat itu. Tanah menundukkanmu dengan debunya. Banyak hal dapat menghentikanmu. Oleh karena itu, bagaimana engkau dapat mengaku lebih hebat dari segalanya? Banyak yang lebih hebat darimu. Maka, apa dasar ucapanmu?
“Selain itu, wahai Api, Dialah yang telah menciptakanmu dan seluruh makhluk. Dialah Tuhan, Penciptamu. Ketika engkau membual dapat melakukan apa saja, engkau tak menyadari Dia dan kekuatan-Nya yang sesungguhnya. Pada kenyataannya, engkaulah yang terendah dari segala makhluk. Kekuatanmu adalah yang terlemah dari kekuatan lainnya. Tidakkah engkau memikirkan hal ini?”
Api pun menyerah, “Ucapanmu benar. Wahai Cahaya, kekuatan apa yang engkau miliki?”
“Aku tak memiliki kekuatan,” jawab Nur Muhammad. “Tiada daya dan kekuatan yang kumiliki. Aku adalah hamba dari Dia Yang Maha Kuat. Aku yang terendah dari segala makhluk, dan aku berada di dalamnya. Dia yang menciptakanku adalah Dia satu-satunya yang memiliki kekuatan. Aku mengakui-Nya sebagai Yang Maha Agung, dan aku adalah hamba-Nya. Wahai Api, sebut asma-Nya, hadapkan dirimu pada-Nya, percayalah pada-Nya, dan berimanlah dengan teguh kepada-Nya. Dia akan melindungimu. Segala sesuatu ada dalam genggaman-Nya.”
Api berkata, “Ucapanmu benar.”
Maka, agar kesatuan dan kasih sayang dipahami betul oleh Api yang akan menjadi salah satu unsur dasar kehidupan, Nur Muhammad memerintahkannya untuk menerima dan menyebut kalimah. “La ilaha illa-Allahu Muhammaddur Rasulullah. Tiada sesuatu selain Engkau, Ya Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah,” Api mengucapkannya tanpa ragu.
Selanjutnya, Nur Muhammad memandang unsur Air dan mengucapkan salam, seraya berkata, “As-salaamu ‘alaikum, wahai Air! Kekuatan apa yang ada padamu?”
Dengan angkuh, Air menjawab, “Aku benar-benar hebat! Tiada yang menyamaiku. Aku dapat menghancurkan dan mengendalikan apa saja yang kumau — hutan, tanah, gunung, dan pantai. Kujadikan laut menjadi pantai, pantai menjadi laut. Kuhanyutkan kota-kota, kuhancurkan seluruh dunia. Sungguh, aku mampu melakukan apa saja. Tiada yang menyamaiku.”
“Wahai Air,” jawab Nur Muhammad lembut, “banyak yang lebih baik darimu. Udara menyimpangkan aliranmu, mengombang-ambingkanmu ke sana kemari. Batuan dan gunung-gunung ditempatkan untuk menahanmu, menundukkan aliranmu. Bahkan, semua makhluk hidup akan memakaimu baik untuk hal-hal yang baik maupun yang buruk. Sebagian akan meminummu, sebagian yang lain akan menggunakanmu untuk mandi dan membersihkan diri, sebagian lagi akan membuang kotorannya dan mengotorimu. Engkau pun tergenang di waduk dan danau yang menjadi jorok dan bau. Cacing, belatung, dan binatang menjijikkan lain akan hidup berkembang di dalam dirimu. Engkau akan dibuat hilang kejernihanmu, dan menjadi jorok, menjijikkan, kotor dan bau. Umat manusia akan menampung dan memenjarakanmu ke dalam kolam-kolam dan dam. Makhluk-makhluk yang tak terhingga banyaknya akan hidup di dalam dirimu, dan mereka akan menggunakanmu untuk membersihkan diri mereka. Dengan demikian, apa dasar bualan dan keangkuhanmu? Begitu banyak yang lebih baik darimu!”
Air pun bertanya, “Wahai, Nur Muhammad. Kekuatan apa yang kau miliki?”
“Tak ada kekuatan pada diriku. Allah-lah satu-satunya yang memiliki kekuatan,” jawab Sang Nur. “Dia Yang Maha Kuasa. Dengan kekuasaan Ia mencipta segala sesuatu, semua energi dan makhluk hidup. Dia melindungi semua, dan Dialah yang mengendalikan dan berkuasa atas segala sesuatu. Dia Maha Kuat, Maha Besar. Aku hanyalah hamba-Nya. Aku tak punya kekuatan. Aku melayani segala makhluk ciptaan sesuai perintah-Nya. Aku beriman kepada-Nya. Allah, Yang Esa yang mengatur dan memelihara, adalah satu-satunya yang memiliki kekuatan. Aku beriman kepada-Nya, aku berserah diri kepada-Nya. Aku merendahkan diriku di hadapan-Nya, Sang Pencipta, Sang Pemelihara. Wahai, Air, percayalah kepada-Nya dengan seteguh-teguhnya, berimanlah dan bersujudlah kepada-Nya.”
Nur Muhammad kemudian memerintahkan Air untuk mengucapkan kalimah, dan Air pun melakukannya tanpa ragu, “La ilaha illa-Allahu, Muhammadur Rasulullah.”
Selanjutnya, Sang Nur memandang Udara dan mengucap salam kepadanya, “As-salaamu ‘alaikum, wahai Udara. Kekuatan apa yang kau miliki?”
Udara pun mulai menyombongkan diri, “Tak ada yang lebih kuat dariku. Aku memiliki kekuatan yang hebat. Tak ada yang bisa menghentikanku. Aku melakukan apapun yang kumau. Kuhancurkan hutan, kurobohkan pohon-pohon besar. Aku ini besar. Tak tertandingi!”

Nur Muhammad tersenyum dan berkata, “Wahai Udara, ada sekian banyak perintang yang mampu mengendalikanmu dan menghalangi kerusakan yang engkau lakukan. Gunung-gunung yang tinggi dan pohon-pohon besar merintangimu dan menghilangkan kekuatanmu dengan menyebarkanmu ke empat arah. Mereka menghalangimu. Dan di atas semua ini, Sang Pencipta menciptakan tanah, api, air, eter, dan dirimu. Lupakah engkau akan Dia? Bila Dia mau, Dia akan menundukkanmu dalam sekejap.”
“Kekuatan apa yang kau miliki, wahai Nur Muhammad?” tanya Udara.
“Aku tak memiliki kekuatan. Seluruh kekuatan ada pada Tuhan, Pencipta-ku. Aku adalah hambanya. Aku menerima-Nya, beriman dan berpegang teguh pada-Nya. Dia Yang Tertinggi, dan engkau pun musti berpegang teguh pada-Nya. Dia akan melindungimu.
“Wahai Udara, akan kaulihat wajah-wajah para makhluk, engkau akan mampu melihat mereka. Namun mereka tak akan bisa melihatmu. Tak satupun dapat mengagumi keindahanmu. Inilah kekuranganmu. Oleh karena itu, bagaimana engkau mengakui kehebatanmu?”
Udara menerima perkataan itu, dan Nur Muhammad pun memerintahkannya untuk mengucapkan kalimah. “La ilaha illa-Allahu Muhammadur Rasulullah,” Udara menyebutnya tanpa ragu.
Kemudian, Sang Nur memberi salam pada Eter, “As-salaamu ‘alaikum, wahai Eter. Kekuatan apa yang kau miliki?”
Eter pun membual, “Akulah yang terhebat dari semua. Aku memiliki gemerlap sinar-sinar dan warna. Tak ada yang sebanding denganku!”
“Dia Yang Esa lebih besar darimu,” jelas Nur Muhammad. “Dia memiliki kekuatan tak terbatas. Dia memiliki ramuan yang mampu membunuhmu di tujuh dunia. Dan Dia memiliki warna-warna tak terhingga. Allah-lah satu-satunya yang agung!” Nur Muhammad memerintahkan Eter untuk mengucapkan kalimah, “La ilaha illa-Allahu Muhammadur Rasulullah,” dan Eter pun menurutinya.
Akhirnya, Nur Muhammad menjumpai Tanah dan berkata, “As-salaamu ‘alaikum, wahai Tanah. Kekuatan apa yang kau miliki?”
Tanah menjawab, “Wahai Nur Muhammad, aku tak memiliki kekuatan. Tak ada daya dan kekuatan padaku. Allah satu-satunya Yang Agung. Dia Yang Terhebat dan aku tak memiliki kehebatan sedikitpun. Seluruh makhluk akan menginjak-injakku, meludahiku, dan menghinakanku. Mereka akan menggaliku, lalu membawaku dari tempat ke tempat. Kotoran dan najis, mayat dan sampah, akan dikubur di dalam diriku. Aku akan memikul semuanya ini. Oleh karena itu, aku yang terendah dari semua makhluk. Aku percaya pada Tuhan semata.”
Mendengar hal ini, cahaya Nur Muhammad itu berujar, “Engkaulah yang terbaik dari semua!” Dengan suka cita Sang Nur memeluk dan mencium Tanah.
Kemudian, Nur Muhammad berkata, “Wahai Tanah, Tuhan akan menciptakan makhluk-makhluk dari dirimu dan akan menumbuhkannya di dalam dirimu. Emas, air, api, udara, eter, berlian, logam, dan apa-apa yang berharga akan ditempatkan di dalam dirimu. Sifat-sifat yang indah, sabar, syukur, menahan diri, juga akan diletakkan di dalam dirimu. Engkau akan menjadi jasad sekaligus denyut nadi bagi seluruh kehidupan. Tuhan akan mencipta segalanya melaluimu. Dia akan menyebarkan kekayaan-Nya melaluimu dan memberi kedamaian bagi segala makhluk. Tuhan menawarkan anugerah yang tiada ternilai ini padamu. Engkau akan menjadi ibu dari makhluk-makhluk, ibu yang sabar bagi seluruh kehidupan, anugerah bagi ciptaan-Nya.” Tanah membalas ciuman Sang Nur, dan ketika mereka saling berpelukan, cahaya Nur Muhammad memasuki Tanah.
Itulah sebabnya pada hari ini, ketika sujud dalam shalat, kita menekankan dahi pada tanah, mengikuti Nur Muhammad. Setiap orang bersujud menundukkan tubuh ke tanah. Kita menggunakan tanah untuk seluruh kebutuhan hidup kita. Kita hidup di atasnya, tidur di atasnya, makan di atasnya, tumbuh di atasnya, dan menyerap berbagai manfaat darinya. Tuhan meletakkan energi dasar (shaktis) dan anugerah besar di dalam tanah.
Tanah pun bersaksi dengan kalimah, mengucapkan, “La ilaha illa-Allahu Muhammadur Rasulullah. Tiada sesuatu selain Engkau, Ya Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Engkau, Ya Allah, Maha Besar, Maha Tinggi. Aku mempercayai-Mu dan meletakkan kepercayaan kepada-Mu. Aku beriman kepada-Mu. Aku menerima Muhammad sebagai Utusan-Mu, dan aku menerima cahaya ini sebagai wakil-Mu, sebagai Sang Nur, khalifah-Mu. Aku menerimanya dan mengabdi pada-Mu dengan iman, keyakinan, keteguhan.”

Penciptaan 2
Bawa Muhaiyaddeen

Lama kemudian, Tuhan pun bermaksud menciptakan makhluk hidup. Melalui segenggam tanah, api, air, udara, dan eter, Dia membentuk jasad bagi makhluk-makhluk itu. Lalu Dia pun berkehendak mencipta manusia…
70.000 tahun sebelumnya, Dia telah menetapkan rizki, pemeliharaan (rizq) bagi manusia itu — pangannya, airnya, kekayaannya, kesenangan, kehangatan, dan segala hal yang diperlukannya. Bila jumlah makanan, air, api, udara, dan eter yang ditetapkan untuk seseorang itu telah habis, maka Izrail a.s., Sang Malaikat Maut, akan memanggilnya kembali. Inilah yang dimaksud dengan takdirnya (nasib). Manusia menghadapi takdir ini karena rizkinya, bagian pemeliharaan untuknya, telah ditetapkan sebelum kedatangannya di dunia.
Setelah mengadakan berbagai makhluk hidup, Tuhan pun mencipta manusia, dan Dia hendak menjadikan manusia sebagai makhluk paling tinggi, paling bijaksana di antara semua ciptaan-Nya yang lain. Dia telah menganugrahkan tiga tingkat kesadaran kepada makhluk-makhluk lain. Namun kepada manusia Dia menambahkan empat tingkatan lainnya: memilih/memutuskan, hikmah, qutb, dan gnanam. Semua ini diberikan kepada manusia agar ia dapat menjadi ayah, guru, sayyid, pemelihara, dan wakil Tuhan bagi seluruh makluk. Manusia dianugrahi sifat-sifat ini agar ia mampu memberi ketenangan dan kedamaian bagi makhluk-makhluk lain.

Lalu Tuhan memanggil Malaikat Jibril a.s. dan berkata, “Pergilah ke empat sisi, empat arah di dunia. Ambillah dari tiap sisinya sampai engkau peroleh segenggam tanah, lalu berikan kepada-Ku.”

Jibril a.s. pun patuh dan pergi menjalankan perintah itu. Cahaya Nur Muhammad telah memasuki Bumi ketika sebelumnya Sang Nur menciumnya, sehingga Bumi pun memiliki hikmah. Maka, ketika Malaikat Jibril a.s. hendak meraih sejumput tanah, Bumi itu menyeru, “Wahai Jibril, jangan ambil tanah dariku. Semua makhluk yang Tuhan ciptakan melaluiku akan tergelincir ke neraka. Mereka akan berdosa, merusak dan menghancurkan satu sama lain. Mereka akan menipu, membunuh, dan hidup dengan cara-cara yang haram. Mereka tak akan memahami kebenaran. Mereka akan hidup kaya dan bersenang-senang melaluiku dan melupakan Dia, Tuhanku, sehingga mereka jatuh ke neraka. Bila anak-anak yang tercipta melaluiku itu jatuh ke neraka, tak kan sanggup aku memikulnya. Sungguh akan sangat menyiksa dan menyedihkanku bila anak-anakku berakhir di neraka. Oleh karena itu, aku mohon kepadamu, dengan nama Tuhan, janganlah kau ambil tanah dariku!”
Mendengar ini, Jibril a.s. pun meletakkan tanah itu kembali dan pergi menemui Tuhan, menceritakan semua yang dialaminya. Maka Tuhan mengutus Malaikat Mikail a.s. untuk mengumpulkan tanah dari keempat sisi itu. Namun hal yang serupa terjadi pada Mikail a.s. dan ia kembali menghadap Tuhan. Kemudian Malaikat Israfil a.s. diutus, namun ia pun kembali dengan cara yang sama.

Sampai akhirnya, Tuhan mengutus Sang Malaikat Maut, Izrail a.s. Ketika Izrail a.s. mengambil tanah dari keempat sisi dunia, Bumi melarangnya, “Dengan nama Tuhan, aku mohon padamu, jangan kau ambil tanah dariku!”

Namun Izrail a.s. bersikeras, “Adukan itu kepada Dia yang engkau telah bersumpah dengan nama-Nya! Dialah yang telah memerintahkanku mengambil tanah ini. Adukan itu kepada-Nya!” Izrail a.s. pun meraih segenggam tanah dari keempat sisi dan pergi menghadap Tuhan.

Lalu, suara Tuhan terdengar, “Bawalah segenggam tanah itu ke Karbalaa’, titik pusat dunia.” Izrail a.s. pun pergi dan meletakkan segenggam tanah itu di tempat yang diperintahkan-Nya.
Orang berkata bahwa Karbalaa’, titik pusat dunia, berada di antara Jerusalem dan Jeddah. Mereka mengatakan bahwa disinilah Adam a.s. dicipta. Namun ada suatu pemaknaan lain: bahwa segenggam tanah itu, Karbalaa’ itu, adalah juga hati (qalb) manusia. Di dalamnya, Tuhan mengatur dan memelihara 18.000 alam dan 15 lapisan. Dia meletakkan semua ini di dalam sirr (rahasia) manusia. Di sinilah peperangan manusia itu terjadi, di hati ini — di segenggam tanah ini.
Ketika segenggam tanah diambil, Tuhan berkata, “Wahai Bumi, engkau benar. Akulah yang menciptakanmu, dan Aku akan menciptakan banyak makhluk melaluimu. Aku akan mengeluarkan aturan dan bagian-bagian yang telah ditetapkan (nasib). Dan bagi tiap-tiap makhluk yang kuciptakan melaluimu, Aku akan membuat jasadnya, hidupnya, makanan dan pemeliharaan yang cukup. Aku sendiri yang akan menjadi Hakim. Bismillahir Rahmaanir Rahiim — untuk segenggam tanah itu, Aku-lah yang akan menjadi Pemelihara dan Pelindungnya. Aku-lah yang akan menjadi Penguasa, Pengatur, dan Badushaah-nya. Seperti halnya Aku adalah Pencipta dan Raja bagimu, Aku pun akan menjadi Raja, Rabb (Tuhan) bagi siapa yang akan kuciptakan melaluimu, dan Aku sendiri yang akan menjadi Pelindungnya.

“Wahai Bumi, Aku bertanggungjawab atas penciptaan, perlindungan, pemeliharaan, dan pemberi kedamaian bagi seluruh ciptaan-Ku. Aku akan menjadi Hakim, Aku yang akan menjatuhkan keputusan akhir, dan Aku akan bertanggungjawab atas Hari Kebangkitan dan kehidupan di Akhirat. Bukan engkau. Maka, tak usah engkau merasa terbebani olehnya. Aku yang akan menetapkan takdir bagi setiap yang hidup. Dengan takdir dan kesepakatan, akan ada pembatasan dan sebuah hari sebagai hari kematian sesuai pembatasan itu. Dan setelah kematian, akan ada penentuan, keputusan baginya. Ia akan dibangkitkan di hari kebangkitan, hari diajukannya pertanyaan, dan dijatuhkannya keputusan. Dari hasil diajukannya pertanyaanitu, Aku akan menciptakan surga dan neraka.

“Aku-lah yang akan menempatkan di dalam tiap-tiap manusia ketetapan tentang apa-apa yang halal dan haram, baik dan buruk (khair dan sharr), rahasia dan perwujudannya (sirr dan sifaat). Aku-lah yang memberi semua ini, dan Aku yang akan menjatuhkan keputusan akhir. Aku akan menganugrahkan kerajaan yang sesuai bagi tiap-tiap diri, sesuai dengan sikap dan perilakunya. Bila ia berlaku baik, maka ia akan memperoleh kerajaan surga-Ku. Bila ia berlaku buruk, ia akan mendapatkan kerajaan neraka-Ku. Aku-lah Sang Penguasa surga dan neraka. Aku Raja dari tiga dunia — dunia jiwa, dunia ini, dan dunia akhirat. Engkau tak bertanggungjawab atas semua ini, Wahai Bumi. Tak perlu engkau khawatir atau bersedih akan hal ini. Aku-lah yang menciptakanmu dan menganugrahkan bagimu kekuatan yang besar, kemenangan, dan kekayaan. Dan Aku-lah pula yang akan menyebarkan semua kekayaan ini, bukan engkau.

“Namun, segenggam tanah yang kuambil darimu itu adalah ‘hutang’. Tanah itu milikmu. Tanah itu diberikan kepadamu. Makhluk hidup yang akan Kucipta melaluimu akan memperoleh pemeliharaan darimu, hidup dan tumbuh pada dirimu. Aku akan menggunakanmu sebagai jasad mereka. Mereka akan meminum airmu, menggunakan api dan udaramu, dan memakan segala yang tumbuh darimu. Inilah ‘kekayaan bersama’ yang Kuberikan kepadamu. Aku telah menganugrahkanmu tanah, api, air, udara, dan eter untuk digunakan bersama oleh semua ciptaan-Ku. Seperti itulah Aku akan mencipta, dan engkau haruslah senantiasa menyediakan dirimu bagi mereka, tanpa pilih kasih.

“Semua ciptaan, bahkan burung dan hewan-hewan, akan terikat pada kelima elemen ini. Barangsiapa sanggup memutus ikatan-ikatan ini dan mengenal-Ku ketika ia tumbuh dan berkembang, barangsiapa melakukan ini dan sujud mengabdi pada-Ku, Aku akan ’sujud mengabdi kepadanya’. Barangsiapa mencintai-Ku, Aku akan mencintainya. Barangsiapa mendekat selangkah pada-Ku, mencari-Ku, Aku akan mendekat sepuluh langkah padanya. Barangsiapa memanggil nama-Ku sekali, Aku akan memanggil namanya sepuluh kali. Barangsiapa memuji-Ku sekali, Aku akan memujinya sepuluh kali.

“Tak terhitung banyaknya mulut, telinga, mata, hidung, dan tangan yang ada dalam diri-Ku. Dengan telinga itulah Aku mendengarnya. Dengan matanya, Aku melihatnya. Dengan mulutnya, Aku berbicara dengannya. Dengan tangannya, Aku menuntunnya. Inilah rahmat-Ku. Oleh karena itu, wahai Bumi, janganlah bersedih. Inilah sebabnya kenapa Kutetapkan apa yang disebut sebagai takdir, inilah kenapa Kutetapkan batasan dan kadar, sebuah kesepakatan, pada seluruh makhluk hidup. Aku akan memanggil kembali setiap makhluk sesuai dengan kesepakatan itu.

“Wahai Bumi, melalui segenggam tanah sebagai pinjaman darimu ini, Aku melipatgandakan manusia seribu kali, dan Aku perintahkan mereka mengembalikan seribu genggam tanah itu pula kepadamu. Ini ‘hutang’-Ku, kewajiban yang akan Aku emban. Ketika kesepakatan manusia telah berakhir, Aku bayar ‘hutang’-Ku ini kepadamu. Kuambil segenggam tanah ini darimu, dan bila seorang manusia tak mengembalikannya kepadamu, maka hal ini akan menjadi tanggungan besarnya di Hari Penentuan. Dia akan terhukum. Aku akan mengembalikan setiap manusia ke tempat yang sama di mana segenggam tanah itu diambil untuk menciptakannya. Akan Kuletakkan setiap jasad di tempat yang semestinya, dan akan Kuraih jiwanya. Aku akan melakukannya sesuai kesepakatan dan kadar tiap orang. Oleh karena itu, wahai Bumi, jangan kau khawatirkan dirimu tentang hal ini. Karena alasan inilah Aku perintahkan Izrail untuk meletakkan segenggam tanah itu di titik pusat, Karbalaa’. Inilah hati, dan di dalamnya terdapat rahasia. Tak perlu kau khawatirkan tentang hal ini.”

Tuhan menyimpan segenggam tanah itu di Karbalaa’ selama 70 tahun, di mana Ia menurunkan hujan 7 tahun lamanya demi memperbanyaknya. Lalu Ia pun mengambil tanah itu dan membentuk jasad bagi Adam a.s. Beberapa lama kemudian, karena Bumi dan Nur telah bersatu, Tuhan menerangi cahaya Nur Muhammad di dahi Adam a.s. Titik ini disebut sebagai mata kebijaksanaan: kursi. Sekalipun mata kita tertutup, bila kita membuka mata yang lain, mata rahmat Tuhan, mata kebijaksanaan ruhani dan pengetahuan (gnanam dan ilm) maka kita akan mampu melihat segalanya. Seseorang yang berada di tingkatan ini akan memiliki keindahan. Ia pun akan dikenal sebagai Suratul Insan, Suratul Qur’an, atau Suratul Fatihah.

Penciptaan 3
Bawa Muhaiyaddeen

Kala itu, ketika Tuhan menciptakan Adam a.s., iblis tinggal di surga sebagai raja para jin. Ia dipanggil dengan sebutan “Abu”. Lalu ia datang, ditemani seribu pengikutnya, melihat apa yang sedang terjadi. Ketika iblis melihat Adam a.s., ia menyaksikan betapa indahnya makhluk itu. Berkat cahaya yang ada di dalamnya, Adam a.s. menjadi begitu indah, bersinar.

Adam a.s. pun menatap seksama kepada iblis. Lalu iblis berkata dengan angkuhnya, “Wahai Adam, adakah engkau manusia itu yang Allah ciptakan? Engkau hanya terbuat dari tanah, namun seperti itukah engkau menatapku? Tatapanmu membuatku bergidik! Bila Tuhan menempatkanmu di bawahku, di bawah kekuasaanku, aku akan menolongmu dengan cara apapun yang kumampu. Tapi kuperingatkan kau, bila Dia menempatkanmu di atasku, maka aku akan melakukan apa saja demi menyiksamu.”

Maka wajah yang bersinar penuh cahaya itu pun menatap semakin tajam kepada Abu, dan iblis pun membentak kasar, “Beraninya kau menatapku seperti itu, kau hanya terbuat dari tanah!” Iblis meludahi Adam a.s. Maka, begitu ludah itu tepat mengenai perut Adam a.s., racun yang terkandung di dalamnya pun mulai menyebar ke seluruh tubuhnya. Tempat jatuhnya ludah itu menjadi tanda lahir baginya.

Menyaksikan kejadian itu, Tuhan berkata kepada Jibril a.s., “Wahai Jibril, pergilah kepada Adam. Iblis telah meludahi ciptaan-Ku yang suci. Racun iri, sombong, dan serakahnya telah memasuki Adam dan mengotorinya. Pergilah dan ambillah racun itu.” Dengan seketika, Jibril a.s. pun berada di tempat itu. Maka dengan kedua jarinya, Jibril a.s. mencongkel secuil tanah di mana ludah itu tepat mengenai perut Adam a.s. Bekas congkelan itu kini menjadi pusar di perut manusia, dan merupakan satu di antara 28 huruf pembentuk jasad manusia.

Satu huruf yang diambil dari jasad Adam a.s. itu diberikan kepada seekor anjing, dan diletakkan pada mahkota kepalanya. Ketika Adam a.s. menerima jiwa, lalu bangkit, anjing pun bangkit. Karena satu huruf di kepalanya itu, anjing menjadi hewan yang penuh rasa syukur. Ia dapat hidup bersama manusia dan mengikutinya. Ia mampu mendegar kata-kata dan mencintai pemiliknya. Namun, terkecuali di atas kepalanya itu, yang tak tersentuh itu, seluruh bagian jasadnya yang lain adalah najis, kotor, penuh dengan hawa nafsu dan sifat-sifat iblis lainnya.

Tuhan lalu meletakkan jiwa ke tubuh Adam a.s. Jiwa itu dimasukkan melalui ujung atas mahkota kepalanya, atau ‘arsy, dan turun ke seluruh tubuhnya. Perlahan, otak pun melalui berfungsi, namun seluruh bagian tubuhnya yang lain masih bersifat tanah/bumi. Lalu jiwa itu turun menyentuh matanya, maka mata itu pun melihat. Turun menyentuh hidung, dan hidung dapat mencium. Menyentuh telinga, dan hidung pun mendengar. Turun menyentuh lidah, dan Adam a.s. pun kini mampu berkata-kata. Saat itu, walau ia baru setengah jadi, dan jiwa itu baru memasuki dadanya, Adam a.s. menggeliat dan mencoba menekan dirinya dengan kedua tangannya.

“Wahai Adam, bersabarlah,” Tuhan berkata, “Lihatlah, engkau masih setengah jadi. Setengah tubuhmu adalah daging dan tulang, sementara yang lainnya hanyalah tanah tak berbentuk. Sekalipun demikian, engkau terburu-buru hendak bangun. Inilah tanda bahwa manusia akan menjadi makhluk yang tak penyabar. Sungguh ia akan menjadi makhluk yang terburu-buru!” Lalu Adam a.s. bersin, dan jiwa itu pun meresap dan turun ke seluruh tubuhnya.

Beberapa saat kemudian, Tuhan memerintahkan para malaikat untuk mengundang Adam a.s. ke surga. Di sana Tuhan memanggil para utusan, makhluk-makhluk terang (awlia) dan semua warga surga, dan Tuhan berkata, “Aku menciptakan Adam sebagai pemimpin. Berdirilah di belakang Adam dan sujud pada-Ku.” Mereka menuruti perintah itu, kecuali iblis dan seribu pengikutnya.

Melihat hal ini, Tuhan dengan tegas memerintahkan iblis, “Wahai Abu, berdirilah di belakang Adam dan sujud pada-Ku!”
Namun setan menjawab, “Ya Tuhan, hamba tahu bagaimana bersujud pada-Mu. Namun hamba tak akan menyembah-Mu di belakang Adam. Ia dicipta dari tanah, sementara hamba dari api, maka hamba tak mungkin berdiri di belakangnya.”
“Manusia bersujud pada-Ku. Berdirilah di belakangnya dan sembah Aku!” Tuhan memerintahkannya lagi.

Namun iblis bersikeras menolak, “Hamba tak akan berdiri di belakangnya.”

Sekali lagi Tuhan menyeru, “Wahai yang terkutuk, sembah Aku dan berdirilah di belakang Adam.” Namun iblis tetap menolak.

Akhirnya Tuhan mengutuk iblis, seraya berkata, “Wahai mal’uun (yang terkutuk), engkau yang terusir! Tak ada tempat bagimu di sini. Aku mengirimmu ke neraka.”

“Hamba siap ke neraka,” jawab iblis. “Adam adalah musuh hamba.

Maka sebelum hamba pergi, ijinkan hamba untuk menghancurkan Adam dan seluruh pengikutnya!”

“Siapapun yang mengikuti-Ku tidak akan mengkutimu, dan siapa saja yang mengikutimu tak akan mengikuti-Ku,” Tuhan menjawab.

“Jika engkau berniat menghancurkan siapa yang berserah diri pada-Ku, maka engkau akan tertolak dalam hina. Kekuatanmu akan luluh. Engkau tak mampu menghancurkan pengikut-Ku tanpa ijin dari Ku. Engkau tak memiliki kekuatan untuk menghancurkan mereka yang berserah diri pada-Ku. Sekarang, pergilah!”

Iblis meminta lebih banyak, “Ijinkan hamba untuk menghilangkan bentuk hamba dan menyelusup ke dalam manusia, dimana pun ia berada, dan menghancurkannya dari dalam dan luar.”

“Engkau hanya mampu berada di kegelapan, engkau tak akan mampu berada di tempat yang penuh cahaya. Jika engkau masuk ke diri seseorang yang hidup dalam keberimanan kepada-Ku, maka engkau akan terusir dalam kehinaan. Pergilah engkau, iblis!”
Namun iblis bersikeras, “Tak peduli seberapa banyak hamba akan gagal, hamba akan selalu mencoba. Bahkan pada detik terakhir kehidupannya di bumi, hamba akan sekuat tenaga menariknya ke dalam api hamba, membuatnya tak bisa membayar hutangnya pada-Mu. Bila segala cara telah gagal, inilah yang hamba lakukan!”

“Wahai yang terhina,” suara Tuhan menggelegar, “siapapun yang mengikuti-Ku akan hidup di bumi dan mengembalikan kehidupannya kepada bumi. Namun siapapun yang mengikutimu, akan hidup dalam api, berakhir dalam api dan tak kan mampu membayar hutangnya kembali kepada tanah. Barangsiapa menikmati kegelapanmu dan menumbuhkan sifat-sifat marah, dengki, iri, mencela, prasangka, sombong, karma, maya (ilusi), perilaku buruk, bohong, berbangga diri, balas dendam, dan siapapun yang percaya pada kekayaan dan iming-iminganmu pada neraka, maka ia akan berakhir di neraka. Bahkan sekalipun ketika ia hidup dalam jasadnya, kehidupannya akan terbakar oleh api neraka. Ia akan hidup dalam kenestapaan yang besar dan berakhir dalam apimu.

“Namun jika ia hidup bersama-Ku, jika ia berniat mendekat pada-Ku dan menumbuhkan sifat-sifat kesabaran, syukur, tawakkal kepada-Ku, dan menghaturkan puji-pujian kepada-Ku, jika ia melayani seluruh makhluk hidup seperti halnya ia melayani dirinya sendiri, menumbuhkan 30.000 sifat kasih sayang-Ku dalam dirinya dan mengasihi seluruh makhluk, ia akan mewarisi kerajaan-Ku. Namun ia yang mensifati dirinya dengan sifat-sifatmu akan selamanya menjadi korban api neraka. Baik dalam hidup maupun matinya, ia akan terbakar dalam api. Sekarang, keluarlah engkau, setan!”

Setan dan seribu pengikutnya pun terusir dari surga dan hadir di bumi. Sekalipun begitu, setan tetap mampu terbang ke tujuh tingkatan surga dan melakukan tipu dayanya. Di bumi, ia memiliki kekuatan berkata-kata melalui patung, batu, dan berhala. Di masa Namrud dan Firaun, ia menggunakan kekuatan ini dan mengakibatkan berbagai kesulitan bagi anak-anak Adam a.s. di Mesir dan Jerusalem. Tuhan mengirim utusan-utusan, satu demi satu, demi menepis kekuatan setan, dan akhirnya, melalui Rasul Muhammad s.a.w., kekuatan berkata-kata melalui berhala telah dihancurkan dan dilepas darinya.

***********

Anak-anak, Bersikaplah dengan Baik

Oleh M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Artikel diterjemahkan oleh Dimas Tandayu

Cintaku, cucuku, putra dan putriku, anak-anakku. Mendekat dan duduklah. Setiap dari kamu melihat kepadaku dan dengarkan baik-baik apa yang akan aku katakan. Engkau harus belajar bagaimana untuk bertingkah laku dengan baik.
Pertama engkau harus memikirkan apa yang baik dan apa yang buruk, kemudian engkau harus menyingkirkan apa yang buruk dan hanya melakukan apa yang baik. Rasakan bagaimana rasa dari perbuatan baik tersebut. Dan jika seseorang melakukan suatu kebaikan kepadamu, engkau harus membalas kebaikannya kembali. Tetapi jika seseorang melakukan suatu keburukan kepadamu, cukup lupakanlah. Jangan membalas perbuatannya.
Lebih lanjut, cucuku, engkau harus selalu menghormati ibu dan ayahmu. Tidak saja harus menghormati mereka, engkau juga harus mematuhi mereka. Jika seseorang usianya sedikit lebih tua darimu, maka engkau harus memperlakukan ia seperti kakakmu. Jika seseorang usianya jauh lebih tua darimu, engkau harus menghormatinya seperti ayahmu. Jika seseorang usianya lebih muda darimu, engkau harus menunjukkan cinta dan kasih sayang dan rangkul ia di bawah sayapmu layaknya seorang adik atau anakmu. Engkau harus menghormati dia. Bahkan kepada sapi, kambing, dan binatang lainnya, engkau harus menunjukkan cinta dan kasih sayang. Melalui hidupmu engkau harus menunjukkan tiga ribu sifat-sifat pengasih Tuhan kepada setiap orang. Engkau harus melakukan kewajibanmu dan menghormati mereka yang lebih rendah sebagaimana engkau menghormati mereka yang lebih tinggi. Engkau harus melakukan ini tanpa diskriminasi dan tanpa memperhatikan status mereka di dalam kehidupan.

Kewajiban apapun yang engkau lakukan kepada orang lain, engkau harus melakukan kewajiban tersebut dengan cinta, belas kasih, kebenaran, dan dengan hati yang terbuka. Jangan melakukannya dengan mementingkan dirimu sendiri atau keterikatan, dan jangan mengharapkan imbalan. Dimanapun engkau membantu seorang anak kecil atau orang dewasa, jangan mengharapkan bantuannya kembali. Tunjukkan mereka kasih sayang, dan ketika pekerjaanmu selesai, pergilah dengan bahagia.
Engkau jangan pernah memiliki pikiran, “Aku melakukan ini untukmu, jadi apa yang bisa engkau lakukan kepadaku sekarang?” Jangan pernah mempunyai pikiran seperti itu. Jika engkau menolong seseorang dan mengharapkan imbalan, maka engkau adalah orang yang mementingkan diri sendiri yang melakukan perbuatan egois, dan setiap bantuan, kasih sayang, atau kebenaran yang engkau berikan akan berbalik menyakiti dirimu. Hal itu akan mengumpulkan keburukan kepadamu. Jika engkau memberi pertolongan dengan cara seperti itu, hal itu adalah jahat, tidak baik. Engkau selayaknya tidak pernah berada dalam keadaan seperti itu. Imbalanmu datang dari bantuan yang engkau berikan, bukan dari orang yang engkau bantu. Adalah tanggungjawabnya, bukan tanggungjawabmu, untuk mengingat bantuan yang telah ia dapatkan. Engkau selayaknya hanya menyelesaikan pekerjaanmu kemudian pergilah. Adalah salah jika mengharapkan imbalan.
Cucuku, engkau seharusnya jangan pernah marah. Kemarahan adalah pembimbing dari dosa. Kemarahan akan membimbingmu menuju jalan dosa dan membawamu langsung ke neraka. Kebencian akan memakan kebaikanmu, kebijaksanaan sejati. Ketidaksabaran adalah musuh dari kearifanmu. Semua kemegahan itu bukanlah emas. Jangan pernah berpikir seperti itu ketika engkau melihat kebenaran. Sebuah pot emas tidak membutuhkan dekorasi, sebagaimana juga sebuah hati yang penuh dengan kebenaran. Kebenaran tidak butuh penghias.

Jika engkau memiliki kearifan sejati, engkau tidak perlu menerapkannya pada setiap tindakan. Setiap perkataan yang engkau ucapkan akan penuh dengan keindahan, cinta dan belas kasih. Kata-kata tersebut akan terasa manis dan bermartabat di setiap perkataannya. Jika kearifanmu muncul dari kebenaran, maka kearifan itu akan menjadi indah. Tidak di perlukan hiasan lagi. Jadi tidak lagi berbicara dengan kata-kata yang engkau ambil di sini, di tempat lain, atau dari bacaan pada buku-buku. Perkataanmu akan muncul secara otomatis dari dalam hatimu dan mengungkapkan kebenaran. Cukup hanya berbicara kebenaran. Tidak perlu lagi membubuhinya dan membuatnya berkesan.

Cucuku, jangan mencuri. Jangan engkau berbohong kepada kedua orang tuamu karena takut kepada mereka. Katakan kebenaran kepada mereka dengan belas kasih. Katakan, “Aku berbuat kesalahan. Tolong maafkan aku atas apa yang aku lakukan.” Pertama bermohonlah kepada Tuhan untuk memaafkanmu, lalu bermohonlah kepada kedua orang tuamu untuk memaafkanmu. Selanjutnya, mohon maaflah kepada setiap orang yang telah engkau sakiti. Jika engkau menyadari kesalahanmu dan bertobat, dosamu akan dihapus. Tetapi jika engkau tidak menyadari kesalahanmu, jika engkau tidak memohon maaf, dosa itu akan tetap bersamamu.

Jangan mengatakan sesuatu untuk menyakiti orang lain, selalu berbicara dengan belas kasih. Pandanglah orang lain dengan cinta dan kasih sayang; jangan melihat mereka sebagaimana harimau melihat. Jangan memunculkan pertengkaran dengan orang lain; cobalah untuk hidup bersama mereka dengan penuh cinta, kasih sayang, kepercayaan dan kedamaian.

Jangan pernah menyimpan permusuhan dengan orang lain di dalam hatimu. Singkirkan permusuhan dan segala bentuk sifat jahat di dalam dirimu. Jangan berpegang kepada keraguan, keraguan adalah penyakit yang parah. Buang hal itu. Buang segala bentuk kecurigaan yang engkau miliki kepada orang lain. Mereka adalah saudaramu. Hiduplah tanpa prasangka. Hal itu akan membuatmu bahagia. Hal itu akan menjadi surga bagimu.

Jangan menyakiti, menyiksa, atau menyebabkan penderitaan kepada mahluk hidup apapun. Bahkan seekor kerbau yang menarik kereta harus di perlakukan dengan penuh kasih sayang. Jangan memberi beban melebihi batas yang bisa ia angkut. Kemudian, ketika engkau di beri beban yang begitu berat bagimu, bisakah engkau membawanya? Apakah sulit bagimu? Lalu pikirkan penderitaan yang engkau sebabkan pada kerbau ketika mengangkat beban melebihi kemampuannya. Cucuku, engkau harus mengetahui kapasitas setiap tubuh dan mengetahui kapasitas keadaan seseorang. Hanya dengan begitu engkau bisa memberikannya pekerjaan yang sesuai, memperlakukannya dengan hormat, dan melindunginya.

Ketahuilah sifat-sifat pada hati setiap orang lalu layani mereka. Tetapi pertama, cobalah untuk mengetahui hatimu. Hanya dengan begitu engkau baru akan mengerti hati orang lain. Jika engkau telah mengerti hal itu, maka perkataan apapun yang engkau katakan dan kewajiban apapun yang engkau lakukan akan menjadi sebuah tanggungjawab sejati, tanggungjawab Tuhan selamanya. Jika engkau berada dalam keadaan seperti itu, kasih sayang yang engkau berikan kepada setiap orang akan menjadi kasih sayang Tuhan yang sempurna. Di dalam setiap situasi, lakukan kewajibanmu dengan pemahaman ini.

Permata indah yang menyinari mataku, cucuku, putra dan putriku, anak-anakku, ketika engkau pergi ke sekolah, perhatikan apa yang engkau pelajari. Jangan perhatikan apa yang orang lain perbuat. Jangan menghabiskan waktu dengan melihat hal lain. Konsentrasi pada apa yang engkau lakukan saat ini. Hanya hal ini yang seharusnya engkau pikirkan sampai engkau menyelesaikannya. Jika engkau pergi melakukan solat, konsentrasilah pada solat. Jika engkau membaca buku, konsentrasilah pada buku itu. Jika engkau memiliki pekerjaan lainnya, fokus kepada pekerjaan itu. Konsentrasi secara penuh dengan kearifanmu. Niatkan untuk melakukan apapun dalam keadaan seperti ini, dan lakukan segala sesuatu atas nama Tuhan.

Cucuku, jangan dengarkan apa yang di katakan orang lain. Jangan mendengarkan untuk mencari tahu apakah mereka membicarakan tentang engkau atau diriku. Di dunia ini begitu banyak percakapan dan begitu banyak ketidakpedulian (1). Jangan memberi telingamu kepada suara dunia, suara dari ketidakpedulian. Berikan telingamu kepada suara Tuhan. Miliki cinta atas kewajiban yang harus engkau lakukan dan berikan telingamu kepada kewajiban itu.

Permata indah yang menyinari mataku, lakukan setiap kewajibanmu dengan cara yang baik, tanpa memperhatikan pada dunia yang berada di dalam dirimu (2). Di dalam hal ini, lakukan tindakan yang tidak terbatas yang engkau lakukan setiap harinya. Ketidakpedulian, ilusi, dan setan selalu memainkannya di dalam dirimu (3). Hilangkan permainan yang terjadi di dalam. Dan lupakan mengenai permainan yang terjadi di dunia luar (4).

Cintaku, cucuku. Setiap dari kamu sebaiknya memikirkan hal ini. Selalu menyingkirkan apa yang buruk, simpan apa yang baik, dan bertingkah laku menurut yang baik. Raihlah sifat-sifat, Tindakan, dan sikap Tuhan dan singkirkan semua sifat-sifat yang lain.

Cucuku, jika engkau tumbuh di dalam keadaan dari kebaikan, engkau akan menjadi anak-anak Tuhan (5). Engkau akan hidup sebagai anak yang baik di dalam hidup ini, dan engkau akan di butuhkan baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Tuhan akan menerimamu sebagai anak-anak dari keimanan dan kebenaran. Engkau akan menerima kebaikan-Nya, dan melalui kebaikan-Nya tersebut engkau akan memperoleh keuntungan selamanya.
Hiduplah sebagai anak yang baik kepada segala sesuatu dan sebagai anak yang baik kepada Tuhan. Bijaklah kepada hatimu dan bijaklah kepada kearifanmu.
Cintaku, cucuku. Pikirkan hal ini dan lakukan hidupmu di dalam cara ini. Amin. Semoga Tuhan membantumu.
M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Come to the Secret Garden: Sufi Tales of Wisdom
Tambahan sedikit dari saya:
1)Diterjemahkan dari kata “ignorance”. Saya mengartikannya dengan ketidakpedulian. Maksud dari ketidakpedulian disini adalah orang-orang yang tidak perduli terhadap kebenaran. Orang-orang seperti itu disebutkan didalam Al-Quran sebagai: “Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.” (QS 25:73)
2) Maksudnya adalah hati tidak boleh bergantung kepada hal-hal duniawi.
3) Setan membuat diri manusia agar selalu tertarik kepada ketidakpedulian dan ilusi dari kesenangan duniawi.
4) Adalah kesenangan-kesenangan yang ada di dunia yang jika tidak disikapi dengan bijak akan menjauhkan kita dari Tuhan.
5) “anak-anak Tuhan” bukanlah suatu bentuk fisik. Metafora ini di gunakan untuk mengambarkan “rasa” dari sebuah hubungan. Hubungan Tuhan dengan hambaNya bisa di gambarkan bagaikan hubungan ibu dengan anak-anaknya. Sebagaimana seorang ibu mencintai anak-anaknya, menyayanginya, merawat, membesarkan, mengajarkan arti hidup, dll. Tuhan pun melakukan hal yang sama.

Bermanfaat Bagi Semuanya

Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Diterjemahkan oleh: Dimas Tandayu

Bismillahir-Rahmanir-Rahim: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Anakku yang mulia, cahaya-cahaya permataku, lihatlah segala sesuatu di sekeliling kita. Dalam beberapa hal, setiap ciptaan memberikan manfaat kepada kita, bukankah begitu? ambil rumput contohnya. Rumput berguna untuk sapi, kerbau dan kambing. Lihatlah pohon, ia memberi manfaat begitu banyaknya. Beberapa pohon menghasilkan buah-buahan untuk dimakan olehmu, dan pohon yang tidak menghasilkan buah juga memberikan keteduhannya, bukankah begitu? Buah-buahan, semak belukar, dan bunga-bunga semuanya memberikan manfaat untuk mahluk lain. Setangkai bunga dapat memberikanmu aroma yang harum, dan air dari danau dapat memuaskan dahagamu. Matahari memberikan kita cahaya, bulan memberikan kita kesejukan, dan bintang-bintang juga memberikan cahayanya. Semua ciptaan Tuhan memberikan manfaat kepada kehidupan lainnya. Setiap ciptaan membantu dan menyediakan kenyamanan untuk kehidupan lainnya.

Anakku yang mulia, kau harus menyadari ini. Semak-semak, pohon-pohon, bunga-bunga, rerumputan, hujan, dan awan semuanya memberikan kita kenyamanan. Bila mereka bisa menyamankan kita, bukankah sebaiknya kita juga bisa menyamankan orang lain? Kita juga harus memberikan manfaat untuk orang lain. Kita harus bermanfaat bagi setiap mahluk hidup.

Jika seorang manusia duduk di lembah gunung, bayangan dari gunung memberikan kesejukan dan mencegah ia dari panasnya terik matahari. Dengan hal yang sama, jika kau menjadi orang baik, maka kau akan dapat memberikan kenyamanan kepada mahluk lain yang sedang dalam bahaya, dan kau akan dapat memberikan ketenteraman di saat-saat penuh kesulitan. Jika kau seorang yang saleh, berbudi pekerti luhur dan tidak mementingkan diri sendiri, maka kita akan seperti gunung yang melayani tanpa mengharapkan balas jasa ataupun pujian. Jika kita bisa berada dalam keadaan seperti itu dan memberikan ketenteraman kepada mahluk lain, maka kita menjadi bermanfaat untuk orang lain.

Sebuah pohon menaungi kita dari panasnya terik matahari dan melindungi kita dari angin dan hujan. Sebuah pohon bisa begitu bermanfaat. Ia memberikan buah kepada mahluk lain untuk dimakan, tetapi pohon itu sendiri tidak pernah memakan buah yang dihasilkannya, bukankah begitu? Jadi, seperti itu, bahkan jika kita hidup di dunia ini, kita seharusnya tidak memiliki pikiran bahwa kita menikmati kesenangan dunia. Kita harus seperti pohon yang memberikan buah-buahan tanpa ikut serta menikmatinya.

Dengan hal yang sama, walaupun banyak mahluk hidup yang hidup di dalam air, tetapi air tidak pernah memakan mahluk hidup yang ada di air tersebut. Malahan, ia memberikan kehidupan kepada mahluk lainnya. Contohnya, terdapat banyak rerumputan yang ditemukan di dalam air, tetapi airnya tidak memakan rumputnya. Air memberikan kehidupan kepada mahluk lainnya. Seperti itu, anakku yang mulia, jika kita ingin menjadi manusia sejati, maka kita seharusnya menjadi penolong untuk seluruh makhluk hidup. Kita seharusnya tidak berharap untuk memuaskan kesenangan dan kelaparan kita. Kita seharusnya tidak berharap kepada pujian dan kehormatan. Kita seharusnya tidak melihat kepada hal-hal ini. Kita setidaknya harus melakukan tugas seperti yang dilakukan rumput dan semak-semak.

Tuhan melakukan tugasNya tanpa mementingkan DiriNya ataupun keterikatan kepada DiriNya, dan Dia memberi kehidupan kepada seluruh mahluk hidup. Bukankah begitu? Kita harus berada dalam kedaan yang sama seperti Tuhan. Anakku yang mulia, cahaya-cahaya permataku, sudah waktunya kita menghilangkan diri kita dan mengerti Pembimbing kita (Tuhan).

Setangkai bunga memberikan aromanya yang harum, bukankah begitu? seperti bunga yang merekah dan memberikan keharumannya, hati kita harus merekah dan kearifan pun datang. Hati hanya akan berbunga ketika kearifan merekah. Dan aroma harum baru akan muncul setelah cinta merekah didalam dirimu. Apakah seharusnya hati kita merekah seperti bunga sehingga kita juga bisa memberikan aroma yang harum? Seluruh mahluk hidup akan membungkukkan jiwanya kepada keharuman itu; semuanya akan tunduk kepada keharuman itu.

Setangkai bunga tidak perlu menonjolkan dirinya dan berkata, “Aku setangkai bunga.” Mahluk hidup akan menyadari keharumannya, dan mereka akan tertarik dan mendekatinya. Jadi, jika bunga saja bisa melakukan seperti itu, maka ketika kita hadir dengan hati yang berbunga dan merekah, dan juga dengan keharuman yang ada di hati kita, mereka yang mencintai Tuhan dan memiliki iman kepada Tuhan akan datang mendekati kita. Anakku, permata yang menyinari mataku, sebagaimana bunga menarik mahluk hidup, hati ini akan menarik mereka yang memiliki iman kepada Tuhan. Kita seharusnya berada di dalam keadaan ini.

Jika kita mencabut bunga dan memindahkannya dari pohon, bunga itu akan layu dan kehilangan keharumannya. Bunga tersebut hanya bisa memberikan keharumannya selama bunga itu masih berada dipohonnya. Hal yang sama, jika kita meninggalkan keadaan kita yang benar, bunga yang berada dilubuk hati kita yang paling dalam akan layu. Kita harus tetap terhubung kepada pohon yang merupakan hati. Jika kita meninggalkan hati, maka bunga yang ada di dalam hati kita akan musnah. Inilah yang terjadi ketika kita mencari pujian, kehormatan dan kedudukan demi kebanggaan diri kita. Maka kita akan seperti bunga yang dicabut dari pohonnya; segala kebaikan yang kita miliki di dalam diri kita akan mengering. Bukankah begitu?

Semua anak-anakku, tolong pikirkan hal ini, Tuhan selalu ada di setiap tempat, dan Dia melakukan TugasNya tanpa kebanggaan, tanpa kehormatan, dan tanpa ego “Aku”. Seperti itulah TugasNya. Dengan cara seperti ini seharusnya kita melakukan kewajiban kita, doa kita, ketaatan kita, dan ibadah kita. Tidak ada Tuhan yang layak disembah selain Tuhan Yang Maha Besar, Allahu ta’lla.

Anakku yang mulia, kau harus berpikir. Kau harus merenung. Kau harus menyadari. Kau harus mengetahui. Dan kau harus mengerti. Apa yang harus kita mengerti? Bahwa Allah ada dimanapun. Bahwa Allah ada disetiap kehidupan dan mengerti semua kehidupan. Yang Maha Esa yang ada dimanapun, apakah Dia tidak ada di dalam diri kita? Apakah kita harus pergi mencari DiriNya? Apakah kita harus membaca ayat-ayat untuk menghadirkan Dia di dalam diri kita? Apakah kita harus menunjukkan keajaiban untuk melihat Dia? Apakah kita harus terbang ke angkasa untuk melihat Dia? Apakah kita harus menutup mata kita dan menunggu untuk melihat Dia?

Anakku yang mulia, cahaya-cahaya permataku, lihatlah bagaimana air turun ketika hujan. Ia mengalir ke semua tempat dan memberikan manfaat ke setiap hal yang ia lewati. Ketika hujan turun, kau akan melihat pohon-pohon, rumput-rumput dan segala sesuatunya menjadi segar; semuanya memilki kesejukan di dalamnya. Danau-danau menjadi terisi, dan air yang berlebih pada danau mengalir menuju laut. Betapa indahnya ketika air mengalir menuju laut. Ketika hujan turun ke bumi dan danau, ia bermanfaat untuk seluruh mahluk hidup, bukankah begitu?

Dengan hal yang sama, di dalam setiap nafas, hati kita selayaknya mengagungkan Tuhan. Pada setiap saat, kita harus memperkenankan hujan dari Rahmat Tuhan turun membasahi hati kita. Setiap menit, setiap detik, di dalam setiap nafas, kita harus mengagungkan Dia. Di dalam setiap detik kita harus memiliki niat untuk beribadah kepadaNya. Setiap kata yang kita ucapkan haruslah perkataanNya. Setiap pemikiran haruslah pemikiranNya. Kita harus berada dalam keadaan ini. Di dalam pikiran kita, di dalam nafas kita, di dalam perkataan kita, dan di dalam niat kita, kita sebaiknya berhubungan dengan Tuhan. Kita harus hidup dalam niatNya. Apapun kegiatan yang kita lakukan, Dia harus selalu berada di dalam niat kita.

Hal ini bukanlah suatu perkara yang besar, anakku yang mulia. Kita mengira bahwa ini sesuatu yang sangat berat untuk dipikul. Tetapi lihatlah pada nafas: kegiatan apapun yang kita lakukan, nafas tetap berkerja secara otomatis, bukankah begitu? Ketika kita bekerja, apakah nafas berhenti bekerja? Ketika kita bekerja, apakah mata kita berhenti berfungsi? Mereka tetap bekerja, bukankah begitu? Kerja apapun yang kita lakukan, apakah peredaran darah tetap bersirkulasi? Apakah ia berhenti bersirkulasi karena kita sibuk bekerja? Tidak, mereka tidak berhenti. Apapun yang kita lakukan, nafas kita tetap mengalir tanpa henti. Dada kita mengembang dan mengempis, setiap organ tubuh berdenyut, setiap akar rambut tumbuh, dan setiap lubang pori-pori bekerja setiap saat. Jika mereka bisa melakukan fungsinya, maka apakah kita bisa selalu memiliki niat kepada Tuhan?

Niat dan kepercayaan kita terhadap Tuhan harus selalu bersama kita, sebagaimana mengalirnya nafas kita. Iman kita harus konstan. Pikiran-pikiran tersebut, niat kita terhadap Tuhan, nafas tersebut, perkataan tersebut, penglihatan tersebut, dan gema tersebut sebaiknya bekerja secara terus-menerus sebagaimana organ-organ tubuh yang berfungsi secara otomatis. Itulah yang dinamakan Zikir, mengingat Tuhan. Jika kau selalu berusaha mengingat Tuhan sebagaimana organ tubuh yang berfungsi di dalam tubuhmu, maka itulah yang di namakan ibadah.

Ini bukanlah suatu beban yang berat untuk dipikul. Yang lain semuanya bekerja secara otomatis; jika hal ini juga dapat bekerja secara otomatis, maka inilah yang di namakan Rahmat Tuhan. Rahmat inilah yang harus kita sebarkan ke segala sesuatu. Seperti hujan yang memberikan begitu banyak kenikmatan dan kesejukan, kita selayaknya memuaskan dahaga orang-orang yang kehausan. Kita selayaknya menghilangkan kelaparan orang lain dan mencoba untuk menenangkan keletihan mereka. Inilah Tugas yang harus kita lakukan.

Anakku, kita tidak selayaknya mengatakan, “Ini sulit, hal itu begitu sulit,” atau “Hal ini tidak mungkin”. Apa-apa yang kita bawa di dalam diri kitalah yang begitu berat. Ketika hujan turun dan terjadi banjir, kau bisa melihat pohon-pohon dan kapal-kapal mengapung di atas air. Tetapi ketika kau mencoba mengangkat pohon dari tanah, hal ini sangat berat. Jika kita mencoba mengangkat pohon sendirian, akan terasa sangat berat. Sama halnya, jika kau mencoba memikul sebuah kapal, terasa sangat berat. Tetapi ketika kapal tersebut berada di air, apakah ia berat? Tidak, kapal tidak terasa berat bagi air. Ketika kita meletakkan kapal di air, apakah yang terjadi? Kita bisa memenuhinya dengan beban tujuh kali berat kapalnya dan tetap tidak terasa berat bagi air.

Anakku yang mulia, segala beban-beban dan apa-apa yang berat yang kita kumpulkan selama hidup kita sama seperti ini. Kita mencoba membawa mereka bersama kita. Kita mencoba membawa bumi, kita mencoba membawa udara, kita membawa hasrat kita, kita membawa keterikatan terhadap dunia dan kecintaan terhadap hubungan-hubungan kita. Hal-hal ini begitu berat karena kita mencoba membawanya melawan gravitasi bumi.
Tetapi jika kau menjadikan setiap nafas membawa gema dari La ilaha, ill-Allahu- Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Hanya Allah yang ada; jika kau bisa mengambil setiap beban ini dan menyerahkannya kepada Dia Hu, ill-Allahu, ini seperti menyerahkan semua beban kedalam kapal tersebut. Lalu kau tidak memiliki beban lagi. Kau tidak memiliki beban untuk dibawa lagi. Sebagaimana air yang bisa menahan sebuah kapal, Allah akan membawa semua beban-bebanmu. Beban-beban ini tidak berat bagiNya, sebagaimana air tidak merasakan beratnya kapal dan beban-beban yang ada di dalam kapal tersebut. Jika kau berserah diri kepada Tuhan dalam keadaan seperti itu, tidak ada lagi beban untuk mu; Allahu akan membawa semua beban-beban tersebut. Tetapi jika kau hanya memberikan setengahnya kepada air dan kau berusaha membawa setengah lainnya, bagaimana kau akan memikulnya? Bagaimana kau akan membawanya?

Anakku yang mulia, tolong renungkan hal ini. Air hanya akan dapat menahan kapalnya ketika engkau memberikan seluruh kapalnya kepada air. Maka sebanyak apapun beban yang kau berikan, air masih dapat menahannya. Sama seperti itu, kita harus menyerahkan beban-beban kita seluruhnya kepada Tuhan, dan berkata, “La ilaha, Tidak ada Tuhan selain Allah, ill-Allahu, hanya Engkau yang ada, Oh Tuhan.” Dan Dia Yang Maha Bijak di seluruh Alam Semesta, Sang Rahmatul-‘alamin, akan membawa semua beban-beban kita yang berat. Semakin banyak beban yang kau berikan kepadaNya, semakin banyak yang akan Ia bawa.

Jika kau renungkan hal ini, kau akan menyadari bahwa jika kita hidup dalam keadaan seperti ini, berserah diri kepada Tuhan, maka kita tidak akan memiliki ketakutan ataupun kesulitan di dalam hidup. Dan ibadah kepada Tuhan menjadi begitu mudah. Kesulitannya terletak pada perbuatan kita yang mencoba membawa beban-beban tersebut dari bumi dan mencoba untuk menyerahkan beban-beban tersebut kepada Allah. Selalu terdapat ikatan keturunan, ras, dan agama yang mendorong kita. Kita membawa mereka, dan hal-hal itulah yang memberi kita beban. Tetapi jika kita bisa mengambil beban ini dan berserah diri kepada Tuhan, maka ibadah akan menjadi sangat mudah, untuk mencapai Tuhan menjadi mudah, untuk berbicara kepadaNya menjadi mudah, untuk menerima kearifanNya menjadi mudah, untuk bersatu denganNya menjadi mudah, dan mencapai kerajaanNya menjadi Mudah. Kita harus memikirkan hal ini. Kita harus merenungkan segala sesuatunya.

Anakku yang mulia, cahaya-cahaya permataku, kau harus berusaha untuk mencapai keadaan ini. Anakku yang tersayang, setiap dari kita harus berusaha untuk mengurangi beban-beban yang kita bawa bersama kita. Kita harus menyingkirkan beban-beban kita; kita harus berusaha. Semua masalah ini adalah akibat tingkah laku kita.

Semua anakku, kita harus memikirkan tentang hidup kita. Kita harus memikirkan tentang kewajiban dan perbuatan-perbuatan Tuhan. Kita harus mengerti hal tersebut dan berusaha untuk hidup dalam keadaan tersebut. Semoga ibadah kita berada dalam keadaan tersebut, dan mari kita berusaha untuk meraih singgasana Tuhan. Hal itu akan menjadi kemenangan bagi hidup kita. Itulah keagungan dari manusia dan kejernihan dari kearifan kita.

Anakku yang mulia, cahaya-cahaya permataku, semoga setiap dari kamu memikirkan hal ini. Berusahalah untuk berjalan dijalan yang lurus, dan berusaha untuk menilai diri kita. Untuk beribadah kepada Tuhan mudah, tetapi untuk mengerti sifat-sifatNya dan untuk berjalan pada jalan inilah yang sulit. Jadi mari kita berjuang untuk mencapai maqam tersebut. Amin. Amin.
As-salamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatu Kullahu. Semoga keselamatan Allah bersamamu dan Rahmat Allah dan Barokah Allah.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

********

Cinta Sekecil Atom

Salah seorang tetangga Nabi Musa pernah berkata,” Musa, karena engkau akan pergi ke bukit Sinai dan berdialog dengan Tuhanmu – tolong katakan pada-Nya agar mengirimi aku cinta, karena aku tidak memiliki rasa cinta bagimu dan Dia. Biarkan Dia kirimkan cinta, agar hatiku bahagia.”

Ketika sampai di Sinai dan telah menyelesaikan apa yang Musa ingin lakukan, beliau lupa akan pesan tetangganya, Allah-lah Yang mengingatkan beliau. “ Ya Musa, mengapa engkau lupakan tetanggamu ? Bukankah engkau berjanji padanya untuk menyebutnya dalam Hadirat-Ku ? “
“ Ya Tuhan, maafkan saya.”
“ Apa yang dia minta ?”
“ Dia membutuhkan cinta.”
“ Pulanglah dan katakan pada tetanggamu, Aku sedang mengirim cinta sekecil atom ke dalam hatinya.”
“Ya Allah, mohon kirimkan lebih dari itu, Engkaulah Yang Maha Pemurah.”
“Tidak. Itu sudah cukup.”
Musa kembali ke rumahnya dan mencari tetangganya. Ketika beliau menemukannya, tetangga itu tidak lagi berada didunia ini. Matanya terbuka lebar, kedua tangannya terangkat ke atas, mulutnya menganga. Dia tidak bergerak sedikitpun ataupun merasakan sesuatu.
“ Oh tetanggaku,” kata Musa “ Kabar baik, Tuhan sedang mengirimkan sebutir cinta pada hatimu.”
Namun tetangga itu demikian asyiknya sehingga tidak merasakan kehadiran Musa.

Allah-pun memanggil Musa dan mengatakan : “ Ya Musa, walaupun engkau menggiling tubuhnya, dia tidak akan merasakan apapun, dia hanya merasakan Aku.”

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

*************

Dialog Seorang Sufi Dengan Para Remaja Dan Orang Tua Mengenai Narkoba Dan Minuman Keras

Bawa Muhaiyaddeen: Aku berikan cintaku untukmu, anakku. Apakah ada pertanyaan yang ingin engkau tanyakan, atau haruskah aku yang berbicara terlebih dahulu, dan kemudian kalian bisa mengajukan pertanyaan? Jika kalian memiliki pertanyaan, silahkan bertanya.
Remaja: Saya memiliki seorang teman yang menginginkan saya pergi berkelana dengannya mengikuti sebuah band grup musik rock mengelilingi kota-kota. Saya katakan kepadanya bahwa saya sudah pernah mengikuti perjalanan seperti ini dan saya berpikir bahwa hal itu bukanlah suatu perbuatan yang baik untuk dilakukan. Saya berusaha menjelaskan bahwa perjalanan itu bukanlah sebuah ide yang baik, tetapi penjelasan saya tidak masuk akal baginya. Dia ingin mengetahui darimana saya mendapatkan ide dan penjelasan ini. Saya mengatakan padanya bahwa saya mengerti mereka dari beberapa hal yang telah engkau katakan kepadaku, tetapi dia benar-benar tidak bisa mengerti.

Pada dasarnya, saya rasa adalah ide yang baik jika Bawa bisa memberikan ceramah mengenai beberapa hal yang berbahaya yang sedang terjadi di dunia saat ini. Beberapa dari anak-anak disekitar kita sekarang sedang berada pada umur dimana mereka ingin pergi keluar bergaul, dan mungkin mereka tidak cukup bijak untuk melindungi diri mereka dari hal-hal yang berbahaya. Mereka mungkin tidak cukup mengetahui tentang obat-obatan dan pengaruh yang ditimbulkan dari teman mereka.

Bawa Muhaiyaddeen: Aku berikan cintaku untukmu, anakku. Tolong dengarkan baik-baik. Jika terdapat seekor kuda yang hidup di kota kemudian pergi meninggalkan kota dan menuju hutan belantara untuk bergabung dengan kuda liar, latihan yang telah diberikan kepadanya akan terlupakan, dan akan sangat sulit untuk ditangkap dan dilatih kembali. Ia akan terbiasa dengan liarnya hutan dan sifat-sifatnya akan berubah. Jika engkau ingin menangkapnya, engkau harus bersahabat dengannya dan membujuknya untuk kembali ke kota. Hal ini akan membutuhkan waktu yang lama, dan walaupun engkau bisa melakukannya, dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk melatihnya kembali. Bahkan bisa membahayakanmu ketika engkau berusaha untuk melatihnya kembali. Engkau bisa celaka. Engkau bahkan bisa jatuh dari kudanya dan mematahkan lengan atau punggungmu. Ketika engkau mencoba untuk melakukan sesuatu seperti ini, hal ini akan sangat berbahaya.

Tetapi, jika engkau membeli kuda yang telah berada dikota sepanjang waktu, akan sangat mudah untuk ditunggangi. Engkau bahkan bisa melatihnya lebih jauh dan mengajarkan kearifan yang baik kepadanya. Hal ini akan membuatmu aman melanjutkan perjalananmu.

Dengan cara yang sama dimana kuda kota yang tersesat dari jalan yang benar dan pergi menuju hutan belantara, terdapat juga manusia yang tersesat dari jalan yang benar. Sebagai hasilnya mereka menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan buruk. Mencoba untuk menasehati mereka akan sangat berbahaya.

Jadi engkau harus berpikir, “Manusia ini seperti kuda. Dia belum memperlajari apa-apa yang baik. Saya beruntung telah mengetahui hal ini pada diriku. Saya meninggalkan hidup yang liar dan datang ke kota. Sekarang saya mengerti apa-apa yang baik. Tetapi manusia kuda ini tetap belum mengerti, dan adalah tidak bijak bagi saya untuk mencoba menasehatinya. Hanya setelah dia mengalami kesulitan-kesulitan, kesedihan dan penderitaan yang telah saya alami. Hanya setelah singa-singa dan harimau dengan berwajah manusia datang menerkamnya dan dia harus berlari untuk menyelamatkan dirinya yang akan membawanya ke kota untuk dilatih. Sebaliknya dia tidak akan berusaha untuk belajar. “Hanya setelah dia menghadapi bahaya yang sama seperti yang telah engkau hadapi, baru ia akan berpikir untuk berubah. Sebaliknya ia tidak akan berubah.

Jangan pernah mencoba untuk memberi nasehat kepada orang yang tidak memiliki kearifan. Engkau harus menghindar dari orang-orang seperti itu. Pelajarilah keadaan seseorang sebelum engkau berbicara kepadanya. Jika engkau tidak melakukan ini, dan engkau mencoba untuk menasehati seseorang, hasilnya akan berbahaya. Hal ini akan seperti melempar batu kepada sebuah gunung. Batu yang engkau lemparkan akan terpecah menjadi beberapa bagian dan memantul kembali menyakiti dirimu. Ingat, jika engkau mencoba menasehati seseorang yang tidak mempunyai kearifan, akibatnya akan mengenaimu kembali dan mengakibatkan bahaya yang besar kepadamu. Hal ini akan membuat musuh bagimu dan engkau akan dibenci.

Jangan mencoba memberi makan singa dengan rumput. Jangan memberikan daging kepada kerbau. Mereka tidak akan memakannya. Dengan hal yang sama, jangan memberi nasehat kepada orang bodoh. Dia tidak akan menerimanya. Hanya memberikan kepada mereka yang berusaha untuk berubah. Hanya berikan kepada mereka yang memiliki kesadaran akan hal itu. Lalu ia akan mengambilnya dan menggunakan manfaat yang ada di dalamnya. Apakah engkau mengerti? Gunakan kearifanmu dengan cara seperti ini. Cara itu akan baik. Dalam sikap seperti ini seharusnya kalian menggunakan kearifan kalian.

Remaja: Ini adalah bagian yang ingin saya dengar. Alasan utama saya membawa pertanyaan ini adalah agar Bawa bisa mengatakan kepada kami mengapa obat-obatan tidak baik bagi siapapun. Obat-obatan ini sangat menjamur sekarang, dan banyak kaula muda yang menggunakannya. Bisakah Bawa mengatakan kepada kami kenapa kami harus menghindari obat-obatan ini?

Bawa Muhaiyaddeen: Baiklah, kita akan berbicara tentang hal itu. Aku berikan cintaku untukmu, cucuku, anakku, putra dan putriku. Apakah tujuan dari hidup kita? Anakku, alasan kita datang ke sini, tujuan kita di dalam kehidupan, adalah untuk belajar dan mengerti tentang rahasia Ayah kita* dan rahasia dari kerajaan surga. Ini adalah tujuan dari hidup.

Sekarang, ketika kita membeli sebuah ladang, tujuan kita adalah untuk menghasilkan panen yang baik. Ini hanya karena kita percaya bahwa ladang tersebut akan membawa keuntungan kepada kita dan manfaat setelah kita membelinya. Terkadang kita membeli tanah untuk membangun rumah dan terkadang kita membeli tanah untuk bercocok tanam. Selain itu, tidak ada gunanya untuk membeli tanah. Kita harus membuatnya berguna. Kita harus mengetahui apakah tanahnya baik untuk membangun sebuah rumah ataukah untuk bercocok tanam. Sebuah rumah harus dibangun pada dataran tinggi sehingga air tidak akan membanjirinya. Ladang harus dibangun pada dataran rendah sehingga air akan tersedia. Anakku, engkau harus memikirkan dan mengerti akan hal ini.

Jika tanahnya cocok untuk bercocok tanam, engkau harus mengetahui bagaimana cara untuk mengolahnya. Lalu, engkau harus menentukan benih apa yang akan tumbuh dengan baik di tanahnya. Engkau harus mengetahui bakteri apa yang ada di tanahnya. Engkau harus mengetahui serangga apa saja yang ada di sana. Engkau harus mengetahui berapa panjang akar dari benih yang akan tumbuh dan berapa jauh akar pohon yang akan tumbuh ke bawah. Engkau harus mengetahui dimana pohon yang paling besar akan ditanam dan dimana tanaman kecil akan ditanamkan. Engkau harus mengetahui dimana dan bagaimanakah cara menanamkan sebuah pohon yang menghasilkan buah. Jika terdapat bagian yang memiliki batu, beberapa pohon bisa ditanam di sana. Jika terdapat bagian yang memiliki tanah yang lunak, tanaman kecil seperti padi dan ubi-ubian bisa ditanam di sana. Semua hal ini harus dipertimbangkan untuk menghasilkan ladang yang berhasil.

Sekarang, dengan cara yang sama kita bekerja keras untuk menyiapkan tanahnya dan membuatnya indah agar kita bisa mendapatkan manfaat darinya, kita juga harus bekerja keras untuk menyiapkan rumah dari kehidupan kita. Rumah dari kehidupan kita seperti ladang tersebut. Kita harus mengetahui dimana kita seharusnya membangun rumah bagi jiwa dan rumah bagi surga kita. Kita harus mengerti hal ini di dalam hati kita dan berusaha untuk membangun rumah tersebut. Kita harus memikirkan bahan apa yang kita butuhkan. Kita harus bertanya kepada diri kita, “Bagaimana kita seharusnya mengolah kehidupan kita?” Seperti apakah keadaan pikiran kita, hasrat kita, hati terdalam kita? Kita harus mengerti akal pikiran kita, yang sama seperti ladang, yang akan dilakukan untuk kita. Apakah yang akan dilakukan pikiran, hasrat, keangkuhan, karma, kemarahan, kekikiran, keterikatan, fanatisme, dan iri hati pada diri kita? Apakah yang akan dilakukan minuman keras, syahwat, pencurian, pembunuhan, dan dusta pada diri kita? Apakah yang akan dilakukan iri hati, keraguan, kecurigaan, berbangga diri, dan egoisme pada diri kita? Apakah yang akan dilakukan semua hal ini pada diri kita? Ini adalah serangga-serangga yang akan menghancurkan ladang kita dan memakan kehidupan kita. Sifat-sifat buruk ini adalah seperti serangga-serangga yang akan menghancurkan ladang yang baik di dalam kehidupan kita. Mereka akan menghancurkan rumah kita dan seluruh sifat-sifat baik kita. Seluruh kehidupan kita, seluruh bentuk diri kita, akan tidak berguna atau bermanfaat sama sekali.
Tuhan telah memberikan rumah ini yang merupakan tubuh kita, dan di dalam tubuh ini adalah sebuah kekuatan besar. Di dalam kehidupan kita adalah sebuah kebenaran yang misterius. Kita perlu memikirkan tentang hal ini. Dengan hal yang sama ketika kita perlu untuk menganalisa dan mengerti tanahnya sebelum kita menanam di ladangnya, kita harus mengerti dan menganalisa hidup kita. Kita harus mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menghancurkan hidup kita, dan kita harus mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menggoda kita dan merusak pertimbangan kita.

Sekarang, ketika engkau melihat pemabuk menelusuri jalan, amati bagaimana ia berjalan. Lihat bagaimana ia jalan sempoyongan dan menabrak semua orang yang dilewatinya. Sekarang lihat manusia yang menggunakan obat bius. Dia akan tertawa, dia akan menangis, dia akan mengangguk dengan lidahnya menjulur keluar, dan dia akan melakukan segala jenis perbuatan gila. Dorongan apapun yang ada di pikirannya, akan terwujud di luar. Pikiran seseorang yang menggunakan minuman keras dan obat bius seperti heroin dan mariyuana melihat hal yang sama. Apapun yang dipikirkannya ia akan melihatnya di luar.

Jika engkau melihat seseorang yang menggunakan heroin, engkau akan melihat keadaannya. Pertama, dia akan memakainya. Lalu dia akan mengantuk dan mulai merasakan halusinasi.
Kepalanya akan tertunduk dan dia akan jatuh tertidur dengan lidahnya menjulur keluar. Jika engkau mencoba untuk membangunkannya, dia akan mendorongmu. Dia tidak akan mampu untuk duduk. Orang-orang yang melihatnya akan mengetahui bahwa ia sedang terbius. Dalam keadaan ini, dia akan kehilangan rasa malunya dan kemuliaan dari hidupnya.

Mariyuana adalah obat bius yang akan menumpulkan otak. Ketika seseorang menghisap obat bius, ia akan melihat di luar apapun yang di pikirkannya. Dia mungkin akan berpikir, “Hari ini aku akan bercinta dengan gadis ini. Gadis tersebut akan datang hari ini. Aku harus bertemu dengannya dan memeluknya hari ini.” Lalu, dia membayangkan melihatnya di hadapannya. Setiap orang yang lewat di depannya akan terlihat seperti gadis tersebut. Dia akan senyum kepada setiap orang yang dia lihat, berpikir bahwa dia sedang melihat gadis yang diinginkannya. Ketika efek dari obat bius mulai menghilang, dia akan menjadi sedih dan mulai menangis. Dia akan menangis, dia akan tertawa, dan nalarnya akan menjadi tumpul.

Apapun yang dia pikirkan saat dia sedang menggunakan obat bius, itulah yang akan di alaminya. Jika ia menghisap obat bius dengan pikiran sedang memukul seseorang, dia akan pergi dan berkelahi dengan seseorang. Dalam keadaan ini dia mungkin berpikir, “Ayah dan ibuku tidak memperdulikanku. Lihat apa yang akan aku lakukan kepada mereka!” Lalu, dia mungkin akan pergi ke rumah mereka dan menghancurkan segala sesuatu. Obat bius ini akan menghancurkan hidupnya dan sifat-sifat baiknya. Obat bius juga akan menghancurkan kehormatan orangtua mereka di masyarakat. Obat bius seperti mariyuana akan menyebabkan begitu banyak kesulitan seperti ini.

Pada zaman dahulu, ada beberapa pertapa yang mengisap mariyuana. Sepuluh ribu tahun yang lalu mereka menghisap tumbuhan ini di hutan. Mereka menghisapnya untuk tujuan tertentu. Hal itu memungkinkan mereka untuk melihat di dalam meditasi mereka tuhan apapun yang mereka pikirkan ketika menghisap obat biusnya. Mereka berfokus pada satu titik sebagai tuhan mereka. Mereka mungkin sedang memikirkan mengenai tuhan ular, tuhan sapi, atau tuhan harimau. Duduk di dalam meditasi mereka menghisap mariyuana dan kemudian mereka akan mulai melihat hanya tuhan yang mereka harapkan untuk dilihat. Mereka akan menjadi lupa akan sekitarnya. Mereka hanya fokus pada satu titik.

Tetapi mereka yang menghisap obat bius pada saat ini memiliki begitu banyak jutaan pikiran, dan perbuatan mereka adalah tidak berguna dan tanpa tujuan. Setidaknya para pertapa di hutan melakukannya untuk mencapai suatu keadaan. Tetapi jika engkau menggunakan obat bius pada saat ini, hidupmu akan rusak.

Ketika seseorang menggunakan heroin, dia tidak akan mampu berkerja. Jika dia melanjutkan untuk menggunakan obat bius ini, dia akan menumbuhkan penyakit dan tidak ada yang dapat merubahnya. Jika dia tidak memiliki uang untuk obat bius, dia akan mulai untuk mencuri atau bahkan membunuh. Dia akhirnya akan tergeletak di tanah seperti mayat. Dia bahkan tidak akan mengetahui apakah dia menggunakan pakaian atau tidak. Dia tidak akan mengenali istri dan anaknya. Dia tidak akan mengetahui apakah seseorang adalah pria atau wanita. Seluruh hidupnya akan berakhir. Ketika orang-orang melihatnya mereka akan berkata, “Oh, lihat orang mabuk itu di jalan.”.

Mariyuana, heroin, kokain, arak, wiskey, bir, dan champagne, semua adalah zat-zat yang akan menghancurkan dan membunuh manusia. Zat-zat tersebut akan membunuh kearifannya, kebenarannya, dan keindahannya. Zat-zat tersebut akan menghancurkan keindahan pada wajahnya, keindahan dari hatinya, dan keindahan dari hidupnya. Zat-zat ini bisa merubah manusia menjadi orang gila.

Beberapa di antaramu telah mengalami hal ini. Sudahkah engkau mengamati orangtuamu? Pada zaman sekarang, banyak orangtua yang menggunakan obat bius dan alkohol. Dalam keadaan ini apakah mereka memiliki pikiran atau pertimbangan akan pasangannya atau anak mereka? Tidak. Beberapa di antaramu telah mengalami hal ini, sudahkah? Jika engkau belajar dari pengalaman ini, engkau tidak akan menggunakan obat bius. Engkau seharusnya berpikir, “Oh, inilah yang dilakukan orangtuaku. Aku sebaiknya tidak mengulangi kesalahan mereka dan mengalami penderitaan yang sama, atau hidupku juga akan hancur.” Engkau harus memikirkannya dan belajar dari pengalamanmu.

Amati apa yang terjadi ketika seseorang menggunakan heroin, mariyuana, atau kokain, atau pergi ke bar dan diskotik, atau menyewa pelacur, atau melakukan tarian rock and roll. Engkau harus melihat hal ini. Apakah yang terjadi di tempat ini? Apakah hasil dari setiap perbuatan ini? Apakah yang terjadi ketika seseorang berprilaku seperti ini? Bahaya apakah yang akan ditimbulkan dari perbuatan ini? Engkau harus benar-benar memikirkan hal ini. Seorang ibu bisa kehilangan seorang anak. Sang anak kehilangan seorang ibu. Tingkah laku dan sikap baik mereka telah hilang.

Apakah perbedaan diantara binatang dan orang-orang yang berada dalam keadaan ini? Sudahkah engkau melihat bagaimana orang-orang menari di televisi dan cara mereka melompat-lompat seperti binatang? Sudahkah engkau melihat hal ini? Apakah ini menari? Hal itu lebih buruk daripada yang dilakukan binatang. Setidaknya bagian pribadi dari binatang tersebut tertutupi oleh bulu mereka. Bahkan dada mereka lebih rendah dari tubuh mereka sehingga tersembunyi. Tetapi orang-orang lebih buruk daripada binatang. Mereka bahkan tidak menutupi bagian belakang mereka.

Manusia telah diberkati dengan empat kebajikan yaitu kesopanan, sikap hati-hati, kesungguhan hati, dan takut akan berbuat salah. Ketika engkau melakukan hal ini, kebajikanmu akan hilang. Sapi, kambing, dan binatang lainnya memiliki ekor yang menutupi bagian pribadi mereka. Tetapi manusia memperlihatkan semuanya dan memamerkan diri mereka sendiri.

Sekarang, seekor sapi hanya memperlihatkan dirinya kepada pasangannya saja. Setiap beberapa tahun terdapat beberapa musim dimana sapi akan mengangkat ekornya dan mengijinkan sapi jantan untuk kawin dengannya. Jika sapi jantan mendekatinya pada waktu yang lain, dia akan menendangnya. Jika seekor sapi berada dalam keadaan ini, keadaan seperti apa yang seharusnya ada pada manusia yang begitu mulia? Tipe seperti apakah seharusnya seorang manusia? Kita perlu untuk memikirkan hal ini.
Engkau adalah anak kecil. Engkau adalah anak yang cantik. Kita semua di sini sebagai anak laki-laki dan anak perempuan, sebagai saudara. Engkau adalah putra dan putriku, cucu-cucuku. Engkau harus berpikir. Apa hal yang memuliakan manusia, dan apa hal yang menghinakan manusia? Apa yang membuat hidup manusia mulia, dan apa yang membuat hidupnya hina? Engkau harus mengerti hal ini melalui pengalamanmu.

Amati apa yang terjadi di sebuah rumah tangga ketika ayahnya adalah seorang pemabuk dan ibunya seorang yang baik, wanita yang damai. Pikirkan tentang berapa banyak kesulitan dan masalah yang harus diberikan seorang pria kepada istri dan anaknya ketika ia pergi ke tempat prostitusi. Atau jika wanita pergi dengan pria lain dan suaminya adalah orang yang baik, engkau bisa melihat kesulitan-kesulitan yang harus dialami anak dan suaminya. Engkau harus memikirkan tentang apa yang engkau amati dan alami.

Engkau memiliki mata, engkau memiliki telinga, engkau memiliki hidung, dan engkau memiliki lidah untuk berbicara. Engkau juga memiliki qolbu untuk mengerti hal ini. Sudahkah engkau mengerti, dengan menggunakan indra ini dan qolbumu, apakah yang terjadi pada keluarga ini? Sudahkah engkau melihat perceraian, kesulitan-kesulitan, dan masalah yang mereka derita? Sudahkah engkau melihat alasan bagi penderitaan ini?

Seorang pria pergi keluar dan minum. Dia pulang ke rumah larut malam terlambat dan berteriak dan memecahkan apapun. Atau bisa jadi sebaliknya. Seorang wanita pergi keluar dan tidak menjaga anaknya. Engkau harus memikirkan hal ini. Engkau harus mengerti hal ini. Mengerti hal ini adalah pembelajaran sejati. Obat-obatan, mariyuana, heroin, LSD, dan minuman memabukkan adalah penyebab penderitaan manusia. Mereka mengubah manusia menjadi anjing, hantu, keledai, kera, dan binatang lainnya. Hal inilah yang menghancurkan manusia.

Ketika seseorang pergi bertempur dalam peperangan, dia diberikan minuman memabukkan ini. Mengapa? Karena dia akan menjadi seperti orang bodoh yang akan membabi-buta mengikuti apapun yang diperintahkan kepadanya. Dia akan diperintahkan untuk pergi dan membunuh, dan dia akan pergi dan membunuh. Tetapi, jika ia tidak menggunakan minuman memabukkan ini, dia akan memilik kemurahan hati, perasaan kasihan, dan belas kasih, dan tidak akan mampu melakukan perbuatan keji ini. Dia tidak akan mampu untuk melakukan dosa-dosa ini. Dia diberikan minuman memabukkan ini agar dia mengikuti perintah.

Kadang-kadang sebuah perlombaan kuda diberikan obat-obatan dicampur dengan cairan ini untuk membuatnya berlari lebih cepat. Obat bius memiliki kekuatan untuk merubah kemampuan dari binatang dan manusia. Obat bius dapat merubah manusia dan membuatnya mudah mendapatkan kecelakaan. Obat-obatan ini akan menghancurkan seluruh hidupnya. Di dalam pengalamanmu mungkin engkau telah melihat orang mabuk, para penjudi, orang-orang yang pergi ke rumah bordil dan pergi berkeliling dengan wanita, dan orang-orang yang menggunakan obat bius. Sudahkan engkau melihat bagaimana menderitanya mereka dan mengalami begitu banyak kesulitan? Engkau harus belajar dari setiap pengalaman ini.

Setiap anak harus mempelajari alasan kenapa keluarga berpisah. Hal ini sering terjadi karena minuman keras. Apa yang terjadi ketika seorang pria memulai untuk minum? Hal ini dikatakan di dalam buku May a Veeram, atau Dorongan dari ilusi, yang ketika seorang pria mabuk oleh alkohol, dia akan menjadikan pemikiran apapun yang ada di pikirannya. Jika dia berpikir, “Hari ini aku harus memberikan istriku pukulan yang baik,” dia akan mulai untuk bertengkar dengan istrinya. Di lain waktu seorang wanita akan lewat di depannya ketika dia sedang minum. Dia berpikir, “Oh, dia wanita yang menarik. Aku harus mendapatkannya.” Lalu dia akan mulai menggodanya. Jika wanita tersebut dalam keadaan yang sama, dia akan mengedipkan matanya dan mengatakan, “Oh, aku di sini, ikut denganku.” Lalu apakah yang akan terjadi? Dia akan menjadi pelacur. Dia akan berbicara dan tertawa untuk mengalihkan pria tersebut. Lalu wanita itu akan memutarnya dan mengambil apapun yang ada di dalam kantongnya. Dengan senyumnya dia akan memikatnya dan membuat pria tersebut berada di bawah pengaruhnya.

Beberapa wanita seperti ini bahkan tidak akan memberikan pria tersebut seks yang diinginkannya. Mereka akan memberinya minum dan mencuri berapapun uang yang dia miliki. Beberapa wanita adalah pelacur dalam berbicara. Karena itu, mereka memikatmu dengan kata-kata mereka. Beberapa adalah pelacur menggunakan magic dan hipnotis, dan lainnya adalah pelacur seks.

Di lain waktu ketika pria mulai minum kembali, dia akan memiliki keinginan seksual. Lalu, dia akan mengingat pelacur dan mulai mencuri apapun yang dilihatnya untuk membayar pelacurnya. Dia bahkan akan mencuri barang milik anaknya, pakaian-pakain istrinya, dan perhiasannya. Dia akan mengambil apapun yang terdapat di dalam rumah dan menjualnya kemudian memberikan uangnya kepada wanita yang diinginkannya. Jika pelacurnya tidak mendapatkan uang darinya, pelacur itu tidak akan memenuhi keinginannya. Setiap waktu ketika pria tersebut pergi bertemu pelacurnya dia akan bertanya untuk mendapatkan lebih banyak lagi. Inilah yang terjadi. Pertama, pria mulai minum. Kemudian, nafsu muncul di dalam dirinya. Untuk memuaskan keinginannya, dia harus mencuri.

Para pecandu obat-obatan juga melakukan hal ini. Para pemabuk dan pecandu obat-obatan keduanya pergi ke tempat prostitusi untuk melakukan hal yang sama. Jika pecandu tidak memiliki obat-obatan, dia harus mencuri. Dia bahkan akan mencuri dari ibunya sendiri. Dia akan mencuri perhiasan ibunya. Dia akan mencuri dari rumah lainnya. Dia akan melakukan apapun untuk membeli obat biusnya. Dia tidak akan memiliki rasa malu, tidak memiliki perasaan aib, tidak berpikir bagaimana dia sedang menghancurkan hidupnya, dan tidak berpikir bahwa dia mungkin akan dimasukkan ke dalam penjara.

Apakah engkau mengerti? Ketika ketagihan, manusia tidak dapat hidup tanpa obatnya. Dia akan melakukan apapun untuk mendapatkannya. Jika dia tertangkap sedang mencuri sesuatu, dia bahkan akan mencoba membunuh orang yang menangkapnya. Dia akan melakukan pembunuhan agar bisa melarikan diri. Kemudian, dia akan lari. Dia akan mulai merasa takut untuk dilihat oleh siapapun. Dia akan takut jika polisi melihatnya. Dia akan lari ketakutan hingga polisi menangkapnya. Cepat atau lambat dia akan tertangkap, dan kemudian dia akan mulai berbohong.

Saat ini, dia telah melakukan lima dosa dari mabuk-mabukan, nafsu jahat, pencurian, pembunuhan dan berbohong. Bahkan jika engkau adalah teman wanitanya atau ibunya, semua yang engkau percayakan kepadanya akan hilang. Engkau tidak akan melihatnya lagi. Dia akan mengkhianati kepercayaanmu. Dia akan mengabaikan temannya. Walaupun dia memiliki hubungan persahabatan di masa lalu, dia akan berbuat curang dan berbohong kepadanya. Ketika kebenaran keluar, dia akan berbohong lebih banyak lagi. Ketika dia dibawa ke pengadilan, dia tetap akan berbohong. Dia akan berusaha untuk menghindar dengan mengatakan kebohongan demi kebohongan. Kemudian, dia mungkin akan dimasukkan ke dalam penjara. Dia mungkin bisa dipenjarakan seumur hidup, atau dia mungkin akan digantung. Di dalam penjara, di akan memiliki mengalami penderitaan yang tidak terkatakan. Hanya setelah dia akan berpikir, “Perbuatan-perbuatan yang aku lakukan ini adalah salah.” Hanya setelah dia tertangkap dan dipenjaran baru dia akan memikirkan hal ini. Lalu, dia akan menangis. Dia akan melewati semua ini. Hanya setelah hidupnya telah terperangkap di dalam penjara, baru dia akan berhenti dan berpikir. Sebelum itu dia tidak akan berhenti. Inilah kenapa mabuk-mabukan, nafsu jahat, pencurian, pembunuhan, dan berbohong diketahui sebagai lima dosa yang jalan bersamaan.

Seorang pemuda mulai tergoda untuk melakukan lima hal ini pada saat berumur sekitar empat belas tahun. Remaja putri mulai memiliki hubungan dengan hal ini ketika mereka berumur dua belas tahun. Pada saat-saat umur seperti inilah mereka mulai dekat dengan teman-teman mereka. Mereka memiliki teman baik, teman-teman yang menggunakan obat-obatan, teman-teman yang memiliki kearifan, dan teman-teman yang memiliki sifat-sifat baik. Mereka memperoleh berbagai macam teman.

Masa dimana hidup manusia akan menjadi mulia atau hina adalah ditentukan pada saat umurnya dua puluh lima tahun. Pada masa ini dia akan diasosiakan dengan teman baik, teman buruk, teman-teman yang menggunakan obat-obatan, atau teman-teman yang minum alkohol. Teman-teman ini dapat mempengaruhi dan merubahnya pada saat itu. Jika pertemanannya buruk, mereka dapat merubahnya dan membuatnya buruk. Mereka dapat membuatnya untuk menggunakan obat-obatan seperti LSD, mariyuana, heroin, kokain. Mereka bisa membuatnya mencuri, mengatakan kebohongan, pergi ke prostitusi, pergi ke bar dan diskotik, dan menghabiskan waktu di taman. Teman-teman yang buruk akan mengajaknya untuk bergabung bersama mereka dan mempengaruhinya untuk melakukan hal-hal ini. Lalu hidupnya akan berakhir. Jika dia memiliki teman baik, teman tersebut akan melihat bahwa dia akan menuju pada jalan yang baik dan bergabung dengan kumpulan teman-teman yang baik.

Sekarang, engkau mencoba menolong temanmu untuk menjadi baik, tetapi dia tidak menerima pertolonganmu, dan dia pergi menjauh. Untuk mengajak orang bergabung di jalan yang benar adalah sulit. Tetapi banyak orang yang mau untuk bergabung pada jalan yang buruk. Kebanyakan adalah buruk. Jika engkau mencoba untuk membawa seseorang menuju jalan yang baik adalah sangat sulit. Teman-teman yang baik berada dalam minoritas. Teman-teman yang buruk berada dalam mayoritas. Tetapi untuk mendapatkan teman yang baik adalah sangat sulit. Dibutuhkan waktu untuk menemukan mereka. Hal inilah yang terjadi ketika seseorang dalam masa pertumbuhan.

Jika seseorang berubah seperti temannya yang buruk, seluruh hidupnya akan hancur. Ketika engkau melakukan keburukan-keburukan ini, seluruh hidupmu akan teracuni. Sifat-sifat buruk, kemarahan, menggunakan obat-obatan dan mabuk-mabukan, pikiran dan perbuatan buruk adalah kuman yang akan menghancurkan hidupmu. Engkau harus melepaskan diri dari hal-hal ini. Walaupun engkau sedang belajar di sekolahmu, engkau harus belajar dari pengalamanmu sendiri. Engkau telah melihat orang-orang tertawa dan menangis. Engkau telah melihat seseorang menjual barang miliknya, bahkan pakaiannya, untuk membeli obat-obatan. Engkau telah melihat orang mencuri barang orang lain dan menjualnya untuk membeli obat-obatan. Apakah engkau mengerti? Engkau telah melihat hal ini di sekelilingmu. Sudahkah engkau melihat hal-hal ini di sekolahmu?

Bagaimana seseorang terjerumus ke dalam keadaan ini? Inilah yang harus dipikirkan remaja putra dan putri. Ketika seorang anak lahir, orang tuanya menginginkan anaknya agar sukses. Mereka terikat pada anaknya dan mereka menginginkan anaknya untuk hidup dengan baik. Sayangnya, beberapa orang tua itu sendiri berada dalam keadaan buruk, dan anaknya, mengamati hal ini, mungkin akan mengikuti langkah orangtuanya. Dalam hal ini, anak mungkin juga akan jatuh ke dalam keadaan buruk sebagaimana orang tuanya. Bahkan jika mereka memiliki orang tua yang baik, beberapa anak mungkin akan terpengaruhi oleh teman yang ada di sekolah dan merubahnya lebih buruk lagi. Jadi, terdapat anak-anak yang menjadi buruk karena keadaan orang tua mereka, dan terdapat anak-anak dengan orang tua yang baik yang menjadi sesat disebabkan oleh teman yang bergaul dengan mereka.

Dengan hal yang sama dimana hidup kita dihancurkan oleh sifat-sifat iri hati, kebohongan, keraguan, balas dendam, kecurigaan, kemarahan, berbangga diri, keangkuhan, karma, ilusi, prasangka-prasangka pikiran, nafsu buruk, kebencian, kekikiran, fanatisme, serakah, cemburu, minuman keras, pencurian, pembunuhan, memisahkan karena warna kulit, dan perbedaan dari “aku” dan “kau” obat-obatan juga akan menghancurkan hidup kita. Obat bius dan sifat-sifat buruk pada dasarnya memiliki akibat yang sama. Tingkat kemuliaan yang bisa kita raih dalam hidup kita tidak akan pernah tercapai jika kita menyerahkan hidup kita kepada obat-obatan ini, alkohol, dan sifat-sifat buruk.

Ketika engkau mengamati dengan teliti apa yang terjadi di dunia ini, engkau akan mengerti hal ini. Beberapa remaja akan datang kepadamu dan menangis, dan beberapa akan datang kepadamu dengan tertawa. Beberapa adalah pendiam dan menyimpan apa-apa bagi mereka sendiri. Beberapa mengeluh dan meratapi. Engkau harus memikirkan keadaan ini dan memutuskan keadaan yang mana seharusnya bagimu, dan menyadari bahwa engkau bisa merubah dan meningkatkan hidupmu dengan sifat-sifat baik, prilaku baik, dan tindakan yang benar. Engkau harus menghindari bagian yang buruk dan mencoba membawa hidupmu menuju keadaan yang baik.

Aku berikan cintaku untukmu, cucuku, anakku, putra dan putriku. Sekarang, terdapat suatu masa yang di dalamnya engkau membangun kesuksesan atau kegagalan di dalam hidupmu. Ketika aku melihat benua-benua dari Amerika, Eropa, Asia, Africa dan Australia, aku melihat beberapa hal terjadi. Beberapa orang tua mendorong anak mereka, apakah dia laki-laki atau perempuan, untuk pergi keluar dan mencari teman-teman yang berlawanan jenis. Mereka berkata, “Sebelum kamu menikah, kamu harus harus memiliki pengalaman tentang hidup dan seks.” Orang tua mereka sendiri mengirim anaknya kepada dunia untuk mengetahui tentang hal ini. Mereka mengirim anaknya untuk menemukan teman-teman yang berlawanan jenis sehingga mereka memiliki pengalaman sebelum menikah. Aku telah melihat beberapa orang tua melakukan hal ini.
Sebagai hasil dari didikan ini, banyak anak-anak yang menjadi gila. Beberapa adalah anak-anak yang baik tetapi sekarang mereka telah menjadi gila. Terdapat orang tua yang seperti ini. Jika anak mereka mencoba untuk belajar kearifan, pergi berjalan pada jalan yang baik, dan meningkatkan diri mereka, orang tua mereka tidak akan menyukainya dikarenakan oleh prasangka mereka. Mereka akan berkata, “Kamu bisa menjadi hippies, pergi kemanapun, lakukan apa yang kau inginkan, pergi ke prostitusi, kamu boleh menggunakan obat-obatan, tetapi kamu tidak boleh ikut terlibat dengan orang-orang dari agama dari ras lain.” Terdapat orang tua yang mengatakan hal ini.

Aku mengatakan kepadamu mengenai hal-hal yang telah terjadi di tempat tertentu. Anak-anak ini menjadi hancur karena hal ini. Mereka tidak dapat pergi ke jalan yang baik. Dan ini disebabkan oleh orang tua tertentu. Jadi banyak anak-anak yang telah datang kemari dan mengatakannya kepadaku. Beberapa anak-anak ini sedang berada di rumah sakit jiwa saat ini akibat ulah orang tua mereka.

Bagaimanapun, di beberapa negara asia, para orang tua tetap mengajarkan anak mereka tingkah laku dan sikap yang baik. Hingga anaknya melakukan pernikahan, orang tuanya menjaga mereka di rumah dan membesarkan mereka. Mereka memiliki batasan dan memastikan bahwa anaknya pulang ke rumah tepat waktu. Mereka membimbingnya dan melihat mereka pergi ke sekolah. Hingga mereka melakukan pernikahan, para orang tua melindungi dan membimbing mereka. Tetapi tempat seperti di Amerika, Eropa, dan Australia, para orang tua mendorong anak-anaknya untuk mencoba seks bahkan sebelum mereka menikah. Engkau tidak bisa menemukan kebahagiaan hidupmu di dalam cara ini.

Jika seseorang menghidupi kehidupannya hanya dengan satu pasangan dan mengalami seks hanya dengan satu pasangannya tersebut, maka dia tidak akan mengetahui bagaimana kenikmatan lainnya. Jika seorang pria atau seorang wanita hanya memilih satu orang dan hanya mengalami seks dengan orang tersebut, lalu pria atau wanita itu tidak akan menginginkan orang lain. Mereka tidak akan mengetahui tentang kenikmatan atau penderitaan yang mungkin mereka alami dengan orang lain. Mereka hanya ingin tetap dengan satu pasangannya tersebut. Kendatipun terdapat banyak kebahagiaan, penderitaan dan kesulitan-kesulitan, mereka akan tetap setia dengan pasangannya.

Bagaimanapun, jika mereka memiliki banyak pengalaman, mereka berpikir, “Yang ini lebih baik dari yang itu, dan yang itu lebih baik dari yang ini. Yang ini lebih nikmat daripada yang itu, dan yang itu lebih nikmat daripada yang ini.” Sebagai hasilnya mereka tetap berganti-ganti dan menjadi bercerai. Orang seperti itu bisa memiliki anak dari seorang pria, dua anak dari pria lainnya, dan anak lainnya dari orang lain. Mereka bahkan akan berkata, “Aku tidak menginginkan anak ini.” Banyak masalah-masalah seperti itu dan kesulitan-kesulitan yang didapat dikarenakan hal ini.

Jadi seorang wanita yang seharusnya hidup untuk seratus tahun dengan kecantikan menjadi tua ketika dia berumur dua puluh tahun. Ketika dia berumur dua puluh lima tahun, dia seperti seorang nenek-nenek. Lalu dia harus pergi ke dokter bedah plastik untuk menghilangkan kerutan yang ada di kulitnya. Tetapi bahkan dengan kulit yang baru, dia tetap seorang yang tua. Masa mudanya telah hilang.

Masyarakat dan para orang tua di beberapa negara membesarkan anak-anak mereka untuk menjadi seperti ini. Pada umur empat belas atau lima belas tahun mereka mengirim anak mereka keluar rumah dan membiarkan mereka melakukan apapun yang mereka suka. Tanpa bimbingan, anaknya mengikuti emosi mereka sendiri dan mengalami kesulitan yang besar hingga akhirnya mereka menjadi hancur.

Terdapat suatu masa dimana di dalamnya anak-anak menjadi sesat dan pergi menuju jalan yang salah. Untuk remaja putri adalah diantara umur dua belas hingga dua puluh tahun. Untuk remaja putra adalah diantara umur empat belas hingga dua puluh lima tahun. Ini adalah masa dimana hidup mereka menjadi hancur, pendidikan mereka menjadi terganggu, hubungan mereka dengan orang tuanya menjadi hancur dan prinsip-prinsip dan nilai-nilai kehidupan yang mulia diabaikan.

Diantara umur dua belas hingga dua puluh tahun, adalah masa dimana remaja putri menjadi terjerumus. Ini adalah masa dimana mereka akan mencari teman pria dan teman yang menggunakan obat-obatan. Ini adalah masa dimana mereka dapat mengikuti keinginan seksual dan bertingkah laku seperti prostitusi. Dalam periode ini, pendidikan mereka bisa hancur, mereka bisa keluar dari sekolah, dan kearifan mereka bisa hancur. Pada periode ini mereka akan tergoda untuk pergi ke pantai bersama teman prianya. Mereka mungkin akan pergi ke Atlantic City atau California dan berjalan setengah telanjang. Semua hal ini datang menggoda remaja putri ketika berumur diantara dua belas hingga dua puluh tahun. Akibatnya sekolah mereka, tingkah laku baik mereka, dan hidup mereka mungkin akan hancur. Para orang tua yang sangat perduli dengan anak mereka harus benar-benar konsentrasi dalam menjaga dan membimbing remaja putri mereka ketika berumur antar dua belas hingga dua puluh tahun. Adalah sangat penting untuk mengarahkan mereka pada umur ini.

Hal yang sama, kehidupan dari remaja putra bisa hancur ketika berumur diantara empat belas hingga dua puluh lima tahun. Ini adalah saat-saat penting bagi remaja putra. Para orang tua harus menentukan batasan, menjaga mereka di rumah, dan melihat bagaimana mereka belajar dengan baik ketika berumur diantar empat belas hingga dua puluh tahun. Jika para orang tua melakukan hal ini, mereka akan mampu dengan baik dalam pendidikan mereka, meraih cita-cita yang tinggi, mendapatkan perkerjaan, dan meraih keadaan yang tinggi di dalam kehidupan.
Adalah pada masa ini dimana para orang tua harus benar-benar menjaga anak mereka. Mereka harus membimbing mereka, memberikan mereka cinta, persahabatan, belas kasih dan pertolongan. Orang tua harus merangkul anak mereka dan mengajarkan mereka tingkah laku yang baik, sifat-sifat baik, dan kearifan. Setiap anak harus memikirkan hal ini. Ini adalah saat-saat dimana engkau bisa tersesat dan hidupmu bisa menjadi hancur. Ini adalah saat-saat dimana teman bisa menjadi pengaruh yang buruk bagimu. Ini adalah saat-saat dimana bahkan gurumu bisa salah membimbingmu. Ini adalah saat-saat dimana engkau bisa berubah dan berakhir di jalanan dan menjadi tersesat. Setiap anak harus memikirkan hal ini.

Jika engkau bisa mengatasi godaan pada masa ini, engkau akan memiliki batas yang kuat di dalam hidupmu. Tuhan akan memberikan tanda kepadamu dan berkata, “Ini adalah anak yang mulia. Anak ini tidak akan pernah terhinakan.” Engkau akan mendapatkan tanda itu dalam pendidikan dan pengetahuan, atau ilmu. Suatu saat ketika remaja putra berhati-hati dan mendapatkan tanda itu, dia tidak akan pernah tersesat. Dengan hal yang sama, ketika remaja putri mendapatkan tanda itu, engkau bisa melihatnya dalam keadaan mulia. Tidak ada siapapun yang bisa menyesatkannya atau menghancurkan hidupnya setelah ini. Dia harus mendapatkan tanda itu pada masa-masa tersebut.

Jadi, engkau anakku harus berusaha untuk mendapatkan tanda ini. Hidupmu bisa berupa keberhasilan atau kehancuran. Jika engkau berjalan salah pada periode ini, seluruh hidupmu akan berjalan menurun. Kemudian engkau akan menjadi seperti mayat. Tidak akan ada perbedaan antara dirimu dan binatang. Setidaknya binatang memiliki kebebasan pada hidup mereka, tetapi engkau bahkan tidak akan memiliki kebebasan.

Seekor kuda dapat memiliki beberapa kedamaian. Tetapi engkau tidak akan memiliki kedamaian itu di dalam hidupmu.

Aku berikan cintaku untukmu, cucuku. Engkau harus memikirkan hal ini. Engkau harus memikirkan dan merenungkan hal ini. Berusahalah untuk membangun kelengkapan ini di dalam hidupmu. Engkau harus berusaha untuk hidup di dalam sebuah cara dimana kesempurnaan dari hidup tercipta lengkap. Jika engkau memberikannya kepada obat-obatan dan memperoleh teman-teman yang buruk dan sifat-sifat yang buruk, maka hidupmu akan terganggu dan semuanya akan hilang. Hidupmu akan menjadi neraka yang panjang. Seluruh hidupmu akan menjadi seperti iklan bagi neraka. Hidupmu itu sendiri akan menjadi papan iklan bagi nereka. Putra-putra dan putri-putri engkau harus memikirkan hal ini.

Anak-anak, engkau harus memikirkan siapakah sahabatmu selama masa-masa penting ini. Sahabatmu adalah pendidikanmu. Hal ini akan menjadi temanmu yang akan menyelamatkan hidupmu. Pendidikanmu adalah teman yang akan selalu bersamamu hingga akhir waktu. Hingga engkau masuk ke dalam kubur, teman ini akan menemanimu. Kecuali bagi teman ini, tidak ada apapun yang akan menyelamatkan hidupmu. Pendidikan ini akan menjadi teman baikmu, temanmu yang terpercaya, temanmu yang setia dan penuh kasih sayang. Engkau tidak akan pernah menemukan teman yang lebih baik dari itu. Dalam masa-masa ini engkau harus memikirkan pendidikanmu sebagai temanmu yang terbaik. Tetapi, jika engkau meninggalkan teman ini, maka sifat-sifat jahat akan datang menjadi temanmu, dan hidupmu akan hancur. Ini pasti.

Aku berikan cintaku untukmu, putra dan putriku, anak-anakku, cucuku. Pikirkan hal ini di dalam hidupmu, dan pikirkan bahwa pendidikan sebagai satu-satunya temanmu di dalam kehidupan dan sebagai sahabat di dalam hatimu. Belajarlah dengan baik dan bertingkah lakulah dengan sifat-sifat baik. Berusahalah untuk mencapai kejayaan di dalam hidupmu.

Putriku, sebelum engkau berumur dua puluh tahun, hal ini harus benar-benar engkau teguhkan di dalam dirimu. Putraku, pelajaran ini harus engkah teguhkan di dalam dirimu selama periode umur diantara empat belas hingga dua puluh lima tahun. Kamu semua harus berusaha untuk memiliki ketetapan hati, usaha, keyakinan yang dibutuhkan untuk melakukan hal ini. Tetapi jika engkau membiarkan hal ini, engkau akan menghancurkan dirimu. Engkau harus benar-benar mengerti akan hal ini. Setiap anak-anak harus menyadari dengan penuh keyakinan bahwa ini adalah teman di dalam hidupmu.

Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah pergi kepada orang bijak dan bersama dengannya untuk beberapa waktu. Pelajarilah kearifan, sifat-sifat baik, dan kejernihan dari dirinya. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan dan kehidupanmu. Hal ini akan menjadi barang-barangmu ketika engkau berjalan di dalam kehidupan. Hal ini akan menjadi barang yang sangat berharga bagi pikiranmu. Hal ini akan menjadi kekayaan dan harta karun bagi hatimu. Ketika engkau sedang bersedih atau bermasalah, dia akan memberimu nasehat dan ketenangan. Semua anak-anak, semua putra dan putri, harus berusaha untuk melakukan hal ini. Jika engkau mensia-siakan saat ini dan hanya bermain-main, hal ini pasti akan menghancurkan sisa dari hidupmu. Apakah engkau mengerti?

Ini adalah waktu dimana engkau bisa tersesat dan menjadi terganggu.

Ini adalah saat-saat dimana temanmu bisa memberikan pengaruh buruk kepadamu. Teman yang menggunakan obat-obatan, teman yang mengunakan mariyuana, LSD, percintaan, seks, teman mabuk-mabukan, teman-teman yang membengkokkan perasaan dan pertimbangan yang baik, teman-teman dari kekikiran, keterikatan, dan fanatisme, semua jutaan teman-teman ini akan datang dan berusaha untuk membawamu tersesat. Ini bisa menjadi masa-masa dimana hidupmu berubah menjadi sebuah kegagalan. Untuk itu, engkau harus menjadi anak dari kearifan dan menggunakan kepintaranmu. Engkau harus memperkuat sifat-sifat baik, berprilaku dengan benar, dan kemenangan muncul dari masa-masa ini di dalam hidupmu.

Setelah periode ini, engkau akan mengetahui apa rahasia dari permainan ini. Kemudian, engkau akan dapat bermain dengan beberapa pengertian. Engkau akan mengetahui mana permainan yang benar. Jika engkau menyelesaikan pembelajaranmu selama periode ini, engkau bisa memainkan permainannya dengan pemahaman mana yang benar dan mana yang salah. Engkau akan mengetahui mana yang buruk dan mana yang baik, dan engkau akan mengetahui perbedaan antara terang dan gelap. Maka engkau tidak akan memainkan permainan yang salah, dan engkau tidak akan mengalami kesulitan-kesulitan lagi. Tetapi jika engkau menyerah dan berusaha untuk memainkan permainannya sekarang, hal itu akan salah. Semua anak-anak harus memikirkan hal ini.

Anakku, aku berikan cintaku. Semua anak-anak harus memikirkan hal ini. Apa yang buruk? Apa yang baik? Apa yang jahat? Apa surga dan neraka? Apa sifat-sifat baik dan apa sifat-sifat buruk? Kita harus memikirkan hal ini. Engkau harus memikirkan apa itu kebenaran dan apa itu kebohongan dan jalani hidupmu dengan cara yang baik. Ambil apa yang telah aku katakan kepadamu saat ini ke dalam hatimu. Renungkan atas apa yang telah aku katakan dan bertingkah lakulah dengan benar di dalam hidupmu. Hal ini akan menguntungkanmu dan memberimu kemuliaan, harga diri dan keadaan yang tinggi di dalam kehidupan. Lalu engkau akan mengerti kekuatan yang akan diberikannya kepada hidupmu.

Semoga Tuhan membantumu. Simpan ini di dalam hatimu. Engkau harus memiliki keimanan kepada Tuhan yang telah menciptakan kita. Engkau membutuhkan pertolongan dan rasa hormat dari orang tuamu. Jika engkau meraih martabat yang tinggi dalam sikap ini, engkau bahkan bisa untuk memperbaiki dan membantu orang tua yang tidak membesarkanmu dengan cara yang baik. Orang lain juga akan melihatmu, sifat-sifatmu yang mulia dan berusaha untuk meningkatkan diri mereka.
Permata berharga yang menyinari mataku, engkau adalah yang hidup di dalam hatiku, engkau adalah yang lahir bersamaku, engkau adalah buah manis yang ada di dalam hatiku, Aku berikan cintaku untukmu semua. Apakah ini cukup? Apakah sebaiknya aku berbicara hal lainnya?

Seekor sapi, seekor kambing, seekor gajah, setiap binatang melindungi dirinya sendiri. Mereka harus melindungi diri mereka dari singa-singa, harimau-harimau, dan banyak serangga beracun yang hidup di dalam hutan. Mereka juga harus menyelamatkan diri mereka sendiri dari ular besar yang hidup di hutan. Jika binatang ini datang ke hutan, semua binatang lainnya akan ketakutan. Bahkan bintang yang tidak takut terhadap binatang lainnya akan takut dengan manusia binatang ini, karena dia akan membunuh semuanya. Manusia binatang ini akan membunuh tanpa berpikir dua kali, tanpa merenungkan dan tanpa belas kasih. Maka dari itu, ketika manusia binatang pergi ke hutan, hewan yang sesungguhnya harus melarikan diri darinya.

Terdapat begitu banyak jutaan manusia yang lebih buruk dari binatang yang paling buruk. Terdapat manusia binatang yang membunuh. Terdapat manusia binatang yang menyiksa orang lain. Terdapat manusia binatang yang memperkosa orang lain. Terdapat manusia binatang yang mencari balas dendam dan manusia binatang yang mencoba untuk menghancurkan kehidupan orang lain. Sebagaimana binatang di hutan telah mempelajari bagaimana melindungi diri mereka sendiri, kita juga sebagai manusia harus belajar untuk melindungi diri kita dengan menggunakan analisis kearifan kita. Jika kita harus hidup di tengah-tengah manusia binatang ini, kita harus belajar melindungi diri kita. Kita harus sangat hati-hati dan menggunakan tujuh dari tingkat kesadaran kita: persepsi, kesadaran, intelek, pertimbangan, kearifan, kearifan analis Ilahiah, dan kearifan cahaya Ilahi. Dengan perasaan dan kesadaran, kita harus meraih sifat-sifat tersebut yang akan memungkinkan kita untuk melindungi diri kita sendiri.

Dengan menggunakan kearifan kita dan sifat-sifat baik, kita harus belajar untuk keluar dari binatang-bintangan ini. Jika kita tidak melakukan hal ini, maka dengan cara yang sama seperti manusia binatang yang pergi ke hutan dan membunuh segalanya, pikiran kita sendiri, hasrat buruk, dan sifat-sifat buruk akan membunuh kita. Hal-hal jahat ini adalah binatang-binatang yang ditemukan di dalam manusia binatang. Jika mereka memasuki diri kita, lalu hidup kita, sifat-sifat baik kita, kemuliaan kita, perbuatan baik kita, tingkah laku baik kita, cinta kita, kasih sayang kita, ampunan kita, dan sifat-sifat Tuhan dan keadilan akan hancur. Pikiran, yang merupakan binatang, hasrat buruk, yang merupakan binatang, dan binatang-binatang dari kekikiran dan kemarahan akan menghancurkan kita.

Binatang-bintangan ini tidak memiliki kemurahan hati dan belas kasih. Mereka hanya memiliki sifat mementingkan diri sendiri. Dengan sangat hati-hati kita harus berusaha untuk keluar dari binatang jahat ini dan sifat-sifat jahat ini. Dengan kejernihan dan kearifan yang besar, kita harus menghindar dan melindungi diri kita. Kita harus mewujudkan usaha ini. Hanya dengan begitu kita bisa menemukan kemenangan di dalam hidup kita.
Setiap anak-anak harus memikirkan hal ini. Kita harus berusaha untuk bertingkah laku baik di dalam kehidupan kita dan berjalan menuju jalan yang baik. Kita harus menemukan kejernihan ini di dalam kehidupan kita. Dengan kerendahan hatiku, dengan penuh cinta memohon kepada kalian semua untuk melakukan hal ini. Aku memohon kepadamu untuk tumbuh dan menjadi anak-anak yang bijak, baik, dan penuh kasih. Engkau harus menemukan kecerahan di dalam hidupmu
Amin. Amin. As-salamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatahu. Maka jadilah. Maka jadilah. Semoga kedamaian dan ampunan Tuhan selalu bersamamu.
M. R. Bawa Muhaiyaddeen

Tambahan sedikit dari saya:
*”Ayah kita”. Ketika kita membayangkan seorang ayah, hal apakah yang akan terbayang? mungkin akan terbayang suatu sosok yang membesarkan kita, menjaga kita, membimbing kita, menyayangi kita, mencintai kita, dll. Para sufi sering menggunakan metafora untuk menggambarkan suatu “rasa”. Bawa Muhaiyaddeen menggunakan kata “Ayah kita” menggantikan “Tuhan kita” agar “rasa” diatas timbul di hati kita pada saat kita mengingat Tuhan. Lebih lanjut telah jelas bahwa QS. 112:3 “(Allah) Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan”. Bawa Muhaiyaddeen kerap menggambarkan kasih sayang Allah terhadap jiwa-jiwa yang suci bagaikan cinta seorang ayah terhadap anaknya, dan selain itu juga karena setiap jiwa manusia berasal langsung dari Allah Ta’ala.
**********

Kejernihan Hati Imam Ali RA

Oleh M.R. Bawa Muhaiyaddeen
Suatu hari ketika ‘Ali sedang berada dalam pertempuran, pedang musuhnya patah dan orangnya terjatuh. ‘Ali berdiri di atas musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu, dia berkata, “Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka aku tidak boleh menyerangmu.”

“Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan tangan-tanganmu dan kaki-kakimu,” orang itu berteriak balik.

“Baiklah kalau begitu,” jawab ‘Ali, dan dia menyerahkan pedangnya ke tangan orang itu.

“Apa yang sedang kau lakukan”, tanya orang itu kebingungan. “Bukankah aku ini musuhmu?”

Ali memandang tepat di matanya dan berkata, “Kau bersumpah kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kau akan membunuhku. Sekarang kau telah memiliki pedangku, karena itu majulah dan seranglah aku”. Tetapi orang itu tidak mampu.

“Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata,” jelas ‘Ali.
“Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan antara kau dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu dalam keadaan seperti ini, maka aku harus mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan mempertanyakan hal ini kepadaku.”

“Inikah cara Islam?” Orang itu bertanya.

“Ya,” jawab ‘Ali, “Ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa, dan Sang Unik.”

Dengan segera, orang itu bersujud di kaki ‘Ali dan memohon, “Ajarkan aku syahadat.”

Dan ‘Ali pun mengajarkannya, “Tiada tuhan melainkan Allah. Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah.”

Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya.’Ali menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi sekali lagi dia tidak membunuh orang itu.
“Mengapa kau tidak membunuhku?” Orang itu berteriak dengan marah. “Aku adalah musuhmu. Mengapa kau hanya berdiri saja?, Dan dia meludahi muka ‘Ali.

Mulanya ‘Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya.

“Aku bukan musuhmu”, Ali menjawab.”Musuh yang sebenarnya adalah sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak membunuhmu.”

“Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?” orang itu bertanya.

“Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan. Antara kebenaran dan kepalsuan”. ‘Ali menjelaskan kepadanya. “Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk membunuhmu, aku tak boleh.”

“Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?”

“Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam.”

Dengan segera orang itu tersungkur di kaki ‘Ali dan dia juga diajari dua kalimat syahadat.

************

Lima Jenis Kegilaan

Oleh: Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen
Terdapat berbagai jenis kegilaan di dunia ini. Kita akan membahas lima jenis kegilaan yang paling umum.
* Gila yang berasal dari akal pikiran
* Gila akan wanita,
* Gila akan uang,
* Gila akan mabuk-mabukan,
* Gila akan kebijaksanaan.

Pada sebuah persimpangan jalan di dekat taman, berdiri sebuah pohon yang teduh. Lima orang dengan lima jenis kegilaan duduk bersama di bawah pohon tersebut. Mereka berbicara dengan diri mereka sendiri. Bagi orang yang berlalu-lalang, lima orang ini terlihat sama, tetapi terdapat alasan yang berbeda atas kegilaan mereka.

Manusia yang sakit jiwa mengambil semua potongan kertas dan lembaran daun kering yang ada di tanah dan meletakkannya di sekitar tangannya sembari mengoceh, “Kau pergi ke sini, kau pergi ke sana.”

Dia yang terobsesi oleh wanita mengambil semua potongan kertas dan mengira bahwa kertas itu adalah surat cinta. Dia berkomat-kamit, “Kekasihku menulis ini, kekasihku menulis itu. Kekasihku berkata, ‘Aku akan datang kepadamu!’”
Dia yang terobsesi oleh uang mengambil semua potongan kertas, melihatnya, membolak-baliknya, dan mengomel kepada dirinya sendiri, “Bank ini, bank itu. Rekening ini, rekening itu. Simpananku.”

Dia yang gila karena mabuk berdiri dan berjalan sempoyongan di jalan, menabrak orang lain dan benda-benda yang ada di sekitarnya. Akhirnya, dia terjatuh tak sadarkan diri di jalan, dan maling merampok pakaiannya. Ketika dia sadar kembali dia begitu malu, sehingga dia kembali ke rumah, bertengkar dengan istrinya, dan menyalahkan keluarganya atas kesalahannya.

Tetapi dia yang terobsesi oleh kebijaksanaan mengambil sebuah daun kering yang telah mati dan tersenyum dengan sedih. “Sungguh indah ketika engkau masih bersatu dengan tunasmu. Pada awalnya engkau adalah sebuah daun indah yang berwarna hijau yang menyejukkan orang lain. Kemudian engkau berubah menjadi kuning, dan saat ini warnamu menjadi sama dengan tanah. Engkau adalah daun kering yang akan kembali ke tanah sebagai pupuk. Setiap orang dan segala sesuatu akan mendapatkan takdir yang sama. Setiap orang dan segala sesuatu menjadi makanan bagi tanah.” Dia tertawa dan menangis, tetapi bukan dari dalam dirinya.

Manusia yang terobsesi dengan kebijaksanaan tertawa karena penjelasannya sendiri. Dia berkata, “Sungguh inilah kehidupan! Oh Tuhan, aku mencari-Mu dan menjadi gila. Engkaulah satu-satunya dokter yang dapat menyembuhkan kegilaanku. Jika Engkau tidak datang, aku akan mati seperti daun ini. Engkaulah Tuhan yang menciptakan, melindungi, dan merawatku. Engkaulah Tuhan yang memahami dan mengerti akan diriku. Berikanlah aku obat rahmat, cinta dan kebijaksanaan-Mu dan penuhilah kebutuhan-kebutuhanku. Aku adalah budak-Mu di dunia ini.” Hatinya terbuka, dan dia berserah diri kepada Tuhan.

Empat orang lainnya tidak menyadari hal ini. Mereka berbicara akan apa yang ada di dalam diri mereka. Tetapi bagi dunia, kelima orang ini terlihat gila.

Anakku, pahamilah keadaan ini. Jangan mengikuti apa yang dunia lakukan. Jika engkau melihat seseorang yang benar-benar mengerti akan dirinya, kehilangan dirinya dalam meraih kebijaksanaan, dan mati dalam Tuhan, engkau sebaiknya menghormatinya dan belajar kebijaksanaan dan kata-kata baik darinya. Hal itu akan menjadikan engkau mulia.

Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen

***********

Menemukan Kesalahan

Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Diterjemahkan oleh Dimas Tandayu

Cintaku untukmu, anakku, cucuku. Mendekatlah, dan aku akan memberitahu sesuatu kepadamu yang akan membantumu dalam kehidupanmu. Anakku, apakah kau pernah mengkritik orang lain dan menemukan kesalahan pada mereka, mengeluh “Kenapa mereka melakukan hal itu?” atau pernahkah kau melihat penderitaan yang ada di dunia dan bertanya, “Kenapa Tuhan melakukan hal ini?” manusia yang bijak tidak pernah memiliki pemikiran seperti itu. Dia akan mempelajari setiap situasi dan mencoba untuk mengerti apa sebab dan akibatnya. Akhirnya, ia akan berkata, “Ahh, jadi itulah kenapa hal ini terjadi”. Dia tidak pernah menyalahkan Tuhan atau bertanya atas cara yang Tuhan lakukan.

Jika kau berdiri ditengah badai dan mengkritik, mengatakan “Kenapa angin ini berhembus begitu kencang?” dan kau pun akan terperangkap di dalam badai tersebut. Jangan mencoba untuk mencari kesalahan pada badainya. Hal itu hanya akan menghancurkan dirimu. Lebih baik, pelajari badai tersebut dan carilah jalan keluar.

Anakku, Tuhan telah menciptakan berpasang-pasang hal yang berlawanan untuk mengajarkan kepada kita tentang kehidupan kita. Dia menciptakan benar dan salah, baik dan buruk, aroma harum dan bau busuk. Jika kehidupan tidak menyediakan hal-hal yang berlawanan ini kepada kita, bagaimana kita dapat mengerti segala sesuatu?

Kita hanya bisa mengerti kebaikan ketika kita telah mengenal keburukan. Kita hanya bisa mengenal cahaya ketika kita telah melihat kegelapan. Kita hanya bisa mengerti surga setelah kita mengalami neraka. Kita hanya bisa mengetahui terdapat sebuah kebenaran ketika kita telah menyaksikan sebuah kebohongan. Hanya ketika kita telah mengalami hasrat (nafs) rendah dan kerusakan yang datang dari mereka, baru kita akan mengerti pesan-pesan surga. Hanya ketika kita telah mengalami sifat mementingkan diri sendiri dan keterikatan terhadap sesuatu, baru kita akan menemukan jalan kita menuju pribadi yang tidak mementingkan diri sendiri dan tidak terikat terhadap apapun.

Demikian juga tidak ada nilai yang didapat dari mencari kesalahan dan mengkritik Tuhan atau siapapun. Lebih baik, kita seharusnya mencoba untuk mengerti setiap situasi dan mencari penjelasan di dalamnya. Setiap hal di dalam ciptaan terdapat suatu hal yang dapat mengajari kita, adalah tugas kita untuk menemukan pelajaran yang ada di dalamnya. Kita dapat memahami kebenaran melalui contoh-contoh. Itulah yang dinamakan kedewasaan. Manusia yang dewasa memahami penyebab dan akibat dari segala sesuatu.

Tanpa pemahaman ini, manusia hanyalah seekor binatang. Dia akan melakukan perbuatan buruk dan kemudian mengatakan itu adalah tugasnya. Tindakannya akan membawa kerusakan kepada dirinya dan orang lain. Tetapi manusia yang mengerti perbuatannya sebelum ia bertindak akan mendapatkan banyak manfaat dan akan memberi ketenteraman kepada orang lain. Dia akan menyempurnakan karya dari khazanah Yang Maha Kuasa. Jika keadaan ini dibangun di dalam diri manusia, dia akan dikatakan seorang insan kamil, manusia yang sempurna. Dia akan memahami.

Kita harus menemukan nilai dari segala sesuatu di dalam kehidupan kita. Kita harus menggunakan kearifan kita untuk memahami segala sesuatu. Kebenaran akan timbul dari dalam diri kita, dan di dalam kebenaran itu kita akan melihat cahaya Tuhan. Ini adalah keindahan dan rahmat dari jiwa.

Permataku yang bercahaya, kau harus merenungkan hal ini. Inilah kehidupan. Mengkritik dan mencari kesalahan hanya akan mendatangkan keburukan. Kau harus menyadari dimana letak kesalahannya dan kemudian menyingkirkan mereka. Apakah kesalahannya pada Tuhan? Apakah kesalahannya pada orang lain? Atau apakah kesalahannya pada diri kita? Dimana letak kesalahannya? Kita harus memahami ini dan menghindari mereka.
Cintaku untukmu.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

*********

Menyeberangi Padang Pasir Kehidupan Bersama Guru Tercinta

Diterjemahkan dari Crossing The Desert of Life
Ditulis Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Penerjemah Artikel: Dimas Tandayu

Sayangku, cucu-cucuku, anak-anakku, putra-putriku. Maukah kau ikut denganku ke Arabia? Sejauh kau memandang, yang terlihat hanyalah padang pasir. Lihat bagaimana angin menghembuskan pasir hingga menjadi sebuah gurun. Beberapa tebing bebatuan ada disini dan disana, dan biasanya terdapat semak-semak berduri atau pohon kurma, tetapi saat ini dapatkah kita melihat air, orang-orang, perkampungan, atau kehidupan lainnya?. Kemanapun kita memandang, kita hanya melihat pasir, batu-batu dan cakrawala yang menjulang. Jika manusia terdampar disini, dia akan berhadapan dengan badai gurun, angin topan dan matahari yang menyengat.

Cucu-cucuku, berkenala sepanjang padang pasir ini akan menjadi sangat sulit. Dapatkah kau rasakan kakimu tenggelam kedalam pasir setiap kali kau melangkah? Kau harus mengangkatnya pada setiap langkahmu. Oh, lihat disana, diujung cakrawala. Dapatkah kau melihat burung unta berlari bergerombol menelusuri gurun? Mereka bisa berlari hingga dua puluh kilometer perjam. Kita tidak dapat berlari secepat itu. Kenyataannya, kaki kita terasa sangat berat dipasir dan menyulitkan kita untuk berjalan. Tetapi kita harus terus bergerak, karena jika kita diam disini kita akan mati. Kita harus mencari air sebelum badai gurun datang. Jangan sampai keletihan, kita tidak boleh membuang waktu. Kita harus terus berjalan.

Awas nak! banyak kalajengking dan ular di dekat batu itu. Beberapa ular adalah jenis ular yang berjalan merayap kesamping ketika menyusuri pasir. Lihat, kau juga bisa melihat beberapa iguana dan tikus, dan disebelah sana ada seekor rubah. Bagaimanapun juga mereka semua bisa hidup di padang pasir ini. Tetapi sangatlah tidak mungkin bagi manusia untuk bisa bertahan hidup di sini dimana mataharinya sangat menyengat dan tanahnya yang tandus, dengan hanya beberapa pohon saja yang bisa memberi keteduhan.

Cucu-cucuku, mari kita berjalan menuju gunung bebatuan diujung sana. Lihat! Apakah kau melihat asap yang datang dari sana? Ayo kita berjalan lebih dekat lagi. Sekarang mata kita bisa melihat dua atau tiga tenda dengan kuda dan unta yang diikat di luar. Tetap berjalan, kita hampir sampai disana. Sepertinya beberapa keluarga nomad hidup di sini. Mereka pasti berasal dari suku yang hidup di padang pasir. Para nomad biasanya dipandang rendah dan digolongkan kedalam kasta yang rendah oleh mereka yang menggolongkan diri mereka sebagai kasta yang tinggi. Tetapi mereka ini sangatlah baik dan bijaksana. Lihat bagaimana mereka mendatangi kita dan menawari kita makanan dan air dari kendi-kendi mereka.

“Salam, mari bergabung dan makan bersama kami. Apa yang membawa kalian kemari?
“Kami datang untuk menjelajahi padang pasir. Dan kami belum bertemu seseorang pun sampai Tuhan membimbing kami kepadamu.”

“Sahabatku, kau membutuhkan air untuk perjalananmu. Hanya terdapat sedikit mata air di daerah ini, tetapi kami bisa memberitahu kepadamu bagaimana untuk menemukan mata air itu. Kami juga bisa mengarahkanmu kepada beberapa orang yang memiliki rumah di gunung terdekat. Kau selayaknya bisa menemukan mereka dengan mudah, tetapi jangan dengan berjalan kaki. Silahkan bawa kuda-kuda dan unta-unta kami, mereka terlatih untuk berjalan di gurun dan akan membuat perjalanan kalian lebih mudah. Kami menungganginya kemanapun kami pergi.”

Cucu-cucuku, apakah kau tidak bertanya-tanya bagaimana mereka menemukan makanan di tanah yang panas dan tandus ini? Ayo kita tanya tuan rumah kita. Kita bisa belajar sesuatu jika kita mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang ia katakan kepada kita.

“Kami memakan binatang yang hidup di gurun, burung-burung unta dan unta-unta, beberapa sapi liar dan beberapa ayam. Kadang-kadang kami menangkap sejenis kambing gunung yang memakan rumput pada bebatuan. Dimanapun kami menemukan air, kami menggali sumur, mengisi kendi-kendi kami, dan membawanya kembali ke tenda kami. Kami juga mendapatkan susu dari unta-unta kami. Bagaimapun kami memutuskan untuk tetap disini.Hidup mungkin sulit, tetapi kami tidak pernah kekurangan makanan. Tuhan selalu mencukupi kebutuhan kami.
Cucu-cucuku, ayo kita minum sedikit air dari kendi-kendi ini. Lihat, airnya sebening kristal dengan bayangan agak kebiru-biruan.Mmmm, rasanya begitu segar dan nikmat. Siramkan sedikit ke badanmu. Air itu akan menghilangkan keringatmu dan mendinginkanmu. Ahh, begitu segarnya.

Cucu-cucuku, perjalanan hidup kita sama seperti berjalan mengarungi padang pasir. Kita harus menyeberangi lautan ilusi dan kemudian menyeberangi padang pasir kehidupan. Hari ini kau telah mengalami kesulitan-kesulitan yang ada di kehidupan gurun, dan tetap saja banyak mahluk hidup disini yang hidup tanpa mengalami kesulitan. Unta-unta, burung-burung elang, rubah-rubah, dan ular-ular juga tidak kesulitan dengan badai gurun. Hanya manusia yang menderita. Binatang-binatang hidup hari demi hari, menerima apa saja yang mereka dapatkan setiap harinya. Mereka tidak memiliki kemampuan analisa yang bijak untuk mengetahui yang benar dan yang salah. Mereka memakan apapun yang diberikan kepada mereka, tanpa berpikir akan masa depan.

Tetapi manusia merasakannya sangat sulit. Ia mengumpulkan barang-barang dan menyimpannya untuk besok, hari setelah besok, dan juga untuk sepanjang hidupnya. Ia menimbun barang-barang untuk anaknya dan istrinya. Ia mengumpulkan begitu banyak barang-barang dan mengikat mereka menjadi sebuah timbunan besar. Dia membawa keburukan, hasrat, kegelapan, ikatan keturunan, ilusi, dan fanatisme. Apakah kau melihat bagaimana akan sulitnya bagi dia untuk berjalan menyeberangi padang pasir kehidupan dengan segala beban ini? Dia mencoba membawa muatan yang begitu berat, tetapi ia mendapati kesulitan karenanya bahkan untuk mengangkat kakinya sendiri. Binatang-binatang tidak membawa beban seperti itu. Kau lihat betapa mudahnya burung-burung unta berlari menyeberangi padang pasir. Manusia tidak dapat berlari secepat itu karena ia membawa begitu banyak timbunan beban. Dan seiring dengan waktu, badai gurun dari pikiran dan hasratnya berhembus melawan dirinya dan menekannya ke dalam. Betapa menderitanya ia!

Bahkan jika manusia memutus untuk berenang menyeberangi lautan ilusi, ketika ia telah gagal keluar dari daratan padang pasir ini, gundukan pasir menimpanya dari atas dirinya dan ia mati dalam neraka. Lalu rubah-rubah, anjing-anjing liar, tikus-tikus besar akan memangsa jasadnya. Manusia datang ke padang pasir kehidupan dengan sifat-sifat neraka, dan neraka menunggunya disana, siap untuk memangsanya.

Sayangku, cucu-cucuku. Kita harus berenang menyeberangi lautan ilusi, menyeberangi padang pasir kehidupan, dan menaiki gunung bebatuan dari pikiran. Kita harus menghindar dari semak-semak berduri yang merupakan sifat-sifat beracun yang berkembang didalam pikiran kita. Kita harus menghindar dari sifat jahat yang menyambar untuk memangsa kita, dan dari rubah-rubah, anjing-anjing liar, burung bangkai, singa-singa, harimau-harimau, dan beruang yang siap untuk mencabik tubuh kita. Kita harus menghindar dari setan yang berkeinginan amat besar untuk menelan kita.
Anakku, pada perjalanan ini kita belajar betapa sulitnya kehidupan di padang pasir. Tetapi kaum nomad yang kita temui tidak mengalami kesulitan yang berarti. Mereka sangat bahagia hidup disini, karena mereka mengetahui bagaimana untuk bertahan hidup di tanah yang tandus dan kering ini. Mereka memiliki unta-unta dan kuda-kuda untuk membawa mereka di padang pasir, mereka memiliki tenda yang memberi mereka tempat berlindung, dan mereka mengetahui bagaimana dan dimana untuk mencari makanan. Mereka bisa memberi kita kenyamanan dan menunjukkan kita bagaimana menemukan air. Kita menderita karena kehausan, karena kita tidak menyadari bahwa terdapat air di tempat kita berjalan. Tetapi mereka mengetahui.

Cucu-cucuku, sebagaimana ada manusia yang mengetahui bagaimana untuk hidup di padang pasir, terdapat beberapa manusia bijak yang mengetahui bagaimana caranya menjelajahi padang pasir kehidupan. Manusia yang bijak tidak menemukan kesulitan dalam perjalanan ini, karena ia berjalan pada keimanan, keteguhan, kebenaran, kebersamaan, dan cinta. Dia berjalan pada kearifan, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Tuhan, yang dapat bergerak sangat cepat. Anakku, manusia seperti itu akan membantu memudahkan perjalananmu dengan menawarimu bentuk perjalanan yang sama.

Sebagaimana suku nomad bisa memberitahu dimana kita dapat menemukan makanan dan air, manusia bijak bisa memberitahu kita dimana menemukan kebenaran. Dia bisa menunjukkan kepada kita bagaimana untuk meringankan kelelahan, kelaparan, kehausan dan bagaimana membuat perjalanan kita menjadi mudah. Dia akan menjelaskan dan menunjukkan setiap jalan dan setiap langkah yang ada diperjalanan. Dia akan menunjukkan kepada kita bagaimana caranya menyeberangi lautan ilusi, bagaimana menyeberangi padang pasir kehidupan, dan bagaimana untuk menghindar dari binatang ketidaktahuan. Dia akan menunjukkan kepada kita, “Ini adalah sifat-sifat baik, Ini adalah sifat bijak, inilah Tuhan.” Manusia bijak akan mengajarkan kepada kita bagaimana menjalani hidup kita, bagaimana menghalau ketidaktahuan dan menghindari kecelakaan, bagaimana menghindar dari angin topan, dan akhirnya bagaimana mencapai kebebasan bagi jiwa kita dan membangun hubungan menuju Tuhan. Manusia bijak mengetahui semua ini. Dan ketika kau berjalan bersamanya menyeberangi padang pasir kehidupan, kau akan menemukan perjalananmu lebih mudah karena bantuannya.

Sayangku, cucu-cucuku, tolong pikirkan dalam-dalam tentang hal ini. Kau harus menemukan manusia bijak seperti ini, seseorang yang telah menyeberangi padang pasir ini dan mengetahui jalannya. Dia akan menolongmu pada setiap jalan. Sangatlah sulit untuk menemukan manusia sejati. Hal ini telah terbukti dimasa lalu, terbukti di masa sekarang, dan akan tetap terbukti di masa yang akan datang. Memang sulit untuk menemukan seseorang yang mengetahui jalannya. Juga cukup sulit untuk menemukan makanan dan air yang kau butuhkan, tetapi kamu harus belajar bagaimana caranya. Kau jangan berharap keajaiban untuk membantumu. Apa gunanya keajaiban jika kau tidak bisa keluar dari padang pasir?

Cucu-cucuku, padang pasir kehidupan penuh dengan binatang-binatang. Jika kau tidak melewati padang pasir ini, kau akan mati dan menjadi makanan untuk rubah-rubah dan setan. Tetapi jika kamu menemukan manusia yang bijak, kau akan berhasil dalam menyeberangi padang pasir kehidupanmu dengan kebahagiaan, cinta dan kegembiraan. Itu adalah keajaiban yang sebenarnya. Keajaiban yang terjadi didalam diri, bukan sesuatu yang orang-orang melakukannya dari luar. Tolong mengerti hal ini, cucu-cucuku. Semoga Tuhan memberimu kearifan dan kejernihan hati untuk melakukan ini. Amin

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

**********

Sebuah Pelajaran Dari Burung Pelatuk

Cintaku, cucu-cucuku. Lihat pohon itu di sana. Apakah engkau melihat burung dengan dada putihnya yang indah, dihiasi dengan leher berwarna merah dan bulunya yang indah? Amati keindahan pada kepalanya, pada lehernya, dan pada kakinya. Betapa indahnya burung itu, bukankah begitu? Aku rasa burung itu adalah burung pelatuk. Benar, lihat bagaimana burung itu menggunakan paruhnya yang unik untuk mematuk kulit pohon. Tahukah engkau kenapa ia melakukan hal itu? Burung itu mencari serangga yang ada dalam kayunya.

Tidak seperti burung lainnya, burung pelatuk dapat berjalan lurus menaiki sebuah pohon. Ia juga bisa berjalan naik atau turun, berjalan ke setiap sisi, berputar mengelilingi batang pohonnya, mematuk-matuk untuk mencari makanan. Ketika seseorang ingin memanjat sebuah pohon, mereka harus meletakkan kedua tangan mereka di batang pohon dan memeluknya erat-erat. Tetapi burung pelatuk dapat berjalan naik-turun dengan mencengkram kuat batang pohonnya. Jika burung pelatuk harus memeluk batang pohonnya sebagaimana yang dilakukan manusia, ia tidak akan dapat mematuk dan mengeluarkan makanan dari dalam kayunya. Tidak ada burung lain yang bisa melakukan apa yang dilakukan burung pelatuk. Kebiasaan ini aneh untuk dilihat. Engkau tidak akan menemukannya pada burung lain.

Cintaku, cucu-cucuku. Seorang manusia bijak adalah seperti burung pelatuk, dan dunia ini adalah seperti sebuah pohon besar. Dengan keimanan, keyakinan, dan keteguhan hati, seorang manusia bijak, seorang insan kamil, bisa melakukan apa yang manusia lain tidak bisa lakukan. Seperti burung pelatuk, dia bisa dengan mudah memanjat ke atas, mematuk pada setiap tempat. Sebagaimana ia mengarungi dunia tanpa mengambilnya, ia mematuk dengan sifat-sifat Tuhan dan mengeluarkan kebenaran yang dibutuhkan bagi penghidupannya. Dia mengeluarkan cinta, kebijaksanaan, belas kasih, ketenteraman, dan Tuhan. Seorang manusia bijak tidak bergantung pada pohon dunia atau mengikatkan dirinya kepada akal pikiran dan keinginan (hasrat). Dunia tidaklah sulit baginya, karena ia bebas bergerak kemana saja ia kehendaki. Kehidupan dan hubungan-hubungan di dalamnya tidaklah berat baginya, karena ia memiliki iman, keyakinan, dan keteguhan hati yang dikenal sebagai iman. Seorang manusia bijak hanya mengambil kebenaran, sebuah titik dari segala sesuatu. Hal ini alami baginya. Kebanyakan manusia, pada sisi lainnya, menempelkan hidung mereka pada segala urusan dunia dan berusaha untuk mengambil segalanya. Karenanya, mereka menemukan banyak kesulitan ketika mereka berusaha memanjat pohon itu. Apakah engkau mengerti?

Burung pelatuk adalah burung yang lembut (subtle), dan manusia bijak adalah mahluk yang lembut (subtle). Jika manusia tidak menjadi bijak dan lembut, ia akan terus menggenggam dunia dan tidak akan mampu untuk memanjat dan terbang. Akan sulit baginya untuk mengeluarkan kebenaran. Akan sulit baginya untuk memiliki sifat-sifat baik atau untuk memahami cinta atau untuk meraih kemerdekaan bagi jiwanya. Karena hal inilah dia menderita dan terjatuh.

Cintaku, cucu-cucuku. Apakah engkau mengerti bagaimana manusia bijak hidup di dunia ini tanpa menggenggamnya? Adalah sangat mudah baginya karena ia memiliki iman, keyakinan, keteguhan hati, dan kebijaksanaan. Renungkan hal ini. Jika engkau juga belajar bagaimana untuk melakukan hal ini, engkau akan lebih indah daripada burung pelatuknya. Tuhan akan menempatkan mahkota keagungan-Nya pada kepalamu dan memberimu dua sayap dari kebijaksanaan dan iman. Kedua matamu akan begitu indah dan hatimu akan menjadi cahaya putih yang suci. Hidupmu akan lengkap, dan engkau akan memiliki ketenteraman.

Seperti itulah seorang manusia bijak. Semua manusia lainnya, semua yang tidak memiliki kebijaksanaan, berada dalam derita. Walaupun mereka membutuhkan Tuhan, kebijaksanaan dan cinta, mereka bergantung pada dunia dan karena itulah mereka menderita. Cucu-cucuku, semakin kuat engkau bergantung pada pohon dunia, engkau pun akan semakin menderita.
Cintaku, tolong renungkan hal ini. Semoga Tuhan memberimu kebijaksanaan.
Amin.
- M. R. Bawa Muhaiyaddeen

Sekuntum Mawar Hati

Penanya: Apa yang dimaksud dengan hati terbuka? Mengapa hati harus dibuka? Dan apa yang menyebabkan hati terbuka?

Bawa Muhaiyaddeen: Hanya ketika sekuntum mawar mengembang dan merekah, barulah keharumannya menyebar. Bukankah begitu? Sebelum merekah bisakah engkau merasakan keharuman mawarnya? Tidak, engkau tidak bisa. Bisakah engkau melihat keindahan mawarnya? Tidak bisa, ia hanyalah sebuah kuncup. Hanya tatkala mawarnya merekah barulah keindahan dan keharumannya terpancar.

Lubuk hati yang paling dalam, atau qolbu, adalah seperti sekuntum bunga mawar. Walaupun ia ada di sana, selama ia masih dalam keadaan kuncup, engkau tidak akan bisa merasakan keindahan mawarnya, warnanya atau keharumannya. Hanya ketika mawar qolbu merekah barulah engkau akan mengetahui kebahagiaan ketika mencium dan melihatnya. Pada saat itulah keindahan, keharuman, kebenaran dan keagungan qolbu diketahui. Hal-hal ini tidak bisa dilihat tatkala mawar masih dalam keadaan kuncup. Untuk itulah mengapa mawar qolbu tersebut harus dibuka. Ia harus merekah.

Sebuah taman mawar haruslah dikunci agar binatang tidak masuk dan merusaknya. Oleh sebab itu, kita harus membuka kuncinya, memasukinya dan merawatnya. Kita harus menyiram tanamannya, memberinya pupuk, dan menjaga mereka. Dengan hal yang sama, menggunakan kunci hikmah kebijaksanaan dari kebenaran, kita harus membuka taman mawar dari hati dan masuk ke dalamnya. Ketika di dalam, kita harus mengetahui apa yang dibutuhkan agar kuncup bisa merekah. Kita harus memberinya pupuk sifat-sifat Tuhan, tindakan Tuhan, perbuatan-Nya, kemulian-Nya, dan cinta-Nya. Dan kita harus menyiramnya dengan sifat-sifat Tuhan. Inilah hal-hal yang harus kita berikan kepada tanamannya.

Seiring kita melaksanakan tugas-tugas ini, suatu keindahan yang menakjubkan akan mulai merekah, dan kita akan mulai merasakan keharumannya. Itulah taman mawar dari hati. Dan Sang Penjaga dari taman ini adalah “Tuhanku!” Kita akan dapat melihat Penjaganya dan merasakan keindahan dan keharuman mawarnya di sana. Inilah mengapa kita harus membuat bunganya merekah. Inilah cara yang harus kita lakukan.

- M. R. Bawa Muhaiyaddeen

*********
True Love (Cinta Sejati)

Sahabatku…kita semua pasti sering mendengar yang namanya Cinta. Bertahun-tahun kita hidup, pernahkah kita merenung sejenak untuk memahami apa arti cinta yang sebenarnya?. Sering kita berusaha untuk mencintai dan dicintai, tetapi terkadang situasi memberikan keadaan yang berbeda dari apa yang kita harapkan. Beberapa orang menemukan cinta sejatinya, dan beberapa orang lainnya hatinya terluka karena cinta. Seorang guru berkata “Salah satu kekuatan yang paling besar di alam semesta ini adalah Cinta”. Bahkan Tuhan menciptakan alam semesta ini karena CintaNya.

Sahabatku, mari kita belajar arti Cinta Sejati dari seseorang yang menghabiskan hidupnya di Jalan Cinta. Semoga Cinta Tuhan selalu menaungi hatimu sahabatku…
with love, dimas.

True Love

Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Seorang bijak berkata kepadaku, “Anakku, mari kita bicara tentang cinta. Cinta apa yang kau miliki?” Merasa diri ini memang belum paham apa makna cinta yang sebenarnya, maka aku dengarkan baik-baik setiap wisdom yang menyemburat seperti cahaya.
Anakku, kamu harus membuka hatimu lebar-lebar agar bisa menangkap esensi cinta yang akan aku sampaikan. Simpan pertanyaanmu nanti, karena setiap pertanyaan itu terlahir dari akal. Seperti langit, akal melayang tinggi di atas bumi tempatmu berpijak. Dan kau pun akan jauh dari hati pijakanmu, satu-satunya titik yang mampu menangkap esensi cinta.

Lihat batang bunga mawar itu. Dia punya potensi untuk mempersembahkan bunga merah dan harum yang semerbak. Namun jika batang itu tak pernah ditanam, tak akan pernah mawar itu menghiasi kebunmu. Maka, hanya dengan membuka diri untuk tumbuhnya akar dan daun lah, batang mawar itu akan melahirkan bunga mawar yang harum. Demikian juga dengan hatimu, anakku. Kau harus membukanya, agar potensi cinta yang terkandung di dalamnya bisa merekah, lalu menyinari dunia sekitarmu dengan kedamaian.

Anakku, begitu sering kau bicara cinta. Cinta kepada istri, cinta kepada anak, cinta kepada agama, cinta kepada bangsa, cinta kepada filosofi, cinta kepada rumah, cinta kepada kebenaran, cinta kepada Tuhan… Apakah isi atau esensi dari cintamu itu? Kau bilang itu cinta suci, cinta sejati, cinta yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, cinta sepenuh hati, cinta pertama, … Apakah benar begitu, anakku?

Mungkin di kampung kau punya seekor kuda. Begitu sayangnya kau pada kuda itu. Setiap hari kau beri makan, minum, kau rawat bulunya, kau bersihkan, kau ajak jalan-jalan. Seolah kuda itu telah menjadi bagian dari hidupmu, seperti saudaramu. Kau mencintai kuda itu sepenuh hati. Namun, suatu ketika datang orang yang ingin membelinya dengan harga yang fantastis. Hatimu goyah, dan kau pun menjualnya. Cintamu tidak sepenuh hati, karena kau rela menjual cinta. Kau mencintai kuda, karena kegagahannya membuatmu bangga dan selalu senang ketika menungganginya. Namun, ketika datang harta yang lebih memberikan kesenangan, kau berpaling. Kau cinta karena kau mengharapkan sesuatu dari yang kau cintai. Kau cinta kudamu, karena mengharapkan kegagahan. Cintamu berpaling kepada harta, karena kau mengharapkan kekayaan. Ketika keadaan berubah, berubah pula cintamu.

Kau sudah punya istri. Begitu besar cintamu kepadanya. Bahkan kau bilang, dia adalah pasangan sayapmu. Tak mampu kau terbang jika pasangan sayapmu sakit. Cintamu cinta sejati, sehidup semati. Namun, ketika kekasihmu sedang tak enak hati yang keseratus kali, kau enggan menghiburnya, kau biarkan dia dengan nestapanya karena sudah biasa. Ketika dia sakit yang ke lima puluh kali, perhatianmu pun berkurang, tidak seperti ketika pertama kali kau bersamanya. Ketika dia berbuat salah yang ke sepuluh kali, kau pun menjadi mudah marah dan kesal. Tidak seperti pertama kali kau melihatnya, kau begitu pemaaf. Dan kelak ketika dia sudah keriput kulitnya, akan kau cari pengganti dengan alasan dia tak mampu mendukung perjuanganmu lagi? Kalau begitu, maka cintamu cinta berpengharapan. Kau mencintainya, karena dia memberi kebahagiaan kepadamu. Kau mencintainya, karena dia mampu mendukungmu. Ketika semua berubah, berubah pula cintamu.

Kau punya sahabat. Begitu sayangnya kau kepadanya. Sejak kecil kau bermain bersamanya, dan hingga dewasa kau dan dia masih saling membantu, melebihi saudara. Kau pun menyatakan bahwa dia sahabat sejatimu. Begitu besar sayangmu kepadanya, tak bisa digantikan oleh harta. Namun suatu ketika dia mengambil jalan hidup yang berbeda dengan keyakinanmu. Setengah mati kau berusaha menahannya. Namun dia terus melangkah, karena dia yakin itulah jalannya. Akhirnya, bekal keyakinan dan imanmu menyatakan bahwa dia bukan sahabatmu, bukan saudaramu lagi. Dan perjalanan kalian sampai di situ. Kau mencintainya, karena dia mencintaimu, sejalan denganmu. Kau mendukungnya, mendoakannya, membelanya, mengunjunginya, karena dia seiman denganmu. Namun ketika dia berubah keyakinan, hilang sudah cintamu. Cintamu telah berubah.

Kau memegang teguh agamamu. Begitu besar cintamu kepada jalanmu. Kau beri makan fakir miskin, kau tolong anak yatim, tak pernah kau tinggalkan ibadahmu, dengan harapan kelak kau bisa bertemu Tuhanmu. Namun, suatu ketika orang lain menghina nabimu, dan kau pun marah dan membakar tanpa ampun. Apakah kau lupa bahwa jalanmu mengajak untuk mengutamakan cinta dan maaf? Dan jangankan orang lain yang menghina agamamu, saudaramu yang berbeda pemahaman saja engkau kafirkan, engkau jauhi, dan engkau halalkan darahnya. Bukankah Tuhanmu saja tetap cinta kepada makhlukNya yang seperti ini, meskipun mereka bersujud atau menghinaNya? Kau cinta kepada agamamu, tapi kau persepsikan cinta yang diajarkan oleh Tuhanmu dengan caramu sendiri.

Anakku, selama kau begitu kuat terikat kepada sesuatu dan memfokuskan cintamu pada sesuatu itu, selama itu pula kau tidak akan menemukan True Love. Cintamu adalah Selfish Love, cinta yang mengharapkan, cinta karena menguntungkanmu. Cinta yang akan luntur ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah. Dengan cinta seperti ini kau ibaratnya sedang mengaspal jalan. Kau tebarkan pasir di atas sebuah jalan untuk meninggikannya. Lalu kau keraskan dan kau lapisi atasnya dengan aspal. Pada awalnya tampak bagus, kuat, dan nyaman dilewati. Setiap hari kendaraan lewat di atasnya. Dan musim pun berubah, ketika hujan turun dengan derasnya, dan truk-truk besar melintasinya. Lapisannya mengelupas, dan lama-lama tampak lah lobang di atas jalan itu. Cinta yang bukan True Love, adalah cinta yang seperti ini, yang akan berubah ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah. Kau harus memahami hal ini, anakku.

Sekarang lihatlah, bagaimana Tuhanmu memberikan cintaNya. Dia mencintai setiap yang hidup, dengan cinta (rahman) yang sama, tidak membeda-bedakan. Manusia yang menyembahNya dan manusia yang menghinaNya, semua diberiNya kehidupan. KekuasaanNya ada di setiap yang hidup. Dia tidak meninggalkan makhlukNya, hanya karena si makhluk tidak lagi percaya kepadanya. Jika Dia hanya mencintai mereka yang menyembahNya saja, maka Dia namanya pilih kasih, Dia memberi cinta yang berharap, mencintai karena disembah. Dia tidak begitu, dia tetap mencintai setiap ciptaanNya. Itulah True Love. Cinta yang tak pernah berubah, walau yang dicintai berubah. Itulah cinta kepunyaan Tuhan. Anakku, kau harus menyematkan cinta sejati ini dalam dirimu. Tanam bibitnya, pupuk agar subur, dan tebarkan bunga dan buahnya ke alam di sekitarmu.

Dan kau perlu tahu, anakku. Selama kau memfokuskan cintamu pada yang kau cintai, maka selama itu pula kau tak akan pernah bisa memiliki cinta sejati, True Love. Cinta sejati hanya kau rasakan, ketika kau melihat Dia dalam titik pusat setiap yang kau cintai. Ketika kau mencintai istrimu, bukan kecantikan dan kebaikan istrimu itu yang kau lihat, tapi yang kau lihat “Oh my God! Ini ciptaanMu, sungguh cantiknya. Ini kebaikanMu yang kau sematkan dalam dirinya.” Ketika kau lihat saudaramu entah yang sejalan maupun yang berseberangan, kau lihat pancaran CahayaNya dalam diri mereka, yang tersembunyi dalam misteri jiwanya. Kau harus bisa melihat Dia, dalam setiap yang kau cintai, setiap yang kau lihat. Ketika kau melihat makanan, kau bilang “Ya Allah, ini makanan dariMu. Sungguh luar biasa!” Ketika kau melihat seekor kucing yang buruk rupa, kau melihat kehidupanNya yang mewujud dalam diri kucing itu. Ketika kau mengikuti sebuah ajaran, kau lihat Dia yang berada dibalik ajaran itu, bukan ajaran itu yang berubah jadi berhalamu. Ketika kau melihat keyakinan lain, kau lihat Dia yang menciptakan keyakinan itu, dengan segala rahasia dan maksud yang kau belum mengerti.

Ketika kau bisa melihat Dia, kemanapun wajahmu memandang, saat itulah kau akan memancarkan cinta sejati kepada alam semesta. Cintamu tidak terikat dan terfokus pada yang kau pegang. Cintamu tak tertipu oleh baju filosofi, agama, istri, dan harta benda yang kau cintai. Cintamu langsung melihat titik pusat dari segala filosofi, agama, istri, dan harta benda, dimana Dia berada di titik pusat itu. Cintamu langsung melihat Dia.

Dan hanya Dia yang bisa memandang Dia. Kau harus memahami ini, anakku. Maka, dalam dirimu hanya ada Dia, hanya ada pancaran cahayaNya. Dirimu harus seperti bunga mawar yang merekah. Karena hanya saat mawar merekah lah akan tampak kehindahan di dalamnya, dan tersebar bau wangi ke sekitarnya. Mawar yang tertutup, yang masih kuncup, ibarat cahaya yang masih tertutup oleh lapisan-lapisan jiwa. Apalagi mawar yang masih berupa batang, semakin jauh dari terpancarnya cahaya. Bukalah hatimu, mekarkan mawarmu.

Anakku, hanya jiwa yang telah berserah diri saja lah yang akan memancarkan cahayaNya. Sedangkan jiwa yang masih terlalu erat memegang segala yang dicintainya, akan menutup cahaya itu dengan berhala filosofi, agama, istri, dan harta benda. Lihat kembali, anakku, akan pengakuanmu bahwa kau telah berserah diri. Lihat baik-baik, teliti dengan seksama, apakah pengakuan itu hanya pengakuan sepihak darimu? Apakah Dia membernarkan pengakuanmu? Ketika kau bilang “Allahu Akbar,” apakah kau benar-benar sudah bisa melihat keakbaran Dia dalam setiap yang kau lihat? Jika kau masih erat mencintai berhala-berhalamu, maka sesungguhnya jalanmu menuju keberserahdirian masih panjang. Jalanmu menuju keber-Islam-an masih di depan. Kau masih harus membuka kebun bunga mawar yang terkunci rapat dalam hatimu. Dan hanya Dia-lah yang memegang kunci kebun itu. Mintalah kepadaNya untuk membukanya. Lalu, masuklah ke dalam taman mawarmu. Bersihkan rumput-rumput liar di sana, gemburkan tanah, sirami batang mawar, halau jauh-jauh ulat yang memakan daunnya. Kemudian, bersabarlah, bersyukurlah, dan bertawakkallah. InsyaAllah, suatu saat, jika kau melakukan ini semua, mawar itu akan berbunga, lalu merekah menyebarkan bau harum ke penjuru istana.
Semoga Allah membimbingmu, anakku.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

****************

ANGIN API

Sebuah chapter dari buku Come to the Secret Garden: Sufi Tales of Wisdom
Dulu, sebelum mesin pemutar baling-baling yang menggerakkan roda kapal ditemukan, perjalanan mengarungi luasnya lautan atau menyusuri panjangnya sungai cuma bisa dilakukan dengan bantuan tiupan angin kencang. Tenaga sejumlah manusia yang disatukan memang mampu juga mengayuh perahu mengarungi lautan, tapi perlu waktu berpekan-pekan untuk tiba di tujuan. Itu pun belum tentu sampai, sebab bisa saja keburu dihantam badai di tengah jalan.

Kalau sedang tak ada tiupan angin, maka kapal pun terombang-ambing di tengah lautan atau perahu terpaksa dilabuhkan. Tanpa angin, kapal atau perahu tak akan pernah sampai ke tujuan. Maka kepergian orang pun terhenti di tengah jalan, dan barang kebutuhan hidup tak pernah tiba di tangan orang-orang yang membutuhkan. Maka, bahaya kelaparan pun datang mengancam.
Tanpa adanya tiupan angin, tentu tak akan pernah terjadi penyatuan serbuk bunga. Akibatnya tumbuhan tak akan mengeluarkan buah. Maka, sekali lagi bahaya kelaparan mengancam kehidupan manusia. Sebab, di mana pun di dunia ini, makanan pokok orang pada dasarnya adalah buah. Buah padi, buah gandum, buah pisang, atau buah kurma.

Tapi, jika angin bertiup kelewat kencang dan mengubah dirinya menjadi badai atau topan, maka kapal pun tenggelam, perahu karam, pohon bertumbangan, rumah ambruk, perkampungan porak poranda. Angin yang berlebihan ternyata membawa malapetaka. Dan tak cuma angin sebenarnya, apa pun yang berlebihan kerap mendatangkan celaka. Kekayaan yang berlimpah ruah, misalnya, bisa membuat orang pongah sehingga lupa kepada Yang Mahapemurah. Begitu pula kemiskinan yang kelewatan kerap membuat orang putus asa, lalu bunuh diri untuk segera tiba di neraka.

Namun demikian, ada angin yang sesungguhnya teramat panas tapi justru menjadi berkah. Namanya Angin Api yang cuma bertiup di gurun pasir. Angin Api inilah yang meranumkan sekaligus membuat manis buah kurma yang kerasnya tak terkira. Tanpa adanya Angin Api, kurma tak akan pernah matang dan tentunya tak bisa dimakan.

Ketika angkutan umum seperti kereta api, bus, pesawat terbang, belum menyentuh peradaban dunia, maka perjalanan panjang melintasi daratan dilakukan orang dengan menunggang binatang. Orang Badui yang tinggal di gurun pasir, misalnya, selalu menunggang unta untuk ke mana-mana. Padahal di padang pasir nyaris tak tersedia makanan. Tapi orang Badui sudah ditakdirkan dapat bertahan hidup dengan menggunakan sedikit sekali makanan. Kurma adalah makanan utama mereka.

Orang Badui sepenuhnya bergantung kepada kurma selama dalam perjalanan mengarungi gurun yang gersang untuk mempertahankan kehidupan. Sari buah kurma seperti madu. Mereka mengoleskannya ke atas roti, dan menggunakannya untuk memaniskan susu unta yang sebenarnya sangat asin rasanya.
Hati manusia sekeras buah kurma yang hanya akan matang setelah mendapat terpaan panasnya Angin Api kehidupan. Seperti kurma yang ranum, hati manusia yang matang juga akan memberikan kehidupan bagi sekelilingnya.

“Jika kalian menjadi pohon kurma karunia Tuhan bagi seluruh kehidupan, maka kelaparan mereka akan hilang dan kesulitan mereka akan ringan.”

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

********

Berdiri Di Bawah Keteduhan Kebenaran Tuhan

Cintaku, cucu-cucuku, permata bercahaya yang menyinari mataku. Kemarilah, mari kita beristirahat di bawah keteduhan pohon ini dan mencari perlindungan dari teriknya matahari. Jika kita duduk di bawah cabangnya, kita akan terlindungi dari matahari dan hujan. Tetapi jika kita tetap berada di kejauhan, kita tidak akan menemukan kenyamanan. Sebaliknya kita akan mengeluh “Oh mataharinya begitu terik!” atau “Hujannya membasahiku!” aku tidak mampu menghadapinya! Pohon yang tidak berguna ini tidak memberiku perlindungan apapun!” Kenapa menyalahkan pohonnya sedangkan kita sendiri tidak berdiri pada sisi yang memberikan keteduhan?

Manusia juga menyalahkan Tuhan seperti ini. Dia tidak mencari tempat berteduh dimana Tuhan berada. Dia tidak mencari tempat berteduh pada tindakan-tindakan Tuhan, sifat-sifat-Nya, atau keindahan-Nya. Sebaliknya, manusia berdiri ter-ekspos langsung kepada penderitaan, pada panas dan dingin, dan kepada badai dan penyakit dunia. Dia berdiri pada kegelapan dari ilusi dan menyalahkan Tuhan dan kebenaran karena tidak melindungi dirinya. “Apa itu Tuhan?” katanya. “Dimana Dia sekarang, ketika aku berhadapan dengan begitu banyak bahaya dan penderitaan dari kesulitan-kesulitan yang begitu banyak? Angin badai dan panas yang sangat terik menyiksaku,” katanya sembari menangis. “Kenapa Tuhan tidak menolongku?”

Cucu-cucuku, adalah suatu kebodohan jika menyalahkan Tuhan. Itulah yang dilakukan dunia. Adalah salah kita sendiri jika kita berdiri di tengah-tengah ilusi, neraka, dan kegelapan. Hanya jika berdiri di bawah keteduhan kebenaran Tuhan dan bertindak atas dasar kebijaksanaan dan sifat-sifat-Nya, barulah kita akan ternaungi oleh keteduhan. Engkau harus memikirkan hal ini.

Cintaku, permata yang menyinari mataku. Berdirilah di dalam keteduhan-Nya dan sambutlah kenyamanan-Nya. Amin

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

******

Bisakah Bawa Memberiku Sebuah Doa Spesial Untuk Diucapkan?

Sebuah percakapan Bawa Muhaiyaddeen dengan anak-anak kecil yang disusun dalam sebuah buku Why Can’t I See the Angels?
Penanya (berusia 7 tahun): Bisakah Bawa memberiku sebuah doa spesial untuk diucapkan?

Bawa Muhaiyaddeen: Kami tidak bisa memberikanmu doa yang tinggi saat ini karena engkau masih kecil. Masih banyak yang harus engkau pelajari. Engkau harus memulainya dengan perlahan-lahan, dan sepanjang perjalanan engkau akan melaju lebih tinggi.

Doa pertama adalah: La ilaha illallah, Muhammadur-Rasulullah. Tuliskan kalimat ini untuknya. (Bawa Muhaiyaddeen lalu mengucapkannya kata per kata secara perlahan-lahan agar anak itu bisa mengucapkannya.) Ambil ini sebagai doa spesialmu.

La ilaha bermakna batin: Tiada apapun yang bukan Engkau. Illallah bermakna batin: Engkau, Allah. Tidak ada tuhan yang sebanding dengan-Mu atau setara dengan-Mu. Engkau pemilik segala kebesaran. Engkaulah satu-satunya Tuhan. Engkaulah Allah yang Maha Berdiri Sendiri. Engkaulah Allah yang menciptakan seluruh ciptaan. Engkaulah Allah yang memberikan rezeki kepada segala sesuatu. Engkaulah Ayah* yang melindungi seluruh mahluk hidup, Allah yang menciptakan segala sesuatu, menjaga segala sesuatu, dan memelihara segala sesuatu. Engkaulah Allah yang menjadikan yang hidup menjadi mati dan engkaulah Allah yang membangkitkan kembali mereka yang telah mati. Engkaulah Allah yang akan mengajukan pertanyaan besok [pada hari pembalasan] mengenai kebaikan dan keburukan yang telah kita lakukan. Engkaulah Allah yang memberikan keputusan di hari pembalasan. Engkaulah Allah; tiada tuhan selain Engkau. Ini adalah sebagian kecil arti dari doa ini.

Illallah. Engkaulah Allah. Muhammadur-Rasulullah, Muhammad (SAL.) adalah utusan-Mu. Dia adalah rasul dari kerajaan-Mu. Dia adalah utusan bagi seluruh kerajaan rahmat-Mu. Engkau menciptakan dia, Rasul (SAL.) melalui kebijaksanaan-Mu, Engkau menurunkan kebijaksanaan-Mu melalui bentuknya. Seorang Rasul (SAL.) adalah bentuk dari kebijaksanaan-Mu dan adalah cahaya bagi iman, bagi kepercayaan, keyakinan, dan keteguhan hati. Bagi mereka yang memiliki kepercayaan kepada Engkau, bagi mereka yang memiliki iman, seorang Rasul (SAL.) hadir sebagai cahaya. Melalui cahaya itu, dia membimbing kita mengetahui-Mu dan melihat-Mu. Muhammad, seorang Rasul (SAL.), adalah budak-Mu, utusan-Mu, Kebijaksanaan-Mu, dan kebesaran-Mu.

La ilaha illallah, Muhammadur-Rasulullah. Aku mengikuti dan mempercayai para Rasul (pembawa pesan) yang telah Engkau datangkan. Aku menerima kebenaran ini sebagai iman dan kebenaran ini sebagai kesucian, sebagaimana aku menerima Engkau, aku menerima utusan-Mu, dan aku bergerak meraih-Mu.
Berikan salinan penjelasan kalimat ini kepada anak ini. Masih banyak penjelasan dari kalimat ini. Terdapat begitu banyak arti di dalamnya, tetapi ini hanyalah satu bagian penjelasan bagi imanmu, kepercayaanmu, keyakinan, dan keteguhan hatimu. Amin.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Dengan Tanda Apa Kita Bisa Menyadari Eksistensi Tuhan?

Wawancara dengan seorang Sufi Syeikh
Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen
Diterjemahkan oleh: Dimas Tandayu

Pertanyaan: Dengan tanda apa kita bisa menyadari eksistensi Tuhan? Apakah buktinya? Apakah dengan suara, atau bentuk, atau beberapa tanda lainnya?

Bawa Muhaiyaddeen: Segala sesuatu adalah tanda dari Tuhan. Segala sesuatu menceritakan ceritaNya. Apapun yang diciptakan manusia tidak dapat bergerak. Tetapi apa yang diciptakan oleh Tuhan dapat bergerak.

Kita hanya dapat menganalisa hal-hal yang telah diciptakan. Kita tidak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Contohnya, kita dapat mengambil sperma (yang Tuhan telah ciptakan) dan menggabungkannya kedalam sebuah ovum (yang Tuhan juga telah ciptakan) dan kemudian ‘menciptakan’ sebuah embrio. Dengan hal itu kita bisa menciptakan kehamilan, tetapi hanya dengan menggabungkan benih yang telah ada dengan benih lainnya. Kita juga dapat menciptakan listrik, tapi hanya dengan menghasilkannya dari zat lainnya. Kita juga menggunakan sinar matahari (yang Tuhan telah ciptakan) untuk berbagai keperluan.

Segala hal yang telah diciptakan menceritakan diriNya. Segalanya adalah pertanda dari kekuasaanNya, sebuah bukti dari eksistensiNya. Jika kita ingin mengerti hal ini, kita memerlukan keimanan yang tepat, keimanan yang melebihi tingkat akal dan pikiran. Keimanan tersebut kita butuhkan untuk merefleksikanNya. Tapi mari kita kesampingkan hal ini untuk sementara.

Tanda atau bukti bahwa Tuhan itu nyata ada di dalam diri kita. Andaikan kau merasakan marah, benci, atau ragu, atau buruk sangka kepada seseorang, dan kau menyakiti orang tersebut, mungkin juga memukulnya. Dan andaikan orang tersebut pergi berlalu begitu saja tanpa ada pembalasan, mengatakan kepada dirinya, “Oh Tuhan! Engkau mengetahui segalanya. Ini tanggungjawabMu. Kaulah saksinya. Engkaulah yang harus menjelaskannya.” Lalu, setelah dia pergi, muncul suara peringatan dari dalam dirimu, yang menyebabkan hatimu sakit, berkata, “Apa yang kau lakukan adalah salah. Kau memakinya, tetapi ia tidak memaki kau kembali. Kau memukulnya, tetapi ia tidak memukulmu kembali. Bukankah yang kau lakukan salah? Bukankah itu melanggar keadilan? Renungkan hal ini dan kau akan merasakannya.Walaupun kau memakinya dan memukulnya, ia tidak membalasmu, tetapi ia menerimanya dengan sabar dan pergi begitu saja. Kau tidak berpikir sebelum bertindak. Hanya karena kecurigaanmu dan kemarahanmu, kau memukulnya.”

Lalu sesuatu berbicara didalam dirimu, memberitahumu untuk merenungkan kejadian yang baru saja terjadi dan untuk meminta maaf kepada orang tersebut. Sesuatu hal memperingatkan engkau dan membuat engkau menyadari apa yang telah engkau lakukan. Ia juga menjelaskan akibatnya. Hal yang berada didalam diri tersebut berperan sebagai saksi. Itulah Tuhan. Orang yang engkau sakiti menyerahkan masalahnya kepada Tuhan dan pergi.Tuhan lalu hadir didalam dirimu dan menegurmu. Renungkanlah hal ini. Saksi tersebut ada didalam diri kita. Ini adalah poin pertama.

Kemudian, seandainya kita mengingkari eksistensi Tuhan. Contohnya, Stalin mengatakan bahwa Tuhan tidak ada dan mendirikan komunisme. Tetapi kemudian tumbuh sebuah tumor pada badannya, dan pada saat ia menderita ketika mendekati ajalnya, dia berteriak “Ya Tuhan!”. Dari mana dia mendapat dorongan untuk berkata seperti itu? Ia adalah manusia yang mengingkari eksistensi Tuhan, tetapi ketika dia menderita dia berteriak, “Ya Tuhan!” Sebelumnya dia menegaskan tidak mempercayai Tuhan. Tuhan tidak ada didalam pemikiranya. Jadi darimana kata tersebut datang? Dari dalam dirinya. Ia terletak didalam diri sebagai sebuah kekuatan, tanpa tubuh ataupun bentuk, tanpa suku atau kasta ataupun agama, tanpa perbedaan warna kulit, atau perbedaan antara “Aku” dan “engkau”. Kekuatan tersebut melihat setiap orang sama. Ia menilai dengan Kasih Sayang dan Cinta. Ketika ada bahaya yang mengancam, Kekuatan itulah yang membuat orang berteriak, “Ya Tuhan!” Segera setelah Ia menetap didalam keimanan kita, Ia membimbing kita dan membuat kita terjaga. Itulah bukti yang berada didalam diri kita. Walaupun kita tidak dapat melihatnya dari luar, peringatan tersebut muncul dari dalam diri kita, bukankah begitu? Itulah buktinya.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

Ini Bukanlah Ujian, Tetapi Sebuah Kesempatan

Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Diterjemahkan oleh: Dimas Tandayu

Tuhan membawa pelajaran (Hikmah) kepada kita melalui berbagai cara. Seseorang bisa mendapatkan pelajaran melalui anaknya, ada yang melalui istrinya, ada juga yang melalui perkerjaannya. Dengan banyak jalan Tuhan memberikan kita pelajaran. Jadi, setiap saat kita berhadapan dengan sebuah masalah atau kesulitan, kita perlu menerimanya karena dengannya kita telah diangkat menuju langkah yang lebih tinggi. Setiap hal yang menyebabkan sakit atau penderitaan atau kekhawatiran, kita perlu menyadari bahwa Tuhan telah merancang hal tersebut untuk menaikkan langkah kita ke tinggkat yang lebih tinggi. Melalui kehidupan , Dia selalu memberikan kita hikmah sehingga dengannya, satu per satu, kita bisa naik menuju 99 langkah.(1)

Sayangnya, kita cendrung berpikir bahwa situasi seperti ini adalah musibah, lalu kita menderita dan mengeluh. Sebuah pelajaran bisa datang melalui berbagai bentuk – problem ditempat kerja, masalah menyangkut gelar atau ketenaran, pertanyaan tentang kasta atau suku, masalah politik, atau melalui kelaparan, sakit, atau wabah penyakit. Tetapi setiap hal ini merupakan kesempatan bagi kita untuk menaiki derajat kecintaan kita kepada Tuhan. Ini adalah suatu kesempatan untuk menguatkan keimanan kita kepadaNya dan memperoleh sifat-sifatNya.

Untuk itu, kita seharusnya tidak mengkritik Tuhan, mengatakan, “Dia memberiku terlalu banyak masalah!” Kita perlu menyadari bahwa melalui setiap masalah Dia mencoba untuk mengangkat kita dari keterpurukan, keadaan yang tidak stabil yang kita tempati saat ini dan menempatkan kita pada langkah yang lebih tinggi, langkah yang akan menguatkan iman dan rasa syukur kita, dimana kita menjadikannya sebagai tempat berpijak.

Jangan pernah berpikir Tuhan mengujimu. Itu bukanlah caraNya. Selalu berpikir apapun yang datang adalah kesempatan Tuhan untuk mengangkatmu. Lihatnya seperti itu dan berpikirlah, “Hal ini terjadi untuk menunjukkan aku sesuatu, untuk menjelaskan sesuatu kepadaku.”

Jadi panjatlah. Panjatlah menuju langkah berikutnya dengan keimanan, kesabaran, dan keihklasan. Jika kau berhasil dalam melakukan semua 99 langkah ini, lalu semua masalah yang kau hadapi akan hilang. Kau akan meninggalkannya dibelakang. Kau hanya akan melihat Tuhan. Masalah-masalah ini tidak baik untukmu, bahkan mereka tidak mau bersamamu, jadi tinggalkan mereka dibelakang dan panjatlah lebih tinggi. Jika kau kembali kepada tingkat mereka, itu hanya akan mendatangkan banyak masalah lainnya. Jadi panjatlah, dan tetaplah memanjat. Tuhan berkata, “Panjatlah, percayakan kepadaKu. Naiklah dan menetaplah di tempatKu, tempat kebaikan. Datanglah menujuKu dan panjatlah dengan keimanan dan kesabaran yang tinggi.” Itulah yang kau butuhkan. Lalu kau akan mengerti tentangNya.

Hentikan keluhan dan rengekanmu. Berhenti berkata, “Aduh, Tuhan mengujiku, Dia memberiku ujian ini. Jika Tuhan itu ada, kenapa Dia memberiku masalah-masalah ini?” Tidak seharusnya kau bersikap seperti itu. Tuhan telah mengatakan kepada kita, “Aku menciptakan kebaikan dan keburukan agar kau melihatnya dan menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Kebaikan adalah untukmu dan keburukan adalah musuhmu. Jadi ketika keburukan mendekatimu, tinggalkan ia dibelakang dan panjatlah.”

Ketika masalah selanjutnya muncul, panjatlah lebih tinggi. Kau harus menghadapi masalah-masalah ini agar kau menjadi lebih arif. Jika kau tetap menyalahkan Tuhan dan mengeluh tentang kehidupanmu, kau akan menyerah dihadapan Tuhan daripada berjalan menujuNya. Kau harus mengerti akan hal ini. Ini adalah sikap keimanan. Kau harus menjaga agar tetap sabar dan tawakal dalam berjalan menujuNya. Manusia yang berhasil memanjat seluruh langkah akan menjadi manusia yang sempurna.

Catatan:
1)Ini adalah referensi dari 99 nama Tuhan dalam Islam, nama seperti Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Untuk memanjat adalah menerapkan sifat-sifat dari nama tersebut.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

*******

KELAHIRAN KEMBALI, REINKARNASI

Bawa Muhaiyaddeen: Berikut ini adalah sesuatu yang perlu kalian pahami.
Masa hidupmu di dunia, masa kelahiranmu satu-satunya inilah saat ketika engkau menjalani seluruh kelahiran kembali (rebirth). Ada 105 juta kali kelahiran kembali. Setiap hari, engkau terlahir kembali. Setiap munculnya sifat baru di dalam dirimu adalah sebuah kelahiran kembali. Engkau menjalani seluruh kelahiran baru ini dalam rentang kehidupanmu satu-satunya ini.
Perhatikan wajah seseorang, sebagai contoh.

Suatu kali wajahnya tampak sedemikian marah, seperti wajah harimau. Kali yang lain ia menyerupai wajah gelap setan. Dan kali yang lain lagi, wajah yang tadinya ramah tiba-tiba menjadi berkerut. Begitu banyak ‘muka’ di wajah seseorang. Hati dan wajah menggambarkan keadaan seseorang ketika itu, apakah ia senang, sedih, marah, dendam, dan berbagai keadaan lain yang dialaminya. Masing-masing keadaan itu adalah suatu bentuk, suatu “tubuh” yang dikenakan seseorang pada saat itu. Begitulah, tanpa ia sadari, seseorang terlahir kembali ke berbagai bentuk di kehidupannya. Hal ini terjadi setiap saat, baik ketika ia tidur atau bangun, baik ketika ia berpikir atau bermimpi.

Tiap perbuatan di kehidupan ini bisa jadi baik atau buruk, benar atau salah. Di dalam kubur nanti, kita akan ditanya, dan penilaian akan ditentukan. Mereka yang berbuat baik akan memperoleh kebaikan, yang berbuat jahat akan terhukum. Masing-masing orang akan memperoleh apa yang telah diusahakannya.

Ketika Kiamat tiba, Israfil, sang malaikat udara, akan meniupkan sangkakalanya. Ketika itu semua orang akan dibangkitkan, masing-masing akan bangkit dengan bentuk kelahiran kembalinya sesuai dengan sifat atau perbuatannya di dunia. Hanya saat itulah, bentuk atau tubuh yang baru akan dikenakan kepadanya. Bisa jadi ia bertubuh anjing, kucing, tikus, atau makhluk lain, dan hanya dengan tubuh itulah ia akan menghadapi berbagai pertanyaan dan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya.

Seperti apakah pertanggungjawaban akhir ini? Itu adalah hasil dari segala yang kita bawa. Apa itu surga? Surga adalah segala yang kita bawa bersama kita. Apa itu kebaikan? Kebaikan adalah segala yang kita bawa bersama kita. Untuk setiap perbuatan baik, sekecil apapun, seribu atau bahkan sepuluh ribu keindahan akan ditebar di sana. Sebersit kebaikan akan menjadi ribuan kebaikan. Apa saja yang kita perbuat di dunia ini, baik atau buruk, akan berlipat-lipat ganda yang nanti akan dibukakan untuk kita. Surga adalah sebuah tempat di mana segala perbuatan dan niat baik menjadi ribuan kali bahkan puluhan ribu kali, dan itu semua dipersiapkan bagi kita.

Anak-anakku terkasih, apa makna dari ucapan, “Kita harus mati sebelum mati“? Itu artinya kita harus berjuang agar seluruh sifat-sifat keji, sifat-sifat setan di dalam diri kita itu mati sebelum kematian mendatangi kita. Bila sifat-sifat itu mati, maka keduniaan di dalam diri kita pun akan mati. Dan bila keduniaan di dalam diri kita itu mati, maka segala dosa, makhluk-makhluk jahat dan setan yang bersembunyi di dalamnya pun akan mati. Nafsu dan keinginan akan tanah, emas, dan zina akan mati berbarengan dengan matinya keduniaan kita. Maka yang tinggal hanya Allah dan qudrat-Nya. Bila semua sifat-sifat keji di dalam diri kita itu mati, maka itu lah mati sebelum mati dan hanya sifat-sifat Allah, tindakan dan perilaku-Nya lah yang akan tinggal. Maka tak ada lagi kematian bagi kita. Kita akan menjalani hidup yang kekal, yang sejati. Bila kita menjalani hidup seperti itu, di manakah kita hidup? Kita hidup di dalam surga, kerajaan-Nya.

Seperti itulah, anakku. Bila hari itu tiba, orang seperti itu tak akan lagi masuk ke dalam kubur. Dia akan hidup di surga, karena di manapun ia berada adalah sebuah surga. Ia tak memiliki kematian. Di manapun ia berada adalah istana baginya. Di bumi, ia berada di istana. Di surga, ia pun berada di istana. Ketika dikubur, ia berada di istana. Ia memiliki satu istana di luar dan satu di dalam.

Ada ucapan seorang bijak dari Tamil, “Bila aku gagal di kelahiranku ini, ya Tuhan, adakah kesempatan lain bagiku?” Penjelasannya seperti ini: Kelahiran ini adalah kelahiran kita satu-satunya sebagai manusia dengan potensi kebijaksanaan tertinggi (pahuth arivu). Bila kita gagal dalam pencapaian di sini, kapankah kita memperoleh kelahiran yang serupa? Tak akan pernah. Bila kita tak mempelajari apa yang seharusnya kita datang untuk mempelajarinya, kita akan terperangkap ke dalam sekian banyak kelahiran kembali. Sifat dan kebijakan kita akan memburuk. Tindakan kita akan memburuk. Bentuk kita akan memburuk. Ini adalah satu-satunya kelahiran kita sebagai makhluk manusia, dan bila kita tidak meraih tingkat kehidupan sejati dengan mati sebelum mati, kita akan sulit beroleh rahmat-Nya. Namun bila kita melepas kesempatan di kehidupan yang ini, maka segenap sifat kebijaksanaan tertinggi akan meninggalkan kita, dan semua sifat kebinatangan, sifat jahat, sifat setaniah akan masuk ke dalam diri kita. Kita akan termangsa oleh amarah dan benci, dan kita akan mengalami banyak kesulitan. Sifat iri dan dengki, dan sifat terlampau membeda-bedakan “aku dan engkau”, “agamamu dan agamaku” akan mencengkeram dan menggiring kita ke tempat yang berbeda. Itu semua akan merubah diri kita. Itu sebabnya dikatakan bahwa bila kita kehilangan kesempatan di kelahiran yang ini, kita pun akan kehilangan bentuk kemanusiaan kita dan terperangkap ke dalam berbagai bentuk lain dan kelahiran kembali. Inilah yang dimaksud oleh para orang bijak itu.

Bila seorang manusia menjadi manusia yang sesungguhnya (insaan), maka hanya akan ada satu kelahiran. Bila segala sifat buruk dan keduniaan di dalam dirinya mati sebelum kematian fisik menjemputnya, maka ia akan mati ke dalam haribaan Allah dan tercerap ke dalam sifat-sifat-Nya. Inilah arti dari ucapan itu. Mengertikah engkau, anakku? Kasih sayangku untukmu.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

*******

MAJELIS AGUNG

Sebuah tulisan yang aslinya berjudul “Divine Assembly”, diterjemahkan dari buku The Tree That Fell To The West, karya Bawa Muhaiyaddeen.
oleh Bawa Muhaiyaddeen

Pencarian saya akan Tuhan berlangsung 21 tahun lamanya pada tahap pertama: tahapan syari’at. Saya pergi mencari Tuhan di pura dan candi-candi, gereja, masjid-masjid — tanpa makan, minum dan tidur, selama 21 tahun. Dan sepanjang itu pula saya menemui para tokoh, swami atau yogi. Pengalaman bersama mereka seperti meyakinkan saya bahwa walaupun apa yang mereka ajarkan tampak benar, namun terasa seperti tanpa garam, tak berasa apa-apa. Saat saya tanyakan apakah mereka melihat Tuhan, mereka tak sanggup menjelaskan-Nya. Kata-kata mereka hambar. Mereka sempat mengatakan bahwa satu-satunya jalan untuk melihat Tuhan adalah dengan bersemedi. Maka saya pun mendaki bukit di hutan, duduk di bawah sebuah pohon, menutup mata dan bersemedi 41 tahun lamanya. Namun saya tetap tak melihat Tuhan. Meski banyak hal tampil di sana, kerlap-kerlip, kilau cahaya dan berbagai keajaiban, namun kala saya acungkan senjata yang diberikan guru, mereka pun habis terbakar, pupus.

Saya telah bertemu banyak tokoh agama, swami, orang-orang suci yang datang meminta tolong kepada saya, karena tak mampu menunjuki apapun. Mereka mohon perlindungan. Mereka meminta agar saya tak menghancurkan mereka. Lantaran tak seorang pun sanggup memenuhi apa yang saya inginkan, saya pun mengurung diri ke pegunungan Himalaya selama 12 tahun. Di puncak gunung, di atas sana, saya berdiri dengan satu kaki pada bekas tetesan air yang telah membeku yang kelihatan seperti akar sebuah pohon. Saya berdiri seperti itu 12 tahun lamanya, berharap untuk dapat melihat Tuhan. Jika kalian mencoba berdiri dengan posisi yoga seperti itu, kalian tak akan sanggup membengkokkan tubuh.

Setelah 12 tahun waktu berjalan, saya pun terbangun dan menemukan tubuh saya telah tertutup es dan ditangkupi kabut tebal. Saya gunakan senjata dari guru untuk memecah es itu, dan seketika itu pun saya menyaksikan sebuah pemandangan yang luar biasa. Saya melihat banyak orang, yakni mereka yang telah begitu lama berada di tempat itu, mereka yang berdiri dengan dua kaki, dan mereka yang tertidur atau yang sekedar beristirahat beberapa tahun. Kebanyakan mereka tak sanggup bertahan dan meninggalkan tempat itu setelah sekian lama. Saya juga melihat bangkai-bangkai orang mati di sekeliling saya. Beberapa di antaranya tanpa jantung atau bahkan tak lagi berdaging, sementara yang lainnya benar-benar hanya tinggal tengkorak. Mereka adalah orang-orang yang datang untuk yoga, namun mereka tak lagi bernyawa. Saya katakan kepada pikiran saya sendiri, “Lihatlah, pikiranku, engkau telah menyia-nyiakan masa hidupku. Aku menghabiskan 70 tahun mencoba menemukan Tuhan, namun tak sedikit pun suara-Nya, kata-kata-Nya atau bahkan gaung-Nya terdengar. Kita berdua telah membuang waktu sia-sia. Demikian pula orang-orang di sini, mereka binasa di tengah jalan. Tuhan tidak di sini, aku harus mencarinya lebih jauh.” Saya pun turun dan pergi dari tempat itu.

Lalu terdengarlah sebuah suara. Saya acungkan senjata ke arah suara itu. Saya mendengarnya seperti sebuah nyanyian, tapi bukan nyanyian sihir, bukan nyanyian yang memperdayakan. Ternyata kemudian, itulah waktu ketika hati (qalb) saya menerima Hikmah Agung. Diri saya disulut oleh Al-Hikmah. Segalanya menjadi terang benderang dan saya melihat segalanya, segala yang ada! Seluruh misteri ditampakkan di hadapan saya. Lewat pemahaman akan misteri-Nya dan rahasia-rahasia dari ciptaan-Nya itu, saya melihat Tuhan Sendiri bagai pelita suci yang terang benderang.

Itulah tahapan ketika saya menjadi guru di wilayah empat agama, bekerja sekuat tenaga mempelajari makna dari agama-agama ini. Dari keempat agama ini, masing-masing terpilih 60 orang yang telah mencapai tahapan hikmah yang sangat tinggi, dan saya menjadi guru bagi mereka, mencerahkan mereka dengan hikmah yang lebih dalam. Saya bertemu mereka dalam keberagamaan mereka masing-masing, di pura atau candi-candi, di gereja, di masjid, mencoba memberi mereka pemahaman tentang Tuhan dan kebenaran-Nya. Saya mengajari mereka tentang apa yang mereka cari selama ini. Mereka masih hidup sampai kini, tidak mati. Meski mereka telah meninggalkan wujud fisik mereka, tapi mereka tetap hidup, walau tersembunyi. Mereka tidak mati.
Mereka termasuk ke dalam sebuah majelis yang mengatur bumi. Seperti halnya Kongres di negeri ini, ada sebuah kongres Ketuhanan, Majelis Agung. Dan seperti halnya Kongres yang terdiri dari Senat dan dewan-dewan perwakilan, Majelis Agung ini yang berisi orang-orang suci di dalamnya, juga terbagi ke dalam dewan-dewan yang memiliki urusan yang berbeda-beda. Sebagian berurusan dengan penyakit, bagaimana ia menjangkiti, dan apa penyebabnya. Sementara bagian lain bertanggungjawab pada produksi dan distribusi makanan. Ada juga yang berurusan dengan penyebaran hikmah dan pengetahuan. Sementara yang lainnya lagi, yakni para utusan Tuhan, gnani dan wali-wali bertugas menyampaikan pesan-pesan Tuhan bagi dunia ini. Mereka berada di pucuk gunung, bertugas menjaga kebutuhan fisik dan spiritual kaumnya. Yang lainnya adalah para wali yang ditugaskan untuk melaksanakan urusan tertentu. Seperti itulah alam ini berjalan.

Barangsiapa menyerahkan tubuh fisiknya untuk masuk ke wilayah hikmah, maka ia akan masuk ke dalam kelompok ini, Majelis Agung, menjalankan tugas-tugas di 18.000 alam. Majelis ini bertanggungjawab atas hujan, bagaimana dan di mana ia turun, seperti apa pengendaliannya. Mereka bertanggungjawab atas makanan, siapa yang menanam, di mana, dan bagaimana ia didistribusikan. Mereka mengawasi penyakit-penyakit, paceklik, dan wabah, bagaimana datangnya, bagaimana cara mengendalikannya. Seluruh aspek kehidupan dijalankan oleh mereka yang berada di majelis ini, termasuk pula di dalamnya para malaikat yang agung: Jibril a.s., Mikail a.s., Izrail a.s. sang pencabut nyawa, Israfil a.s., Munkar a.s. dan Nakir a.s., Raqib a.s. dan Atid a.s. Para malaikat ini membawa perintah Tuhan kepada majelis untuk didiskusikan, dan ketika sesuatu hal selesai dibahas, berbagai keputusan pun diambil.

Saya pun terhubung dengan majelis ini. Saya pernah ditugaskan mengepalainya, yakni sebagai sheikh dari majelis ini. Ini bukan satu hal yang saya inginkan, tapi ini dilimpahkan kepada saya. Tapi sudahlah, saya tak akan membicarakan itu lebih jauh lagi, mari kita membahas yang lain.

Anak-anakku terkasih, lebih dari 400 tahun terakhir, tak seorang pun di bumi ini tergabung dengan Majelis Agung. Dan untuk itulah alasan saya didatangkan ke sini, yakni menemukan orang-orang di dunia ini untuk kemudian dijadikan anggotanya. Dalam menjalankan misi ini, saya telah membawa dan menebarkan hal-hal, cukup banyak sampai memenuhi sebuah bahtera yang bahkan sanggup membawa jutaan kapal-kapal kecil. Demikian banyak yang telah saya bawa dan coba berikan, namun selama seratusan tahun terakhir itu hanya enambelas-setengah orang yang benar-benar menjadi manusia yang sesungguhnya. Berapa jutakah jumlah orang di dunia ini? Dari semua itu, hanya sedikit sekali yang menerima apa yang saya tawarkan. Mereka menginginkan apa yang ada di dalam bahtera, namun ketika mereka datang kepada saya, mereka membawa beban-beban yang begitu banyak sehingga tak sanggup lagi menampung apa yang saya coba tawarkan.

Tampaknya tak seorang pun siap menerima apa yang saya bawa. Malahan, semua orang mencoba menawari saya dengan apa-apa yang mereka miliki, mereka berusaha menjual barang-barang yang saya tak mungkin membelinya. Juga meski sebagian orang berkeinginan menerima apa yang saya bawa, akan tetapi gudang mereka telah penuh, dan tak ada lagi ruang bagi apa-apa yang hendak saya berikan. Bahkan ketika mereka telah meraihnya sekalipun, seketika itu pula mereka membuangnya kala menyadari mereka tiada sanggup menyimpannya. Beberapa dari mereka berkata, “Tunjukkan Tuhanmu kepadaku, tunjukkan Tuhan yang engkau bicarakan itu. Kami punya satu tuhan yang dapat kami lihat. Lihat, Bawa, lihat tuhan milik kami ini,” dan mereka menunjukkan saya tuhan anjing mereka, patung Krishna mereka, atau tuhan apapun yang mereka miliki. Mereka berkata, “Bawa, engkau berbicara tentang Tuhan yang tak tampak, mana Tuhanmu?”

Saya jawab, “Meski engkau dapat melihat tuhanmu, dapatkah engkau berbicara dengannya, dapatkah ia berbicara denganmu?”
Mereka bilang, “Tidak, kami tak dapat bercakap-cakap dengannya, tapi paling tidak kami bisa melihatnya.” Apa yang mereka inginkan hanyalah sesuatu yang mereka bisa lihat dengan mata kepala. Lalu mereka bertanya lagi, “Mana Tuhan yang engkau omongkan itu?”

Saya jawab, “Dia ada di dalam dirimu, Dia ada di dalam diriku, Dia di sini, Dia di sana, Dia ada di mana-mana. Jika engkau menginginkan-Nya, engkau musti menempatkannya di sebuah bejana khusus. Lihat ini, ambil pelita ini. Ini adalah permata yang tak ternilai harganya. Jika engkau menyimpannya dengan baik, engkau akan melihat di mana Tuhan berada. Begitu permata ini memandang kepada-Nya, seketika itu pula ia akan mengeluarkan pelita pesan-pesannya. Engkau tak akan sanggup melihat Tuhan tanpa kekuatan dari cahaya ini.”

“Mana cahaya itu?” tanya mereka, “Tunjukkan cahaya itu, tunjukkan mana Tuhanmu!” Namun ketika saya berusaha menunjukkannya, saya perhatikan mereka membawa empat bejana yang berbeda untuk menampung apa yang saya coba berikan kepada mereka. Bejana yang pertama adalah saringan, persis seperti serat-serat pohon kelapa. Bejana yang kedua mirip seekor kerbau. Yang ketiga bagai pot rusak. Dan yang keempat menyerupai angsa. Semua yang datang, membawa salah satu dari keempat bejana ini untuk mewadahi apa yang saya coba berikan.

Ketika dijelaskan kepada mereka, “Tuhan adalah seperti nektar yang lezat tiada putus-putusnya,” ketika saya mengajak mereka untuk minum madu ilahiah ini, dan ketika saya mengarahkan dan mencoba menuangkannya kepada mereka, bejana yang mereka miliki tak sanggup menampungnya. Saya serukan kepada mereka yang datang dengan pikiran yang seperti saringan, “Kemarilah wahai anakku, ini madu, ini nektar.” Namun ketika saya menuangkannya, madunya hanya meluncur ke bawah; dan hanya kotoran yang tertinggal di atasnya.

Kala mereka melihatnya, mereka bilang, “Apa ini? Aku hanya melihat sampah di sini!” dan mereka pun pergi.

Selanjutnya datanglah mereka yang memiliki pikiran layaknya pot rusak. Saya berkata, “Ini, simpan ini, minumlah.” Saya pun menuang nektar itu, mereka melihat ke dalam pot itu dan menemukannya telah kosong.

Segala yang saya tuang hanya lewat saja melalui lubang-lubang pot. Pot rusak dari pikiran rendah yang tanpa iman ini tak sanggup menampungnya. Lalu mereka mulai membentak saya, “Mana hal-hal yang engkau ceritakan itu? Aku tak melihatnya. Engkau berbohong, engkau tak benar-benar melihat Tuhan,” dan mereka pun pergi.

Kemudian datanglah mereka yang memiliki pikiran kerbau. Saya menunjuk kepada lautan nektar di sana, danau yang berisi air jernih yang lezat tiada tara, mengajak mereka meminum sarinya. Akan tetapi, bukannya berdiri di tepi danau dan meminumnya perlahan, mereka masuk ke tengah danau, melompat-lompat dan mengaduk-aduk lumpur di bawahnya, mengotori airnya. Mereka kembali dari tengah danau dan bertanya-tanya, “Mana air jernih yang engkau ceritakan itu, mana rasa yang lezat itu? Kami hanya melihat lumpur dan kotoran ini!” Mereka yang mengotori air, mereka pula yang kembali bertanya. Mereka adalah orang-orang yang mengambil tiga langkah awal dari perjalanan mendaki: sariyai, kiriyai, dan yogam, mengganggu kejernihan nektar dengan tiga langkah ini. Mereka pun akhirnya pergi.

Yang keempat adalah mereka yang seperti angsa, seekor burung yang begitu indah, putih bersih dengan paruhnya yang panjang. Angsa semacam ini, konon, sukar ditemui di dunia ini. Jika engkau mencampur air dengan susu, burung ini akan memasukkan paruhnya dan menghisap hanya susunya dan menyisakan air di dalamnya. Ia memiliki kemampuan untuk membedakan susu dengan air. Mereka yang datang bak angsa ini sanggup membedakan antara yang duniawi dan yang ilahiah. Mereka dengan hati-hati menyerap yang ilahiah dan meninggalkan apa yang cuma sekedar ilusi. Dalam kata-kata seorang guru atau apa saja yang ada dalam pikiranmu, senantiasa ada campuran antara susu murni dengan air. Barangsiapa sanggup membedakan antara keduanya dan mengambil sari-sari kemurnian, sari-sari kebenaran, mereka telah mencapai tingkatan gnani, sosok yang memiliki hikmah agung.

Hanya ia yang mampu membedakan realitas dari yang bukan-realitas akan mampu pula melihat dirinya, melihat Tuhan dan bersatu dengan-Nya. Ia akan dapat melihat kebenaran, paham akan ilusi-ilusi. Ia akan melihat kehidupannya sendiri, ia akan melihat kehidupan yang lainnya dan dapat berkomunikasi dengan semuanya. Ia akan mendengar tasbih atau meditasi yang berbeda-beda dari setiap makhluk di bumi ini. Ia akan paham sifat dari tasbih-tasbih ini. Ia akan mendengar suara-suara keluar dari tasbih-tasbih ini. Ia akan sanggup menyetel telinganya untuk mendengar suara-suara malaikat atau makhluk-makhluk lainnya, memahami tasbihnya. Ia pun sanggup menyetel telinganya untuk mendengar suara-suara Tuhan keluar dari dalam dirinya. Kebanyakan orang melihat dengan kedua belah matanya, namun ia melihat dengan setiap pori-pori di kulitnya. Setiap pori adalah mata yang dengannya ia dapat melihat. Ia memiliki milyaran pori yang dibangkitkan dengan cahaya ilahiah, dan seluruh pori ini melihat apa yang di sekelilingnya, di belakang, depan, dan di semua sisi. Ia melihat surga, dunia dan semuanya, semua yang ada. Ia melihat semuanya dengan sangat jelas, total. Tak ada satu makhluk pun luput dari mata seperti ini, karena setiap helai bulu, setiap pori di kulitnya adalah penglihatan baginya.
Jika engkau nyalakan dirimu dengan baterai hikmah, setiap pori akan disinari dengan pelita, seperti bola lampu. Jika semua pelita di sini menyala, seluruh kota adalah cahaya yang lengkap gemerlap. Engkau akan bagaikan mentari, senantiasa terang, tiada pernah malam. Suatu tingkatan yang tak ada lagi siang atau malam, segalanya adalah siang. Anakku tersayang, semoga Tuhan menganugerahkanmu hikmah yang seperti ini. Banyak di antara kalian datang meminta untuk memberi kalian apa yang ada padaku. Namun jika engkau membawa bersamamu hal-hal semacam tadi, tak akan ada ruang bagi apa yang hendak kuberikan kepadamu. Buang semua hal itu. Tak ada ruang di gudangmu untuk hal-hal seperti itu. Datanglah dengan tanpa apa-apa dan tangan terbuka, maka engkau akan mampu menyimpan apa-apa yang kuberikan kepadamu. Semoga engkau dapat mencapai hikmah yang seperti ini. Amin.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

*******

Mengapa Manusia Tidak Mendapatkan Kebahagiaan

Sebuah Kisah Bijaksana dari seorang Sufi Sheikh
Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen
dari buku My Love You My Children
Diterjemahkan dari oleh: Dimas Tandayu

Anakku yang mulia, yang aku sayangi, yang aku cintai, cucu-cucuku. Aku akan menceritakan sebuah kisah.
Tuhan menciptakan manusia dengan cara yang indah. Lalu Tuhan bertanya kepadanya, “Apa yang kamu inginkan?”
Manusia menjawab, “Aku menginginkan hidup yang tenteram. Aku ingin menyembahmu, Oh Tuhan. Aku ingin beribadah kepadaMu. Lalu aku akan mendapatkan ketenangan hati. Inilah yang aku inginkan. Aku mohon engkau memberikannya kepadaku!”
“Baiklah”, kata Tuhan. “Apa yang kamu ingingkan?”
“Aku ingin menjadi raja. Setelah itu aku bisa beribadah kepadaMu dengan tenang.”
“Baiklah, kamu bisa menjadi raja.”
Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Bagaimana kabarmu ? Apakah kamu sudah merasa tenang sekarang?”
“Tidak, aku tidak merasakan ketenangan,” keluh manusia. “Oh Tuhan, aku membutuhkan kekayaan. Agar hidupku menjadi tenang.”

Lalu Tuhan memberikannya segala kekayaan dunia kepadanya, dan setelah beberapa waktu Dia bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Tidak, Oh Tuhan, aku tidak tenang.”
“Apa yang kamu inginkan?”
“Aku ingin hidup dengan wanita yang cantik. Setelah itu baru hatiku tenang.”
Lalu Tuhan memberikannya seorang wanita yang kecantikannya bagaikan rembulan yang indah.
Lalu setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Tidak, Oh Tuhan, aku tidak tenang. Aku menginginkan sebuah istana yang terlihat seperti surga. Setelah itu aku baru tenang.”
“Baiklah, kata Tuhan, lalu Tuhan memberikan istana yang keindahannya seperti surga. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang? Apakah kamu sudah merasa tenang sekarang?”
“Oh Tuhan, andaikata Engkau memberikanku sebuah taman bunga yang bagus, setelah itu aku baru dapat hidup dengan tenang. Aku membutuhkan sebuah taman yang indah seperti surga.”
Lalu Tuhan memberikannya sebuah taman bunga yang indah, dan setelah beberapa saat Dia bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Tidak, aku tidak tenang,” keluh manusia. “Disini banyak lebah dan serangga yang menggigitku dan menyengatku, dan bau dari tempat ini membuatku alergi dan sakit kepala. Aku tidak mendapatkan ketenangan apapun.”
“Kamu tidak tenang sekarang?”
“Tidak, Tuhan. Aku menginginkan angin sepoi-sepoi yang menyegarkan. Jika aku mendapatkan angin yang wangi dan menyegarkan, baru aku bisa hidup dengan tenang.”
“Baiklah”, kata Tuhan, dan Dia memberikan beberapa wewangian, angin yang segar. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Oh Tuhan, aku tidak tenang, walaupun angin itu menyegarkanku, aku tidak tenang.”
“Jadi, apa yang kamu inginkan?”
“Oh Tuhan, berikan aku keturunan. Aku akan hidup tenang jika aku mempunyai keturunan.”
“Baiklah, Aku berikan engkau keturunan,” kata Tuhan. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?
“Tidak, aku tidak tenang.”
“Lalu apa yang kamu inginkan?” tanya Tuhan.
“Aku ingin menjadi seorang pemimpin dunia. Setelah itu aku baru merasa tenang.”
Tuhan menjadikannya seorang pemimpin dunia, dan setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Oh Tuhan. Jika saja aku dapat melakukan suatu keajaiban, aku akan menemukan ketenangan. Aku rasa itu yang aku butuhkan.”
“Lakukanlah keajaiban. Kau dapat melakukan empat ratus trilliun sepuluh ribu keajaiban.Kau dapat melalukan apapun yang kau pikir bisa kau lakukan. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kau tenang sekarang?”
‘Tidak, oh Tuhan. Ketenangan belum juga datang.”
“Lalu apa yang kamu ingingkan?”
“Andaikata aku dapat menjadi seorang yang bijak, aku akan mendapatkan ketenangan. Lalu aku dapat memberikan ketenangan kepada setiap orang.”
Lalu Tuhan merubahnya menjadi seorang yang bijak, setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
”Tidak, aku tidak tenang.”
“Lalu apa yang kamu inginkan?”
“Jika saja aku dapat melakukan perjalanan dengan sebuah pesawat ke tempat yang jauh, jika saja aku dapat melihat seluruh negara-negara di dunia, aku akan mendapatkan ketenangan.”
“Baiklah,” kata Tuhan, dan Dia memberikannya sebuah pesawat. Setelah beberapa waktu, Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Tidak, aku tidak merasakan ketenangan. Aku sendirian disini.”
“Lalu apa yang kamu inginkan?”
“Jika saja aku dapat konstan dalam berdoa, aku akan dapat mencapai ketenangan.”
“Baiklah, lalu berdoalah,” kata Tuhan, dan setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Sebenarnya, aku tidak tenang. Aku duduk disini dan berdoa, tetapi aku tidak dapat konsentrasi. Pikiranku melayang-layang. Aku tidak tenang.”
“Jadi apa yang kamu inginkan? Ketenangan seperti apa yang kamu inginkan?
“Mungkin jika aku mempunyai lima atau enam wanita yang dapat melayaniku dan menghormatiku, lalu aku akan mendapatkan ketenangan.”
“Baiklah, engkau dapat memiliki selusin wanita. “Jadi Tuhan memberinya selusin wanita, dan setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Tidak, ketenangan belum datang juga.”
“Apa yang kamu inginkan?”
“Aku menginginkan baju yang berlapiskan permata. Mungkin keindahan permata akan menghilangkan kesedihanku, dan Aku akan hidup bahagia penuh dengan ketenangan.”
Kemudian Tuhan memberikannya seluruh permata yang terbaik dari dunia, dan setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Tidak. Kilauan cahaya permatanya terlalu terang dan menyakiti mataku. Aku tetap tidak tenang.”
“Lalu apa yang kamu inginkan?”
“Jika aku tidak lapar, aku dapat beribadah kepadaMu.”
“Baiklah,” kata Tuhan, lalu Tuhan mengambil kelaparan dari manusia. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Tidak, Tuhan. Aku terlalu kurus. Aku tidak dapat melihat dengan baik, dan aku sulit ketika jalan.”
“Lalu apa yang kamu inginkan? Apa yang kamu inginkan?”
“Oh Tuhan, ratap manusia. “Aku tidak mengerti apapun. Kau memberiku begitu banyak, tapi aku tidak mengerti apapun. Aku tidak tahu mengapa aku tidak bahagia. Tolong jelaskan kepadaku kenapa aku tidak merasakan ketenangan hati.”
Lalu Tuhan menjelaskan, “Sebelum sifatKu datang kepadamu, kau tidak akan pernah merasakan ketenangan hati. Sebelum kearifanKu datang kepadamu, kau tidak akan pernah tenang. Tidak ada hal lain yang membuatmu tenang.

Anakku, Tuhan telah memberikan segala sesuatu yang diminta manusia. Dia memberikan dunia, Dia memberikan kekayaan, Dia memberikan segalanya, tetapi apakah manusia mendapatkan ketenangan? Tidak. Manusia telah hidup dengan jangka waktu yang lama, tetapi apakah ia telah mencapai ketenangan? Apakah ia mendapatkan ketenangan melalui keajaiban? Apakah ia mendapatkan ketenangan melalui doa? Apakah manusia akan tenang walaupun dia tidak akan pernah merasa kelaparan? Apakah harta bendanya membuatnya tenang? Apakah kekuasaan akan membuatnya tenang? Apakah ketenangan datang melalui wanita? Kenapa manusia tidak tenang? Kenapa memiliki semua hal ini tetap tidak dapat membuat manusia tenang?

Permata hatiku yang menyinari mataku, Kita tidak dapat mencapai ketenangan melalui semua hal tersebut. Tuhan memberikan segala sesuatu yang kita minta, Dia memberikan apa yang kita harapkan, Dia memberikan apapun yang kita inginkan. Tetapi hal-hal ini tidak pernah memberikan kita ketenangan, dan kita bahkan mulai menyalahkan Tuhan.

Kita harus memikirkan apa yang akan membuat kita tenang. Apakah permata dari ketenangan? Apa yang memberikan kita ketenangan? Jika kita memikirkannya dan mengerti, lalu kita akan menemukan kebahagiaan didalam hidup kita. Kita tidak dapat menemukannya melalui emas atau dunia atau wanita atau anak, melalui kekuasaan, melalui politik, melalui pesawat, melalui lautan, melalui matahari atau bulan. Kita tidak akan pernah mendapatkan ketenangan melalui hal tersebut.

Tuhan memberikan kita segalanya, permata hatiku yang menyinari mataku, tetapi apa yang membuat kita tenang? Apakah seorang raja memiliki ketenangan? Apakah seorang presiden memiliki ketenangan? Apakah orang-orang yang kaya memiliki ketenangan? Apakah para penguasa dunia memiliki ketenangan? Apakah para karyawan memiliki ketenangan?

Apalah para orang tua memiliki ketenangan? Apakah orang yang telah menikah memiliki ketenangan? Apakah orang yang mempunyai taman-taman yang indah memiliki ketenangan? Apakah orang yang mempunyai kolam renang memiliki ketenangan? Tidak. Kita tidak akan pernah menemukan ketenangan melalui hal tersebut. Kita akan di bodohi pada akhirnya, idiot. Kita hanya akan berakhir sebagai manusia yang bodoh.

Berpikirlah. Apakah ketenangan itu? Apa yang memberi kita ketenangan? Ketenangan hati adalah sifat-sifat Tuhan, bertindak sesuai Tuhan, bersikap sesuai petunjuk Tuhan, bertingkah laku baik sesuai petunjuk Tuhan, berbuat baik sesuai petunjuk Tuhan, bertindak atas dasar kebajikanNya Tuhan, cintaNya Tuhan, belas kasihNya Tuhan, keadilanNya Tuhan, kedamaianNya Tuhan, kesabaranNya Tuhan, ketabahanNya Tuhan, kesukaanNya Tuhan, percaya kepada Tuhan, memuji Tuhan, dan Ihklas dan Tawakal kepada Tuhan. Kearifan yang murni dan sifat-sifat ini akan memberikan manusia ketenangan. Tidak ada hal lainnya.
Oleh sebab itu, permata hatiku yang menyinari mataku, ketika kita mengerti maksud hal tersebut, kita akan mendapatkan ketenangan hati. Ketika kita telah membangun sifat ini didalam diri kita, kita akan tenang dan tenteram. Selain itu, kita tidak akan pernah tenang. Anakku yang aku sayangi. Kita harus memikirkan hal ini. Untuk menemukan kebebasan bagi jiwa kita, pertama kita harus mengetahui apa yang membuat kita tenang. Lalu kita akan mencapai tahap Kasih Sayang Tuhan, Surga, dan Kerajaan Tuhan. Kita dapat menjadi wakil (khalifa)Nya Tuhan, hidup dengan penuh kebebasan, tanpa kelahiran atau kematian. Tidak ada apapun yang dapat membuat kita tenang.

Setiap dari kita harus memikirkannya dari hati kita. Kita harus membuka hati kita, pikirkan tentang hal ini, dan amati dengan penuh kesadaran. Lalu kita akan mengetahui bahwa hanya keadaaan ini yang bisa memberikan kita ketenangan. Kita tidak dapat meraih ketenangan melalui hal apapun.
Anakku yang aku sayangi. Ini cukup untuk saat ini. Mari kita merenungkannya. Jika kita dapat mengerti hal ini, ini akan lebih dari cukup untuk keabadian. Hanya Tuhan lah yang kita butuhkan. Semoga Ia memberikan kita Kasih Sayang untuk membangun ketenangan didalam diri kita. Amin. Amin. Semoga Ketenangan akan Tuhan dan Rahmatnya tercurah kepada kita semua!

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

*******

Rasulullah, pengemis tua, dan satu sen
oleh Bawa Muhaiyaddeen

Cucu-cucuku tersayang, perempuan maupun laki-laki. Tuhan telah menempatkan seluruh kekayaan-Nya di dalam diri kita. Dia telah menganugrahkan kepada kita kekayaan mubarokat, kekayaan tiga dunia. Temukanlah khazanah ini melalui perilaku yang baik. Kekayaan itu benar-benar ada, namun tersembunyi jauh di dalam diri kita. Kita sendirilah yang telah menguburnya, terpendam oleh rasa iri dan dengki, dan kini kita musti menggalinya dalam-dalam untuk memperoleh kembali kekayaan itu. Kita musti mengeruk dan menepis jauh-jauh kegelapan untuk memperolehnya.

Anak-anakku terkasih. Untuk menjelaskannya, ijinkan aku bercerita tentang sebuah kisah. Cerita tentang Rasulullah s.a.w.

Di kota Madinah, tersebutlah seorang tua. Hidupnya sangatlah nestapa. Kesulitan demi kesulitan menimpanya, masalah demi masalah. Ia mengadukan nasib hidupnya ini kepada orang-orang yang kemudian menyuruhnya pergi ke tempat ini dan itu. Awalnya ia memohon kepada raja dan raja berkenan membantunya, namun pak tua itu tak beroleh banyak dari uluran tangannya. Lalu ia pergi ke para guru yang kemudian membantunya ala kadarnya, namun ia tetap miskin. Tampaknya tak seorang pun sanggup mengangkat kesulitan yang dihadapinya. Tak satu pun cara mampu mengubah keadaannya. Dan tiada henti ia bertanya siapa gerangan yang dapat mengakhiri kesengsaraan hidupnya ini.

Lalu, seseorang memberi nasihat kepadanya, “Temuilah Rasulullah s.a.w. dan mintalah tolong kepadanya. Ia tinggal di ujung sana. Pergilah kepadanya.”

Maka pengemis tua itu pergi menemui Muhammad s.a.w., “Wahai, Rasulullah. Kehidupanku sungguh sulit,” ujarnya. “Aku datang meminta tolong kepadamu demi mengakhiri kenestapaan ini.”

“Wahai, saudaraku, sebab itukah kau datang kemari? Bagus sekali,” jawab Rasulullah s.a.w. “Baiklah, kini serahkan kepadaku semua yang kau miliki.”

“Wahai Rasulullah, aku tak punya apa-apa!” seru orang tua itu.

“Tak punya sama sekali? Sungguh sulit memang bila kau tak punya apa-apa. Pastilah engkau memiliki sesuatu. Ada satu hal yang semestinya kau miliki agar kesulitanmu itu sirna. Tahukah kau apa itu? Satu hal itu adalah Allah s.w.t. Jika engkau ‘memiliki’ Allah, maka tiada yang akan menyulitkanmu. Namun bila tidak, engkau akan senantiasa dirundung kesengsaraan. Engkau hanya akan menjadi kaya bila engkau memiliki yang satu itu.”

“Benarkah?” tanya pak tua.

“Tentu. Maukah engkau menyimpan satu hal itu?”

“Bilamana saja aku memilikinya, sepertinya aku akan menyimpannya. Tapi kini aku tak memilikinya,” keluh pengemis tua itu.

“Baiklah. Pertama, teguhkanlah imanmu, keyakinanmu. Ucapkan, ‘La ilaha ill-Allahu Muhammadur-Rasulullah: tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-nya’. Ini adalah jalan menuju kekayaan itu. Maka pertama, tegakkan jalan itu di hatimu yang terdalam, di dalam qalb-mu. Namun sekarang, serahkan padaku segala yang kau miliki.”

“Apa maksudmu?” tanya pak tua itu.

“Serahkan saja padaku apa saja yang kau miliki. Apakah kau tak punya sesuatu yang bisa kau berikan padaku?”

“Ya. Aku punya satu sen.”

“Berikan padaku,” ujar Rasulullah s.a.w. dan pak tua itu pun menyerahkan uangnya satu-satunya.

Lalu Rasulullah s.a.w. bertanya lagi, “Apa lagi yang engkau punya selain ini?”

“Tidak ada. Cuma itu.”

“Jika cuma ini yang kau miliki, mustinya tiada yang akan menyulitkanmu. Tapi engkau menyimpan duka lara itu, kemiskinanmu, kenestapaanmu. Serahkan itu semua kepadaku, dan simpan apa yang tadi kuberikan kepadamu: Kalimah itu. Berikan padaku yang lainnya, pikiran-pikiranmu, masalahmu, dan kesedihanmu. Simpan kekayaan Allah dan buang segala duka dan apa saja yang menyengsarakanmu. Serahkan kepada Allah s.w.t.”

Maka Rasulullah s.a.w. mengambil uang itu dengan satu tangan, lalu memindahkannya ke tangan yang lain. Dan diserahkannya kembali uang itu kepada pak tua seraya berkata, “Ini adalah rahmat, kekayaan Allah. Ini, ambillah. Ambil ini dan jalankan perdagangan dengan baik.”

“Perdagangan macam apa yang bisa kujalankan hanya dengan satu sen?” tanya pak tua itu heran.

“Uang itulah perdagangannya,” jawab Muhammad s.a.w.
“Tapi bagaimana aku bisa berdagang hanya dengan satu sen?” ujarnya terus.

“Bukankah engkau berjanji akan menyimpan kekayaan lain yang tadi keserahkan kepadamu. Simpan itu. Ambillah pula uang ini, dan berdaganglah dengannya. Ambillah, dan jalani hidupmu.”

Maka pak tua itu pun mengambil uangnya, walau dengan sedikit kebingungan, “Bagaimana mungkin aku berdagang dengan hanya satu sen ini?! Engkau hanya mengembalikan uangku. Engkau tak memberiku sesuatu yang lain!”

“Aku mengubahnya. Engkau berikan kepadaku dan aku mengubahnya. Kini uang itu bukan sekedar satu sen. Sebelumnya memang satu sen, namun ketika aku mengambilnya, aku memindahkannya dari tangan yang satu ke tangan yang lain. Kini uang itu tak lagi satu sen. Uang itu kini adalah rahmat, kekayaan Tuhan. Ambillah, itu adalah rahmat.” Maka orang tua itu mengambilnya dan pergi.

Pada saat yang sama, sang raja sedang menderita bengkak yang amat parah di kakinya, penuh nanah dan darah yang tak seorang pun sanggup menyembuhkan. Lalu salah seorang tabib memberi nasihat kepada sang raja, “Satu-satunya cara untuk menyembuhkannya adalah dengan meletakkan satu sen di atas luka itu. Maka bengkak itu pun akan sembuh.”

Maka sang raja memerintahkan para menterinya untuk mencari orang yang memiliki satu sen. Tepat ketika itu pula, pak tua tadi berdiri tak jauh dari situ seraya memandangi uang miliknya dan merenungi bagaimana cara menggunakannya. Salah seorang menteri menemukan pak tua itu, lalu membawanya ke hadapan sang raja. “Apa yang ada di tanganmu itu? Serahkan padaku. Aku akan mengganti dengan satu kepeng untuk satu sen uangmu,” ujar sang raja, dan pengemis tua itu pun memberikan satu sen uangnya. Sang raja menyerahkan satu kepeng, dan meletakkan satu sen di atas lukanya. Karena uang itu mengandung rahmat Rasulullah s.a.w., bengkak di kaki sang raja pun mengering seketika dan tak lama kemudian sembuh.

Riang rasanya hati pak tua. Ia mengambil uang pengganti itu dan pergi untuk membeli unta, sapi, kambing, sebidang tanah, dan kurma. Ternak dan kebunnya tumbuh pesat, jumlahnya pun berlipat. Dan tak lama kemudian, ia pun telah memiliki berbagai buah-buahan, kurma, susu dan sari kurma. Ia membungkusnya dan membawanya kepada Rasulullah s.a.w. yang memandangnya seraya berkata, “Wahai saudaraku, apa ini semua?”

“Wahai, manusia agung. Allah s.w.t. telah memberiku kekayaan mubarokat, kekayaan tiga dunia. Kini aku mengerti. Engkau memberiku satu kepeng lewat satu senku itu, dan begitu banyak kekayaan mendatangiku semenjak itu, dan kini aku membawanya di hadapanmu.”

“Benarkah?” kata Rasulullah s.a.w. “Bagus sekali. Allah-lah yang telah menganugerahkannya bagimu. Dan kepada siapa engkau membagi semuanya ini? Apakah engkau berbagi dengan orang lain yang berkesulitan seperti yang engkau alami dulu?”

“Tidak, aku belum berbagi dengan siapa-siapa. Aku ingin menghadiahimu terlebih dulu. Aku telah memiliki rumah, istana, benteng, kebun kurma yang luas, unta, sapi, kerbau, dan kekayaan yang melimpah.”

“Ingatkah engkau akan kesengsaraanmu dulu?” tanya Rasulullah s.a.w. “Bukankah bila engkau ingat dan mengerti, pasti engkau akan membantu semua fakir miskin di sekelilingmu? Engkau seharusnya membantu mereka. Allah s.w.t. telah memberimu banyak sekali, dan sudah semestinya engkau berbagi dengan mereka. Bagilah kekayaan yang telah Tuhan anugerahkan itu kepada mereka yang kelaparan, nestapa, dan miskin. Bantu mereka. Kini, pergi dan bantulah mereka.”

“Allah s.w.t. adalah satu-satunya kekayaanku. Dialah kekayaan yang telah Dia berikan kepadaku. Aku tak menginginkan kekayaan yang Dia anugerahkan kepadamu. Berbagilah dengan orang-orang di sekitarmu.” Inilah yang dikatakan Rasulullah kepada pak tua itu.

Seperti itulah, cucu-cucuku. Jika engkau bertemu dengan seorang Guru atau Syeikh seperti Rasulullah s.a.w ini, maka sang Guru akan mengubah apapun yang engkau berikan kepadanya. Jika engkau memberinya satu sen, ia akan mengubahnya. Dan jika engkau menerima dengan hati-hati apa yang ia kembalikan kepadamu, maka rahmat itu akan menjadi kekayaanmu. Ia akan mengubahnya, dari tangan yang satu ke tangan yang lain, dan mengembalikan kepadamu sebagai rahmat, kekayaan Allah. Itu akan menjadi kekayaanmu yang sesungguhnya, kekayaan yang tiada habisnya.

Apapun yang engkau bawa kepadanya, pikiran, pengetahuan, daulat dan harta, perilaku yang baik, ia akan mengubahnya dengan memindahkan dari satu tangan ke tangan yang lain, lalu ia akan menyerahkannya kembali kepadamu. Ia tak akan menyimpannya, karena hanya Allah yang ia butuhkan. Ia akan menerimanya, memindahkannya dari tangan satu ke tangan yang lain, lalu menyerahkannya kembali sebagai rahmat. Ia akan melipatgandakan apa yang engkau berikan dan mengembalikannya kepadamu.

Namun jika engkau menganggap, “Ah, ia tak memberiku apa-apa!” maka itu adalah kesalahanmu, keraguanmu sendiri. Jika engkau memiliki iman dan keyakinan yang teguh, maka apapun yang engkau berikan akan berlipat ganda. Seperti halnya dirimu sendiri yang tumbuh dari sebintik atom lalu menjadi bentuk, begitulah kekayaanmu akan berkembang. Pengetahuan ilahiah yang dikenal sebagai ‘ilm, kekayaanmu, kekayaan mubarokat, semuanya tumbuh dari sebintik atom, dan engkau musti teguh berjuang untuk memperolehnya.

Sang Syeikh akan mengubah dan melipatgandakan apa saja yang engkau berikan kepadanya. Jika engkau ajukan dirimu, jika engkau serahkan segala pikiranmu, dan jika engkau hadir secara penuh di dalam dirinya, maka keutuhan itu akan menjadi kekayaanmu. ‘Ilm, pengetahuan ilahiah itu, akan menghiasi kehidupanmu. Namun jika engkau enggan meneguhkan imanmu dan keyakinanmu, maka engkau akan gagal. Keraguan akan senantiasa meliputimu, dan hidupmu akan jatuh. Itu akan menjadi siksaanmu, kesengsaraanmu, kepedihanmu.

Cucu-cucuku, serahkan seluruh tanggungjawab kepada Guru-mu, dan ambil apa yang diberikannya kepadamu. Ia akan mengganti sebintik atom itu dengan cahaya cemerlang yang bertebaran. Ia akan menukarnya dengan kekayaan rahmat yang melimpah, dan menyerahkannya kembali kepadamu. Percayalah. Pikirkan tentang hal ini, cucu-cucuku.

Jangan mengira bahwa Syeikh akan menghadiahimu rumah atau istana atau bank. Tidak seperti itu. Ia mengubah apa-apa yang kau bawa kepadanya. Yakinilah. Ia mengambil segala yang kau berikan kepadanya dan mengubahnya menjadi surga, kerajaan Tuhan, mubarokat Allah, sifat-sifat-Nya, tindakan-Nya, kemurahan-Nya, dan ‘iman‘-Nya. Ia meneguhkan itu semua, dan itu yang akan menjadi kekayaanmu yang sebenarnya. Tanpa merusaknya, ia akan membuat pemberian itu tumbuh dan berkembang. Teguhkan iman dan keyakinanmu tentang kekuatan itu, maka kekayaan hidupmu tiada akan pernah habis. Kekayaan ‘ilm, kekayaan mubarokat tak akan musnah. Pikirkanlah. Inilah yang ia akan berikan kepadamu. Ia akan ambil apapun yang kau berikan kepadanya dan mengubahnya dengan cara seperti itu. Ia tak akan memberimu selain apa yang telah engkau berikan kepadanya. Ia akan ambil apapun yang kau berikan kepadanya, menyerahkannya kepada Allah, dan mengembalikannya kepadamu. Ini adalah baidah-nya, kekayaan kasat mata yang ia akan serahkan kembali kepadamu. Pikirkanlah.

Berjuanglah untuk memperoleh rahmat-Nya. Cucu-cucuku yang kukasihi. Semoga Allah melindungimu dengan kasih sayang-Nya. Amin.

* * *

Credits: Tulisan di atas diterjemahkan dari salah satu bagian dari buku My Love You My Children karya Bawa Muhaiyaddeen. Foto pertama, sesosok tangan pengemis, dicuri langsung dari Internet. Yang kedua adalah Beggar in a Large Coat karya Adriaen van Ostade, seorang pelukis Belanda. Selanjutnya, gambar orang berkuda yang bertemu pengemis, adalah St. Martin’s Beggar karya André Durand. Gambar kecil tentang seorang alchemist kuno Mesir (alchemist adalah seorang yang dapat mengubah logam menjadi emas) juga dicuri dari Internet, termasuk ilustrasi selanjutnya tentang perbincangan Kreshna dengan Arjuna dari sebuah buku tentang Bhagawad Gita.

Bawa Muhaiyaddeen

*********

Sebuah Perspektif Bisnis Oleh Sufi

My beloved brothers and sisters, posting kali ini adalah mengenai bisnis. Mungkin selama ini kita mengira bahwa seseorang yang mencari Tuhan harus melupakan kehidupan dunianya, atau seseorang yang berada dijalan spiritual harus mengorbankan kehidupan duniawinya. Mungkin seseorang yang mencari kebenaran harus pergi ke gunung-gunung untuk bertapa, atau pergi mengasingkan diri dari kehidupan dunia. Ada beberapa yang melakukan seperti itu, tetapi manusia sejati adalah mereka yang melayani manusia dan hidup normal sebagai masyarakat biasa. Mereka bekerja, berkeluarga, hidup layaknya manusia biasa. Perbedaannya adalah walaupun diri mereka sibuk bekerja, hati mereka tidak sedetikpun melupakan Tuhan. Hati mereka terus berzikir (mengingat Tuhan) di setiap aktifitasnya. Pada akhirnya semua aktifitas dunia mereka, di dedikasikan kepada Tuhan.

Banyak manusia suci yang hidup normal sebagai manusia biasa. Contoh yang paling jelas adalah Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah seorang pedagang yang profesional dan terkenal akan kejujurannya. Masyarakat Arab memberikan gelar al-Amin (Yang Terpercaya) kepada beliau atas seluruh sikapnya yang sangat terpuji. Para wali-wali (kekasih Allah) juga banyak yang menghidupi diri mereka dengan berdagang. Farid al-Din Attar adalah seorang sufi asal persia yang berdagang parfum, Hasan al-Bashri yang juga seorang sufi adalah seorang pedagang batu permata, sedangkan Syeikh Bawa Muhaiyaddeen sendiri hidup layaknya manusia biasa, ia pernah menjadi pencukur rambut, pernah menjadi penjaga toko roti, ia juga memiliki ladang sawah yang ia garap dengan keringat dan usahanya sendiri.

Syeikh Bawa menceritakan bahwa ketika beliau menggarap sawah, beliau membangunnya dengan tujuan membaktikan hasilnya untuk orang lain. Beliau membangun sawahnya dengan kerja keras siang dan malam, menanam padinya, mengairinya, membuat irigasinya, membuat pagar di sekeliling sawahnya, semua hasilnya ia dedikasikan untuk orang-orang miskin. Setiap saat ketika bekerja, di dalam hatinya ia tidak pernah berpikir bahwa hasil dari sawahnya adalah untuk dirinya, yang ada di pikiran beliau hidupnya adalah untuk orang lain, tidak untuk dirinya sebagaimana syeikh Bawa Muhaiyaddeen mengatakan “Do it everything selfessly” lakukan semuanya tanpa mementingkan dirimu.

Sekarang mari kita duduk manis. Untuk sejenak, lupakan semua kata-kata diatas. Mari kita tenangkan hati kita agar kita bisa mengambil ilmu yang bermanfaat dari ceramah yang akan disampaikan oleh Bawa Muhaiyaddeen dibawah ini.

Bismillahirrohmanirrohim, Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sebuah Perspektif Bisnis Oleh Sufi
Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen
Diterjemahkan oleh: Dimas Tandayu

Putra dan putriku, semoga Tuhan melindungimu. Semoga Dia selalu melindungimu dan membimbingmu dengan rahmatNya. Hanya Dia satu-satunya pelindung yang bisa kita gantungi. Semoga Dia membawamu dan memberikan kedamaian kepadamu baik didunia ini maupun diakhirat nanti.

Putra dan putriku, kau ada sebagai cinta didalam cintaku, hati didalam hatiku. Karena kesabaran dan niatmu yang tulus, Tuhan akan selalu melindungi dan membimbingmu kepada jalan yang lurus. Karena sifat-sifatmu yang baik, belas kasih dan perhatian yang ada didalam hatimu kepada orang lain, Tuhan akan membantu kesabaran dan sifat-sifat baikmu untuk tumbuh dan menyingkirkan kegelapan dan ketumpulan dari hidupmu. Jangan khawatir, engkau berada di tangan Tuhan.

Ini adalah poin yang harus dipertimbangkan dan diingat. Ketika air hujan berkumpul dan akan ada bahaya dari banjir, apa yang kita butuhkan adalah sebuah bendungan untuk menampung air. Kita memilih untuk menghentikan laju air atau mengalihkannya. Hal yang sama, ketika pikiran kekanakan membanjiri akal pikiran dan kearifan kita dengan air yang keruh dari keraguan dan ketidakpedulian(1), apa yang kita butuhkan adalah bendungan dari kearifan dan iman yang sempurna. Kita harus memilih apakah mengalihkan pikiran-pikiran keruh mengalir menuju lautan ilusi(2) atau menampung air yang keruh dengan bendungan yang kuat untuk mengalirkannya menuju danau. Jika bendungan dari iman dan kearifan yang sempurna bisa dibangun, kotoran akan mengendap kedasar danau, dan engkau akan bisa menggunakan airnya yang bersih untuk diminum atau untuk menyediakan air bagi ternak-ternak dan ladangmu.

Air keruh dari ketidakpedulian yang membanjiri akal pikiran dan kearifanmu ini muncul dari beberapa yang bisa dinamakan teman yang tidak baik untukmu. Teman-teman ini adalah tujuh tingkatan hasrat, atau nafs(3), yang menciptakan keinginan-keinginan di dunia ini. Mereka berasal dari lima elemen, dari tanah, udara, api, air dan eter, bersama-sama dengan pikiran dan hasrat. Mereka selalu mencoba untuk menarik kebawah kearifan manusia dan membungkusnya dengan lumpur. Bagaimanapun, terdapat hubungan yang tidak stabil yang suatu hari akan bubar. Tubuh ini suatu hari akan mati dan terurai kembali menuju lima elemen yang membentuknya.

Melalui rahmat dan perlindungan dari Tuhan, engkau akan dapat keluar dari banjir lumpur pikiran jika engkau menumbuhkan iman dan kearifan. Engkau harus menumbuhkan keimanan bahwa Tuhanlah satu-satunya dan bertingkah laku sesuai dengan tindakan-tindakan, sifat-sifat, dan niatnya Tuhan. Engkau harus menghubungkan dirimu dengan orang-orang yang memiliki kearifan. Ini akan menjadi teman yang akan menjernihkan kehidupanmu, yang dapat menunjukkan kepadamu Cinta Tuhan dan memberikan kedamaian. Apa yang paling dibutuhkan dalam kehidupan kita adalah kestabilan iman yang sempurna, kearifan, dan sifat-sifat pengasih Tuhan.

Putra putriku, ketika ular berbisa menggigit kita, kita tidak bisa melihat kadar bisa yang dikeluarkannya, bahkan bisa itu dapat menyebabkan kematian langsung. Hal yang sama, hanya dibutuhkan jumlah dari ketidakpedulian yang sangat kecil untuk membunuh kebenaran dan kearifan yang berada di dalam dirimu dan untuk menghancurkan keimananmu. Setidaknya engkau harus memikirkan hal ini. Jika engkau tidak membawa poin ini di dalam pertimbanganmu, pikiran akan kesana-kemari dan menarik kearifanmu ke bawah.

Beberapa pemikiran manusia bergerak kesana-kemari dengan sebuah prasangka, “Bisnis menyakiti orang. Bisnis mengambil uang orang lain dan mengeksploitasi mereka. Aku tidak ingin seperti itu, jadi bagaimana aku bisa menjadi seorang pebisnis?” Apa mereka tidak sadari adalah bahwa segala sesuatu didunia melakukan bisnis secara alami. Petani melakukan bisnis, penceramah, dan pemimpin religius lainnya melakukan bisnis. Dokter menarik bayaran dari pasien, bukankah begitu? Tunjukkan kepadaku siapa didunia ini yang tidak melakukan bisnis. Sepanjang kita membutuhkan sandang, pangan, dan papan, kita harus melakukan berbagai bentuk bisnis.

Hanya orang-orang yang jauh dari kearifan dan kepintaran yang mencoba untuk menyakiti dan mengeksploitasi orang lain ketika melakukan bisnis. Mereka yang memiliki kearifan dapat mencukupi kebutuhan sendiri dan keluarga mereka dengan menggunakan kearifan dan sifat-sifat Tuhan. Mereka bisa mengendalikan dan keluar dari perangkap setan di dunia.

Jangan pernah berpikir untuk menyerah dalam belajar berbisnis. Pelajaran ini akan bermanfaat untukmu dan kehidupanmu. Manusia yang bisa hidup di dunia ini tanpa membiarkan dunia hidup di dalam dirinya adalah yang paling pintar. Sangatlah mudah untuk menghasilkan keuntungan yang besar dengan berbuat curang kepada pelanggan, atau dengan memotong gaji pegawai menjadi setengahnya dan dengan mempekerjakan mereka dua kali lebih lama, pada dasarnya memperbudak mereka. Hal ini sangat mudah. Manusia yang arif, bagaimanapun, akan mencari cara untuk menyediakan apa yang diinginkan pemilik bisnis, apa yang diinginkan karyawan, nilai-nilai keadilan bagi pelanggan, dan bahkan dirinya sendiri dengan menyediakan apa yang ia butuhkan untuk tubuh dan pikirannya.

Jika tidak ada siapun yang melakukan bisnis, tidak akan ada yang memiliki makanan, tempat tinggal, atau kebutuhan-kebutuhan hidup. Jika bisnis bisa dilakukan dengan cinta, keadilan, kearifan, dan kecerdikan, memiliki keimanan kepada Tuhan semata dan tidak mempercayakan kepada dunia, maka bisnis itu akan menuju kesuksesan baik didunia maupun diakhirat. Cara seperti inilah yang harus engkau lakukan dalam berbisnis, dan hal ini akan memberikan manfaat yang besar kepada umat manusia.

Engkau harus belajar bagaimana menjalankan bisnis dengan baik. Jadilah yang pertama dan terkemuka didalam jalur bisnismu, dan kemudian lakukan dengan cinta dan keadilan. Jika engkau melakukannya hal ini akan menguntungkan dirimu dan semua manusia. Jangan malas. Belajarlah dengan giat. Untuk memimpin sebuah bisnis dengan adil engkau harus mengetahui lebih banyak dari mereka yang belajar hanya untuk memuaskan keserakahan dan nafsu untuk kekuasaan, seks, harta benda dan status. Engkau harus membuat kepintaranmu dua kali lebih tajam daripada mereka, jadi engkau bisa mengendalikan mereka dan mencegah mereka dari menyakiti dirinya dan orang lain.

Engkau harus menyerahkan seluruh tanggungjawab kepada Tuhan dan kemudian melakukan kewajibanmu. Dengan kearifan, cinta, keadilan, dan akhirnya diperkuat dengan kepintaran, lakukanlah bisnis yang baik. Jangan malas. Seseorang yang berprilaku seperti ini didalam kegiatan bisnisnya akan dikenal sebagai pebisnis yang luarbiasa. Dia akan menjadi manusia suci untuk dunia ini.

Jangan pernah berpikir bahwa bisnis yang dipimpin dengan kearifan akan menyakiti orang lain. Engkau harus belajar tentang bisnis, dan engkau juga harus belajar mengenai Tuhan, sifat-sifatNya, dan perbuatan kasih sayangNya. Lakukan belajarmu dengan giat dan juga lakukan tugasmu kepada Tuhan. Hal ini akan sangat baik. Engkau harus memberikan keduanya, lakukan pekerjaanmu dengan usahamu yang terbaik dan serahkan tanggungjawabnya kepada Tuhan semata. Maka semuanya akan berjalan baik.

Putra dan putriku, permata hatiku, engkau hadir sebagai cinta didalam cintaku dan hidup didalam hidupku. Semoga Tuhan menganugerahimu kearifan dan menyediakan yang terbaik kepadamu didunia ini dan diakhirat. Semoga Dia memberimu iman yang teguh, kesucian, Sifat-sifatNya yang pengasih, niat, tindakan, dan kewajiban, dan melindungi, menjaga dirimu, keluargamu dan kerabatmu selamanya. Semoga Dia menyediakanmu kearifan manusia yang sempurna. Berikan cinta dan salam kedamaianku untuk setiap orang. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melindungi dan menjaga kita semua. Amin.

Tambahan sedikit dari saya:
1) Diterjemahkan dari kata “ignorance”. Saya mengartikannya dengan ketidakpedulian. Maksud dari ketidakpedulian disini adalah orang-orang yang tidak perduli terhadap kebenaran. Orang-orang seperti itu disebutkan didalam Al-Quran sebagai: “Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.” (QS 25:73)

2) “Lautan ilusi” adalah metafora tentang wujud yang fana. Segala sesuatu di alam semesta yang adalah fana hanya Tuhan yang kekal. Segala sesuatu yang tercipta dari unsur ruang dan waktu bisa dikatagorikan fana karena unsur-unsur ini pada akhirnya akan hancur. Cahaya Tuhan kekal karena tidak terikat unsur ruang dan waktu.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

RAJA YANG INGIN MEMBUAT EMAS

Oleh :M. Rahim Bawa Muhaiyaddeen
Diterjemahkan : Drs. Muhammad Achjar

Salam sayangku padamu, cucu-cucuku, anak-anakku, saudara-saudaraku. Ikutlah aku dan kita akan mengunjungi apa yang pernah menjadi sebuah kerajaan besar. Satu abad yang lalu, kerajaan besar ini diperintah oleh seorang raja yang kuat.

Lihatlah ke sebelah sana! Itu adalah tempat dimana istana raja pernah berdiri. Dan di sini, di tempat kita berdiri hari ini, raja tersebut membangun sebuah ashram untuk para yogi, guru-guru, swami dan ganis yang mengembara dan orang-orang yang punya kearifan untuk beristirahat dan menyegarkan kembali diri mereka. Lihatlah betapa remuk dan terpencilnya ashram itu sekarang. Pondasinya masih berdiri, tapi dinding-dindingnya sudah runtuh. Cucu-cucuku, aku akan bercerita kepadamu tentang raja itu dan mengapa dia membangun sebuah tempat peristirahatan khusus bagi orang-orang bijak yang mengembara. Ini adalah cerita yang seharusnya engkau ketahui.

Konon, sebelum dia memerintah kerajaan ini, raja itu dulunya hanya seorang laki-laki biasa, yang hidup di pegunungan di sebelah Timur. Bagaimana engkau menyangka dia menjadi raja? Pada zaman dulu, para perampok akan berkumpul untuk memilih seorang pimpinan dan menjarah daerah pedesaan di semua arah. Jika pimpinan tersebut pandai, maka kekuatannya akan tumbuh. Inilah cara bagaimana laki-laki ini menjadi raja. Dia ditunjuk sebagai pimpinan gerombolan yang berkembang ukuran dan kekuatannya, merampas tanah yang semakin banyak, sampai dia menguasai sebuah kerajaan secara keseluruhan. Dan ketika dia dan para prajuritnya menaklukkan kerajaan-kerajaan di sampingnya satu persatu, maka kekayaan dan kekuatannya semakin besar.

Pada suatu hari, raja tersebut berpikir, “Inilah bagaimana hal-hal terjadi di dunia. Jika seseorang lebih pandai dariku muncul, maka dia akan merebut kerajaanku persis seperti aku merebut banyak sekali kerajaan lain. Sekalipun aku berhasil lolos, kemana aku akan pergi? Jika seseorang merampas kekayaanku, bagaimana aku mendapatkan penghasilan? Apa yang seharusnya aku lakukan?”

Kemudian pada suatu hari, raja membaca dalam Puranas tentang para ahli kimia yang tahu bagaimana membuat emas. “Jika aku belajar cara membuat emas dari logam, misalnya tembaga dan besi, aku akan aman,” pikirnya. “Sekalipun seseorang merampas kerajaan dan semua harta bendaku, maka itu tidak menjadi masalah. Aku tidak akan membutuhkan sebuah kerajaan. Aku bisa membuat emas di mana-mana. Aku harus menemukan ahli kimia seperti itu.”

Demikianlah, raja itu membangun sebuah ashram untuk orang-orang bijak yang mengembara. Atap dan pilar-pilarnya dibuat dari tembaga. Ada dua pintu, yang satu ada di depan dan yang lainnya ada di belakang. Di atas pintu masuk, ada tanda yang berbunyi :

“Selamat datang gnani, swami, yogi para orang suci dan arif, serta para guru! Silahkan dan makanlah tiga kali sehari selama tiga hari.”
Dan di atas pintu keluar, ada tanda yang berbunyi :

“Wahai orang-orang suci dan arif yang agung! Anda telah makan dengan baik. Kini tolonglah kami jika Anda mampu. Jika Anda mengetahui bagaimana mengubah tembaga menjadi emas. Lantas kita akan mampu melanjutkan kedermawanan kita untuk selama-lamanya.”
Raja menempatkan para pengawal di sekeliling ashram tadi, dengan mengintruksikan kepada mereka, “Barangsiapa bisa mengubah ashram itu menjadi emas, maka hentikanlah dia dan bawalah kepadaku. Jangan biarkan dia pergi!”

Berjuta-juta orang berhenti makan dan berlalu, tapi tidak seorangpun tahu bagaimana mengubah tembaga menjadi emas. Kemudian pada suatu hari, pada akhirnya, seorang guru datang dengan sepuluh atau sebelas murid. Guru itu membaca tanda pertama. Dia tahu bahwa murid-muridnya lapar, jadi dia membiarkan murid-muridnya makan di dalam. Meskipun guru itu hanya makan sedikit, namun murid-muridnya makan dengan lahap.

Ketika mereka akan meninggalkan tempat itu, guru tersebut membaca tanda kedua. Setelah menyuruh para muridnya untuk menunggu, dia keluar dan kembali dengan ramuan khusus. Dia berdiri di tengah ruangan itu, di antara pintu masuk dan pintu keluar, meremas-meremas ramuan tersebut dalam tangannya, dan meniup remasan ramuan tadi. Kepingan kecil-kecil ramuan yang diremas tersebut hancur ke udara, dan ashram itu seluruhnya berubah menjadi emas.

Ketika guru tersebut berjalan menuju pintu keluar, para pengawal segera mengelilinginya. “Swami, janganlah pergi. Raja ingin menemui Anda. Anda telah memberikan begitu banyak harta kepada kami. Silahkan Anda datang ke istana!”

Demikianlah, guru tersebut dibawa seorang hulubalang ke istana, raja tak seberapa lama memberi hormat, dan kemudian mulai bersumpah, “Engkau adalah dewaku. Aku telah membangun ashram ini dan mengundang orang-orang arif bijaksana untuk datang sehingga aku bisa belajar bagaimana membuat emas. Aku telah menunggu begitu lama orang sebijaksana engkau. Engkau harus mengajarku tentang seni rahasia ini!”

“Betulkah demikian, wahai Raja?” tanya sang guru. “Baiklah, Anda bisa belajar untuk membuat emas, tapi apakah Anda benar-benar ingin sesuatu yang berubah dan menghilang? Emas tidak akan tetap bersama Anda. Baik itu kekayaaan ataupun kemiskinan tidaklah permanen. Keduanya akan meninggalkan Anda, sebagaimana Anda akan meninggalkan dunia ini kelak. Jadi apa manfaat belajar membuat emas? Duhai Baginda Raja, apakah Anda mengerti?”

“Tapi, Swami, belajar membuat emas adalah keinginan dalam hidupku. Tolong ajarkan aku bagaimana caranya!” sang raja menghiba.

“Baiklah, jika ini yang Anda inginkan, Anda harus datang dan tinggal bersamaku selama dua belas tahun. Kemudian, aku akan mengajari Anda, tapi pertama-tama, Anda harus membuat diri Anda tampak seperti murid-muridku lainnya. Anda harus menanggalkan perhiasan, pakaian yang mewah, dan bahkan sandal. Anda hanya boleh membawa dua potong pakaian, satu dipakai dan satu lagi untuk ganti.”

Keinginan raja untuk belajar membuat emas begitu kuat sehingga dia setuju untuk mengorbankan semua kemewahan dan pergi dengan guru tersebut. Sesudah pengambilalihan kerajaan secara menyeluruh pada pengawasan para menterinya, dia berjalan keluar istana, meninggalkan semua kemakmuran dan pakaian kebesarannya. Dengan bertelanjang kaki, dia memasrahkan dirinya kepada guru dan memulai perjalanannya.

Mereka berjalan dan terus berjalan. Betapa menderitanya raja itu! Dia berjalan pincang sepanjang jalan dengan pedihnya, kakinya yang lembut terbakar oleh batu-batu dan pasir yang panas. Akhirnya, rombongan ini berhenti untuk beristirahat di sebuah gua kecil dalam hutan. Setiap hari, guru menyuruh raja dan seorang murid lainnya masuk ke dalam hutan untuk memetik buah-buahan, menggali ubi jalar dan menghisi air. Duri-duri menusuk kaki raja dan menggores wajah dan badannya. Karena dia terbiasa dengan kebersihan dan kenyamanan yang mewah, raja itu kemudian sadar bahwa sungguh sukar hidup di hutan. Dalam beberapa minggu saja, seluruh tubuhnya penuh luka dan diapun menderita demam.

“Ya Allah!” pikirnya pada dirinya sendiri, “Mengapa aku harus menderita? Aku tidak membutuhkan emas. Betapa nyamannya aku jika tinggal di istanaku! Bahkan tanpa mengetahui bagaimana membuat emas, aku bisa menikmati makanan sehari-hariku. Sebagaimana kini, aku belum mempelajari kearifan apapun, dan aku belum mempelajari seni ilmu kimia. Aku hanya menderita.”

Hari demi hari, tahun demi tahun, penderitaannya kian bertambah. Dari kepala sampai ujung kaki berdarah, luka yang tidak sembuh-sembuh, dan sekujur badannya gatal-gatal.Dia hanya bisa berjalan tetapi dia dan seorang muurid lainnya diperintahkan keluar untuk mengerjakan setiap tugas yang dibebankan. Murid-murid lainnya bergiliran, tapi raja itu harus pergi keluar setiap hari selama sebelas tahun. Sering dia menangis, dan bermalam-malam dia sering tidak bisa tidur. Seringkali dia ingin menyerah dan kabur. Tapi kemudian dia berpikir, “Tidak, aku telah datang ke sini untuk belajar, dan aku harus menguasainya.”

Pada akhirnya, suatu hari, guru itu berkata, “Bawa raja itu ke sini.”

Ketika raja itu menghadap sang guru, guru itu bertanya, “Apakah engkau seorang raja ataukah seorang murid?”

“Aku seorang murid,” jawab raja tersebut. “Aku tidak lagi menjadi raja. Aku akan mati segera.”

“Engkau belum belajar apa yang harus dipelajari di sini.”

“Lebih dari sebelas tahun berlalu, Swami.”

“Ikutlah aku,” kata sang guru tadi dan membimbing raja ke kaki gunung yang berkarang. “Petiklah daun itu!” perintah guru itu. Remaslah daun itu di antara kedua tanganmu, tiuplah ramasan daun tersebut, kemudian gosok-gosokkan pada batu-batu itu. Engkau akan melihat batu-batu itu berubah. kemudian, buatlah gundukan dari semua batu yang telah berubah itu!”
Raja melakukan apa yang diperintahkan guru, dan batu-batu tersebut berubah menjadi gumpalan-gumpalan besi. Itu terjadi pada hari pertama. Pada hari berikutnya, guru menyuruh raja memetik daun tumbuhan yang lain, meremas dan meniupnya. Kali ini, batu-batu yang digosokkan berubah menjadi timah, dan raja menumpuknya pada satu sisi. Pada hari berikutnya, guru memerintahkan raja untuk menggunakan selembar daun lainnya, dan kali ini, batu-batu tersebut berubah menjadi tembaga. Raja tersebut membuat sebuah gundukan lainnya. Hari berikutnya, guru itu berkata, “Ambillah dua lembar daun ini, remaslah keduanya bersama-sama, kemudian tiuplah, dan sebarkan di atas batu-batuan itu!” Batu-batu itu berubah menjadi perak, dan raja membuat sebuah gundukan lainnya. Pada hari berikutnya, guru memberitahu raja untuk memetik dan meremas campuran dua helai daun lainnya. Raja meremas daun-daun tadi, meniupnya, dan batu-batu tadi berubah menjadi emas batangan murni. raja menumpuk batangan-batangan emas murni tadi. Dia sekarang mempunyai enam tumpukan besar.

Kemudian, pada hari terakhir, guru memerintahkan raja untuk memetik sembilan macam helai daun yang berbeda. Guru berkata, “Sesudah meremas sembilan helai daun ini, tiuplah ke sembilan bagian gunung batu yang tersisa.” Setelah raja melakukannya, sisa gunung tadi berubah menjadi sembilan gundukan besar batu permata yang berkilauan. Ada zamrud, berlian, batu merah delima, lazuli jenis lapis, batu kayu manis (cinnamon), mutiara, safir, coral dan topaz (ratna cempaka).

“Wahai Raja, engkau boleh pergi sekarang, jika menginginkannya, tapi terlebih dahulu, lihatlah seksama harta yang ada di depan matamu, dan kemudian beritahukan padaku apa keputusan akhirmu!”

Raja memperhatikan tumpukan-tumpukan permata dan emas. Dia mengambil beberapa genggam permata, melemparkannya ke udara dan membiarkannya mengguyur dirinya. Kemudian dia berguling-guling di atas benda-benda yang gemerlapan itu. Tapi sesaat kemudian dia berpikir, “Apa yang sedang aku lakukan? Ini bukan yang aku butuhkan.” Dan raja kembali kepada gurunya.

“Engkau telah menyelesaikan tugas yang engkau maksudkan,” kata guru kepada raja. “Ini semua milikmu. Engkau boleh membawanya.”

“Duhai swami!” jawab raja, “Aku telah bersamamu selama sebelas tahun dan pada akhirnya aku menyadari bahwa apa yang engkau katakan kepadaku benar adanya. Sekarang aku tahu bahwa aku tidak membutuhkan kekayaan ini. Kekayaan adalah sesuatu yang datang dan pergi. Engkau mempunyai kemampuan untuk membuat gunung batu menjadi emas, sungguhpun demikian, engkau telah memilih untuk menjauhi kekayaan duniawi ini dan hidup di sebuah gua yang sederhana. Kekayaan yang engkau miliki sungguh berbeda. Engkau telah memilih kekayaan dari kerajaan Allah, yaitu harta keagungan Allah yang tidak akan pernah berubah atau menghilang. Tidak satupun yang bisa dibandingkan dengan kekayaan kearifan, cinta, keadilan, persamaan hak, kedamaian, kasih sayang. Tidak ada yang menyamainya.”

“Aku telah melihat segala sesuatu yang ingin dilihat pikiranku, segala sesuatu yang dicari keinginanku. Emas bukanlah kekayaan sejati, emas hanyalah tanah. Aku memang pernah menginginkannya dan menikmati kekayaan duniawi, tapi sekarang tidak lagi. Meskipun aku seorang raja, namun aku tidak memiliki kedamaian yang engkau miliki.” Dengan melihat emas dan batu permata murni yang sangat mulia menumpuk di sekelilingnya, dia berkata, “Aku tidak akan memperoleh keuntungan dari semua ini. seseorang mungkin mencoba membunuhku untuk mendapatkan emas-emas ini. Ini merupakan penyakit yang bisa merusakku dan juga merusak harta keagungan.”

“Swami, terimalah aku sebagai muridmu. Aku membutuhkan harta yang tidak bisa berkurang dan tidak bisa rusak. Berikanlah itu padaku. Aku ingin mempelajari bagaimana memperoleh harta keagungan Allah darimu.”

“Sekarang engkau benar-benar menjadi muridku,” jawa guru tersebut. “Engkau adalah kekasih Allah dan sekaligus anak kesayanganku. Kemarilah!”

Demikianlah, laki-laki yang dulunya menjadi raja, disembuhkan dari semua penyakitnya dan tubuhnya berubah menjadi bentuk tubuh yang indah. Guru tersebut mengajarkan kepadanya tentang keagungan dan kearifan Allah, dan menjadi sinar penerang bagi kerajaan Allah. Sesudah menerima harta dan keagungan yang tidak pernah habis, dia hidup sebagai anak kerajaan Allah, mampu melayani semua makhluk dan menganggap mereka sebagai saudaranya sendiri. Dia melayani jiwa, melayani Allah dan gurunya, dan dia juga melayani dunia dan semua umat manusia. Dia tidak pernah lagi meminta kerajaannya, karena dia tidak lagi menginginkannya.

Cucu-cucuku, baru sedikit yang benar-benar diketahui raja setelah dia mengikuti gurunya masuk ke dalam hutan, musuh-musuh menyerang kerajaannya dan membunuh semua menterinya. Raja-raja dari jauh dan dekat datang untuk memperebutkan atap dan pilar-pilar yang terbuat dari emas dalam ashram tadi. Mereka menjarah apa saja yang bisa mereka bawa dan membawanya ke kerajaannya masing-masing.

Gedung porak-poranda yang engkau lihat di depanmu ini, cucu-cucuku, adalah ashram yang dibangun raja itu untuk manusia bijak yang mengembara. Sekarang ashram tersebut telah hancur dan rata dengan tanah bersama dengan siapa saja yang tewas dalam pertempuran untuk merebut emas dan permata duniawi tersebut. Dan lihatlah di sebelah sana istana saja! Istana itu juga runtuh, tidak ada yang tersisa selain debu dan asap, tempat menyenangkan untuk burung-burung dan kelelawar.

Renungkanlah cerita ini cucu-cucuku, saudara-saudaraku, anak-anakku. Seperti halnya raja yang ingin membuat emas, orang-orang berpendapat mereka perlu mencari kekayaan duniawi. Sungguh lebih baik jika mereka ingin meraih kekayaan cinta dan sifat Allah dan menunjukkannya kepada orang lain, yang mengangap kehidupan setiap orang sebagai kehidupan mereka sendiri, akan mengetahui kebebasan sejati. Siapa saja yang melayani orang lain dengan kasih sayang Allah, akan menjadi tenang dan damai. Mereka akan menerima kekayaan abadi Allah di dunia jiwa, di dunia ini dan di alam baqa. Tapi siapa saja yang tidak mencari harta abadi Allah akan hancur, sebagaimana istana yang hancur ini.

Berpikirlah tentang hal ini dan berusahalah untuk mencari kekayaan Allah. Usaha yang kau lakukan dengan mengumpulkan kekayaan duniawi, sangatlah sia-sia. Benda-benda duniwai tidak akan berubah menjadi emas. Benda-benda itu adalah hiasan untuk neraka. Pasrahlah kepada Allah dan persiapkan hatimu untuk menerima apa saja yang Dia berikan dengan kesabaran dan pujian, baik di dunia ini dan dunia yang akan datang. Berpuas dirilah untuk percaya bahwa apa saja yang diberikan Allah kepadamu sudah cukup. Untuk meraih keyakinan ini, engkau membutuhkan kearifan, pengetahuan Ilahiah ‘ilm dan keimanan, kepastian dan ketetapan hati yang dikenal sebagai iman.

Kau tidak perlu menderita cucu-cucuku. Penciptamu akan memberimu makanan yang diperlukan pada saat yang tepat, tapi kau harus melakukan usahamu. Lihatlah binatang-binatang tersebut. Lihatlah bagaimana ayam mendapatkan makanannya di pohon-pohon dan rerumputan. Allah telah memberi semuanya untuk mereka. Dan melalui usahamu sendiri kau juga harus menemukan makanan yang diizinkan Allah yang telah Dia ciptakan untukmu.

Anak-anakku, ketika kau mencari Allah, cobalah menjadi damai dan capailah keadaan dimana engkau bisa berbagi kedamaian dengan orang lain. selalulah mengangap orang lain seperti dirimu sendiri dan berbagi apa saja yang engkau terima kepada tetangga-tetanggamu dan siapa saja yang lapar. Persiapkan hatimu untuk melakukan tugas ini. Jadikanlah cintamu kepada Allah jelas dan ketika kearifan dan kualitas-Nya masuk dalam dirimu, kau bisa mengubah dirimu seperti yang dilakukan raja tadi. Jika engkau memperkuat imanmu, engkau bisa menerima harta keagungan Allah dan berkuasa di tiga dunia. Itu sudah pasti.

Cinta, perbuatan, tindakan dan sifat-sifat yang baik memerintah kerajaan Allah. Allah memiliki seratus sifat yang kuat yang adalah tugas-Nya. Dari seratus sifat ini, Dia menjaga satu tugas untuk-Nya. Tapi sembilan puluh sembilan sifat lainnya harus engkau sebarluaskan. Oleh karena itu, laksanakan tugas-tugasmu dan cobalah untuk menemukan kearifan.

Engkau tidak pernah bisa menemukan kedamaian abadi dengan mengumpulkan emas dan permata. Emas dan logam mulia tidaklah permanen. sesungguhnya, isilah hatimu dengan sifat Allah, dengan kedamainan dan ketenangan. Kedamaian, ketenangan dan sifat Allah adalah kekayaan terbesar, harta keagungan, kearifan dan keadilan.

Salam sayangku padamu cucu-cucuku. Semoga kau berpikir tentang hal ini. Allah adalah segala yang kita butuhkan untuk kehidupan kita. Perkuat imanmu. Bersabarlah dan ridha. Bertakwalah kepada Allah dan pujilah Dia. Berdoalah kepada Allah, berpasrahlah kepada-Nya. Buatlah hal ini tegas dan jelas dalam kehidupanmu! Itu akan sangat pasti bahwa kau akan menerima keindahan masa muda dan cahaya rahmat-Nya, yang adalah harta keagungan-Nya yang penuh kebajikan.

Salam sayangku padamu, cucu-cucuku. Mudah-mudahan engkau memiliki iman untuk membuat kehidupanmu sempurna dan untuk menerima harta kedamaian yang tidak pernah berubah dan tidak pernah berakhir. Semoga Allah membawa kesempurnaan sifat-sifatNya, keindahan_Nya dan cahaya-Nya untuk menyinari hati dan wajahmu. Amin. Semoga Dia memberimu pengetahuan Ilahiah yang disebut ‘Ilm. Amin ya rabbal alamin. Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh. Terkabullah. Terkabullah. Duhai Pengatur alam semesta. Semoga kedamaian Allah dan berkahNya melimpah kepada kalian semua.

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

********

Quotes From The Master

“Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu” (Barang siapa mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhannya).
- Al Hadits

“Ketahuilah wahai kekasih, manusia tidaklah diciptakan dengan main-main, ataupun secara serampangan, namun diciptakan secara mengagumkan untuk sebuah tujuan yang agung.”

- Imam Al Ghazali

“Suatu kali ada yang bertanya kepada seorang syeikh tentang cara mencapai Tuhan. “Jalan menuju Tuhan,” syeikh itu menerangkan, “sama banyaknya dengan jumlah mahluk ciptaan. Tapi ada jalan terpendek dan termudah, yaitu melayani sesama, tidak mengganggu orang lain, dan membuat mereka bahagia”.

- Sheikh Abu Sa’id Abil Khair

“Siapapun yang tidak menemukan hatinya hadir di tiga tempat, pintu menuju pengetahuan akan tetap tertutup baginya. Yaitu ketika membaca Al-Qur’an, ketika berzikir kepada Allah dan ketika engkau sedang sholat.”

- Sheikh Ibrahim bin Adham
“Jika seseorang berkata: “Betapa mulianya engkau!” dan ini lebih menyenangkanmu dari pada perkataannya, “Betapa buruknya engkau!” ketahuilah bahwa engkau masih tetap seseorang yang buruk”
- Sheikh Sufyan Al Thawri

“Bergegaslah. Sapulah kamar di hatimu. Persiapkan untuk rumah Sang Kekasih. Saat kau keluar, Ia akan masuk. Di dalam dirimu, saat kau terbebas dari dirimu, Ia akan memperlihatkan keindahanNya”
-Sheikh Shabistari

“Jika engkau memiliki keimanan kepada ‘Sumber Perbendaharaan’ yang merupakan Tuhan, kebenaran-Nya, dan kekayaan akan rahmat-Nya, jika engkau menyematkan sifat-sifat dan tindakan-tindakan-Nya, Tuhan akan selalu bersamamu. Baik ketika engkau merasa bahagia ataupun sedih, dalam sakit ataupun sehat, dalam cerahnya hari ataupun guyuran hujan, kekayaan-Nya akan selalu menjadi milikmu dan akan selalu memberimu kedamaian, kebahagiaan, dan kekhusyukan kapanpun engkau membutuhkannya. Hanya hal ini yang dapat melindungi dan menjagamu. Tidak ada hal lainnya. Untuk itu, engkau harus memiliki keimanan kepada Tuhan, ‘Sumber Perbendaharaan’, yang selalu bersamamu, yang selalu menjagamu. Dia-lah tempatmu berteduh di kala teriknya matahari. Dia-lah payungmu di kala hujan mengguyur dan kebahagianmu di kala duka. Dia selalu berada disana untuk membantumu dalam situasi apapun.”
- Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

“Jalan menuju Tuhan adalah sebanyak jumlah nafas manusia.”
-Syeikh Muhammad Nazim

“Ada beberapa diantara kamu yang menginginkan dunia ini dan ada beberapa diantara kamu yang menginginkan dunia selanjutnya (akhirat). Tetapi dimana Dia yang menginginkan Tuhan?”
-Sheikh Al Shibli

“Wahai teman! tidak ada yang menghijabmu, selain dirimu. Di jalanmu tidak ada duri ataupun penghalang, selain dirimu. Kau berkata: haruskan aku mencapai Sang Kekasih atau tidak? antara dirimu dan Sang Kekasih tidak ada siapapun, kecuali dirimu”
- Sheikh Awhad al-Din Kirmani

Suatu ketika aku menerima seorang pelayan. Aku bertanya kepadanya: Bagaimana seharusnya aku memanggilmu? Dia menjawab: Panggil sesukamu. Aku bertanya: Apa yang engkau makan? Dia menjawab: Apapun yang engkau beri. Aku bertanya: Pakaian seperti apa yang engkau inginkan? Dia menjawab: Pakaian apapun yang engkau berikan. Aku bertanya: Apa yang ingin engkau lakukan? Dia berkata: Apapun yang engkau perintahkan, aku tidak memiliki keinginan, aku adalah pengabdimu. Aku berkata kepada diriku: apakah engkau pernah beribadah dan melayani Tuhan sebagaimana orang ini melayanimu? Belajarlah darinya. Dan aku begitu terharu hingga aku menangis karena mendengar pengakuan ini.
- Sheikh Ibrahim bin Adham

“Hingga engkau menjadi seseorang yang tidak mempercayai dirimu, engkau tidak bisa menjadi seseorang yang mempercayai Tuhan”
- Sheikh Abu Said Abil Khair

“Manusia yang bijak mengetahui bahwa adalah penting untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sedangkan bagi manusia yang tidak bijak adalah lebih penting untuk mencari kesalahan-kesalahan orang lain. Manusia yang memiliki keteguhan iman mengetahui bahwa adalah penting untuk membersihkan hati mereka, sedangkan mereka yang imannya labil mencoba mencari-cari kekurangan pada hati dan ibadah orang lain. Hal ini menjadi kebiasaan di dalam hidup mereka. Tetapi mereka yang beribadah kepada Allah dengan keimanan, ketetapan hati, dan keyakinan mengetahui bahwa apa yang paling penting di dalam hidup adalah menyerahkan hati mereka kepada Allah.”
- Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

Suatu ketika, Nabi Ibrahim AS tumbuh dikalangan kaum penyembah berhala. Dia berusaha untuk menemukan Tuhan. Dia memandang pada bintang-bintang yang paling terang dan berkata, “Engkau adalah Tuhanku.” Lalu bulan purnama muncul. Ia jauh lebih besar dan lebih terang daripada bintang-bintang yang ada. Ibrahim memandang bulan dan berkata, “Engkau adalah Tuhanku.” Kemudian matahari terbit; rembulan dan bintang-bintang menghilang. Ibrahim berkata, “Engkau adalah yang terbesar, Engkau adalah Tuhanku.” Kemudian malam tiba, dan matahari menghilang.

Ibrahim berkata, “Tuhanku adalah Dia yang mengubah segala sesuatu dan mengembalikannya kembali. Tuhanku adalah Dia yang berada dibalik segala perubahan.”
- Sheikh Muzaffer Ozak Al-Jerrahi

Ketika “aku” ada, Tuhan tidak ada. Ketika Tuhan ada, “aku” tidak ada.

Jika Tuhan adalah sumber kehidupan, bukankah seharusnya kita bisa menemukan sumber esensi dari kehidupan kita? Lalu ketika kita meneliti hidup kita, di bagian mana kita menemukan Tuhan? Bagian mana adalah “aku”? Tuhan adalah cinta, kedamaian, keberlimpahan, keagungan, kekuatan, ampunan, kebenaran, keseimbangan, dan kebahagiaan. Bagi kebanyakan dari kita, hidup adalah kekurangan, keterbatasan, perselisihan, stres, kekacauan, bimbang, penindasan, dan kebencian. Bangsamu, bangsaku; tujuan-tujuan mereka, tujuan-tujuan kita, agamamu, agamaku, telah menggantikan rasa kebersamaan yang dikenal sebagai Tuhan. Apakah Tuhan menciptakan kekacauan ini? Tidak. “aku” yang melakukannya. Bagian kecil dari “aku” yang ingin mengatur dan berkuasa. “aku” adalah ketakutan, kesombongan, amarah dan berbangga diri. “aku” yang berpegang pada kesengsaraan karena “aku” tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. “aku” ingin melakukan caranya karena “aku” bisa menjaga diriku. “aku” yang tidak bisa mengenal bagian mana yang merupakan Tuhan dan bagian mana yang merupakan “aku” karena “aku” telah melupakan bahwa semua bagian Tuhan adalah bagian ku. Jika saja “aku” mengizinkan Tuhan melakukan bagianNya, kita akan baik-baik saja.
- Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

“Anakku, seluruh hidupmu bisa berisi dua kata: alhamdulillah dan tawakal kepada Allah, memberikan pujian kepada Tuhan untuk semuanya, yakin sepenuhnya dan berserah diri kepada Tuhan. Katakan, “Alhamdulillah,” dan pujilah Tuhan atas apa yang terjadi saat ini. Katakan, “Tawakal kepada Allah,” dan serahkan tanggungjawab kepada Tuhan atas apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Semoga engkau melaksanakan dua kewajiban ini tanpa keterikatan sebagaimana Tuhan melakukan kewajibanNya.

Buatlah hidupmu lengkap dengan dua kata ini. Setelah itu, raihlah sifat-sifat Tuhan, laksanakan tindakanNya, berbuatlah sesuai dengan perbuatanNya, tanamkan kasih sayangNya ke dalam hatimu, dan rasakan semua kelaparan adalah kelaparanmu dan semua penderitaan adalah penderitaanmu. Layani hidup orang lain dan menyamankan hati mereka sebagaimana yang dilakukan Tuhan. Kewajiban itu akan menjadikan mulia kearifanmu, ibadahmu dan meditasimu.”
- Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

“Cinta adalah melihat apa yang baik dan indah dalam segala sesuatu. Mencintai adalah belajar dari segala sesuatu, melihat anugerah Allah dan kemurahan Allah dalam segala sesuatunya. Mencintai adalah mensyukuri segala rahmat Allah.

Ini adalah langkah awal pada jalan ini untuk mencintai Allah. Ini hanyalah benih dari cinta. Sepanjang waktu, benih akan tumbuh dan menjadi pohon dan berbuah. Selanjutnya, siapapun yang merasakan buah itu akan mengetahui apa itu cinta sejati. Cinta tersebut akan berbeda bagi mereka yang telah merasakannya dengan mereka yang belum merasakannya.”
- Sheikh Muzaffer Ozak Al-Jerrahi
“Kau tidak akan menjadi seseorang yang suci hingga kau laksana bumi, baik kaum saleh maupun kaum pendosa diperlakukan sama, dan hingga kau laksana awan, yang menaungi segala sesuatu, dan hingga kau bagaikan hujan, yang mengairi segala sesuatu, walaupun mereka mencintainya atau tidak.”
- Sheikh Abu Yazid al-Bisthami

“Kebenaran tertanam dipusat hatimu, dipercayakan oleh Allah kepadamu untuk menjaganya. Ia akan terwujud dengan taubat yang tulus dan usaha yang sungguh-sungguh. Keindahannya memancar kepermukaan saat kau mengingat Allah dan berzikir. Pada mulanya kau menyebut Asma Allah dengan lidahmu. Lalu, ketika hatimu hidup, kau berzikir dengan hatimu.”
- Syeikh Abdul Qadir al-Jilani

“Sekali waktu engkau pernah mengira bahwa segala yang engkau pelajari dan cermati adalah kebenaran. Tetapi kemudian engkau maju ke langkah berikutnya, dan menemukan bahwa semua yang telah engkau pelajari bukanlah kebenaran. Dan pada masa yang akan datang ketika engkau masih melangkah lebih berikutnya dan memandang kembali semua yang sekarang engkau anggap benar, ternyata engkau juga akan melihatnya sebagai kepalsuan. Dengan cara ini, setiap kali engkau melangkah maju ke tingkat yang baru, maka engkau akan menemukan bahwa semua yang engkau pelajari pada masa lalu adalah kepalsuan (salah). Akhirnya, ketika engkau mencapai maqam (keadaan) Tuhan dan maqam kearifan-Nya, maka engkau akan menyadari bahwa semua pemikiran engkau adalah keliru. Semuanya keliru. Hanya Dialah kebenaran. Kebijakan-Nya adalah kebenaran sejati, dan sifat-sifatNya adalah emas kekayaan yang sesungguhnya.

Apabila engkau memahami hal ini, maka engkau akan memohon ampunan-Nya atas segala kesalahan yang engkau lakukan pada masa yang lalu. Engkau akan melihat dengan jelas dan pasti bahwa hanya ada satu keluarga, satu doa dan satu Tuhan. Kita harus memikirkan hal ini. Ini adalah kearifan yang berharga, hikmah kebenaran.”
- Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

“Apabila engkau menggali sumur, engkau harus menggalinya jauh ke dalam sampai engkau menemukan sumber mata airnya. Dapatkah sumur itu penuh tanpa mencapai sumber yang dalam itu? Bila engkau bergantung pada hujan atau sumber luar lain untuk mengisi sumur itu, maka air itu hanya akan menguap atau diserap oleh tanah. Lalu, bagaimana engkau dapat membasuh dirimu atau menghilangkan dahagamu? Hanya jika engkau menggali cukup dalam untuk mendapatkan mata air, maka engkau akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya. Demikian juga halnya, jika engkau hanya membaca ayat-ayat dari kitab suci, tanpa menggali lebih dalam untuk mencari maknanya, hal itu seperti menggali sebuah sumur tanpa mencapai mata airnya atau seperti mencoba mengisinya dengan air hujan. Kedua cara ini tidak akan memadai. Hanya apabila engkau membuka mata air yang ada di dalamnya dan ilmu Tuhan mengalir dari sana, maka mata air sifat-sifat Tuhan akan mengisi hatimu. Hanya setelah itu engkau dapat menerima kekayaan-Nya. Hanya setelah itu engkau akan mendapatkan kedamaian dan ketenangan. Kearifan dan ilmu Tuhan ini harus timbul dari dalam dirimu; kisah Tuhan dan doa mesti dipahami dari sisi batin. Maka engkau akan memperoleh semua yang engkau butuhkan untuk dirimu, dan engkau juga akan merasa cukup untuk berbagi dengan orang lain.”
- Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

Sejak kudengar tentang dunia Cinta,
Kumanfaatkan hidupku, hatiku
Dan mataku di jalan ini.
Aku mengira bahwa Cinta
Dan yang dicintai adalah berbeda.
Kini aku mengerti bahwa keduanya sama.
- Jalaluddin Rumi

IBARAT MENGGALI SUMUR

Apabila Anda menggali sumur, Anda harus menggalinya jauh ke dalam sampai Anda menemukan sumber mata airnya. Dapatkah sumur itu penuh tanpa mencapai sumber yang dalam itu? Bila Anda bergantung pada hujan atau sumber luar lain untuk mengisi sumur itu, maka air itu hanya akan menguap atau diserap oleh tanah. Lalu, bagaimana Anda dapat membasuh diri Anda atau menghilangkan dahaga Anda? Hanya jika Anda menggali cukup dalam untuk mendapatkan mata air, maka Anda akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya.
Demikian juga halnya, jika Anda hanya membaca ayat-ayat dari kitab suci, tanpa menggali lebih dalam untuk mencari maknanya, hal itu seperti menggali sebuah sumur tanpa mencapai mata airnya atau seperti mencoba mengisinya dengan air hujan. Kedua cara ini tidak akan memadai. Hanya apabila Anda membuka mata air yang ada di dalamnya dan ilmu Tuhan mengalir dari sana, maka mata air sifat-sifat Tuhan akan mengisi hatimu. Hanya setelah itu Anda dapat menerima kekayaan-Nya. Hanya setelah itu Anda akan mendapatkan kedamaian dan ketenangan. Kearifan dan ilmu Tuhan ini harus timbul dari dalam diri Anda; kisah Tuhan dan doa mesti dipahami dari sisi batin. Maka Anda akan memperoleh semua yang Anda butuhkan untuk diri Anda, dan Anda juga akan merasa cukup untuk berbagi dengan orang lain.

M .R . Bawa Muhaiyaddeen

SEPERTI SEMUANYA SALAH

Sekali waktu Anda pernah mengira bahwa segala yang Anda pelajari dan cermati adalah kebenaran. Tetapi kemudian Anda maju ke langkah berikutnya, dan menemukan bahwa semua yang telah Anda pelajari bukanlah kebenaran. Dan pada masa yang akan datang ketika Anda masih melangkah lebih berikutnya dan memandang kembali semua yang sekarang Anda anggap benar, ternyata Anda juga akan melihatnya sebagai kepalsuan. Dengan cara ini, setiap kali Anda melangkah maju ke level yang baru, maka Anda akan menemukan bahwa semua yang Anda pelajari pada masa lalu adalah kepalsuan (salah). Akhirnya, ketika Anda mencapai maqam (keadaan) Tuhan dan maqam kearifan-Nya, maka Anda akan menyadari bahwa semua pemikiran Anda adalah keliru. Semuanya keliru. Hanya Dialah kebenaran. Kebijakan-Nya adalah kebenaran sejati, dan sifat-sifat-Nya adalah emas kekayaan yang sesungguhnya.
Apabila Anda memahami hal ini, maka Anda akan memohon ampunan-Nya atas segala kesalahan yang Anda lakukan pada masa yang lalu. Anda akan melihat dengan jelas dan pasti bahwa hanya ada satu keluarga, satu doa dan satu Tuhan. Kita harus memikirkan hal ini. Ini adalah kearifan yang berharga, hikmah kebenaran.

M .R . Bawa Muhaiyaddeen

SEPERTI PENAMBANG EMAS

Apabila seorang penambang mencari emas, dia harus mengayak tanah untuk menyaring logam yang berharga itu. Dia memungut yang berharga dan membuang sisanya. Demikian pula, di mana pun Anda mencari, apakah itu di timur, barat, utara, atau selatan, apakah itu umat Hindu, Zoroaster, Kristen, Yahudi, atau Islam, Anda harus mencari dan memungut hanya suatu yang bernilai, yaitu emas, khazanah Tuhan, yaitu kebenaran.
Selama Anda mencari melalui semua kitab suci, Anda harus menyisihkan apa pun yang lainnya, seperti penambang emas membuang kotoran dan batu-batu. Hanya kekayaan Tuhan yang Anda butuhkan untuk kehidupan Anda dan untuk kecerahan jiwa Anda.

M .R . Bawa Muhaiyaddeen

TOKOH DUNIA ISLAM YANG BERVEGETARIAN

Tokoh Dunia Islam yang Bervegetarian

Nama Kebangsaan/Gelar Tahun
Rabiah Al Adawiyah Orang Suci Wanita dari Irak 714-801
Muhyi-Ddin Ibn Arabi Cendekiawan Islam dari Spanyol, Guru Sufi, dan Ahli Filsafat 1165-1240
Muhammad Al
-Ghazali Cendekiawan Islam dari Iran dan Orang Suci Sufi 1058-1111
Muhammad Rahiim
Bawa Muhaiyadeen Penulis Islam dari Sri Lanka dan Orang Suci Sufi kira-kira tahun 1900 – 1986
Hazrat Nizamuddin Auliya Orang Suci Sufi dari India dan Guru Ordo Chisti 1238 – 1325
 
Hazrat Mouyinu-Ddien Chisti Guru Pertama Ordo Chisti dari India 1138 – 1229
 
Shaykh Nasir ad-Din Mahmud Orang Suci Sufi dari India meninggal tahun 1356
 
Al-Hafiz B.A. Masri Imam keturunan Inggris-India (cendekiawan yang mengetahui Alquran secara keseluruhan) 1914 – 1993
 
Sufi Sect Shi’ites Mana dan Safa Iran (sekte Islam Vegetarian)
Sadegh Hedayat Penulis Novel Iran 1903-1951
Kabir Guru Muslim kira-kira Abad ke-15

Sultan Bahu Orang Suci Sufi Muslim Abad ke-17

Bulleh Shah Orang Suci Sufi Muslim Kira-kira tahun 1680 hingga 1758
Untuk mengetahui lebih banyak Tokoh Dunia yang menjalani
diet Vegetarian dan Vegan
(yang dapat juga Anda urutkan berdasarkan kebangsaan atau profesi),

Powered By Blogger