Jumat, April 29

PPS Betako Merpati Putih



Ilmu Merpati Putih diwariskan secara turun-temurun di lingkungan keluarga pada masa Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Prabu Amangkurat II atau Sunan Tegal Wangi atau Sunan Tegal Arum. Karena kondisi yang ditimbulkan oleh penjajah kolonial Belanda pada saat itu, Pangeran Prabu Amangkurat II mengadakan pengungsian di daerah Bagelen (wilayah terpencil di Yogyakarta) bersama cicit perempuannya, yaitu RA Djojoredjoso. Disela-sela kesibukannya dalam memikirkan mengatur situasi kenegaraan (kerajaan), beliau sempat membimbing, menggembleng serta mengawasi cicitnya dalam menekuni ilmu beladiri.

RA Djojoredjoso kemudian mewariskan ilmunya kepada tiga orang putranya, yaitu Gagak Handoko, Gagak Samudro dan Gagak Seto, menurut spesialisasinya masing-masing. Gagak Samudro diwarisi ilmu pengobatan, sedangkan Gagak Seto ilmu sastra. Untuk seni beladiri diturunkan kepada Gagak Handoko.

Konon tiga saudara ini tercerai berai karena kondisi penjajahan kolonial pada saat itu. Kabarnya Raden Gagak Seto melarikan diri ke arah timur dan Raden Gagak Samudro lari ke arah barat, sedangkan Raden Gagak Handoko masih tetap berdomisili di daerah Yogyakarta. Semasa pelariannya, Gagak Samudro mendirikan perguruan di Gunung Jeruk di daerah Pegunungan Menoreh. Gagak Handoko mendirikan perguruan di daerah Bagelen, yang akhirnya pindah ke daerah utara Pulau Jawa. Gagak Seto mendirikan perguruan di daerah sekitar Magelang, Jawa Tengah.


Lewat Raden Gagak Handoko inilah garis sejarah warisan ilmu yang sekarang kita kenal sebagai Merpati Putih tidak terputus. Namun Gagak Handoko mengerti bahwa ajaran perguruan tersebut sebenarnya kurang lengkap, maka beliau tidak segera mengembangkan dan menurunkan kepada keturunannya, akan tetapi berusaha keras menelaah dan menjabarkan ilmu tersebut lalu menuangkan dalam gerakan silat dan tenaga tersimpan yang ada di naluri suci. Tidak berhenti di situ saja, beliau juga berusaha mencari kelengkapannya, yaitu dari aliran Gagak Samudro dan Gagak Seto. Akan tetapi beliau belum berhasil menemukan langsung, hanya naluri beliau, bahwa dua aliran yang punya materi sama tersebut mengembangkan ilmu di daerah pantai utara Pulau Jawa dan bagian tengah Pulau Jawa.

Beliau sadar akan usia ketuaannya yang tidak sanggup lagi melanjutkan pengembangannya, maka beliau memberi mandat penuh dan amanat kepada keturunannya, yaitu R Bongso Permono Ing Ngulakan Wates, untuk melanjutkan perkembangan perguruan. Dan setelah Gagak Handoko menyerahkan tumpuk kepemimpinan perguruan, beliau lalu pergi menyepi bertapa hingga sampai meninggalnya di Gunung Jeruk.

Dalam kepemimpinan R Bongso Permono, perkembangan perguruan semakin suram dan mundur. R Bongso Permono sadar akan keadaan itu. Maka setelah menurunkan ilmunya kepada keturunannya, beliau mengikuti jejak ayahnya mencari kesempurnaan. Keturunannya itu bernama RM Wongso Widjojo. Pada masa kepemimpinan RM Wongso Widjojo, perguruan juga tidak dapat berkembang seperti yang diharapkan ayahnya. Oleh karena tidak mempunyai keturunan, maka beliau mengambil murid yang kebetulan dalam keluarga masih ada hubungan cucu yang bernama R Saring Siswo Hadi Poernomo.


R Saring Hadi Poernomo juga melengkapi ilmu beladiri tersebut dengan menggali ajaran Gagak Samudro dan Gagak Seto. Hasil pengembangannya kemudian diturunkan kepada dua orang putranya, yaitu Poerwoto Hadi Poernomo (Mas Pung) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Budi). Sang Guru, Saring Hadi Poernomo, pada awal tahun 1960-an prihatin terhadap perkembangan kehidupan generasi muda yang terkotak-kotak membentuk kelompok-kelompok yang mencerminkan rapuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 adalah milik bangsa Indonesia, oleh karena itu setiap warga negara Indonesia mempunyai tanggung jawab, hak, dan kewajiban yang sama dalam melestarikan kehidupan bangsa dan mencapai tujuan negara. Seni budaya Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus dibina dan dikembangkan guna memperkuat penghayatan dan pengamalan Pancasila, kepribadian bangsa, mempertebal harga diri dan kebanggaan nasional serta memperkokoh jiwa persatuan.

Atas dasar hal tersebut, tergerak hati nurani beliau untuk berbuat sesuatu demi kecintaannya pada nusa, bangsa, dan negara. Sumbangsih beliau hanya didasari keyakinan bahwa sikap dan perbuatan sekecil apapun, apabila dilandasi oleh itikad baik pasti akan ada hasilnya. Keyakinan tersebut hingga kini menjadi semboyan perguruan yaitu SUMBANGSIHKU TAK SEBERAPA NAMUN KEIKHLASANKU NYATA.

Silsilah turunan aliran PPS Betako Merpati Putih :


Grat I:BPH Adiwidjojo
Grat II:PH Singosari
Grat III:RA Djojoredjoso
Grat IV:Gagak Handoko
Grat V:RM Rekso Widjojo
Grat VI:R Wongso Djojo
Grat VII:Djo Premono
Grat VIII:RM Wongso Widjojo
Grat IX:Kromo Menggolo
Grat X:R Saring Hadi Poernomo
Grat XI:Poerwoto Hadi Poernomo dan Budi Santoso Hadi Poernomo
Grat XII:Amos Tri Nugroho dan Nehemia Budi Setyawan


Pada tahun 1962, R Saring Siswo Hadi Poernomo sebagai Sang Guru mengamanahkan kepada pewarisnya agar ilmunya disebarluaskan. Berdasarkan amanat Sang Guru, kedua pewaris yang juga puteranya, yaitu Poerwoto Hadi Poernomo (Mas Pung) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Budi) bertekad mengambil langkah nyata dalam pengabdian kepada bangsa dan negara Republik Indonesia dengan mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu yang dimiliki keluarga untuk kepentingan nasional. Untuk itu pada tanggal 2 April 1963 di Yogyakarta didirikan perguruan dengan nama PPS (Perguruan Pencak Silat) Betako (Beladiri Tangan Kosong) Merpati Putih. Setelah Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Budi) wafat pada tanggal 2 April 2002, dilanjutkan oleh putranya, Nehemia Budi Setyawan sebagai generasi Grat XII.

Merpati Putih berkembang cukup pesat, terutama sejak mendapat kepercayaan untuk melatih anggota ABRI. Diawali dengan melatih anggota Seksi I Korem 072/Pamungkas dan anggota Batalyon 403/Diponegoro. Tahun 1968 Merpati Putih ekspansi ke luar Yogyakarta, yang pertama di Madiun, hingga berkembang ke Pusdik Brimob Polri di Jawa Timur.


Sejak tahun 1991, Merpati Putih melaksanakan pembinaan terhadap tuna netra. Sejak tahun 1995, atas prakarsa dan kerja sama dengan Yayasan Kartika Destarata di bawah pimpinan Ibu Hj Oetari K Hartono dan Ibu Titik Prabowo, Merpati Putih mengembangkan kegiatan pembinaannya terhadap penderita tuna netra. Rombongan pesilat Merpati Putih dengan penutup mata dan kepala yang terdiri dari 6 mobil jip dan 5 sepeda motor dengan diresmikan Bapak Taufik Kiemas berkonvoi dari Bogor menuju Jakarta. Yang memimpin di depan adalah sepeda motor yang dikendarai oleh seorang pesilat tuna netra.

Kata Merpati Putih merupakan akronim dari suatu ungkapan ajaran falsafah Jawa yang berbunyi "Mersudi patitising tindak pusakane titising hening" yang berarti mencari sampai mendapat tindakan yang benar dalam ketenangan. Ungkapan tersebut kemudian menjadi dasar filosofis perguruan yang menggambarkan semangat dan dinamika anggota dalam mengarungi bahtera kehidupan. Dalam rangka meningkatkan peran serta anggota terhadap misi Merpati Putih serta peran serta perguruan dalam pembinaan dan pengembangan budaya bangsa Indonesia, ditetapkan semboyan yang diharapkan memotivasi perwujudan peran serta tersebut, yaitu "Sumbangsihku tak seberapa namun keikhlasanku nyata".


Ada dua belas tingkatan di dalam PPS Betako Merpati Putih, yaitu :

  1. Tingkat Dasar I, tingkatan pertama masih berstatus calon anggota, walaupun telah berseragam baju atau kaos berwarna putih, celana hitam, kerah baju merah dengan label nama diri di dada, namun sabuk masih putih polos.

  2. Tingkat Dasar II, tingkatan kedua dan seterusnya telah memakai seragam anggota tanpa nama diri dengan lambang IPSI dan lambang Merpati Putih di dada serta bersabuk merah polos.

  3. Tingkat Balik I, sabuk merah (tanpa strip) dengan lambang Merpati Putih di salah satu ujungnya.

  4. Tingkat Balik II, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip merah di salah satu ujungnya.

  5. Tingkat Kombinasi I, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip jingga di salah satu ujungnya.

  6. Tingkat Kombinasi II, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip kuning di salah satu ujungnya.

  7. Tingkat Khusus I (Khusus Tangan), sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip hijau di salah satu ujungnya.

  8. Tingkat Khusus II (Khusus Kaki), sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip biru di salah satu ujungnya.

  9. Tingkat Khusus III (Khusus Badan), sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip nila di salah satu ujungnya.

  10. Tingkat Penyegaran, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip ungu di salah satu ujungnya.

  11. Tingkat Inti I, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip putih di salah satu ujungnya.

  12. Tingkat Inti II, sabuk merah dengan lambang Merpati Putih dan berstrip merah dan putih di salah satu ujungnya.


Para anggota berlatih paling tidak dua kali dalam seminggu di suatu Kelompok Latihan atau biasa disebut Kolat. Setiap kali latihan memakan waktu sekitar kurang-lebih dua jam. Pada tiap tahun, yaitu tepatnya setiap Tahun Baru 1 Suro atau 1 Muharam, seluruh anggota dari Sabang sampai Merauke diperbolehkan mengikuti dan berkumpul bersama-sama anggota lainnya di Yogyakarta, tepatnya di pantai Parang Kusumo, untuk latihan bersama dari semua tingkatan. Juga diadakan Napak Tilas di daerah Bukit Manoreh. Acara ini sudah merupakan tradisi di dalam perguruan pencak silat ini yang berguna untuk mengetahui dan dapat bertukar pikiran antar anggota satu dengan anggota lainnya.

by Pendekar trans 7

Selasa, April 26

Nicardipine

GENERIC NAME: nicardipine

BRAND NAME: Cardene, Cardene SR, Perdipin

DRUG CLASS AND MECHANISM: Nicardipine belongs to a class of blood pressure reducing medications called calcium channel blockers (CCBs). Other medications in this class include diltiazem (Cardizem), amlodipine (Norvasc),felodipine (Plendil), verapamil (Calan, Isoptin), clevidipine (Cleviprex), and nifedipine(Adalat, Procardia). These medications block the movement of calcium into the smooth muscle cells surrounding the arteries of the body. Since calcium promotes contraction of muscle, blocking calcium entry into the muscle cells relaxes the arterial muscles and causes the arteries to become larger. This lowers blood pressure, which reduces the work that the heart must do to pump blood to the body. Reducing the work of the heart lessens the heart muscle's demand for oxygen and thereby helps prevent angina (heart pain) in patients with coronary artery disease. Unlike verapamil or diltiazem, nicardipine has little effect on heart muscle or on electrical conduction within the heart. The FDA approved nicardipine in December 1988.

PRESCRIPTION: Yes

GENERIC AVAILABLE: Yes

PREPARATIONS:

  • Capsules: 20 and 30 mg.
  • Capsules (sustained release): 30, 45, and 60 mg.
  • Injection: 0.1, 0.2, and 2.5 mg/ml.

STORAGE: Nicardipine should be stored at room temperature, 15 to 30 C (59 to 86 F), and protected from light.

PRESCRIBED FOR: Oral nicardipine is used alone or in combination with other drugs for the treatment of high blood pressure. Conventional capsules (not sustained release) also are used for the treatment of angina (heart pain). Nicardipine injections are used for short-term treatment of blood pressure when oral medications are not possible or desirable.

DOSING: The recommended dose of nicardipine is 20-40 mg three times daily with conventional capsules or 30-60 mg twice daily with sustained release capsules. Intravenous infusion rates can range between 0.1 and 15 mg/hr.

DRUG INTERACTIONS: Rifampin, phenobarbital, phenytoin, oxcarbazepine (suspension oral Trileptal; oral Trileptal) and carbamazepine (Tegretol, Tegretol XR , Equetro, Carbatrol) may reduce blood levels of nicardipine by increasing its metabolism in the liver. Therapy should be monitored and drug doses should be adjusted accordingly.

Co-administration of nicardipine and cyclosporine results in increased cyclosporine blood levels. Cyclosporine blood levels should be monitored and its dosage reduced when taking nicardipine.

PREGNANCY: There are no adequate studies of nicardipine in pregnant women; Nicardipine has been used to treat the high blood pressure of preeclampsia during the third trimester of pregnancy.

NURSING MOTHERS: Animal studies show that nicardipine is secreted in breast milk. Nicardipine should be avoided by nursing mothers.

SIDE EFFECTS: Side effects of nicardipine include an increased heart rate due to the drop in blood pressure. Other side effects include swelling of the feet (edema),dizziness, headaches, flushing, palpitations, and nausea. Nicardipine sometimes can cause an increase in the frequency and duration of angina. The reason for this side effect is not clearly understood. Excessively low blood pressure can occur in rare instances, especially during initiation of treatment or following adjustments of dosage.

Hiperlipidemia, Kolestrol oh Kolestrol

Bagi para praktisi kesehatan tentu tak jarang menemui pasien dengan keluhan peningkatan Kolestrol atau Trigliserida, atau keduanya yang tinggi. Dalam istilah kedokteran, suatu keadaan patologis akibat kelainan metabolisme lemak darah yang ditandai dengan meningginya kadar kolesterol darah (hiperkolesterolemia), trigliserida (hipertrigliseridemia) atau kombinasi keduanya yang tinggi disebut Hiperlipidemia. Dalam sebuah sumber menyebutkan bahwa Hiperkolesterolemia dapat mempertinggi risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit arteri koroner atau penyakit arteri karotis, sedangkan hipertrigliseridemia meningkatkan terjadinya pankreatitis.

Lalu bagai mana langkah kita jika menemui kasus terjadinya peningkatan lemak darah? Yang pertama dilakukan adalah pemberian therapi nonfarmakologis yaitu dengan mengubah pola makan (diet), Menurunkan berat badan jika didapati kelebihan berat badan, Berhenti merokok, Mengurangi asupan lemak dan kolesterol dalam makanannya (misal: jerohan, otak, daging-dagingan dll), Serta menambah porsi olah raga(seminggu 2-3 kali, selama 1jam). Dengan disiplin melakukan perubahan pola hidup dan pola makan diharapkan dalam jangka 1-2 bulan akan terjadi perbaikan.



Pemeriksaan laboratorium
Nilai Normal
Kolesterol total
120-200 mg/dL
Kilomikron
Negatif
(puasa 12 jam)
VLDL
1-30 mg/dL
LDL
60-160 mg/dL
HDL
35-65 mg/dL
Perbandingan LDL dengan HDL
< 3,5
Trigliserida
10-160 mg/dL


Jika tidak diperoleh hasil yang diharapkan pengobatan cara farmakologis bisa diberikan. Terapi Farmakologis untuk hiperlipidemia ada beberapa golongan :
  1. Golongan Penyerap asam empedu. Obat antihiperlipidemik yang termasuk golongan ini adalah kolestiramin (Cholestyramine). Kholestipol. Obat antihiperlidemik ini mengikat asam empedu di usus dan meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah.
  2. Penghambat sintesa lipoprotein . Asam nikotinat (nicotinic acid) atau niasin/vitamin B3 larut air. Dengan dosis besar, asam nokotinat meningkatkan HDL atau kolesterol baik dalam darah. Serta Mengurangi kecepatan pembentukan VLDL Karena VLDL merupakan prekursos dari LDL.
  3. Penghambat koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase), Obat-obatnya antara lain pravastatin, simvastatin, rosavastatin, fluvastatin, atorvastatin. Golongan ini menghambat pembentukan kolesterol dengan cara menghambat kerja enzim yang ada di jaringan hati yang memproduksi mevalonate. Mevalonate adalah suatu molekul kecil yang digunakan untuk mensintesa kolesterol dan derivat mevalonate. Selian itu juga Meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah.
  4. Derivat asam fibrat ,Obat yang termasuk dalam golongan asam fibrat adalah gemfibrozil, fenofibrate, dan ciprofibrate. Gemfibrozil sangat efektif dalam menurunkan trigliserid plasma. Gemfibrozil meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase sehingga bersihan partikel kaya trigliserid meningkat. Kadar kolesterol HDL juga meningkat pada pemberian gemfibrozil. Fibrate menurunkan produksi LDL dan meningkatkan risiko penyakit jantung, sedangkan HDL memproteksi arteri atas penumpukan tersebut.
Hati-hati bagi anda yang hobi menyantap hidangan lezat yang penuh lemak-lemak...

Cegukan, Hiccups (Hiccough), Singultus

Aduh pengalaman yang kurang nyaman. Dari jam 11 malam Aku cegukan sampai jam 8 pagi. tersiksa dan terganggu sekali. Untung saja terjadinya malam, dan pagi menjelang kerja cegukan telah hilang. Bayangkan saja jika saat anamnesis Pasien sambil cegukan kan malu banget tuh...

Pengertian :
Cegukan (hiccups / hiccough) yang istilah medisnya singultus adalah kontraksi diafragma (otot di dasar paru-paru, yang membatasi rongga dada dengan rongga perut) karena mengalami kejang, kekejangan tersebut menyebabkan pita suara menutup dengan cepat dan terdengarlah suara. Cegukan umumnya terjadi berulang-ulang setiap menitnya. Istilah Hiccups/hiccough muncul dari batuk yang berbunyi hik.. hik..(suara saat cegukan). Sedangkan Singultus, diambil dari bahasa latinsingult yang berarti Penarikan nafasnya saat menangis tersedu-sedu.

Insiden :
Cegukan bisa terjadi pada siapa saja, Tidak mengenal batasan usia baik pada orang tua, anak-anak, bahkan janin yang masih di dalam kandunganpun bisa mengalami cegukan. Secara keseluruhan cegukan kejadiannya seimbang antara laki-laki dan perempuan, Walaupun cegukan yang lama lebih sering terjadi pada laki-laki (82% kasus).

Penyebab :
Makanan pedas dan berbumbu serta asap tebal dapat memicu terjadinya cegukan selain itupneumonia, radang selaput dada, atau kerusakan daerah tertentu di otak yang mengontrol pusat cegukan bertanggung jawab pada terjadinya cegukan menurut National Library of Medicine di Amerika Serikat. Sumber lain menyebutkan ,Penyebab cegukan yang bersifat sementara biasanya adalah, makan terlalu cepat, minum minuman berkarbonasi, minum air dingin sesaat setelah makan makanan panas, makan makanan yang sangat panas atau pedas, tertawa atau batuk terlalu keras, banyak menelan udara, kelebihan minuman beralkohol, atau karena ketidakseimbangan elektrolit dalam darah, merokok, stress. Benda asing yang ada di daerah telinga pun ternyata juga dapat menjadi pencetus.
Obat-obatan Benzodiazepines, Short-acting barbiturates, Dexamethasone dan Alpha methyldopa juga bisa menyebabkan terjadinya cegukan. American Cancer Society melaporkan bahwa 30% pasien kemoterapi juga menderita cegukan sebagai efek samping perlakuan.
Berdasar lama waktunya cugukan dibedakan menjadi dua Jenis :
  1. Cegukan yang bersifat ringan. Ini hanya berlangsung selama beberapa jam saja. Penyebab paling sering pada kategori ini karena adanya regangan pada lambung. Selain itu, juga karena perubahan cuaca mendadak (misalnya dari dingin ke panas atau sebaliknya),makan tergesa-gesa, makan makanan yang terlalu panas atau dingin, meminum minuman beralkohol atau berkarbonasi, merokok terlalu banyak, atau mengalami stres.
  2. Cegukan yang bersifat menetap/permanen (persistance). Cegukan jenis ini biasanya terjadi terus-menerus, tak hanya berhari-hari tapi bisa berbulan-bulan. Cegukan jenis ini merupakan gejala adanya gangguan di otak (misalnya gejala tumor di batang otak), gejala stroke (pada penderita stroke sering timbul cegukan), infeksi di susunan saraf pusat (otak), adanya herpes di dada sehingga mengganggu saraf tepi, selain itu juga karena gangguan metabolik seperti pada penderita diabetes, atau penderita kelainan ginjal karena uremia. Juga karena gangguan elektrolit (kurang kalium), termasuk pengaruh obat-obatan.
Tips menghentikan :
Jika anda mengalami cegukan ada beberapa pilihan tips sederhana untuk penanganan awal.
  1. bernapas dalam sebuah kantong kertas atau Plastik. Tiup dan hirup dengan cukup kuat sampai wajah memerah. lakukan berulang, 5-10 kali. Lakukan dengan cepat, dan usahakan kantong tertutup rapat sehingga tidak ada udara yang masuk ke dalamnya, jadi udara yang dihirup adalah udara yang banyak mengandung karbondioksida.
  2. menahan napas selama mungkin, lalu menelan ketika cegukan dirasakan akan datang. Lakukan sebanyak 2-3 kali kemudian tarik napas dalam dan mulai lagi.
  3. Menelan satu sendok teh gula pasir kering dapat menghentikan cegukan dalam beberapa menit. hal ini diduga, gula akan mengirimkan sinyal melalui serabut saraf yang akan mengganggu lengkung refleks cegukan.
  4. Ada pula yang menyarankan menahan napas selama mungkin kemudian keluarkan dan tahan selama mungkin.
Tips diatas itu digunakan untuk mengatasi cegukan yang bersifat ringan.
Bila cegukan tak hilang juga dalam beberapa jam atau bahkan hari, maka penggunaan obat-obatan sudah diperlukan. Beberapa obat yang dapat digunakan untuk menghilangkan cegukan antara lain :
- Chlorpromazine 25-50mg/8 jam peroral, jika dalam 2-3 hari simtom masih didapat berikan injeksi 25-50mg IM. Tidak dianjurkan untuk Pediatrik.
- Metoclopramid, Injeksi 5-10mg IV/IM per 8 jam, kemudian Oral 10mg per 6 jam.
- Gabapentin, Oral 1200 mg/hari.
- Baclofen, Awalnya 15 mg/hari terbagi 3, tiap 3 hari dosis ditingkatkan 15mg/hari hingga maksimum 75mg/hari.
Jika penyebab dari cegukan bukan dari kelain organik, prognosisnya baik.

7 Pengobatan Aneh

Pengobatan AIDS Afrika Selatan: Bercinta dengan Perawan
Sebuah survey menemukan lebih dari 1/3 masyarakatnya percaya pada pengobatan kuno yang unik ini. Yap.. bercinta dengan perawan, yang dipercayai mampu membersihkan kuman2 dalam tubuh penyebab penyakit AIDS. Mitos ini muncul di Afrika Selatan yang merupakan negara dengan tingkat kekerasan seksual tertinggi.

Pengobatan Inggris Kuno untuk Malaria: Jaring Laba-laba
Beberapa dekade lalu saat sebuah wabah malaria menjalar secara cepat di berbagai belahan dunia, bermacam pengobatab digunakan untuk mengatasi penyakit ini. Salah satu obat yang paling unik waktu itu adalah tablet yang dibuat dari gulungan jaring laba2. Bukti dari khasiat tablet ini memang telah memudar beberapa abad lalu namun kini justru telah dikembangkan obat sejenis berbahan laba-laba yang masih hidup. Wew

Pengobatan Mesir Kuno untuk Infeksi Mata: Darah Kelelawar
Masyarakat Mesir kuno pernah mengalami masa-masa sulit saat wabah kebutaan menyerang wilayah itu, karena curah matahari yang cukup tinggi serta diperparah dengan adanya badai gurun. Untuk menangani masalah ini, para dokter di zaman Mesir kuno menggunakan darah kelelawar yang diteteskan pada mata pasiennya. Mereka berpikiran bahwa kelelawar memiliki pandangan yang tajam sehingga obat ini mereka gunakan pada para pasiennya.

Obat Sakit Perut dari Cina: Empedu Monyet
Empedu monyet merupakan pengobatan yang telah lama digunakan masyarakat Cina. Bukan hanya untuk penyakit mata, obat ini digunakan juga sebagai ramuan anti sakit perut. Sedangkan darah dari monyet-monyet ini digunakan untuk obat kuat. Di Indonesia pun masih ada yang memakai kera sebagai obat. Mereka menggunakan otak kera sebagai obat penyakit impotensi.

Obat anti Penuaan: Mandi Bir
Di kota Chodova Plana, Czech Republic, terdapat sebuah "pusat kesehatan bir" yang merupakan pertama dan satu-satunya di dunia. Di sana mereka menawarkan perawatan dengan sarana mandi air hangat yang dicampur dengan air mineral dan juga bir. Terapi ini diyakini mampu mencegah dari penuaan terutama bagi para wanita. Hmm

Obat Radang Tenggorokan: Kotoran Anjing
Album graecum merupakan sebutan untuk kotoran anjing ato hyena yang telah memutih karena berda di udara terbuka. Jaman dahulu kotoran anjing ini digunakan untuk pengobatan tradisional dan biasanya dicampur dengan madu. Campuran kotoran anjing plus madu ini mampu membersihkan tenggorokan sehingga diyakini mampu mengobati peradangan pada tenggorokan.

Obat Impotensi dari Peru: Jus Kodok
Sering disebut dengan Viagra dari Peru. Sangat cocok untuk mereka para pengidap lemah syahwat. Permintaan pasar untuk produk "Extracto de rana" (Jus Kodok) ini sangat tinggi di kota Lima, Peru. Selain untuk impotensi, jus ini juga mampu mengobati penyakit lainnya seperti, asma, bronkitis, dan penyakit pernafasan lainnya. Namun ada satu bahan campuran yang ternyata meningkatkan khasiat dari jus ini yaitu Maca, yang berupa tumbuhan sebagai obat kuat berasal dari Amerika Selatan.


Sumber :apakabardunia.com

Tabel Perencanaan Jenis Kelamin Bayi

Tabel ini di temukan di Royal Tomb, Beijing sekitar 700tahun yang lalu. Dengan mengikuti petunjuk Tabel ini dipercaya dapat menentukan jenis kelamin Bayi kita. Dan dikatakan 99% akurat lho...



Lalu bagaimana Cara Pakainya ?
  • Angka 18-45 menujukkan Umur Ibu
  • Januari-Desember Menujukkan Awal kehamilan, kalo dalam medis disebut Hari Pertama Menstruasi Terakhir (HPMT)
  • L adalah Laki-laki dan P adalah Perempuan.
Nah gampang saja, Tinggal mempertemukan perpotongan antara umur ibu hamil dengan Bulan Awal kehamilannya. Jika ketemu huruf "P" berarti bayinya insyaallah Perempuan, dan bila ketemu "L" maka atas ijin Allah juga bayinya Laki-laki.

Misal nih : Ibu hamil umur 25 tahun, dan kehamilannya dimuali pada bulan Januari , setalh kita tarik perpotongan antara angka 25 dan bulan Januari, ketemu huruf "P". Jadi bayi yang akan dilahirkan diprediksi Perempuan.

Percaya atau tidak dengan tabel prediksi ini, terserah anda... Klik disini untuk mendownload tabelnya (Size 16 KB Saja)

Preterm

Pada kasus persalinan yang umur kehamilan kurang dari 37 minggu(persalinan preterm), umumnya petugas medis akan berusaha mempertahankan kehamilannya. Penyebab dari persalinan preterm sering tidak diketahui. Adapun salah satu tanda klinis dari persalinan preterm adalah kontraksi uterus (tegangnya otot-otot rahim) yang teratur tiap 3-5 menit sekali, lamanya kontraksi kurang lebih 45 menit. Untuk mempertahankan kehamilannya digunakan tokolitik, yaitu obat-obatan yang digunakan untuk menekan aktifitas uterus dan diharapkan memperpanjang masa kehamilan. Obat-obatan yang digunakan sebagai tokolitik banyak jenis pilihan antara lain :
  • Beta Agonis (Beta mimetik) : Ritrodin dan Terbutaline.
  • Magnesium Sulfat : MgSO4.
  • Ca Channel Blocker : Nifedipine, Nicardipine.
  • Inhibitor Prostaglandin Syntetase : Indometacin, Ibuprofen.
  • Jenis yang lain : oxytocin analogs, nitroglycerin, cyclooxygenase 2 (COX-2) inhibitor, ketorolac, progestins, and nitric-oxide inhibitors.
Dari Danforth's Text book Obsgyn diterangkan bahwa, Pada Calcium Channel Blocker seperti Nifedipine menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan Tahanan Vaskuler, maka sering digunakan sebagai obat anti hipertensi. Selain Sebagai Obat Anti Hipertensi, Nifedipine bisa juga digunakan sebagai alternatif pilihan untuk tokolitik. Calcium Channel Blocker atau biasa disebut dengan Calcium Antagonist (Ca Antagonis) memiliki kerja merelaksasi otot polos non spesifik. Artinya Nifedipine tersebut merelaksasinya tidak pada otot polos tertentu saja. Sebagai agen tokolitik, Nifedipine mencegah atau menghambat aliran ion Calsium dari extraselluler (luar sel) ke dalam sel Miometrium(otot rahim). Tapi perlu diingat, bahwa efek ini tidak spesifik pada uterus(rahim) saja.

Ada beberapa cara pemberian Nifedipine , Secara umum sebagai Tokolitik Aturan pemberiannya 10mg diberikan peroral. Jika kontraksi masih menetap dosis bisa diulang tiap 20 menit. Total pemberian 30mg dalam 1 jam. Perlu waspada, hipotensi Kehamilan sering terjadi. Jika Penderita mengalami hipotensi maka pemberian dosis lanjutan perlu di hentikan terlebih dahulu. Jika kontraksi uterus telah berkurang maka dosis lanjutannya 10 mg tiap 6 jam, atau 30-60mg tiap harinya dengan dosis terbagi. Hipotensi pada Kehamilan diartikan dengan penurunan 25% dari tekanan Arteri Rata-rata atau Gejala hipotensinya muncul, seperti muka rasa terbakar, mual dan sakit kepala. Tekanan arteri Rata-rata didapat dari Setengah Jumlah antara tekanan sistolik dan diastolik.

Kakak Seperguruan Nifedipine yaitu Nicardipine sangat potent sebagai perelaksasi otot uterus (rahim). Adapun cara pemberiannya 40 mg sebagai dosis awal, 2 jam kemudian diberikan 20mg, jika Kontraksi tidak mereda, dapat dilanjutkan hingga maksimal 80 mg. Kemudian dapat dilanjutkan dengan Nicardipine 45mg tiap 12 jam. Sebagai catatan, Preparat Nicardipine sangat jarang. Di MIMS edisi bahasa Indonesia Vol 10 tahun 2009, Saya hanya menemukan 1 pilihan yaitu Perdipine. itupun harganya relatif mahal.
by Dukun Digital

Hipertensi

Pendahuluan
Tekanan darah tinggi (hipertensi) bila ditinjau dari prevalensi yang cukup tinggi dan akibat yang ditimbulkannya merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi sendiri tidak menunjukkan gejala maka sering baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ misalnya gangguan fungsi jantung atau gangguan koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.
Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Ujung tombak penanggulangan hipertensi berada ditangan dokter/paramedis, baik yang bekerja di puskesmas, poliklinik, maupun praktik pribadi. Konsensus ini terutama ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat umum, karena itu bersifat mendasar dan umum. Data penelitian hipertensi di Indonesia masih jarang, belum ada penelitian yang berskala nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak. Oleh karena itu data yang ada kebanyakan diambil dari pedoman negara maju dan negara tetangga. Pedoman biasanya disepakati oleh para pakar berdasarkan prosedur standar dan ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan. Organisasi profesi yang bersangkutan bersama pemangku kepentingan lain perlu bekerjasama untuk mengembangkan penyusunan pedoman penanggulangan hipertensi ini.
Metode Kerja
InaSH (Indonesian Society of Hypertension) menunjuk tim penyusun yang terdiri dari tiga orang ditambah tim pakar yang juga berjumlah tiga orang. Tim mengumpulkan data yang relevan yang kemudian disaring dan ditambah oleh tim pakar. Konsensus yang dicapai dibicarakan kembali dengan tim pakar dari seluruh Indonesia yang ditunjuk InaSH berdasarkan usul dari organisasi pendiri InaSH. Setelah itu hasil yang disepakati disampaikan kepada InaSH untuk diedarkan kepada organisasi profesi dan seminat yang terkait. Konsensus antar organisasi yang berminat dalam bidang hipertensi ini dilaporkan kepada IDI dan Depkes. Tim penyusun akan menyampaikannya pada seminar hipertensi InaSH.
UMUM
Tujuan
Penanggulangan hipertensi bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (termasuk serebrovaskular) dan progresivitas penyakit ginjal.
Definisi
Tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana upaya penurunan tekanan darah akan memberikan manfaat lebih besar dibandingkan dengan tidak melakukan upaya tersebut.
Di sadari bahwa tekanan darah adalah suatu kontinuum, di mana risiko kardiovaskular meningkat bila tekanan darah diatas 110/75 mmHg, jadi tidak ada angka yang pasti yang dapat menggambarkan bertambahnya risiko tersebut. Suatu angka adalah suatu konsensus atau kesepakatan bersama.
Metode penguluran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar WHO dengan alat standar manometer air raksa. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <160/100 mmHg.
Klasifikasi Hipertensi
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolik.
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥160 atau ≥100
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 dan <90
JNC Vll, 2003
Stratifikasi Risiko Hipertensi (Risiko total/absolut)
Stratifikasi risiko hipertensi ditentukan berdasarkan tingginya tekanan darah, adanya faktor risiko yang lain, adanya kerusakan organ target dan adanya penyakit penyerta tertentu (tabel 2). Oleh karena tuluan utama penanggulangan hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler/renal, maka risiko terjadinya gangguan kardivaskuler/renal perlu distratifikasi lebih lanjut. Telah disepakati secara internasional bahwa risiko kardiovaskular dihitung secara tradisional berdasarkan studi Framingham (dengan beberapa tambahan faktor risiko), yaitu tingginya tekanan darah, umur, merokok, dislipidemia, diabetes melitus. Tambahan faktor risiko yang belum lama di identifikasi yaitu lingkar perut yang dihubungkan dengan sindrom metabolik dan kadar C-reactive protein (CRP) yang dihubungkan dengan inflamasi. Disamping itu perlu juga diperhatikan adanya kerusakan organ target dan penyakit penyerta.
Table 2. Stratifikasi Faktor Risiko dan Rencana Penanggulangan.
Tekanan Darah (mmHg)
Risiko Grup A (tidak ada faktor risiko)
Risiko Grup B (1-2 faktor risiko)
Risiko Grup C
(≥ 3 faktor risiko atau DM atau KOT/KKT
TD Sistolik 130-139 mmHg/TD Diastolik 80-89 mmHg
Perubahan Pola Hidup
Perubahan Pola Hidup
Perubahan Pola Hidup + Obat
TD Sistolik 140-159 mmHg/TD Diastolik 90-99 mmHg
Perubahan Pola Hidup + Obat
Perubahan Pola Hidup + Obat
Perubahan Pola Hidup + Obat
TD Sistolik ≥160 mmHg/TD Diastolik ≥100 mmHg
Perubahan Pola Hidup + Obat
Perubahan Pola Hidup + Obat
Perubahan Pola Hidup + Obat
*Clinical Practice Guidelines - Hypertension, Singapore, 2005
KOT: Kerusakan Organ Target (Target Organ Damage)
KT: Kondisi Klinik Terkait (Associated Clinical Condition)
Kerusakan Organ Target:
• Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH per ECG/ECHO)
• Kenaikan kadar kreatinin
• Microalbuminuria
• Gangguan pembuluh darah (penebalan intima-media, plak sklerotik)
Penyakit penyerta:
• Serebrovaskular (stroke iskemik/perdarahan, TM)
• Jantung (infark miokard,angina pektoris, gagal jantung, revaskularisasi koroner)
• Ginjal (nefropati diabetik, proteinuria, gangguan fungsi ginjal)
• Pembuluh darah perifer
• Retina /retinopati: (eksudat, perdarahan, edema papil)
Dalam penanggulangan hipertensi perlu dipertimbangkan adanya risiko kardiovaskular, kerusakan organ target dan penyakit penyerta sebelum bertindak. Penderita dengan faktor risiko 3 atau lebih atau dengan kerusakan organ target atau diabetes atau penyakit penyerta tertentu di samping perubahan pola hidup perlu dilakukan penanggulangan dengan obat.
Algoritma Penanggulangan Hipertensi:
Hipertensi Tingkat 1
Tekanan darah ≥ 140/90 - ≤ 159/99 mmHg

Nilai risiko kardiovaskular
Nilai kerusakan organ target
Nilai penyakit penyerta dan diabetes melitus
Mulai usaha perubahan pola hidup
Koreksi faktor risiko kardiovaskular
Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes melitus

Tentukan risiko total/absolut

Penanggulangan dengan obat
Hipertensi Tingkat 2
Tekanan darah ≥160/100 mmHg

Penanggulangan dengan obat
Nilai risiko kardiovaskular
Nilai kerusakan organ target
Nilai penyakit penyerta dan diabetes melitus
Tambahkan usaha perubahan pola hidup
Koreksi risiko kardiovaskular
Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes melitus
Penanggulangan Hipertensi dengan Obat Antihipertensi
Penanggulangan hipertensi dengan obat dilakukan bila dengan perubahan pola hidup tekanan darah belum mencapai target (≥140/90 mmHg) atau >130/80 mmHg pada diabetes atau penyakit ginjal kronik. Pemilihan obat berdasarkan ada/tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi khusus pilihan obat juga tergantung dari derajat Hipertensi (tingkat 1 atau 2).
Algoritma Penanggulangan Hipertensi*
Target tekanan darah tidak terpenuhi (<140/90 mmHg)
atau (<130/80 mmHg pada pasien DM,
penyakit ginjal kronik, ≥ 3 faktor risiko atau
adanya penyakit penyerta tertentu)

Obat antihipertensi inisial

Dengan indikasi khusus Tanpa indikasi khusus

Obat-obatan untuk Hipertensi Tingkat I Hipertensi Tingkat II
Indikasi khusus tersebut (Sistolik 14-159 mmHg (sistolik >160 mmHg
Ditambah obat antihipertensi atau Diastolik atau diastolik
(diuretik, ACEI, BB, CCB) 90-99 mmHg) > 100 mmHg
Diuretik golongan taizid. Kombinasi dua obat
Dapat dipertimbangkan Biasanya diuretik
pemberian ACEI, BB, dengan ACEI
CCB atau kombinasi atau BB atau CCB

Target tekanan darah
Tidak terpenuhi

Optimalkan dosis obat atau beri tambahan
Obat antihipertensi lain. Perimbangkan
Untuk konsultasi dengan dokter spesialis
*JNC VII, 2003
Pilihan Obat pada Indikasi Khusus
Indikasi khusus
Diuretik
β Blocker
ACEI
ARB
CCB
Antialdosteron
Gagal jantung
+
+
+
+
+
Pasca infark miokard
+
+
+
Risiko tinggi PJK
+
+
+
+
Diabetes melitus
+
+
+
+
+
Penyakit ginjal kronik
+
+
Cegah stroke berulang
+
+
HIPERTENSI PADA KEADAAN KHUSUS
PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA KELAINAN JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu diperhatikan adalah penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal jantung dan penyakit pembuluh darah perifer.
Penyakit Jantung Iskemik
Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina pektoris stabil, obat pilihan pertama β blocker (BB) dan sebagai alternatif calcium channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan kemudian dapat ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien pasca infark rniokard, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat menguntungkan tanpa melupakan penatalaksanean lipid profil yang intensif dan penggunaan aspirin.
Gagal Jantung
Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya gagal jantung. Pada pasien asimptomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan BB. Pada pasien simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau penyakit jantung "end stage" direkomendasikan untuk menggunakan ACEI, BB dan Angiotensin receptor blocker (ARB) bersama dengan pemberian diuretik "loop"
Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah terjadinya progresivitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.
Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP)
Rekomendasi
Kelas I
Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk mencapai target tekanan darah <140/90 mmHg (untuk non diabetes) atau target tekanan darah <130/80 mmHg (untuk diabetes).
BB merupakan agen antihipertensi yang efektif dan tidak merupakan kontraindikasi untuk pasien hipertensi dengan PAP.
Kelas IIa
Penggunaan ACEI pada pasien simptomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.
Kelas IIb
Penggunaan ACEI pada pasien asimptomatik PAP ekstremitas bawah dapat dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.
Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai dan berpotensi mengeksaserbasi simptom klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan tersebut harus diperhatikan saat memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar pasien dapat mentoleransi terapi hipertensi tanpa memperburuk simptom PAP dan penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk tujuan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular.
PENANGGULANGAN HIPERTENSI DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL
Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah hipertensi menimbulkan gangguan fungsi ginjal (hipertensi lama, hipertensi primer) ataupun gangguan /penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi.
Masalah ini lebih bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya sama, kecuali pada hipertensi sekunder (renovaskuler, hiperaldosteron primer) dimana penanggulangan hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.
1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal:
- Pada keadaan ini penting diketahui derajet gangguan fungsi ginjal (CCT,
kreatinin) dan derajat proteinuri.
- Pada CCT< 25 ml/men diuretik golongan thiazid (kecuali metolazon)
tidak efektif.
- Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi
ginjal dan kadar kalium.
- Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.
2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:
- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan
penurunan asupan garam/ diuretik golongan furosemid/dialisis.
- Penyakit ginjal renovaskuler baik stenosis arteri renalis maupun
aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara intervensi
(stenting/operasi) ataupun medikal (pemakaian ACEI dan ARB tidak
dianjurkan bila diperlukan terapi obat).
- Aldosteronisme primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia
kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat
antialdosteron) ataupun intervensi.
Di samping hipertensi, derajat proteinuri ikut menentukan progresi gangguan fungsi ginjal, sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian ACEI/ARB dan CCB golongan non dihidropiridin.
Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal
l. Tekanan darah diturunkan sampai <130/80 mmHg (untuk mencegah progresi
gangguan fungsi ginjal).
2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).
3. Bila proteinuria >lg/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah (≤125/75 mmHg).
4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjel pada pemakaian ACEI/ARB (kreatinin
tidak boleh naik >20%) dan kadar kalium (hiperkalemia).
PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA USIA LANJUT
Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia di atas 65 tahun didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi, keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi amat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.
Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi (Isolated systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolik. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik yang disebut sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas yang buruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas aorta.
Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti dapat mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila:
- TD sistolik ≥ 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik
- TD sistolik ≥ 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya
Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekakuan arteri, penurunan fungsi baroreseptor dan respon simpatik, serta autoregulasi serebral, pengobatan harus secara bertahap dan hati-hati (start low, go slow) hindarkan pemakaian obat yang dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.
Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut dimulai dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari makanan yang diawetkan dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat mengendalikan tekanan darah. Pemberian obat dilakukan apabila penurunan tidak mencapai target. Kejadian komplikasi hipotensi ortostatik sering teriadi, sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum pemberian obat.
Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia yang lebih muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal dianjurkan separuh dosis biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan respon pengobatan dengan mempertimbangkan kemungkinan efek samping obat. Obat-obat yang biasa dipakai meliputi diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi teriadinya penyakit jantung kongestif. Keuntungannya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti golongan ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obat lainnya dapat digunakan. Kombinasi 2 atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek pengobatan yang optimal.
Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama kejadian hipotensi ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan sampai <140 mmHg. Target untuk tekanan darah diastolik sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik penurunan sampai tekanan darah diastolik 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan peningkatan kejadian stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak sampai 65 mmHg.
PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA GANGGUAN NEUROLOGIK
Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita hipertensi dapat dianggap sebagai "Stroke prone patient". Pengendalian hipertensi sebagai faktor risiko akan menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%. Pengendalian stroke dengan faktor risiko hipertensi mempunyei penatalaksanaan yang spesifik.
Penanggulangan hipertensi tanpa defisit neurologi
Dapat dilakukan sesuai dengan konsensus InaSH. Dilakukan deteksi gangguan organ-organ otak melalui berbagai kegiatan:
- Perlu perhatian khusus bila penderita hipertensi disertai dengan kesemutan di
muka, sekeliling bibir, ujung-ujung jari dan vertigo, ada kecenderungan
insufisiensi basiler.
- Selain itu keluhan lain, seperti gangguan berbahasa, gangguan daya ingat dan
artikulasi perlu mendapat perhatian lebih lanjut.
Penanggulangan hipertensi dengan tanda-tanda defisit neurologi akut
Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas stroke
1.Stroke iskemik akut
• Tidak direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali
terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu >220 mmHg atau diastolik >120
mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ
lain.
• Obat-obat anti hipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke
diteruskan pada fase awal stroke pemberian obat anti hipertensi yang baru
ditunda sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.
• Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan darah
arterial rerata (MAP).
• Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan/ tekanan darah diastolik 105-120
mmHg, terapi darurat harus ditunda, kecuali terdapat bukti perdarahan intra
serebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut,
edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Jika peninggian tekanan darah
itu menetap pada 2 kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan
Candesartan Cilexetil 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapi oral tidak
berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan obat
intravena yang tersedia.
• Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20-25% dari
tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per
kasus.
2. Stroke hemoragik akut
• Batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah semula.
• Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran tekanan darah sistolik 160
mmHg dan diastolik 90 mmHg.
• Bila tekanan darah sistolik >230 mmHg atau tekanan darah diastolik >140
mmHg: berikan nicardipin/ diltiazem/nimodipin drip dan dititrasi dosisnya
sampai dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
mmHg (dosis dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi
emergensi).
• Peningkatan tekanan darah bisa disebabkan stres akibat stroke (efek cushing),
akibat kandung kencing yang penuh, respon fisiologis atau peningkatan tekanan
intrakranial dan harus dipastikan penyebabnya.
PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA DIABETES
• Indikasi pengobatan:
Bila tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan / atau tekanan diastolik ≥ 80 mmHg.
• Sasaran (target penurunan) tekanan darah:
- Tekanan darah <130/80 mmHg.
- Bila disertai proteinuria ≥ 19/24 jam: ≤ 125/75 mmHg.
• Pengelolaan:
- Non-farmakologis:
Perubahan gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan
aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi
garam.
- Farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti hipertensi:
• Pengaruh terhadap profil lipid
• Pengaruh terhadap metabolisme glukosa
• Pengaruh terhadap resistensi insulin
• Pengaruh terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
• ACEI
• ARB
• Beta blocker
• Diuretik dosis rendah
• Alfa blocker
• CCB golongan non-dihidropiridin
• Pada diabetisi dengan tekanan darah sistolik antara130-139 mmHg atau tekanan darah diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis.
• Diabetisi dengan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung.
• Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.
Catatan:
- ACEI, ARB dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki
mikroalbuminuria.
- ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk
toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis
secara bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
Penanggulangan Hipertensi pada Kehamilan
Tekanan darah >160/100 mmHg harus diturunkan untuk melindungi ibu terhadap risiko stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan, sehingga memperbaiki kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah Methyl Dopa dan Nifedipin.
Obat-obat yang tidak boleh diberikan saet kehamilan adalah ACEI (berkaitan dengan kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang kemungkinan mempunyai efek sama seperti penyekat ACEI. Diuretik juga tidak digunakan mengingat efek pengurangan volume plasma yang dapat mengganggu kesehatan janin. Terapi definitif ialah menghentikan kehamilan atas indikasi preeklampsia berat setelah usia kehamilan > 35 minggu.
Penutup
Konsensus penanggulangan hipertensi ini adalah suatu kesepakatan yang bersifat sederhana dan ditujukan untuk dokter umum agar dapat menanggulangi hipertensi secara praktis.
Algoritma pengobatan dibuat agar mudah diimplementasikan, disertai pilihan obat yang tersedia di Indonesia.
Konsensus ini baru berupa usaha awal dari InaSH dan akan dievaluasi ulang secara berkala sesuai dengan masukan dari penggunanya.
b
ACEI = Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
ARB = Angiotensin Receptor Blocker
BB = β Blocker
CCB = Calcium Channel Blocker
CCT = Creatinine Clearance Test
DASH = Diatary Approaches to Stop Hypertension
EKG = Elektrokardiografi
KKT = Kondisi Klinik Terkait
KOT = Kerusakan Organ Target
MAP = Mean Arterial Blood Pressure
PAP = Penyakit Arteri Periver
PJK = Penyakit Jantung Koroner
PKV = Penyakit Kardivaskular
Daftar Kontributor
Dr. Adre Mayza, SpS
Dr. Aida Lydia, SpPD-KGH
Dr. Ardian Jahja Saputra, SpJP
Dr. Arieska Ann Soenarta, SpJP (K)
Prof. Dr. Asikin Hanafiah, SpJP (K)
Prof. DR. Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH
Prof. Dr. Gulardi Hanifa, SpOG (K)
Prof. Dr. Harmani Kalim, SpJP (K)
Prof. Dr. Jose Roesma PhD, SpPD-KGH
Dr. Santoso Karo Karo, SpJP (K)
Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, KEMD a/n PERKENI
DR. Dr. Suhardjono, SpPD-KGH, KGer
Prof. Wiguno Prodjosudjadi PhD, SpPD-KGH
Prof. Dr. Yusuf Misbach, SpS (K)
Powered By Blogger