Kamis, Desember 31

Banyak kejadian sehari-hari di sekitar Anda yang mungkin tidak Anda mengerti atau mungkin sudah disalahpahami. Saya mencoba membantu Anda sedikit mema

Banyak kejadian sehari-hari di sekitar Anda yang mungkin tidak Anda mengerti atau mungkin sudah disalahpahami. Saya mencoba membantu Anda sedikit memahami apa, kenapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi :

http://jogjafisio.files.wordpress.com/2009/05/deep-sleep.jpg



1. Lengah di saat berkendaraan selama 1 detik dalam kecepatan 40 km / jam itu sama dengan Anda telah menempuk jarak 11 meter tanpa kesadaran. Bayangkan bila pada saat Anda berkendara jarak antara kendaraan Anda dengan kendaraan di depan adalah 10 meter, maka kelengahan dalam 1 detik bisa berakibat Anda menabrak kendaraan di depan Anda. Penyebab kelengahan tersebut antara lain mengantuk, melamun, bertelepon genggam, mendengar musik atau makan nasi bungkus sambil berkendara .

Penjelasannya : 40 km / jam setara dengan 40.000 m / 3600 detik setara dengan 11,11 meter / detik. Jadi setelah satu detik Anda sudah berada pada posisi 11,11 meter dari titik semula.

2. Upaya menghilangkan rasa pedas atau panas di dalam mulut setelah Anda makan cabe atau sambal dengan minum air dingin atau es malah akan menambah rasa pedas lebih tajam. Sebaliknya bila Anda minum air hangat akan mengurangi rasa pedas tersebut. Tapi bila minum air dingin bergantian dengan air panas, hal itu akan membingungkan mulut Anda.

Penjelasannya : Air dingin hanya memberi efek rasa enak sementara rasa pedas masih ada apabila rasa dingin hilang, efek pedas akan lebih tajam disebabkan perbandingan rasa antara dingin air dengan pedasnya atau panasnya cabe terlalu jauh. Bila Anda minum air hangat, selain perbandingan rasa yang tidak terlalu jauh, air hangat juga merangsang ujung-ujung syaraf untuk mengirimkan pesan kesusunan syaraf pusat sampai ke otak dan merangsang otak untuk memerintahkan tubuh mengeluarkan zat yang bersifat analgetik atau penghilang rasa sakit secara alami. Sehingga rasa pedas pun berkurang.

3. Menggunakan baterai berpasangan secara bercampur antara baterai ½ pakai dengan baterai baru, akan memperpendek umur baterai baru 2 kali lebih cepat.

Penjelasannya : ½ bahan kimia yang kehabisan energinya dari baterai ½ pakai akan menyerap ½ energi listrik kimia dari baterai baru. Sedangkan hasil penyerapan oleh baterai bekas tadi tidak bisa digunakan karena bahan kimia di baterai bekas sudah usang.

4. Mencuci sepatu olah raga Anda akan mempercepat berkurangnya umur sepatu Anda. Jadi biar lebih awet, sepatu Anda jangan terlalu sering dicuci, atau jangan dipakai sekalian.

Penjelasannya : Sifat lem, yang biasanya digunakan pada sepatu olah raga, adalah apabila terkena air dan sabun daya lengketnya akan semakin berkurang.

5. Membiarkan hidup lampu pijar di rumah Anda dalam jangka waktu lama akan memperpendek umur lampu pijar tersebut sehingga Anda akan boros karena harus lebih sering membeli lampu. Sedangkan terlalu sering memati-hidupkan lampu neon (flurescence atau lampu TL) Anda dalam satu malam, akan menyebabkan pemakaian daya listrik lebih banyak, dibandingkan apabila Anda membiarkannya hidup terus menerus satu malam. Apalagi bila lampu neon dijadikan lampu disko, dijamin lebih cepat rusak.

Penjelasannya : Sifat lilitan filament (kawat) yang terletak di tengah-tengah lampu pijar apabila dialiri arus listrik adalah terbakar dan kemudian memancarkan cahaya (fluorisensi). Semakin lama lampu pijar dinyalakan, suhu filament yang dibakar lama kelamaan akan terus meningkat. Apabila lampu pijar menyala terlalu lama dan panas tadi melewati ambang batas kemampuan filament, maka filament perlahan-lahan akan meleleh dan kemudian putus.
Sedangkanpada lampu neon bahan utamanya adalah gas neon. Gas yang terbakar akan berionisasi dan ion-ion yang dihasilkan itulah yang kita lihat memancarkan cahaya. Sifat gas neon adalah membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembakarannya namun apabila sudah terbakar peningkatan panas lebih lambat (lampu neon mengeluarkan cahaya lebih dingin dibanding lampu pijar). Jadi apabila Anda terlalu sering memati-hidupkan lampu neon, maka setiap kali dihidupkan akan diperlukan daya listrik lebih banyak untuk membakar gas neon di dalamnya dari pada bila kita membiarkannya hidup.

6. Minum es jeruk manis (menggunakan gula) bersama-sama dengan makan bakso memang enak (apalagi kalau gratis ), tetapi tidak akan membantu menetralisir lemak pada kuah dan bakso Anda dengan baik, malahan akan mempercepat proses terjadinya peningkatan timbunan lemak di dalam tubuh.

Penjelasannya : Sifat es yang dingin akan membekukan lemak yang kita makan sehingga ikatannya akan menjadi lebih kuat (sulit untuk diuraikan). Sedangkan gula akan menambah timbunan lemak, karena sakrosa pada gula di dalam darah akan diurai menjadi glukosa. Glukosa yang tidak habis terpakai sebagai energi, hanya akan ditimbun di bawah lapisan daging dan kulit sebagai lemak. Jadi sebaiknya minum air jeruk dalam keadaan hangat dan tidak pakai gula.

7. Tidur ½ jam dengan lelap pada siang hari dapat memberikan kesegaran kembali setelah bangunnya dengan nilai yang setara dengan tidur 1 jam dengan lelap pada malam harinya. Tetapi apabila lebih dari ½ jam (1 jam atau lebih), Anda malah akan merasa kelelahan.

Penjelasan : Secara alami berdasarkan jam tubuh kita (kebiasaan kita), metabolisme tubuh (proses kerja sistem tubuh, termasuk menghasilkan energi) pada siang hari berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan malam hari. Hal ini disebabkan aktivitas pada siang hari membutuhkan energi lebih banyak di banding malamnya.
Di dalam tidur terjadi penurunan percepatan metabolisme tubuh dikarenakan tubuh dalam keadaan beristirahat. Dalam ½ jam pertama kita tidur pada siang hari percepatan penurunan metabolisme tubuh belum seberapa, sehingga efek segar terasa di saat kita bangun, bahkan setara dengan 1 jam apabila Anda tidur malam hari. Karena pada malam hari kecepatan metabolisme tubuh memang dalam keadaan lambat,.
Sedangkan pada ½ jam pertama kita tidur pada siang hari, kecepatan metabolisme tubuh masih cepat dan menghasilkan energi lebih banyak dibanding malam harinya, sehingga kita merasa lebih segar.
Namun apabila kita tidur sampai 1 jam atau lebih pada siang hari, tubuh akan mengalami percepatan penurunan metabolisme yang lebih tajam karena tubuh beranggapan bahwa kita sudah tidak akan beraktivitas lagi. Pada saat kita bangun kita menjadi merasa sangat lelah. Hal ini disebabkan jumlah energi yang dihasilkan metabolisme tubuh lebih sedikit karena mengalami penurunan percepatan, sedangkan kebutuhannya lebih banyak.
Sedangkan bila kita tidur cukup pada malam harinya, pada saat bangun pada pagi hari kita akan merasakan tubuh lebih segar disebabkan metabolisme tubuh secara otomatis berdasar jam tubuh (kebiasaan kita) akan meningkat percepatannya pada saat matahari mulai terbit.

Selasa, Desember 29

Basic Trauma Life Support For Nurse (BTLS For Nurse)

Apa dan untuk siapa pelatihan BTLS For Nurse itu ???

Pelatihan BTLS For Nurse adalah pelatihan yang ditujukan kepada perawat dan atau mahasiswa keperawatan tingkat akhir untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menangani penderita gawat darurat karena trauma.

Latar belakang Pro Emergency menyelenggarakan pelatihan ini karena masih tingginya tingkat kematian dan kecacatan akibat kegawat-daruratan (emergency case) pada kejadian kecelakaan transportasi, industri, rumah tangga, gejolak sosial (terorisme, konflik masyarakat, kejahatan dan kekerasan) dan bencana yang tidak henti-hentinya melanda negeri ini.

Penyebab tingginya angka kematian dan kecacatan akibat kegawatdaruratan tersebut adalah tingkat keparahan, kurang memadainya peralatan, sistem yang belum memadai dan pengetahuan/keterampilan dalam penanggulangan penderita gawat darurat kurang mumpuni. Pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat memegang porsi besar dalam menentukan keberhasilan pertolongan. Pada banyak kejadian banyak penderita gawat darurat yang justeru meninggal atau mengalami kecacatan yang diakibatkan oleh kesalahan dalam melakukan pertolongan (kesalahan petugas).

Oleh karena itu perlu adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan penanggulangan penderita gawat darurat pada perawat terutama yang bekerja di Unit Gawat Darurat (UGD).

Seperti kita ketahui perawat merupakan petugas yang berada digarda depan dalam penanggulangan penderita gawat darurat. Oleh karena itu pengetahuan dan keterampilan penanggulangan penderita gawat darurat trauma mutlak harus dikuasai.

Berikut ini adalah materi-materi yang dipelajari oleh peserta pada pelatihan BTLS for Nurse :

1. Introduction And Course Review

Pada awal pelatihan peserta diajak untuk mengetahui GOAL dari pelatihan BTLS for Nurse yaitu mengidentifikasi dan menangani masalah yang mengancam nyawa penderita. Peserta juga diajak untuk mengetahui sejak dini skenario dari pelatihan yang terdiri dari teori dan praktek.

2. Medical Emergency Response System

Ini merupakan materi pertama pelatihan yang berisi tentang sistem penanggulangan penderita gawat darurat secara terpadu. Sistem yang dimaksud adalah penanggulangan yang berkesinambungan dari mulai fase pra rumah sakit, fase rumah sakit dan paska rumah sakit. Materi ini juga menekankan bahwa penanganan fase pra rumah sakit sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan pertolongan di fase rumah sakit. Keberhasilan pertolongan di fase pra rumah sakit dan fase rumah sakit akan menentukan fase paska rumah sakit, apakah penderita pulang dengan selamat (sembuh total), cacat atau bahkan meninggal.

3. Basic Life Support

Basic Life Support adalah penanggulangan penderita gawat darurat tanpa menggunakan alat dan obat. Pada materi ini di fokuskan pada pengetahuan dan keterampilan Resusitasi Jantung Paru (Cardio Pulmonary Resucitation-CPR). Setiap peserta harus mampu menangani penderita yang mengalami henti jantung dan henti napas dari mulai safety first, cek respons, Minta tolong, Penanganan Airway, Breathing dan Circulation. Prinsip penanganan DR ABC adalah pengetahuan dasar yang harus dipahami oleh peserta. Proses CPR yang mengadopsi revisi yang dilakukan oleh American Heart Association (AHA) pada tahun 2005.

4. Airway And Breathing : Basic And Advance

Berdasarkan prioritas Airway, Breathing, Circulation (ABC) maka peserta harus menguasai terlebih dahulu penilaian dan penanganan masalah-masalah yang terjadi pada jalan napas dan pernapasan. Peserta harus memahami bahwa sumbatan pada jalan napas merupakan pembunuh paling cepat dari pada gangguan pada pernapasan. Goal dari materi ini peserta harus mengasai teknik pembebasan jalan napas yang terdiri dari chinlift, jaw trust, pemasangan Oro-Naso pharyngeal Air Way, Suctioning, Pemasangan ETT (Endo Tracheal Intubation) dan Nedle Crycothyroidotomy.

5. Circulation And Shock

Setelah menguasai penanganan Airway-Breathing maka selanjutnya peserta harus menguasai tentang indentifikasi masalah pada sirkulasi. Pada sesi ini terutama dikaji mengenai syok haemoragik yang diakibatkan oleh trauma. Peserta harus mampu menjelaskan derajat syok berdasarkan kehilangan darah dan tanda vital yang bisa dikenali. Peserta juga harus mampu mengenali tanda syok secara cepat dan melakukan resusitasi cairan.

6. Initial Assessment And Management of The Trauma Patients

Pengetahuan peserta mengenai ABC akan dimanifestasikan secara terintegrasi dalam Initial Assessment And Management. Prinsip ABC merupakan modal dalam menangani penderita gawat darurat dalam rangka life saving baik secara berurutan berdasar prioritas maupun secara simultan. Secara garis besar Initial Assessment and Management terbagi dalam Primary Survey dan Secondary Survey.

7. Mechanism Of Injury

Mechanism of Injury adalah proses sebelum, saat dan setelah terjadinya trauma (kecelakaan). Hal ini penting untuk dipelajari sebagai penilaian awal kemungkinan cedera yang bisa terjadi pada penderita akibat dari kecelakaan tersebut. Sebagai contoh orang dengan riwayat pengendara sepeda motor yang tertabrak mobil dan terpental sejauh 20 meter kemungkinan akan mengalami multiple trauma termasuk cedera kepala dan curiga mengalami patah tulang leher (servical fracture).

8. Head Trauma

Benturan kepala dengan objek pada saat terjadi kecelakaan akan mengakibatkan cedera kepala baik ringan, sedang ataupun berat. Cedera pada kepala akan mengakibatkan gangguan kesadaran. Selain itu cedera pada kepala disertai penurunan kesadaran menimbulkan kecurigaan pada cedera tulang belakang. Sehubungan dengan kesadaran maka peserta harus menguasai penghitungan skor glasgow Coma Scale (GCS) atau dengan teknik cepat AVPU (Alert, verbal, Pain, Unrespons)


9. Spinal Trauma

Tulang belakang (Spinal) terdiri dari Servikal, Thorakal, Lumbal, Sacral, dan Koksigis. Cedera pada tulang belakang yang tidak ditangani dengan benar (misal : pengangkatan yang sembarangan) akan mengakibatkan cedera tambahan (cedera sekunder) seperti kelumpuhan, henti napas, henti jantung bahkan samapi dengan kematian. Oleh karena itu peserta harus menguasai teknik stabilisasi servikal, penggunaal Long Spine Board, Teknik Log Roll, termasuk teknik mengeluarkan penderita dari medan sulit di TKP dengan teknik ekstrikasi yang benar.

10. Thoracic Trauma

Cedera pada dada akan berpengaruh pada fungsi pernapasan penderita. Peserta harus mampu mengenali masalah cedera dada yang mengancam nyawa seperti Tension Pneumothorak, Open Pneumothorak, dan Tamponade jantung. Keterampilan yang harus dikuasai oleh peserta pada cedera dada diantaranya teknik pemberian oksigen dan melakukan Chest Decompresi dengan Nedle Thorakocintesis.

11. Abdominal Trauma

Trauma Abdomen seringkali mengakibatkan gangguan pada sirkulasi. Didalam abdomen terdapat organ hati, ginjal, usus, lambung, limpa dan Aorta. Apabila organ tersebut mengalami benturan atau luka tembus maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Keadaan yang sulit dikenali sebagai keadaan yang mengancam nyawa adalah luka tumpul (benturan) yang mengakibatkan perdarahan dalam. Hal ini karena perdarahan tersebut tidak bisa dilihat dengan mata telanjang dari luar. Seringkali apabila keadaan ini tidak bisa dikenali dengan segera akan membahayakan jiwa penderita.

12. Musculosceletal Trauma

Materi ini membahas tentang Fraktur, Strain, Sprain, Luka dan Perdarahan. Pada sesi ini peserta harus mampu melakukan Splinting dan Bandaging (Balut-Bidai) dengan benar.

13. Thermal Trauma (Burn)

Peserta harus mampu mengenali luas luka bakar dengan rumus Rule Of Nine dan mengenali derajat luka bakar berdasarkan kedalaman luka. Peserta juga harus mampu menangani penderita luka bakar termasuk melakukan resusitasi cairan sesuai dengan rumus Baxter.

14. Extrication, Stabilization And Transfering Of The Patients

Selain penanganan di dalam UGD Rumah sakit peserta juga harus mampu melakukan penanganan di lokasi kejadian. Oleh karena itu kepada peserta diajarkan cara melakukan Ekstrikasi (mengeluarkan penderita dari medan Sulit), Stabilisasi setelah penderita berada ditempat aman dan Transportasi dari TKP ke Rumah sakit rujukan.

15. Triage

Triage adalah pemilahan penderita untuk menentukan prioritas penanganan. Apabila jumlah penderita banyak sedangkan penolong dan peralatannya terbatas (misal : pada bencana) maka dilakukan teknik Simple Triage And Rapid Treatment (START) dengan prioritas penderita dengan tingkat survival (harapan hidup) paling tinggi. Sedangkan apabila sumberdaya penolong memadai maka prioritas pertolongan adalah penderita yang paling gawat terlebih dahulu.

16. Drill And Exercise

Pelatihan ini mengedepankan kemampuan keterampilan dan pemahaman terhadap sistem pertolongan. Oleh karena itu selain harus melalui Skill Station peserta juga harus menyelesaikan Drill/latihan menangani penderita yang dikondisikan seperti keadaan yang sesungguhnya.

Minggu, Desember 27

Hidup Untuk Orang Lain


Lahir, hidup, berketurunan dan meninggal. Mayoritas seperti itulah yang dialami penduduk dunia. Mereka muncul ke dunia, hidup dan pada akhirnya, hanya meninggalkan batu nisan bertuliskan nama dan tanggal wafatnya, tanpa meninggalkan sesuatu yang berharga untuk generasi sesudahnya.

Hal itu sungguh jauh dari ajaran Islam yang paripurna. Islam mengajarkan kepada semua umat, agar takut ketika meninggalkan generasi lemah tanpa daya, (QS. An-Nisa’ [4]: 9). Artinya adalah, hendaklah setiap generasi mampu memberdayakan generasi selanjutnya untuk melahirkan generasi madani yang mampu menyebarkan kalimah Allah di muka bumi, menjadi khalifatullah fil Ardh.

Semua orang ber-ijma, bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk jamaah, makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia harus berinteraksi (silaturahim) dengan makhluk lainnya untuk menjaga eksistensinya. Oleh karena itu, sikap egois haruslah dikikis. Dan yang harus ditanamkan dalam diri kita adalah prinsip ‘hidup untuk orang lain’.

Orang yang hidup untuk orang lain akan berjaya sepanjang masa, nama mereka dikenang sepanjang sejarah sebagai pengukir di arca peradaban. Rasulullah SAW adalah bukti terdekat yang bisa kita contoh, kehidupan beliau didedikasikan sepenuhnya untuk Islam dan umat tercintanya, bahkan yang terucap dari bibir beliau menjelang wafat adalah panggilan kepada umatnya, ‘ummatii, ummatii’, bukan harta, tahta apalagi wanita.

Orang-orang yang dikenang jasanya pada masa kini bahkan masa depan adalah orang-orang yang mencurahkan hidunya untuk orang lain, mereka berkarya meninggalkan warisan untuk generasi sesudahnya, mereka hidup bukan untuk dirinya tapi hidup untuk orang lain, memberikan manfaat untuk orang lain. Karena mereka berkeyakinan bahwa, “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” (HR Bukhari).

Dengan berprinsip pada ‘hidup untuk orang lain’, mereka sungguh merasakan nikmatnya panjang umur. Nama mereka harum di buku-buku sejarah. Karena hakikat panjang umur bukanlah banyaknya kuantitas umur yang kita miliki, tapi seberapa besar dan banyaknya karya yang kita hasilkan untuk generasi sesudah kehidupan kita.

Untuk bisa hidup untuk orang lain, dibutuhkan kerja yang tidak ringan dan sembarangan. Imam Bukhari menulis Shahih Bukhari selama 16 tahun. Imam Muslim menyusun Shahih Muslim selama 15 tahun. Ibnu Hajar Ats Qalany menulis Fathul Bari selama 32 tahun. Ibnu Abd al Bar menulis at Tamhid selama 30 tahun. Abu Ubaid menulis kitab Gharib al Hadits selama 40 tahun. Dan masih banyak lagi.

Mereka menulis dengan tangan, alat tulis serba sederhana dan tanpa cahaya, tidak ada royalti yang mereka terima. SEMANGAT dan KEIKHLASAN untuk orang lainlah yang menjadi modal utama yang mereka imani, bagaimana dengan kita yang hidup di abad modern ini? Apa ilmu yang sudah kita print-kan dari Hp deskjet3535 dengan komputer pentium lima untuk peradaban? Tidakkah kita malu?

Apa yang dilakukan ulama salafushalih itu sungguh sangat berkesesuaian dengan ayat yang tercantum dalam QS al-Mulk: 2, agar kita menghasilkan karya dengan kualitas terbaik. “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya….” (QS. Al-Mulk [67]: 2).

Namun, sebagai umat yang taat, apapun yang kita lakukan akan bernilai ibadah dan penuh berkah jika kita niatkan untuk menggapai mardhatillah. Demikianlah, semoga kita bisa mewariskan sesuatu yang berharga untuk generasi selanjutnya.

Wallahu A’lam.

HIKMAH PERPISAHAN



Rumus dunia menyatakan bahwa pertemuan pasti akan dibalas dengan perpisahan. Perpisahan tidak membutuhkan waktu yang tepat dan telah dijanjikan, ia tidak perlu permisi kepada kita. Perpisahan bisa saja terjadi kapan pun; dengan siapapun.

Tentu, kita tidak menghendaki berpisah dengan hal yang kita cintai. Namun, hukum alam tidak bisa dibendung, takdir Tuhan tak mungkin dilawan. Perpisahan tak bisa dielakan. Karenanya, terimalah qadha’ yang telah ditentukan.

Ada saatnya kita harus bersama. Ada saatnya pula kita harus berpisah. Ketahuilah bahwa keadaan seseorang itu tidak akan tetap selamanya. Hari-hari itu akan tetap bergulir. Kita tidak bisa menapikan episode lain, yakni datangnya perpisahan.

Jika memang perpisahan tak bisa dielakkan, yakinlah pasti ada hikmah yang tersimpan. Walaupun hikmah itu berada di dasar hati dan belum kita temukan.

Allah SWT befirman: ”Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat…”(QS Al A’raaf [07]: 54).

Tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali ketidakabadian itu sendiri. Ayat di atas mengindikasikan hal itu. Semua hal yang ada di dunia ini selalu mengalami perubahan. Siang menjadi malam, bahagia berubah sedih, semuanya mengalami episode perpisahan. Dan pastinya, akan dibalas dengan pertemuan selanjutnya.

Dengan dunia yang kita tempati saat inipun kita akan berpisah. Kita akan didatangi kematian dan akan dicabut ruh kita. Allah SWT berfirman: ”Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS Al A’raaf [07]: 34).

Perpisahan memang selalu menggoreskan luka bagi yang mengalaminya. Selalu mengucurkan air mata dan hati pedih terluka. Tapi kita jangan terjerumus ke lubang duka dan terseret ke jurang kesedihan.

Sesungguhnya, perpisahan tidak akan terjadi jika kita tidak pernah merasakan adanya pertemuan, adanya komunikasi, adanya suka duka yang semuanya dirasakan bersama. Namun, ketahuilah bahwa titik perpisahan ada pada saat kita melupakan. Perpisahan jasadi masih bisa diatasi, tapi melupakan atau bahkan dilupakan adalah kejadian yang sangat menyakitkan.

Jangan pernah menyalahkan perpisahan ataupun orang-orang yang akan ditinggalkan atau meninggalkan kita, tiap insan punya episode hidup yang berbeda, kita punya album kenangan yang tidak sama, dan kita pun memiliki skenario drama hidup yang berbeda.

Tegarlah dengan perpisahan karena ia mengajarkan bagaimana caranya berjiwa besar, kedewasaan dan kemandirian. Setiap perpisahan akan disambut dengan pertemuan yang baru. Dan setiap pertemuan baru selalu menawarkan perpisahan. Apakah kita akan terus terluka berkali-kali karena perpisahan, yang terkadang pertemuannya pun bukan atas keinginan dan kehendak kita?

Jangan bersedih dengan perpisahan! Tancapkan keimanan, karena keimanan menghapuskan keresahan, dan melenyapkan kegundahan. Keimanan adalah kesenangan yang diburu oleh orang-orang yang bertauhid dan hiburan bagi orang-orang yang ahli ibadah.

Mari kita berjiwa besar dan tabah menghadapi perpisahan, jadikan setiap perpisahan adalah saat terbaik dalam kondisi terbaik pula. Sampai pada titik pertemuan yang tidak pernah mengenal kata perpisahan.

Wallahu A’lam.

Kamis, Desember 24

SIMTOMATOLOGI PSIKIATRI

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik atau dapat dikatakan gejala yang menonjol terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan (somatogenik), lingkungan sosial (sisiogenils) ataupun psike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa dan menandakan dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutama pada pemikiran, perasaan dan perilaku.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku adalah keturuan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan, keadaan psikologik, keluarga, adat istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa bermusuhan, hubungan antar manusia.
Psikiatri dipenuhi oleh fenomenologi dan penelitian fenomena mental. Dokter psikiatri harus belajar untuk menguasai observasi yang teliti dan penjelasan yang mengungkapkan keterampilan termasuk belajar bahasa baru. Bagian bahasa didalam psikiatri termasuk pengenalan dan definisi tanda dan gejala perilaku dan emosional.
Tanda (sign) adalah temuan objektif yang diobservasi oleh dokter (afek yang terbatas dan retardasi psikomotor). Gejala (symptom) adalah pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien (mood yang tertekan dan berkurangnya tenaga). Suatu sindroma adalah kelompok tanda dan gejala yang terjadi bersama-sama sebagai suatu kondisi yang dapat dikenali yang kurang spesifik dibandingkan gangguan atau penyakit yang jelas.
Dalam kenyataannya sebagian besar kondisi psikiatrik adalah sindroma. Menjadi ahli didalam mengenali tanda dan gejala spesifik memungkinkan dokter dapat mengerti dalam berkomunikasi dengan dokter lain, membuat diagnosis secara akurat, menangani pengobatan dengan berhasil, memperkirakan prognosis dengan dapat dipercaya dan menggali masalah psikopatologi, penyebab dan psikodinamika secara menyeluruh.

Simtomatologi psikiatri adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala gangguan jiwa. Gejala artinya pengalaman subyektif yang digambarkan oleh pasien. Macam macam simtomatologi psikiatri antaralain:

I. Kesadaran
Gangguan kesadaran paling sering berhubungan dengan adanya kelainan pada otak.
1. Disorientasi : gangguan orientasi waktu, tempat, orang.
2. Kesadaran berkabut : kejernihan ingatan yang tidak lengkap.
3. Stupor : hilangnya reaksi dan ketidak sadaran lingkungan sekeliling.
4. Delirium : bingung, gelisah, disorientasi, takut dan halusinasi.
5. Somnolen : mengantuk yang abnormal.
6. Drowsiness : cenderung selalu tidur

II. Emosi
Emosi adalah keadaan perasaan yang komplek berhubungan dengan afek dan mood.
A. Afek : ekspresi emosi yang terlihat
Afek serasi : irama emosional sesuai gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertai.
1. Afek tidak serasi : ketidak sesuaian antara perasaan emosional dengan gagasan pikiran atau pembicaraan yang menyertai.
2. Afek tumpul : penurunan berat intensitas irama perasaan yang di ungkapkan keluar.
3. Afek sempit : penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah dibawah afek tumpul.
4. Afek datar : tidak ada atau hampir tidak ada ekspresi afek, suara monoton dan wajah tidak bergerak.
5. Afek labil : perubahan irama perasaan cepat dan tiba-tiba tidak berhubungan stimuli eksternal.

B. Mood
Mood adalah emosi meresap dan dipertahankan, subjektif dan dilaporkan pasien pada orang lain.
1. Euforia : elasi kuat dengan perasaan kuat dengan perasaan kebesaran.
2. Depresi : kesedihan yang psiko patologis.
3. Anhedonia : hilang minat menarik diri dari semua aktifitas rutin yang
menyenangkan.
4. Elasi : perasaan menyenangkan dan gembira yang berlebihan, puas
diri sendiri atau optimis.

C. Emosi lain
1. Kecemasan : ketakutan disebabkan dugaan bahaya dari dalam atau luar.
2. Agitasi : kecemasan berat diserati kegelisahan motorik.
3. Ketegangan : peningkatan aktifitas motorik dengan psikologis yang tidak
menyenangkan.
4. Panik :cemas akut episodik dan kuat.
5. Ambivalensi :teradap sama-sama dua impuls yang berlawanan.

D. Gangguan psikologis yang berhubungan dengan mood : tanda disfungsi somatik pada seseorang paling sering berhubungan dengan depresi.
1. Anoreksia : menurunnya nafsu makan.
2. Hiperfagia : meningkatnya nafsu makan.
3. Insomnia : menurunnya kemampuan untuk tidur.
4. Hipersomnia : tidur yang berlebihan.
5. Bulimia : perasaan lapar yang tidak habis-habisnya dan makan yang
berlebih.

III. Perilaku motorik : aspek jiwa yang termasuk impuls, motivasi, harapan, dorongan, instink dan idaman, seperti yang diekspresikan oleh prilaku.
1. Ekoprasia : peniruan gerakan yang patologis seseorang pada orang lain.
2. Katatonia : terlihat pada skizofrenia katatonik dan beberapa kasus
penyakit pada otak.
3. Negativisme : tahanan tanpa motifasi terhadap semua usaha untuk
menggerakkan terhadap semua instruksi.
4. Katapleksi : hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang
dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional.
5. Mutisme : tidak bersuara tanpa kelainan struktural.
6. Tik : pergerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari.
7. Hiperaktivitas : kegelisahan, agresif, aktivitas destruktiv, seringkali disertai
dengan patologik otak dasar.
8. Ataksia : kegagalan koordinasi otot.
9. Tremor : gangguan pergerakan ritmik, berkurang saat istirahat dan
tidur, dan meningkat pada waktu marah dan ketegangan.
10. Konvulsi : kontraksi ototatau spasme yang involunter.
11. Kejang klonik : kejang dimana otot secara bergantian kontaksi dan relaksasi.
12. Kejang tonik : kejang dimana terjadi kontraksi otot yang terus menerus.
13. Distonia : Perlambatan kontraksi terus menerus dari tubuh.

IV. Berpikir
Berpikir adalah aliran gagasan, simbol, dan asosiasi yang di arahkan oleh tujuan dimulai oleh suatu masalah dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi kenyataan.
A. Gangguan umum dalam bentuk atau proses berpikir
1. Gangguan mental : sindrom prilaku yang bermakna secara klinis, disertai
dengan penderitaan atau ketidakmampuan.
2. Psikosis : ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari
fantasi.
3. Berpikir autistik : preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi.

B. Gangguan spesifik pada bentuk pikir
1. Sirkumstansialitas : berbicara yang tidak langsung dan lambat dalam
mencapai tujuan tetapi akhirnya dari titik awal mencapai
tujuan yang diharapkan.
2. Tangensialitas : ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran
yang diarahkan oleh tujuan.
3. Inkoherensi : pikiran yang biasanya tidak dapat dimengerti.
4. Ekolalia : pengulangan kata-kata atau frase-frase seseorang oleh seseorang lain secara psikopatologis.
5. Asosiasi longgar : penyimpangan yang mendadak dalam urutan pikiran
tanpa penghambatan.
6. Flight of ideas : verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan
terus menerus yang menghasilkan pergeseran terus
menerus dari satu ide ke ide lain.

7. Blocking : terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum
pikiran atau gagasan diselesaikan.

C. Gangguan spesifik pada isi pikir
1. Waham : keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah
tentang kenyataan eksternal, tidak sejalan dengan
inteligensia pada pasien dan latar belakang kultural, yang
tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan.
2. Waham bizar : keyakinan palsu yang aneh, mustahil, dan samasekali tidak
masuk akal.
3. Waham nihilistik : perasaan palsu bahwa diringa, orang lain, dan dunia adalah
tidak ada atau berakhir.
4. Waham kebesaran: gambaran kepentingan, kekuatan atau identitas seorang
yang berlebihan.
5. Sisi pikir : waham bahwa pikiran pasien dihilangkan dari ingatannya
oleh orang lain atau tenaga lian.
6. Siar pikir : waham bahwa pikiran pasien dapat didengar oleh orang
lain seperti pikeran mereka sedang disiarkan ke udara.
7. Obsesi : ketakutan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan
yang tidak dapat di tentang yang tidak dapat di hilangkan
dari kesadaran oleh usaha logika, yang disertai dengan
kecemasan.
8. Kompulsi : kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls
yang jika ditahan, menyebabkan kecemasan, perilaku
berulang sebagai respon suatu obsesi atau dilakukan
menurut aturan tertentu, tanpa akhir yang sebenarnya dalam
diri selain dari pada untuk mencegah sesuatu dari terjadi di
masa depan.
9. Fobia : rasa takut patologis yang resisten, irasional, berlebihan dan
selalu terjadi terhadap suatu jenis stimulasi atau situasi
tertentu, menyebabkan keinginan yang memaksa untuk
menghindaristimulus yang ditakuti.
10. Fobia sederhana : rasa takut dengan obyek yang jelas.
11. Fobia sosial : rasa takut akan keramain masyarakat.
12. Agorafobia : rasa takut terhadap tempat yang terbuka.
13. Akrofobia : rasa takut terhadap tempat yang tinggi.
14. Algofobia : rasa takut terhadap rasa nyeri.
15. Ailurofobia : rasa takut terhadap kucing.
16. Panfobia : rasa takut terhadap segala sesuatu.
17. Klaustrofobia : rasa takut terhadap tempat yang tertutup.
18. Zoofobia : rasa takut terhadap binatang.

V. Bicara
Bicara adalah gagasan, pikiran, perasaan yang di ekspresikan melalui bahasa, komunikasi melalui penggunaan kata-kata dan bahasa.
Gangguan bicara
1. Logorrhea : bicara yang banyak sekali, bertalian dan logis.
2. Disprosodi : hilangnya irama bicara yang normal.
3. Gagap : pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang
menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.
4. Kekacauan : bicara yang aneh dan distrimik, yang mengandung semburan yang cepat dan menyentak.

VI. Presepsi
Presepsi adalah proses stimulasi fisik nenjadi informasi psikologis.
A. Gangguan presepsi
1. Halusinasi : presepsi sensori yang palsu tidak disertai dengan stimuli
eksternal yang nyata, mungkin tredapat atau tidak
terdapat interpretasi waham tentang pengalaman
halusinasi.
2. Halusinasi auditoris : presepsi bunyi yang palsu.
3. Halusinasi visual : presepsi palsu tentang penglihatan yang berupa citra
yang berbentuk dan citra yang tidak berbentuk.
4. Ilusi : mispresepsi terhadap stimuli eksternal yang nyata.

B. Gangguan yang berhubungan dengan gangguan kognitif
1. Agnosia : ketidakmampuan untuk mengenali dan
menginterpretasikan kepentingan kesan sensoris.
2. Anosognosia : ketidakmampuan untuk mengenali suatu defek neurologi yang terjadi pada dirinya.
3. Agnosia visual : ketidakmampuan untuk mengenali benda atau orang.
4. Somatopagnosia : ketidak mampuan untuk mengenali suatu bagian tubuh
sebagai milik tubuhnya sendiri.
5. Aura : sensasi perasaan akan adanya bahaya seperti rasa penuh
pada lambung, wajah memerah, dan perubahan respirasi,
perubahan kognisi dan keadaan mood biasanya terjadi
sebelum serangan.

C. Gangguan yang berhubungan dengan fenomen koversi dan disosiatif : somatisasi material direpresi atau perkembangan gejala dan distorsi fisik yang melibatkan otot volunter dan tidak disebabkan oleh suatu gangguan fisik.
1. Kepribadian ganda : satu orang yang tampak pada waktu yang berbeda
menjadi dua atau lebih kepribadian dan karakter yang
sama sekali berbeda.
2. Dissosiasi : mekanisme pertahanan yang tidak disadari meliputi
pemisahan dari kelompok proses mental atau proses
prilaku dari sisa aktivitas psikis seseorang.

VII. Daya ingat : fungsi dimana informasi di simpan di otak dan selanjutnya di ingat kembali ke kesadaran.
A. Gangguan daya ingat
1. Amnesia : ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan untuk mengingat pengalaman masa lalu
2. Paramnesia : pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan.
3. Hipermnesia : peningkatan derajat penyimpangan dan pengingatan.
4. Represi : suatu mekanisme pertahanan yang di tandai oleh
pelupaan secara tidak disadari terhadap gagasan yang tidak diterima.
5. Letologika : ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau kata benda yang tepat.
6. Blackout : amnesia yang di alami oleh alkoholik berkaitan dengan
perilaku selama minum.


B. Tingkat daya ingat
1. Segera (immediate) : reproduksi atau pengingatan hal-hal yang
dirasakan dalam beberapa detik sampai menit.
2. Baru saja (recent) : peringatan peristiwa yang telah lewat beberapa
hari.
3. Agak lama (recent past) : pengingatan peristiwa yang telah lewat selama beberapa bulan.
4. Jauh (remote) : pengingatan peristiwa yang telah lama terjadi.

VIII. Inteligensia
Intelegensia adalah kemampuan untuk mengerti, mengingat, menggerakan dan menyatukansecara konstruktif pelajaran sebelumnya dalam menghadapi situasi yang baru.
A. Retardasi mental : kurangnya inteligensia sampai derajat dimana terdapatgangguan pada kinerja sosial dan kejuruan : ringan (IQ 50 atau 55 – 70), sedang (IQ 35 atau 40 –50 atau 55), berat (IQ 20 atau 25 – 35 atau 40), sangat berat (IQ dibawah 20 atau 25).
B. Demensia : pemburukan fungsi intelektual organik dan global tanpa pengaburan kesadaran.
C. Pseudodemensia : gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak disebabkan oleh suatu kondisi organik.

IX. Insight
Insight adalah kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu situasi.
A. Tilikan intelektual : mengerti kenyataan obyektif tentang suatu keadaan tanpa kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam cara yang berguna untuk mengatasi situasi.
B. Tilikan sesungguhnya : mengerti kenyataan obyektif tentang suatu situasi, disertai dengan daya pendorong,motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.
C. Tilikan yang terganggu : menghilangnya kemampuan untuk mengerti kenyataan obyektif dari suatu situasi.

DAFTAR PUSTAKA


1. Kaplan dan Sadock, Sinopsis Psikiatri, Edisi 7, Jilid 1 dan 2, Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1997
2. Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1998

Disfungsi Memory

Fungsi memori terkait dalam proses patologi termasuk penyakit neurodegenerative, stroke, tumor, trauma kepala, bedah jantung, malnutrisi, berkurangnya perhatian, depresi, cemas, efek samping dari suatu terapi, dan proses penuaan yang normal. Contohnya, pengurangan ingatan biasanya dilihat oleh dokter dari banyak ilmu, termasuk neurology, psikiatri, pengobatan, dan bedah. Hilangnya ingatan sering merupakan gejala yang paling nampak dari banyak kelainan, berkurangnya aktifitras harian yang normal dari pasien dan dalam berinteraksi dengan keluarganya.

Beberapa persepsi tentang memori, seperti konsep tentang “jangka pendek” dan “jangka panjang”, telah memberi jalan untuk lebih menyempurnakan pengertian dan mengembangkan system klasifikasi. Perubahan hasil dari studi neuropsikologi pasien dengan lesi otak yang focal, studi neuroanatomi di manusia dan hewan, percobaan pada hewanpositron-emisitron tomograpi, fungsioinal MRI, dan potensi lainnya yang berhubungan.
Memori sekarang diketahui atau dimengerti sebagai kumpulan dari kemampuan mental yang tergantung pada beberapa system dalam otak. Dalam artikel ini , kita akan mendiskusikan 4 sistem memori yang terkait secara klinis, yaitu : episodic memori, sematic memori, procedural memori, dan memori kerja. Kita akan meringkas pengertian terbaru tentang memori dari sudut pandang neuroimaging fungsional dan studi pasien dengan insult otak, dimana seharusnya ditambahkan klinisi dalam diagnosa dan terapi dari penyimpangan memori pasien mereka. Sebagai intervensi terapi untuk penyimpangan memori menjadi lebih berguna, klinisi diharapkan agar lebih meningkatkan kewaspadaanya terhadap bermacam-macam system memori dalam otak.
System memori adalah jalan bagi otak untuk memproses informasi yang akan berguna di akan datang. Perbedaan antar system memori tergantung pada perbedaan struktur neuroanatomical. Beberapa system dihubungkan dengan kesadaran (eksplisit) dan dengan sadar bias diulang atau dipanggil kembali (declarative), dimana lainnya diekspresikan oleh perubahan tingkah laku (implicit) dan tipe ketidak sadaran (non declarative). Memori juga bisa dikategorikan dalam banyak cara, seperti material alami untuk diingat ( contohnya, verbal, atau neurospatial)

Episodic Memori

Episodic memori menunjuk pada eksplisit dan declarative system memori yang dipakai untuk memanggil kembali pengalaman pribadi yang dibingkai dalam kontek tersendiri, seperti cerita pendek atau apa yang kita makan semalam saat makan malam. episodic memori telah dengan luas ditandai menurut ketidakmampuan seseorang dengan amnesia karena lesi dari lobus medial temporale untuk mengingat pengalaman yang dapt diingat oleh org sehat. Demikianlah, system memori ini tergantung dari lobus medial temoporal (termasuk hipokampus dan kortel entorinal dan peririnal). Struktur yang laindalam system episodic memori (beberapa diantaranya dihubungkan dengan sirkuit yang didiskripsikan oleh Papez tahun 1937) termasuk dasar otak depan dengan septum medial dan pita diagonal dari area broca, kortek retrospental, presibikulum, fornik, badan mamilari, traktus mimikotalamic dan nucleus talamikus. Lesi pada setelah 1 struktur di atas dapat menyebabkan gangguan karakteristik disfungsi dari system episodic memori.
Kehilangan memori dapat disebabkan karena disfungsi system episodic memori menurut contoh yang dapat diprediksi yang dikenal sebagai hukum Ribot, yang berbunyi kejadian yang sebelum tekanan sering terlupakan, padahal memori yang jauh adalah yang paling resisten. Demikianlah, pada kasus disfungsi dari system episodic memori, kemampuan untuk belajar informasi tidak bisa diperoleh kembali (amnesia retrograde) dan mempelajari informasi secara jauh biasanya menghemat.
Penelitian telah menunjukkan bahwa system episodic memori termasuk lobus frontalis. Daripada lebih bertanggung jawab untuk penahanan informasi, lobus frontalis terlibat pada registrasi, akurasi, atau encoding informasi, memperoleh kembali informasi tanpa hubungan dan tanda lainnya. Penyususnan kembali sumber informasi, dan penilaian terhadap temporal dan kejadian yang baru terjadi. Penelitian yang telah menunjukkan bahwa temporal medial kiri dan lobus frontalis kiri lebih aktif saat seseorang belajar mengenal kata , dimana temporal medial kanan dan lobus frontal kanan lebuh aktif saat belajar menggunakan penglihatnnya.
Satu alasan lobus frontalis sangat penting untuk encoding adalah bahwa lobus tersebut mengijinkan seseorang untuk focus pada informasi yang diingat dan untuk mengikat lobus medial temporal. Disfungsi dari lobus frontalis bisa disebabkan distorsi dari episodic memori sebaik memori palsu, seperti informasi yang dihubungkan dengan konteks yang salah atau dengan rincian yang spesifik yang tidak tepat. Contoh nyata dari distorsi memori termasuk konfabulasi, yang nampak ”memori” diciptakan untuk konsisten dengan informasi yang sesungguhnya, seperti “mengingat” bahwa ada seseorang yang masuk paksa ke rumah dan mengobrak abrik barang-barang di rumah.
Perbedaan ini antara pengurangan episodic memori yang terjadi karena kerusakan lobus medial temporal (dan lintasan Papez) dan yang terjadi karena kerusakan lobus frontalis bisa diartikan dengan lebih sederhana, tapi secara klinis manfaatnya sama. Lobus frontalis disamakan dengan “penulis data” dari system episodic memori, lobus medial temporal disamakan dengan “ almari penyimpan data terbaru”. Demikianlah, jika lobus frontalis dilemahkan, ini sangat sulit bukannya tidak mungkin untuk dapat memasukkan dan mengeluarkan informasi dari penyimpanan. Bagaimanapun jika lobus medial temporal secara disfungsi disalin dengan komplit, ini dapat menjadi tidak mungkin untuk informasi terbaru dibicarakan. Informasi yang lebih lama yang telah terkonsolidasi dengan periode bulanan atau tahunan lebih adalah pikiran yang disimpan dalam region kortikal lainnya dan karena itu akan berguna walaupun lobus medial temporal dan circuir Papes rusak. Untuk contoh, walaupun pasien dengan depresi dan penyakit Alzheimer mungkin menampakkan disfungsi episodic memori, yang pertama adalah disfungsi “penulis data” dan kemudian adalah disfungsi “almari penyimpanan data memori terbaru”.
Kekacauan dari episodic memori mungkin bersifat sementara, seperti yang disebabkan oleh goncangan, serangan mendadak, atau amnesia sementara. Kekacauan yang menetap, seperti trauma kepala, hipoksia atau iskemi, stroke pertama, lesi bedah, dan enchepalitis, cirinya adalah maximal saat onset (beberapa hari), perbaikan (kadang-kadang periodenya lebih dari 2 tahun), selanjutnya menjadi stabil. Penyakit degeneratif termasuk penyakit Alzheimer, dementia dengan badan Lewy, dan dementia frontotemporal, mulai secara diam-diam dan berlangsung perlahan-lahan. Kekacauan yang mempengaruhi banyak region otak, seperti dementia vascular dan multiple sclerosis, berlangsung dengan cara beragam. Kekacauan lainnya tentang memori, seperti yang disebabkan karena obat-obatn , hipoglikemia, tumor, dan syndariome Korsakoff, supaya lebih banyak komplikasi dan berganti-ganti waktu perjalananya.
Sekali kekacauan dari episodic memori dicurigai sebagai dasar dari ketidakmampuan melaporkan ingatan tentang informasi terbaru dan pengalaman yang akurat, evaluasi tambahan dibenarkan. Riwayat yang rinci harus dicari, dengan tekanan yang luar biasa pada waktu terjadinya kekacauan memori. Mewawancarai orang yang merawat atau informan lainnya biasanya disangsikan ketepatannya, sejak pasien menjadi tidak lagi merubah-ubah ketidakingatannya pada aspek penting dari riwayat. Riwayat dari berkurangnya kognitif yang lain (contoh : perhatian, bahasa, penglihatan, dan tingkah laku) harus ditampilkan. Penyelidikan medis dan neurology harus ditampilkan dengan difokuskan pada mencari tanda dari penyakit sistemik, trauma neurology fokal dan kekacauan neurodegenerative.
Tes kognitif secara sepintas mungkin bisa dilakukan dengan meminta pasien untuk mengingat cerita pendek atau beberapa kata, atau dengan memakai alat seperti uji status mental mini, skala blessed dementia, uji ingatan 3 kata-3 bentuk, uji memori dengan mendaftar kata oleh konsorsium untuk mendata penyakit Alzheimer, tes dariilled word span, dan layar 7 menit. Pada kasus kompleks, evaluasi neuropsikologi resmi harus dipertimbangkan.
Untuk membantu membedakan kekacauan pada episodic memori yang dapat disebabkan oleh disfungsi lobus frontalis dari yang disebabkan oleh disfungsi lobus medial temporal, kesulitan pada encoding dan perolehan informasi harus dikonsentrasikan dengan kegagalan primer dari penyimpangan informasi. Saat informasi tidak dapat diingat walau setelah encoding telah dimaksimalkan dengan banyak pengulangan, dan setelah perolehan permintaan telah diminimalkan dengan penggunaan tes pengenalan dengan banyak pilihan, kegagalan primer dari penyimpanan akan nampak.
Pemeriksaan laboratorium dan gambar akan selalu diindikasikan, tergantung pada diagnosa banding. Terapi tergantung pada kekacauan spesifik. Penghambat kolinesterase dan mematine telah dibenarkan oleh pengawas obat dan makanan (FDA) untuk mengobati penyakit alzheimer; awalnya juga telah dipakai untuk vascular dementia, dementia dengan badan Lewy. Dua ulasan terakhir akan mendiskusikan efektifitas terapi ini.

Semantic Memori

Semantic memori tertuju pada penyimpanan umum dari konsep dan fakta pengetahuan kita, seperti warna dari singa atau presiden pertama amerika, yang tidak berhubungan dengan memori yang spesifik. Seperti episodic memori, semantic memori adalah system memori yang deklaratif dan eksplisit. Kenyataan bahwa system memori ini berbeda dengan episodic memori tampak dari studi neuroimaging dan fakta bahwa belum lama ini semantic memori nampak pada pasien yang mendapat gangguan berat pada system episodic memorinya, seperti dengan kerusakan pada lintasan Papes (contohnya pada sindariom Korsakoff) atau pemindahan lobus temporal medial secara pembedahan.
Berdasarkan arti terluasnya semantic memori mencakup semua pengetahuan kita tentang dunia yang tidak berhubungan dengan episodic memori yang spesifik, satu bisa dibantah bahwa semantic memori tinggal pada area kortikal yang luas. Ada pembuktian, contohnya, bahwa gambaran visual tersimpan didekat area visual assosiasi. Bagaimanapun juga, lebih banyak pembatasan nampak pada semantic memori, satu yang dibenarkan pada penamaan dan kategorisasi dengan batasan yang biasanya, melokalisasikan semantic memori pada lobus temporal inferolateral.
Penyakit Alzheimer adalah kekacauan klinis yang paling sering pada kerusakan semantic memori. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh patologi pada kortek frontalis, mengawali kurangnya aktivasi dan perolehan informasi semantic. Pada penyakit Alzheimer, episodic dan semantic memori menolak bila salah satu berdiri sendiri, mendukung pemikiran bahwa 2 sistem memori yang terpisah terganggu pada kekacauan ini.
Penyebab lain pada gangguan semantic memori meliputi hampir suatu kekacauan yang mungkin merusak lobus temporal inferolateral, seperti cedera kepala, stroke, lesi bedah, ensepalitis, dan tumor. Pasien dengan perubahan temporal dari dementia frontotemporal, diketahui sebagai dementia semantic,juga menunjukkan pengurangan senua fungsi dari semantic memori,meliputi penamaan dan komprehensi kata tunggal dan berkurangnya pengetahuan umum. Juga menunjukkan pemeliharaan relative tentang komponen lain dari berbicara, persepsi dan kemampuan menyelesaikan masalah secara non-verbal, dan episodic memori.
Kekacauan dari semantic memori harus dicurigai saat pasien mempunyai kesulitan menamai benda yang sebelumnya mereka tahu nama benda tersebut. Evaluasi untuk kekacauan dari semantic memori harus mengandung komponen yang sama seperti evaluasi yang dipakai untuk episodic memori. Riwayat dan pemeriksaan kognitif harus menentukan baik masalah tersebut semata-mata dapat disebabkan pada kesulitan dalam memanggil nama seseorang dan namanya sendiri, yang mana biasa, terutama pada dewasa tua yang sehat, atau pada kehilangan semantic informasi secara nyata. Pasien dengan disfungsi yang ringan mungkin menunjukkan hanya pengurangan kata dari kategori semantic (contohnya : jumlah nama hewan yang dpat dihitung dalam 1 menit), karena itu pasien dengan gangguan semantic memori yang lebih berat cirinya adalah menunjukkan pengurangan 2 cara penamaan (yaitu, mereka tidak mampu menamai benda saat itu digambarkan dan juga tidak mampu menggambarkannya saat mereka diberi tahu nama benda tersebut).ini lebih mempengaruhi pasien dan juga menunjukkan pengurangan atau kurangnya pengetahuan umum. Terapi tergantung dari kekacauan yang spesifik.

Procedural Memori

Prosedural memori ditujukan pada kemampuan untuk belajar tentang bertingkah laku dan kemampuan kognitif dan algoritma yang secara otomatis mereka gunakan, derajat ketidaksadaran. Procedural memori tidak ditunjukkan tetapi selama terjadi mungkin bisa eksplisit (seperti belajar mengendarai mobil dengan transmisi standar) atau implicit (seperti belajar urutan angka pada tombol telepon tanpa berusaha melihat). Procedural memori bisa ada pada pasien dengan pengurangan episodic memori yang berat, apt pasien dengan sindariom korsakoff atau penyakit Alzheimer atau pasien yang pernah menjalani operasi pemindahan dari lobus temporal mediale,menunjukkan bahwa procedural memori tergantung pada system memori yang terpisah dan tersendiri dari episodic memori dan semantic memori system.
Penelitian dengan menggunakan gambaran fungsional telah menunjukkan bahwa region otak terlibat pada procedural memori, termasuk area motor tambahan, ganglia basalis, dan cerebellum, menjadi aktif sebagai tugas baru yang sedang dipelajari. Kejadian yang menguatkan dating dari pembelajaran terhadap pasien dengan lesi pada ganglia basalis atau cerebellum yang menunjukkan gangguan dalam belajar kemampuan procedural. Karena proses penyakit Alzheimer mempengaruhi kortikal dan system limbic sambil menghenghemat pengunaan ganglia basalis dan system limbic, pasien ini menunjukkan pengurangan pada episodic memori tapi kemampuan procedural untuk terjadi dan pemeliharaan tetap normal.
Penyakit Parkinson adalah kekacauan yang paling umum yang mempengaruhi procedural memori. Penyakit neurodegenerative lainnya yang merudak procedural memori termasuk penyakit Huntington dan degenerasi olivopontocerebelar. Pasien dengan stadium awal dari kekacauan ini menunjukkan tes episodic memori yang hampir normal tetapi menunjukkan kerusakan untuk mampu belajar kecakapan atau kemampuan. Tumor, stroke, perdarahan, dan penyebab lainnya dari kerusakan pada ganglia basalis atau cerebellum mungkin jd merusak procedural memori. Pasien dengan depresi berat juga menunjukkan gangguan pada procedural memori, mungkin karena depresi juga melibatkan disfungsi dari ganglia basalis.
Kerusakan dari prosedural memori harus dicurigai saat pasien menunjukkan kejadian baik dari hilangnya kemampuan yang dulu dipelajari atau gangguan subisatansi dari kemampuan yang baru dipelajari. Untuk contoh, pasien mungkin kehilangan kemampuannya untuk menunjukan scara otomatis, kemampuan bererak, seperti menulis, memainkan alat musik, atau mengayunkan tongkat golf. Walaupun mereka mungkin mampu untuk belajar lagi dasar dari kemampuan ini, pikiran yang jelas sering dikehendaki untuk penampilan mereka. Sebagai hasilnya, pasien dengan kerusakan pada system procedural memori mungkin tidak pernah mencapai usaha terkecil secara otomatis dari tugas motorik sederhana yang orang sehat dapat sebagai anugerah.
Evaluasi dari kekacauan procedural episodic semacam/sama dengan kekacauan dari episodic memori, terapi untuk penyebab utama tergantung pada proses penyakit spesifik. Ini tidak berguna bagi pasien yang episodic memorinya telah dimatikan oleh encephalitis, sebagai contoh, telah sukses direhabilitasi dengan memakai system procedural memori untuk belajar kemampuan baru.

Memori Kerja

Memori kerja adalah kombinasi bagian tradisional dari perhatian, konsentrasi, dan memori jangka pendek. Ini ditujukan pada kemampuan memelihara secara sementara dan memanipulasi informasi yang perlu disimpan dalam pikiran. Karena itu memang dikehendaki dan berpartisipasi secara sadar, memori kerja adalah system memori yang jelas dan dilaporkan. Memori kerja secara tradisional telah dibagi dalam komponen yaitu proses informasi phonologic (contohnya, menyimpan nomor telepon dalam ingatanmu) atau informasi spatial (contohnya, pikiran yang mengikuti jalurnya) dan system tersendiri yang menunjukkan pada sumber perhatian.
Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa mmori kerja memakai jaringan dari area kortikal dan subkortikal, tergantung pada tugas utama. Bagaimanapun juga, pada hakekatnya semua tugas yang melibatkan memori kerja mengkehendaki partisipasi dari kortek prefrontal. Cirinya, jaringan dari area kortikal dan subkortikal meliputi region otak posterior (contohnya, area visual-asosiasi) yang dihubungkan dengan region prefrontal untuk menunjukkan lintasan. Penelitian telah menunjukkan bahwa memori kerja phonologic cenderung untuk melibatkan labih banyak region pada sisi sebelah kiri dari otak, oleh karena itu memori kerja spatial cenderung melibatkan lebih banyak region pada sisi sebelah kanan. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa lebih banyak tugas sulit melibatkan memori kerja menginginkan aktivasi dari otak bilateral, kurang memperhatikan kealamian dari jasmani yang telah dimanipulasi. Lebih jauh lagi, ada peningkatan jumlah aktivasi region otak pada kortek prefrontal seperti peningkatan kesukaran tugas.
Karena memori kerja tergantung pada jaringan dari aktivitas yang meliputi struktur subkortikal sebaik region kortikal frontalis dan perietalis, banyak penyakit neurodegenerative mengganggu tugas memori kerja. Penelitian telah menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit Alzheimer, Parkinson, atau Huntington atau dementia dengan badan Lewy, sebaik kekacauan umum seperti supranuklear pelsy yang progresif, juga menunjukkan lemahnya memori kerja. Tambahan untuk penyakit neuradegeneratif, hampir ada proses penyakit yang merusak lobus frontalis atau hubungan mereka terhadap region kortikal posterior dan struktur subkortikal bisa mencampur dengan memori kerja. Seperti proses termasuk stroke, tumor, cedera kepala, dan multiple sclerosis, diantara lainnya. Karena memori kerja phonologic melibatkan ulangan yang diam-diam dari informasi verbal, hampir ada semacam aphasia yang juga bisa mengganggu ini. Walaupun patofisiologinya tidak diketahui secara benar, kekacauan yang mengurangi sumber perhatian, seperti kekacauan pengurangan perhatian-hiperaktifitas, kekacauan obisaesif kompulsif, schizophrenia, dan depresi, juga bisa melemahkan memori kerja.
Kekacauan dari memori kerja bisa nampak dengan beberapa cara. Paling umum, pasien akan menunjukkan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi atau memberikan perhatian. Kesulitan untuk menunjukkan tugas baru melibatkan instruksi dengan banyak langkah mungkin akan nampak. Kekacauan dari memori kerja mungkin juga nampak sebagai masalah dengan episodic memori. Pada beberapa kasus, evaluasi akan menunjukkan kegagalan primer dari encoding, karena diatur untuk mentransfer informasi ke episodic memori, informasi pertama harus “disimpan dalam pikiran” oleh memori kerja.
Evaluasi dari memori kerja sama dengan kekacauan pada episodic memori. Terapi tergantung pada penyebab yang spesifik, untuk contoh, stimulant telah dibenarkan oleh FDA untuk merawat kekacauan pengurangan perhatian-hiperaktifitas.

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI ESENSIAL

Sampai saat ini hipertensi masih merupakan masalah yang cukup penting dalam pelayanan kesehatan primer, khususnya di Puskesmas, karena prevalensinya yang tinggi, dan akibat jangka panjang yang ditimbulkan. Hipertensi esensial, meliputi 90 % dari seluruh penderita hipertensi, dan 10 % sisanya adalah hipertensi renal atau hipertensi sekunder.
Beberapa hal yang mempengaruhi peningkatan angka prevalensi sangat berhubungan dengan perilaku atau gaya hidup yang berubah dengan cepat, seperti :

– Pola makan, adalah dimaklumi saat ini ada pergeseran pola makan dari vegetarian ke arah konsumsi makanan cepat saji dengan kadar lemak yang tinggi.
– Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, semakin banyaknya perokok di usia muda karena gencarnya iklan rokok di media masa.
– Kemudahan transportasi, mendorong orang untuk malas bergerak secara fisik akan menambah timbunan cadangan makanan dalam bentuk lemak sehingga timbul obesitas, yang merupakan faktor resiko dari hipertensi.

Hingga kini belum ada definisi yang tepat mengenai hipertensi, oleh karena tidak terdapat batasan jenis yang membedakan antara hipertensi dengan normotensi.
Telah dibuktikan, bahwa peningkatan tekanan darah akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas, sehingga secara teoritis hipertensi didefinisikan sebagai suatu tingkat tekanan darah, dimana komplikasi yang mungkin timbul menjadi nyata.

Batasan hipertensi menurut WHO, tanpa memandang usia dan jenis kelamin adalah :

– Tekanan darah < 140/90 mmHg, disebut Normotensi.
– Tekanan darah > 160/95 mmHg, dinyatakan Hipertensi pasti.
– Tekanan darah 140/90 mmHg sampai 160/95 mmHg disebut Hipertensi perbatasan.

Batasan dengan mempertimbangkan usia dan jenis kelamin diajukan oleh Kaplan, sbb :

– Pria usia < 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90 mmHg.
– Pria usia > 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring diatas 145/95 mmHg.
– Pada wanita, tekanan darah di atas atau sama dengan 160/95 mmHg, dinyatakan kepentingan pengobatan.

Dengan memperhatikan tekanan sistolik, WHO membagi hipertensi menjadi :

– Apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan tekanan diastolik antara 95-104 mmHg, disebut Golongan Rendah
– Apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan tekanan diastolik diatas 105 mmHg, disebut Golongan Tinggi.

Walaupun masih banyak perdebatan klasifikasi hipertensi dengan dasar tekanan diastolik ternyata lebih banyak digunakan, yaitu :

– Hipertensi Ringan : bila tekanan diastolik antara 90 – 110 mmHg
– Hipertensi Sedang : bila tekanan diastolik antara 110 -130 mmHg
– Hipertensi Berat : bila tekanan diastolik diatas 130 mmHg

PENEGAKAN DIAGNOSA

Penegakan diagnosa hipertensi esensial sebagaimana lazimnya penegakan diagnosa panyakit lain, dimulai dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Hal ini penting dilakukan, untuk menyingkirkan diagnosa hipertensi akibat renal atau hipertensi sekunder.

1. ANAMNESA

– 70-80% kasus hipertensi esensial didapat riwayat hipertensi dalam keluarga.
– Sebagian besar hipertensi esensial timbul pada usia 25-45 tahun, dan hanya 20% timbul di bawah 20 tahun atau di atas 50 tahun.
– Gejala klinik yang mungkin timbul akibat hipertensi adalah sakit kepala, rasa tidak nyaman di tengkuk (kenceng), sukar tidur, epistaksis, disines atau migren, sampai keluhan mudah marah.
– Hasil penyelidikan gejala klinik hipertensi di Paris adalah sbb : gejala sakit kepala menduduki urutan pertama (40,5%), disusul palpitasi (28,5%), nokturi (20,4%), disiness (20,8%) dan tinitus (13,8%).
– Gejala lain yang dikeluhkan mungkin akibat dari komplikasi yang timbul, seperti gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gejala gagal jantung, dan gejala gangguan fungsi ginjal. Tidak jarang hal ini menjadi penyebab utama penderita untuk datang periksa ke dokter.
– Hal lain yang perlu ditanyakan kepada penderita guna kepentingan terapi adalah :
• Bila sebelumnya telah diketahui menderita hipertensi : informasi pengobatan sebelumnya meliputi jenis obat, dosis, efektifitas, dan efek samping yang mungkin timbul.
• Penyakit yang sedang atau pernah diderita seperti diabetes militus, penyakit ginjal, dan penyakit jantung serta penyakit kelenjar tiroid.
• Kemungkinan penderita sedang mengkonsumsi obat karena penyakit lain, yang mungkin menimbulkan efek samping kenaikan tekanan darah, seperti golongan steroid, golongan penghambat monoamin oksidase dan golongan simpatomimetik.
• Kebiasaan makan penderita (terutama asupan garam), minuman alkohol dan konsumsi rokok.
• Faktor stres psikis.
• Pada wanita perlu ditanyakan tentang riwayat kehamilan dan persalinan (pre-eklamsi dan eklamsi), serta pemakaian alat kontrasepsi.

2. PEMERIKSAAN FISIK

– Peninggian tekanan darah sering merupakan satu-satunya tanda klinik hipertensi esensial, sehingga diperlukan hasil pengukuran darah yang akurat.
– Beberapa faktor akan mempengaruhi hasil pengukuran, seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran harus mendapat perhatian.
– Pengukuran ideal dilakukan dengan cara :
• Pengukuran dilakukan setelah penderita berbaring selama 5 menit.
• Pengukuran dilakukan sebanyak 3-4 kali dengan interval 5-10 menit.
• Tensi dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per-denyut jantung.
• Tekanan sistolik dicatat saat terdengar bunyi pertama (Korotkoff I) dan tekanan diastolik dicatat pada saat pertama bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V).
– Pemeriksaan terhadap kemungkinan komplikasi sebaiknya dilakukan, agar bisa dilakukan tindakan atau terapi sedini mungkin.
– Walaupun masih banyak perdebatan klasifikasi hipertensi dengan dasar tekanan diastolik paling mudah diterapkan dalam pelayanan kesehatan primer khususnya di Puskesmas, yaitu :

• Hipertensi Ringan : bila tekanan diastolik antara 90 – 110 mmHg
• Hipertensi Sedang : bila tekanan diastolik antara 110 -130 mmHg
• Hipertensi Berat : bila tekanan diastolik diatas 130 mmHg

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI ESENSIAL

Telah dibuktikan oleh para peneliti, bahwa dengan mengendalikan tekanan darah maka angka morbiditas dan angka mortalitas dapat diturunkan. Oleh karena itu walaupun seorang dokter belum menemukan etiologi dari hipertensi yang didapat pada penderita, pengobatan sudah boleh dilaksanakan.
Yang menjadi masalah adalah saat yang tepat untuk memulai pengobatan. Hal ini penting karena pada kenyataannya, pengobatan hipertensi adalah pengobatan seumur hidup.

PRINSIP PENATALAKSANAAN

1. Menurunkan tekanan darah sampai normal, atau sampai level paling rendah yang masih dapat ditoleransi penderita.
2. Meningkatkan kemungkinan kwalitas dan harapan hidup penderita.
3. Mencegah komplikasi yang mungkin timbul dan menormalkan kembali seoptimal mungkin komplikasi yang sudah terjadi.

A. PENATALAKSANAAN UMUM

Adalah usaha untuk mengurangi faktor resiko terjadinya peningkatan tekanan darah. Penatalaksanaan umum adalah penatalakasanaan tanpa obat-obatan, yang menurut beberapa ahli sama pentingnya dengan penatalaksanaan farmakologik, bahkan mempunyai beberapa keuntungan, terutama pada pengobatan hipertensi ringan.
Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah :

1. Diet rendah garam : dengan mengurangi konsumsi garam dari 10 gram/hari menjadi 5 gram/hari. Disamping bermanfaat menurunkan tekanan darah, diet rendah garam juga berfungsi untuk mengurangi resiko hipokalemi yang timbul pada pengobatan dengan diuretik.
2. Diet rendah lemak telah terbukti pula bisa menurunkan tekanan darah.
3. Berhenti merokok dan berhenti mengkonsumsi alkohol telah dibuktikan dalam banyak penelitian bisa menurunkan tekanan darah.
4. Menurunkan berat badan : setiap penurunan 1 kg berat badan akan menurunkan tekanan darah sekitar 1,5 – 2,5 mmHg.
5. Olah raga teratur : berguna untuk membakar timbunan lemak dan menurunkan berat badan, menurunkan tekanan perifer dan menimbulkan perasaan santai, yang kesemuanya berakibat kepada penurunan tekanan darah.
6. Relaksasi dan rekreasi serta cukup istirahat sangat berguna untuk mengurangi atau menghilangkan stres, yang pada gilirannya bisa menurunkan tekanan darah.
7. Walaupun masih banyak diteliti konsumsi seledri, pace, ketimun, belimbung wuluh dan bawang putih ternyata banyak membantu dalam usaha menurunkan tekanan darah.

B. MEDIKAMENTOSA

OBAT HIPERTENSI YANG TERSEDIA DI PUSKESMAS

Penatalakasanaan hipertensi dengan obat-obatan di Puskesmas disesuaikan dengan ketersediaan obat yang ada di Puskesmas pula, yaitu :

1. Golongan Diuretik

a. Hidroklorotiasid 25 mg(HCT)

– Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
– Dosis : 1-2 X 25-50 mg.
– Efek samping : hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi, hiperkolesterolemi, hiperglikemi, kelemahan atau kram otot, muntah dan disines.
– Kontra indikasi : DM, Gout Artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).
– Catatan :
• terapi hipertensi pada usia lanjut dengan HCT lebih banyak efek sampingnya dari pada efektifitasnya.
• Untuk menghindari efek hipokalemi maka diberikan asupan Kalium 1 X 500 mg, atau memperbanyak makan pisang.

b. Furosemid 40 mg

– Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
– Dosis : 1-2 X 40-80 mg.
– Efek samping : sama dengan HCT.
– Kontra indikasi : DM, gout artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).

2. Golongan Inhibitor Simpatik (Beta Blocker)

 Propranolol 40 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
– Dosis : 3 X 40-160 mg.
– Efek samping : depresi, insomnia, mimpi buruk, pusing, mual, diare, obstipasi, bronkospasme, kram otot dan bradikardi serta gagal jantung.
– Kontra indikasi : DM, gagal jantung, asma, depresi.

3. Golongan Blok Ganglion

a. Klonidin 0,15 mg
– Indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
– Dosis : 2-3 X 0,15-1,2 mg
– Efek samping : mulut kering, kelelahan, mengantuk, bradikardi, impotensi, gangguan hati dan depresi.
– Kontra indikasi : hepatitis akut, sirosis hepatis, depresi.

b. Reserpin 0,25 mg dan 0,1 mg.
– Indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
– Dosis : 1-2 X 0,1-0,25 mg
– Efek samping : bradikardi, eksaserbasi asma, diare, penambahan berat badan mimpi buruk, depresi.
– Kontra indikasi : asma, depresi.

4. Golongan Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE I)

 Kaptopril 25 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai berat
– Dosis : dosis awal 2-3 X 12,5-25 mg, bila setelah 1-2 minggu belum ada respon dosis dinaikkan 2-3 X 50 mg.
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.
– Efek samping : pruritus, retensi kalium ringan, proteinuri, gagal ginjal, neutropeni dan agranulositosis, mual dan muntah, gangguan pengecap, parestesia, bronkospame, limfadenopati dan batuk-batuk.
– Kontra indikasi : asma

5. Golongan Antagonis Kalsium

a. Diltiazem 30 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
– Dosis : 3-4 X 30 mg.
– Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah, diare, konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
– Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.

b. Nifedipin 10 mg
– Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
– Dosis : 3 X 10-20 mg
– Efek samping : sama dengan diltiasem.
– Kontra indikasi : sama dengan diltiasem.

SENI TERAPI

1. Hipertensi Ringan (diastol 90 - 110 mmHg)
– Pilihan obat pertama : diuretik atau beta blocker
– Obat tambahan : Diuretik + Beta blocker

2. Hipertensi sedang (diastol : 110-130 mmHg)
– Pilihan obat pertama : Diuretik + Beta blocker
– Obat tambahan : Klonidin

3. Hipertensi Berat (diastol > 130 mmHg)
– Pilihan obat pertama : Klonidin + Diuretik.
– Obat tambahan : Beta Blocker

TAPERING OFF DAN DOSIS PEMELIHARAAN

Adalah penghentian terapi hipertensi dengan mengurangi dosis secara perlahan. Hal ini ditujukan untuk menghindari efek “rebound fenomena”, yaitu peningkatan kembali tekanan darah setelah penghentian terapi obat-obatan secara mendadak.
Penurunan dosis disesuaikan dengan penurunan tekanan darah.

PENUTUP

Dengan segala keterbatasan yang ada seorang dokter di Puskesmas dituntut untuk memberikan pelayanan seoptimal mungkin kepada penderita hipertensi.
Hal ini bisa dilaksanakan dengan pendekatan sebagai berikut :

1. Penegakan diagnosa yang akurat, terutama untuk menyingkirkan diagnosa hipertensi sekunder dan penggolongan derajat hipertensi.
2. Walaupun efektifitas pengobatan bersifat individual, pilihan terapi sebaiknya tetap dimulai dengan cara yang sudah disepakati para ahli.
3. Edukasi atau pendidikan kesehatan mutlak harus diberikan kepada penderita, meliputi :
– Kondisi yang memacu peningkatan tekanan darah.
– Kondisi yang membantu menurunkan tekanan darah.
– Ketaatan minum obat dan kontrol teratur.
– Komplikasi yang mungkin timbul.

KEPUSTAKAAN

1. Darmodjo R.B. : Data Epidemiologi Hipertensi di Indonesia, Majalah Dokter Keluarga, Vol 6/6, Mei 1987 : 366-372.
2. Manuputty J. : Penatalaksanaan Kehamilan dengan Hipertensi, Majalah Dokter Keluarga, Vol 6/5, April 1987 : 269-277.
3. Panitia Pelantikan Dokter FK-UGM : Penatalaksanaan Medik, Senat Mahasiswa Fak.Kedokteran UGM, Yogyakarta 1987 : 78-83.
4. Purnawan J., Atiek S.S., Husna A. : Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta 1982: 87-94.
5. Roesma J., Sidabutar R.P. : Gagal Ginjal sebagai Akibat Hipertensi, Majalah Dokter keluarga, Vol 6/6, Mei 1987 : 335-339.
6. Sidabutar R.P., dan Wiguno P. : Hipertensi Esensial dan Penanggulangannya, Majalah Dokter Keluarga Vol 6/7, Juni 1987 : 402-414.
7. Sidabutar R.P., dan Lumenta N.A. : Berbagai Kecenderungan Dalam Penanggulangan Hipertensi, Majalah Dokter Keluarga, Vol 6/1, Desember 1986 : 20-23.
8. Sukaman : Kelainan Jantung pada Hipertensi, Majalah Dokter Keluarga, Vol 6/8, Juli 1987 : 469-471.
9. Zakifman J. : Penatalaksanaan Krisis Hipertensi, Majalah Dokter Keluarga, Vol 6/1, Desember 1986 : 5-8.

PENATALAKSANAAN KRISIS HIPERTENSI

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu waktu bisa jatuh kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.
Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.

Krisis Hipertensi adalah keadaan yang sangat berbahaya, karena terjadi kenaikan tekanan darah yang tinggi dan cepat dalam waktu singkat. Biasanya tekanan diastolik lebih atau sama dengan 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam, disertai dengan gangguan fungsi jantung, ginjal dan otak serta retinopati tingkat III – IV menurut Keith-Wagner (KW).

Beberapa keadaan yang termasuk keadaan darurat hipertensi atau krisis hipertensi akut adalah :

1. Ensefalopati Hipertensi.
2. Hipertensi Maligna.
3. Hipertensi dengan komplikasi :
a. Gagal jantung kiri akut
b. Perdarahan intra kranial
c. Perdarahan pasca operasi
d. Aortic dessection.
4. Eklamsia.
5. Feokromositoma.


PATOGENESIS

Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam.
Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal.

Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.

Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.

Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi.

Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.


PENGELOLAAN

Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru.

Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal.

1. Diazoxide

Adalah derivat benzotiadiazin, obat ini menurunkan tekanan darah secara kuat dan cepat dengan mempengaruhi secara langsung pada otot polos arterial, sehingga terjadi penurunan tekanan perifer tanpa mengurangi curah jantung atau aliran darah ke ginjal. Tetapi menurut beberapa penulis, diazoxide juga menaikkan isi sekuncup, isi semenit dan denyut jantung permenit, sehingga tidak dianjurkan pada krisis hipertensi yang disertai aorta diseksi atau kelainan coroner.
Efek samping dari diazoxide adalah : hipoglikemi, hiperurikemi dan dapat menembus plasenta sehingga mempengaruhi metabolisme janin sehingga tidak direkomendasikan untuk krisis hipertensi pada kasus eklamsia.
Diazoxide diberikan dengan intravena 75-300 mg selama 10-30 detik, penurunan tekanan darah akan tampak dalam waktu 1-2 menit, pengaruh puncak dicapai antara 2-3 menit, dan bertahan 4-12 jam.
Untuk penderita dengan perdaraham otak, dianjurkan pemberian intra vena sebesar 500-1.000 mg. Pemberian dapat diulang setiap 10-15 menit sampai didapat tekanan diastolik 100-105 mmHg.



2. Sodium Nitropusid

Sodium nitropusid merupakan vasodilator pada arteri dan vena. Obat ini dapat menurunkan isi sekuncup dan isi semenit jantung. Untuk menghindari hipotensi, pengawasan ketat harus dilakukan pada pemberian obat ini.
Dosis : 0,3-0,6 ug/kgBB/menit, dinaikkan pelan-pelan sampai tercapai penurunan tekanan darah yang cukup.
Penurunan tekanan darah terjadi dalam beberapa detik dan puncak tercapai dalam 1-2 menit, hanya berlangsung 3-5 menit.
Efek samping : takikardi dan sakit kepala.

3. Trimetapan (Artonad)

Merupakan penghambat ganglion, bekerja dengan cara menurunkan isi sekuncup jantung dan isi semenit jantung. Obat ini baik digunakan pada kasus krisis hipertensi dengan payah jantung atau diseksi aorta anerisma
Dosis : 500 mg/500 cc Dextrosa 5% dengan kecepatan 0,25 mg%/menit, kemudian dinaikkan perlahan sampai dicapai penurunan tekanan yang dikehendaki, yaitu tekanan diastolik 110 mmHg dalam waktu 1 jam. Jangka waktu kerja 5-15 menit. Infus diberikan dengan posisi duduk, untuk menghindari efek hipotensi yang berlebihan.

4. Hidralazin (Apresolin)

Obat ini bekerja langsung pada otot polos arterial dan menimbulkan vasodilatasi perifer, tanpa menurunkan aliran darah ke ginjal. Tetapi hidralazin menaikkan denyut jantung permenit, isi sekuncup dan isi semenit jantung.
Hidralazin direkomendasikan untuk diberikan pada toksemia gravidarum dan krisis hipertensi dengan ensefalopati
Dosis : 5-20 mg diberikan intramuskular setiap 2-4 jam, atau ecara intra vena (1 ampul dari 20 mg/ml dilarutkan dalam 300 cc NaCl 0,9%) dengan kecepatan 10-60 tetes/menit. Penurunan tekanan darah terjadi dalam 10-20 menit, berlangsung sampai 1 jam. Apabila selama 30 menit tidak berhasil, dapat diulang tiap 3-6 jam.

5. Klonidin (Catapres)

Merupakan derivat imidazolin, yang merangsang reseptor alfa adrenergik pada batang otak, mengakibatkan penurunan discharge symphatis, sehingga menurunkan tekanan vaskular sistemik, juga menekan pengeluaran renin oleh ginjal.
Klonidin diberikan intravena 1 ampul (150 ug) diencerkan dalam 10 ml NaCl 0,9% dalam waktu 10 menit. Efek penurunan tekanan terjadi dalam waktu 5-10 menit. Pemberian intramuskular, 1-2 ampul dan dulang dalam 3-4 jam, terjadi penurunan tekanan dalam waktu 10-15 menit. Pemberian IM dinilai lebih aman dan terkontrol, tetapi kurang dalam kekuatan dan kecepatan dibanding dengan Diazoxide, Sodium Nitroprusid dan Trimetapan.
Efek samping yang muncul biasanya adalah mulut kering dan kantuk yang hebat.
Obat ini direkomendasikan dipakai untuk krisis hipertensi dengan eklamsia dan aorta anerisma.

6. Kaptopril (Kapoten)

Obat ini cukup memberikan harapan karena menaikkan kecepatan filtrasi glomeruli dengan menhambat pembentukan vaso konstriktor yang sangat kuat (angiotensin II) dan juga menghambat perusakan vasodilator yang kuat (bradikinin).
Dosis awal 12,5 mg, dinaikkan pelan-pelan sampai dosis optimal. Diuretik dapat memberikan efek potensiasi.

7. Pentolamin dan Penoxi Benzamin

Kedua obat merupakan penghambat alfa adrenergik, diberikan terutama untuk feokromositoma atau karena hambatan MAO (mono amino oksidase).
Dosis : 5-15 mg IV, akan menurunkan tekanan darah dalam 10-15 menit.

8. Antagonis Kalsium (Nifedipin)

Antagonis kalsium (Nifedipin, Diltiazem dan Verapamil) bekerja dengan menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel dan merupakan vaso dilatator kuat yang mempunyai daya aksi jangka panjang.
Nifedipin mempunyai harapan dalam pengobatan darurat dengan cara menurunkan tahanan perifer dengan melemaskan otot polos pembuluh darah, tidak menimbulkan depresi pada miokard dan tidak mempunyai sifat antiaritmia.
Dosis : 1-2 tablet (10-20mg) dosis tunggal. Pemberian sublingual dapat memberikan efek yang lebih cepat, yaitu beraksi dalam 3 menit setelah pemberian. Apabila penderita tidak sadar dapat diberikan lewat pipa lambung.


PENGOBATAN KHUSUS KRISIS HIPERTENSI

1. Ensefalopati Hipertensi

Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi dari hipertensi esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan eklamsia. Biasanya tekanan darah naik dengan cepat, dengan keluhan : nyeri kepala, mual-muntah, bingung dan gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan parese terbatas) melanjut menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya meninggal.
Obat yang dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan.

2. Gagal Jantung Kiri Akut

Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai akibat dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan membaik bila tensi telah terkontrol.
Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV akan mempercepat perbaikan.




3. Feokromositoma

Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak : nyeri kepala, palpitasi, keringat banyak dan tremor.
Obat pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV.

4. Deseksi Aorta Anerisma Akut

Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang timbul biasanya adalah nyeri dada tidaj khas yang menjalar ke punggung perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup aorta atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan.
Pengobatan dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah diturunkan terlebih dulu dengan obat pilihan : Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.

5. Toksemia Gravidarum

Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan.
Obat pilihan : Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.

6. Perdarahan Intrakranial

Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme pembuluh darah disekitar tempat perdarahan, yang justru akan menambah perdarahan.
Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau diastolik dipertahankan sekitar 110-120 mmHg
Obat pilihan : Trimetapan atau Hidralazin.


KESIMPULAN

1. Krisis hipertensi adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa penderita yang memerlukan penanganan intensif di Rumah Sakit dengan pengawasan yang ketat.
2. Obat parenteral merupakan pilihan utama karena bisa bereaksi cepat dan aman.
3. Ketepatan diagnosa akan mempengaruhi pilihan obat guna keberhasilan terapi dalam menurunkan tekanan darah dan komplikasi yang ditimbulkan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurrahman, N : Pemakaian Beta Blocker dalam Kardiologi, Akta Medica Indonesiana XI, 1980.
2. Laragh,J.H., Buhler,F.R., Seldin,D.W. : Frontiers in Hypertension Research, Springer-Verlag-New York-Heidelberg-Berlin, 1980.
3. Littler,W.A. : The Use of Beta Blockade, Acta Medica Indonesiana XI, 1980.
4. Sutoro,D., Raharjo,B., Parsudi, I., Darmojo, B., : Penanganan Keadaan Darurat Hipertensi dengan Klonidin, KOPAPDI VI, Jakarta, 1984.
5. Soelaiman, B. : Keadaan Darurat pada Hipertensi, KOPAPDI VI, Jakarta, 1984.
6. Sya’bani, Sucitro : Tatalakasana Penanganan Krisis Hipertensi, Naskah Simposium Hipertensi, 1982.
7. William, G. : Hypertensiv Vascular Disease in Principle of Internal Medicine, 10 th edition.

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Anamnesis
Identitas: nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.

Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas, latar belakang, lokasi anatomi dan penyebarannya, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan, intermitten. Informasi harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Catat riwayat yang berkaitan termasuk pengobatan sebelumnya faktor resiko dan hasil pemeriksaan yang negatif. Riwayat keluarga dan psykososial yang berkaitan dengan keluhan utama. Masalah lain yang signifikan harus dicantumkan juga dalam riwayat penyakit sekarang dalam bagian atau paragraf yang berbeda. Contoh, apabila pasien dengan DM tidak terkontrol datang ke IGD disebabkan nyeri dada, RPS pertama kali mencantumkan informasi yang berkaitan dengan nyeri dadanya kemudian diikuti dengan riwayat detil diabetes melitusnya. Jika diabetesnya dikontrol dengan diet atau dengan cara lain yang terkontrol juga, maka riwayat diabetes melitusnya ditempatkan di riwayat penyakit dahulu (RPD).
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin dan obat herbal. Allergi (alergi obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi alergi spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah termasuk kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma dan riwayat penyakit yang dulu. Pasien dewasa: Tanya apakah menderita penyakti DM, HTN, stroke, PUD, asthma, emphysema, tyroid, hepar dan ginjal, penyakit perdarahan, kanker, TB, hepatitis dan penyakit menular seksual. Juga tanyakan tentang pemeliharaan kesehatan pasien. Pertanyaan pada kategori ini tergantung umur dan jenis kelamin pasien tetapi dapat mencakup pap smear dan pemeriksaan pelvis terakhir, pemeriksaan payudara, apakah pasien memeriksa payudaranya sendiri, tanggal mammogram, imunisasi diphteri/ tetanus, vaksinasi pneumococcal, influenza dan hepatitis B. Sampel feses untuk perdarahan yang tersembunyi, sigmoidoskopi atau kolonoskopi. Kolesterol, kolesterol HDL, penggunaan alarm kebakaran pada tiap lantai dirumah dan penggunaan sabuk pengaman. Pasien anak-anak: mencakup riwayat prenatal dan kelahiran, makanan, intoleransi makana, riwayat imunisasi, temperatur pemanas aiat dan penggunaan helm waktu bersepeda.
Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga (tanya apakah ada yang menderita kanker terutama payudara, kolon dan prostat), TB, asma, infark miokard, HTN, penyakit tyroid, penyakit ginjal, PUD, DM, penyakit perdarahan, glaukoma, degenerasi makular dan depresi atau penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan. Gunakan skema keluarga (pedagre).
Riwayat psychosocial (sosial): stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau sekolah, kesehatan) dan dukungan (keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup (alkohol, obat-obatan, tembakau dan penggunaan kafein, diet, olah raga, paparan terhadap agen lingkungan dan prilaku seksual, profil pasien (mencakup status pernikahan, anak, orientasi seksual, pekerjaan sekarang dan sebelumnya, dukungan finansial dan asurasi, pendidikan, agama, hoby, kepercayaan, kondisi tempat tinggal), untuk veteran mencakup riwayat militer. Pasien pediatrik mencakup tingkat sekolah dan kebiasaan tidur dan bermain.

Tinjauan sistem
Umum: Penurunan berat badan, penambahan berat badan, fatigue, kelemahan, penurunan nafsu makan, demam, menggigil, keringat malam
Kulit: ruam, pruritus, bruising, kering, kanker kulit atau lesi lainnya
Kepala: Trauma, nyeri kepala, nyeri tekan, pusing, synkop
Mata: Visus, perubahan medan penglihatan, kacamata, perubahan resep mata terakhir, fotophobia, kabur, diplopia, spot atau floater, inflamasi, discharge, mata kering, pengeluaran air mata yang banyak, riwayat katarak atau glaukoma.
Telinga: Perubahan pendengaran, tinitus, nyeri, discharge, vertigo, riwayat infeksi telinga.
Hidung: Masalah sinus, epistaksis, sumbatan, polip, perubahan atau kehilangan sensasi mencium.
Tenggorokan: Perdarahan gusi, riwayat kesehatan gigi (chek up terakhir, dsb), ulserasi atau lesi lainnya pada lidah, gusi, mukosa bucal.
Respirasi: Nyeri dada, dyspneu, batuk, jumlah dan warna sputum, hemoptysis, riwayat pneumonia, vaksinasi influenza dan pneumococal, paparan terhadap TB, hasil test tuberkulin positif.
Kardiovaskular: Nyeri dada, orthopnea, trepopnea, dyspnea pada aktivitas, PND, murmur, claudication, udema perifer, palpitasi.
Gastrointestinal: Nyeri abdomen, disfagia, nyeri terbakar, nausea. Muntah. Diare, konstipasi, hematemesis, indigesti, melena (hematochezia), hemoroid, perubahan warna dan bentuk feses, ikterus, intoleransi lemak.
Ginekologi: Gravida/ para/ aborsi, usia menarki, menstruasi terakhir (frekuensi, lamanya alirannya), dismenore, spotting, menopasue, metode KB, riwayat seksual mencakup riwayat penyakit venereal, frekuensi intercourse, jumlah pasangan,orientasi dan kepuasan seksual dan dyspareunia.
Genitourinari: Frekuensi, urgency, hesitancy, disuria, hematuria, polyuria, nocturia, inkontinensia, penyakit veneral, discharge, sterilitas, impotensi, polidipsi, perubahan pancaran urin, riwayat seksual mencakup frekuensi intercourse, jumlah pasangan, orientasi dan kepuasan seksual dan riwayat PMS
Endokrin: Polyuria, polidipsi, intolerasi suhu, glycosuria, terapi hormon, perubahan pada rambut atau tekstur kulit.
Muskuloskeletal: Arthalgia, arthritis, trauma, pembengkakan sennde, kemerahan, nyeri tekan, terbatasnya gerakan, nyeri punggung, trauma muskuloskeletal, gout.
Pembuluh darah perifer: Vena varikosa, intermittent claudication, riwayat thrombophlebitis
Hematologi: Anamea, kecenderungan perdarahan, easy bruising, lymphadenopathy
Neuropsychiatrik: Sinkop, kejang, kelemahan, ataksia atau masalah koordinasi, gangguan sensasi, ingatan, mood, atau pola tidur, anhedonia, penurunan enegi, penurunan kemampuan berkonsentrasi,perubahan pada berat badan atau nafsi makan ,riwayat depresi atau bunuh diri pada keluarga, gangguan emosi, masalah obat dan alkohol.

Pemeriksaan Fisik
General: Mood, tingkat perkembangan, ras dan jenis kelamin. Tulis jika kondisi pasien distres atau dalam posisi yang tidak biasa misal duduk dengan bersandar ke depan (posisi yang umum terlihat pada pasien PPOK eksaserbasi akut atau pericarditis). Catat jika pasien tampak lebih tua atau muda dari umur sebenarnya.
Tanda Vital: Suhu (oral, rektal, axila atau telinga), nadi, respirasi, tekanan darah (mencakup lengan kanan, lengan kiri, berbaring, duduk, berdiri), berat badan, tinggi badan dan BMI. Selalu mencakup tekanan darah dan denyut jantung posisi supine dan setelah pasien berdiri selama 1 menit jika terjadi penurunan volume darah (perdarahan gastrointestinal, pankreatitis, diare atau muntah) atau jika dicurigai insufisiensi autonomik terutama pada pasien yang dilaporkan pusing atau sinkop.
Kulit: Ruam, erupsi, skar, tato, tahi lalat, pola rambut.
Nodi lymphatika: Lokasi (kepala dan leher, supraclavicula, epitrochlear, axilla, inguinal, ukuran, nyeri tekan, motilitas, konsistensi.
Kepala: bentuk dan ukuran, nyeri tekan, trauma, bruit. Pasien pediatrik: ubun-ubun, sutura.
Mata: Konjungtiva, sklera, kelopak, posisi mata pada orbit, ukuran, bentuk, reaksi pupil, gerakah otot extraocular mata, visus, medan penglihatan, fundus (warna, ukuran, margin, cuppong, pulsasi vena mata, perdarahan, eksudat, rasio A – V, takik).
Telinga: Tes pendengaran, nyeri tekan, discharge, kanal eksternal, membran timpani (intak, tumpul atau berkilau, bulging, motilitas, cairan atau darah, injeksi).
Hidung: Simetris, palpasi diatas sinus frontalis, maxilla dan ethmoid, inspeksi sumbatan, lesi, eksudat, inflamasi. Pasien pediatrik: bunyi sengau (nasal flaring), mendengkur (grunting)
Tenggorokan: Bibir, gigi, gusi, lidah, pharing (lesi, eritema, eksudat, ukuran tonsil, kripta).
Leher: Gerakan (Range of Motion), nyeri tekan, tekanan vena jugularis, nodi limfatika, pemeriksaan thyroid, lokasi laring, bruit carotid, HJR. Catat tekanan vena jugulasi dalam centimeter diatas atau di bawah sudut sternum, misal “1 cm di atas sudut sternum” dari pada “tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis”.
Thorax: Simetri gerakan respirasi, retraksi intercostal, palpasi nyeri tekan, fremitus dan pelebaran dinding dada, perkusi (mencakup pergerakan diafragma diantara pernapasan inspitasi tidal dan penuh, suara nafas, suara nafas tambahan (rale, ronki, whezing, krepitasi). Jika indikasi: vokal fremitus, whispered pectoriloquy, egophony (ditemukan dengan konsolidasi).
Jantung: detak, inspeksi dan palpasi precordium pada titik dengan impulse maksimal, impulse apical dan thrill, auskultasi apex, LLSB dan pada kanan dan kiri SIC 2 dengan diafragma dan apex dan LLSB dengan bell. Juga pada apex dengan bell pada pasien dengan posisi decubitis lateral kiri dan pada SIC ketiga dan keempat dengan diafragma pada posisi pasien duduk, disandarkan kedepan dan ekhalasi penuh.
Payudara: Inspeksi discharge pada putting,inversi, eksoriasi dan fissura dan skin dimpling atau pendataran kontur, palpasi massa, nyeri tekan, ginekomastia pada laki-laki.
Abdomen: Bentuk (scaphoid, flat, distensi, obesitas), pemeriksaan skar, auskultasi suara usus dan bruit,perkusi timpani dan massa, ukuran hepar (dari garis midclavikular), nyeri tekan sudut costo vertebral, palpasi nyeri tekan (jika ada, check rebound tenderness), ascites, hepatomegali, splenomegal, guarding, adenopathy inguinal.
Genitalia pria: inspeksi lesi penis, pembengkakan scrotum, testis (ukuran, nyeri tekan, massa, varicocel) dan hernia, transluminasi massa testikular.
Rektum: Inspeksi dan palpasi hemoroid, fissura, skin tags, tonus sphinter, massa, terdapatnya feses atau tidak, pemeriksaan feses untuk perdarahan tersembunya. Pada pria ukuran prostat dari ukuran kecil (1+) dan sangat besar (4+), nodul, nyeri tekan.
Muskuloskeletal: Amputasi, deformitas, pembengkakan sendi dan range of motion, palpasi pembengkakan sendi, nyeri tekan dan kehangatan.
Pembuluh darah vaskular: Pola rambut, perubahan warna pada kulit, varicositis, sianonis, clubbing, palpasi pada pulsasi pada radial, ulnar, brachial, femoral, poplitea, posterior tibia, dorsalis pedis, pulsasi simultan radial, calf tenderness, Homans sign, edema, auskultasi bruit femoral.
Neurologis: Terdapat 12 nervus kranial, fungsinya sebagai berikut:
1 Olfactorius – pencium
2 Optikus – Visus, medan penglihatan dan fundus, respon pupil afferen
3,4,6 Oculamotorius, trochlear, abducen – respon pupil efferent, ptosis, pergerakan mata volitional, pergerakan mata pursuit.
5 Trigeminal – refleks kornea (afferent), sensasi facial, tes otot masseter dan temporalis dengan cara pasien menggigit.
7 Fasialis - menaikan alir, menutup mata, menunjukan gigi, senyum atau bersiul, refleks kornea (efferent)
8 Akustikus - mendengar, diperiksa dengan cara detak jam, gosokan jari, tes Weber – Rinne. Jika terdapat gangguan pendengaran tulis pada riwayat atau pada pemeriksaan.
9, 10 glosopharingeal dan vagus – refleks gag, berbicara. Palatum bergerak keatas pada garis tengah.
11 Accesorius spinal, mengangkat bahu, dorong kepala melawan tekanan.
12 Hypoglosus – gerakan lidah. Tes kekuatannya dengan menekan lidah pasien dengan mukosa bucal pada tiap sisi saat anda menekankan jari pada pipi pasien. Observasi jika ada fasikulasi.
Motorik: Periksa kekuatan pada ekstremitas atas dan bawah, bagian proksimal dan distal (Derajat kekuatan: 5: gerakan aktif kuat dalam melawan tahanan yang kuat, 4, gerakan aktif dalam melawan tahanan, 3 gerakan aktif melawan gravitasi, 2 gerakan aktif tanpa melawan gravitasi, sedikit gerakan, 0 tidak ada gerakan sama sekali).
Cerebellum: Tes Romberg, tes tunjuk hidung.
Sensorik: Nyeri (tajam) atau suhu ekstremitas atas dan bawah distal dan proksimal, getaran menggunakan garputala frekuensi 128 atah 256 Hz atau sensasi posisi pada ekstremitas atas dan bawah bagian distal dan streognosis atau graphesthesia. Identifikasi menggunakan dermatol dan diagram inervasi kutaneus.
Reflek: Brachioradialis dan biceps C5-6, triseps C7-8, abdominal (atas T8-10, bawah T10-12), quadricep (lutut) L3-5, ankle S1-2 (4+ hiperaktif dengan klonus, 3+ aktif dibanding yang umum, 2+ normal, 1+ terjadi penurunan atau kurang dari normal, 0 tidak ada). Periksa juga refleks patologis seperti Babinsku, Hofman, snout dan yang lainnya. Pasien pediatrik: refleks moro, refleks menghisap.
Database
Pemeriksaan laboratorium, rontgen dan pemeriksaan lainnya

Daftar Masalah
Mencakup tanggal masalah, tanggal berawalnya masalah, jumlah masalah. (Pada daftar masalah, jumlah masalah disusun berdasarkan derajat keparahannya. Setelah daptar masalah disusun, masukan daftar masalah secara kronologis. Status masalah aktif atau inaktif.

Penilaian (Assesment)
Jabarkan diagnosis banding dari tiap masalah diikuti dengan rencana selanjutnya dari tiap masalah. Penilaian lebih dari daftar masalah

Perencanaan (Plan)
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik tambahan, terapi medis, konsultasi. Dimasukan juga tanggal dan jam dari tiap pemeriksaan.

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PSIKIATRI
Elemen anamnesis dan pemeriksaan psikiatri identik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik umum. Perbedaan utama pada riwayat psikiatru dan pemeriksaan status mental yang akan dijelaskan dibawah ini.

Pemeriksaan status mental psikiatri
Faktor-faktor dibawah ini dinilai sebagai bagian pemeriksaan status psikiari:
Penampilan: Gesture, mannerisme, dsb
Mood dan afek: Depresi, gembira, marah dsb
Proses berpikir: Bloking, evasi, dsb
Isi pikir: Cemas, hypochondriasis, tidak percaya diri, delusi, halusinasi, dsb
Aktivitas motorik: Lambat, cepat, penuh arti, dsb
Fungsi kognitif: Perhatian dan konsentrasi, memori (baru saja, tadi, dan yang lalu), hitungan, penghakiman.

Pemeriksaan mini mental Folstein
Lakukan pemeriksaan status mental pada tiap pasien geriari, pasien dengan AIDS dan pasien yang dicurigai demensia. Pemeriksaan minimental merupakan tes yang cepat dan sederhana dan hasil dapat di pantau untuk menulai kemajuan, peningkatan atau tetap. Pemeriksaan status mental Folsterin terbagi menjadi dua bagian: bagian pertama menilai orientasi, memori dan perhatian, tes yang lainnya menilai kemampuan pasien menulis kalimat dan menyalin diagram.
Powered By Blogger