Kamis, Juli 15

KEDUDUKAN HADITS TENTANG KEUTAMAAN PUASA RAJAB


PENDAHULUAN

Beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dengan tidak menyekutukan-Nya, berpegang teguh dengan sunnah Nabi-Nya, disiplin menggunakan pemahaman generasi terbaik umat ini (salafush shalih) dalam beribadah dan menegakkan syari'atNya merupakan konsekuensi dua kalimat syahadat yang pernah diikrarkan. Oleh karena itu, jika seseorang mengaku hamba Allah atau pencinta Rasulullah sementara dalam kenyataan peribadatannya, akhlak dan jalan hidup yang ditempuhnya tidak mengambil Muhammad Rasulullah sebagai tolak ukur berdasar ilmu dan pemahaman yang dapat dipertanggung jawabkan maka pengakuan orang tersebut harus ditinjau lagi.

Perhatikan keterangan berikut:

1. Katakanlah: "Jika kamu benar-benar mencintai Allah Subhanahu wa ta'ala, maka ikutilah aku (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ), niscaya Allah mengasihi kamu dan mengampuni dosa-dosamu." Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: "Ta'atilah Allah Dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir"
(Al-Qur'an Surat Ali 'Imran ayat 31-32)

2. Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Al-Qur'an Surat Al-Ahzaab ayat ke 21)

Rajab adalah bulan ketujuh dalam urutan tahun Hijriah. Banyak kaum muslimin beranggapan bahwa dalam bulan ini terdapat berbagai keistimewaan tertentu.
Diantara anggapan itu adalah tentang keutamaan puasa dibulan Rajab.
Untuk
menentukan benar atau tidaknya anggapan tersebut marilah kita periksa satu-persatu berbagai alasan yang menjadi pegangan mereka.

Sebelum kita memasuki pembahasan, ada baiknya penulis jelaskan beberapa hal sebagai berikut :

1. As-sunnah adalah apa yang disandarkan kepada Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah berupa ucapan (Qaul), perbuatan (fi'il), persetujuannya (taqrir) dan sebagainya dengan jalan periwayatan.

2. Sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dianggap benar jika landasan yang digunakan tidak terdapat cacat atau celaan menurut kaidah-kaidah ilmu Hadits yang mu'tamad (yang kuat). Seperti tidak adanya para perawi pendusta, lemah, dan berbagai cacat lainnya dimana hal itu bisa dibuktikan dengan kaidah ilmu hadits tersebut. Dengan kata lain berbagai alasan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad tetapi bisa dibuktikan bahwa sandaran tersebut mengandung cacat dan cela maka hal tersebut adalah bukan sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan orang yang berbuat hal tersebut termasuk para pendusta atas nama beliau (na'uudzu billaah min dzaalik ! )

PUASA RAJAB, SUNNAH ATAU .....?

Berbagai alasan yang sering dijadikan sandaran mengenai keutamaan puasa Rajab adalah sebagai berikut:

Alasan Pertama,

Artinya:

Dari Abu Sa'id al-Khudrie ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Pernah bersabda Rajab itu bulan Allah dan Sya'ban itu bulanku sedangkan Ramadhan itu bulan umatku. Maka barang siapa puasa Rajab dengan iman Dan ikhlash ia berhak mendapat keridhaan Allah yang amat besar dan Ia akan tempatkan dia di surga Firdaus yang paling tinggi. Dan siapa yang puasa Rajab dua hari maka ia akan dapat pahala dua kali dan tiap-tiap pahala beratnya seberat gunung didunia. Dan siapa yang puasa Rajab tiga hari maka Allah akan menjadikan antara dia dan neraka satu parit sepanjang perjalanannya satu tahun. Dan siapa yang puasa Rajab empat hari maka ia akan diselamatkan daripada kecelakaan, penyakit gila, kusta, supak, fitnah Masiihud Dajjal, dan siksa kubur. Dan siapa yang puasa Rajab enam hari maka ia akan keluar dari kuburnya sedang mukanya lebih bercahaya dari bulan purnama. Dan siapa yang puasa Rajab tujuh hari maka sesungguhnya bagi neraka jahannam itu ada tujuh pintu yang tertutup untuknya dengan puasa tiap-tiap hari satu pintu dari beberapa pintunya. Dan siapa yang puasa Rajab delapan hari maka sesungguhnya surga itu memiliki delapan pintu yang dibuka Allah untuknya dengan puasa pada tiap-tiap hari satu pintu dari beberapa pintunya.
Dan siapa yang puasa Rajab sembilan hari maka ia akan keluar dari kuburnya sambil menyeru La ilaaha illallah dan tidak akan dipalingkan mukanya dari surga. Dan siapa yang puasa Rajab sepuluh hari Allah mengadakan baginya pada tiap-tiap satu mil dari jembatan shirathal mustaqim permadani yang dibuat istirahat olehnya. Dan siapa yang puasa Rajab sebelas hari maka tidak ada orang yang lebih utama dari padanya dihari kiamat selain orang-orang yang puasa seperti dirinya atau melebihinya. Dan siapa yang puasa Rajab dua belas hari maka Allah akan pakaikan padanya dihari kiamat dua pakaian yang tiap-tiap pakaian lebih banyak dari dunia dan seisinya. Dan siapa yang puasa Rajab tiga belas hari maka ia mendapatkan hidangan dibawah Arsy lalu ia makan sedangkan orang-orang lain dalam kesusahan yang sangat. Dan siapa yang puasa Rajab empat belas hari maka Allah akan memberikan ganjaran yang belum pernah dilihat mata, didengar telinga dan ganjaran yang belum pernah terlintas dihati manusia. Dan siapa yang puasa Rajab lima belas hari maka Allah akan menghubungkannya dengan orang-orang yang selamat Dan tak seorangpun malaikat atau nabi yang melewatinya kecuali berkata berbahagialah engkau, engkau termasuk golongan orang-orang yang selamat (HR. Ibnu
'Adie)

Keterangan: HADITS INI TERMASUK HADITS PALSU

Dalam rangkaian sanad hadits ini terdapat:

1. Al-Kasa-i yang menurut Imam Suyuthi seorang yang tidak terkenal dikalangan ahli Hadits.
2. Abu Bakar Muhammad bin Hasan an-Naqas yang dikenal oleh Imam Thalhah bin Muhammad Asy-syahid sebagai tukan dusta dalam urusan hadits, dan dikenal oleh Imam al-Barqani sebagai Munkarul Hadits (Pembawa hadits yang diingkari/ditolak riwayatnya), sedangkan Imam Suyuthi memasukkannya sebagai rawi (pembawa hadits) pemalsu hadits

Alasan kedua,

Artinya:

Dari Ali bin Husain ia berkata: "Saya telah mendengar bapakku mengatakan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Bersabda: "Barangsiapa shalat satu malam pada bulan Rajab dan puasa disiangnya maka Allah akan memberi makanan kepadanya dari buah-buahan surga dan akan memakaikannya dengan pakaian surga dan akan diberi minuman dari minuman surga kecuali bagi yang berbuat tiga
perkara: yaitu membunuh orang atau mendengar orang yang minta tolong pada waktu malam atau siang tetapi ia tidak menolongnya atau saudaranya mengadu kepadanya tetapi ia tidak mau melepaskan kesusahannya (H.R. Ishaaq bin Ibraahiim al-Khatalie)

Keterangan: HADITS INI TERMASUK HADITS PALSU

Dalam hadits ini terdapat dua orang yang menjadi pembicaraan sebagai
berikut:

Husain bin Mukhariq dikenal oleh Imam Daraquthnie sebagai pemalsu hadits begitu pula Ishaq bin Muhammad bin Marwan yang menurut Imam Daraquthnie pula tidak boleh menjadikan hadits yang diriwayatkannya sebagai alasan untuk beramal.

Alasan ketiga,

Artinya:

Dari Anas ia berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda: Barang siapa yang puasa Rajab tiga hari maka Allah mencatatnya seperti puasa satu bulan. Barang siapa yang puasa Rajab tujuh hari maka Allah akan menutup tujuh pintu neraka baginya. Barang siapa yang puasa Rajab delapan hari maka Allah akan membukakan untuknya delapan pintu surga.
Barang
siapa yang berpuasa setengah bulan Rajab maka Allah menetapkan baginya keridhalan-Nya dan siapa yang diridhai-Nya maka Allah tidak akan menyiksanya. Barang siapa berpuasa Rajab sebulan maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah. (HR. Ibnu Adie)

KETERANGAN: HADITS INI PALSU

Dalam hadits ini terdapat rawi-rawi sebagai berikut:

1. Aban yang menurut Imam Suyuthi riwayatnya tidak diterima oleh Ahli Hadits 2. mar bin Azhar yang dikenal oleh Imam Ibnu Ma'in sebagai orang yang tidak boleh dipercaya, Imam Bukhari mengatakannya sebagai orang yang dituduh tukang dusta, Imam Nasaa-I dan lainnya mengatakan bahwa ia tidak diterima periwayatannya. Adapun Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa Umar bin Azhar merupakan salah satu pemalsu hadits.

Selain Ibnu Adie, hadits semakna diriwayatkan pula oleh Imam Abu Syaikh di bab Atstsawab, tetapi dalam sanadnya terdapat cacat yaitu: adanya rawi yang bernama Husain bin Alwan yang menurut Imam Yahya bin Ma'in sebagai seorang tukang dusta. Imam Alie mengatakan dia itu lemah sekali. Imam Abu Hatim, Nasaa-i dan Daraquthnie mengatakan bahwa riwayatnya tidak diterima oleh Ahli Hadits. Sedangkan Imam Ibnu Hiban menyebutnya sebagai tukang memalsu hadits.

Alasan keempat,

Artinya :

Dari Ali bin Abu Thalib ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah
bersabda: Sesungguhnya bulan Rajab itu adalah bulan yang agung. Barang siapa yang puasa Rajab sehari niscaya Allah menulis baginya pahala sebagai puasa seribu tahun. Barang siapa yang puasa Rajab dua hari niscaya ditulis baginya pahala puasa dua ribu tahun. Barang siapa yang puasa Rajab tiga hari niscaya ditulis baginya pahala puasa tiga ribu tahun. Barang siapa yang puasa Rajab tujuh hari maka tujuh pintu Jahannam ditutup bagi dirinya. Barang siapa puasa Rajab delapan hari maka delapan pintu surga dibukakan bagi dirinya yang dia memasuki dari pintu yang dikehendaki. Dan siapa yang berpuasa Raja selama lima belas hari maka kesalahan-kesalahannya diganti dengan kebaikan dan dipanggil dari langit: "Allah telah mengampuni dosamu oleh karena itu mulailah lagi kamu beramal. Barang siapa yang menambah amalnya niscaya Allah yang Maha Mulia dan Maha Tinggi akan menambah pahala baginya" (HR.
Ishaaq
bin Ibraahiim al-Khatalie)

Keterangan: HADITS INI BATIL sebagaimana keterangan Imam Adz-Dzahabie, karena dalam sanad hadits ini terdapat seorang rawi bernama: Ali bin Yazid Ash-Shada-I dimana Imam Abu Hatim menganggapnya sebagai rawi yang ditolak riwayatnya

Alasan ke-lima

Artinya :

Dari Abu Dzarr ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
berkata: Barang siapa yang puasa satu hari di bulan Rajab sama dengan ia berpuasa selama satu bulan. Dan siapa yang puasa Rajab tujuh hari maka tujuh pintu neraka ditutup untuknya. Dan siapa yang puasa Rajab delapan hari maka delapan pintu surga dibuka untuknya yang dia memasukinya melalui pintu yang dikehendaki. Dan siapa yang puasa Rajab sepuluh hari niscaya Allah Subhanahu Wa ta'ala menggantikan kesalahannya dengan kebaikan. Dan siapa yang puasa Rajab selama delapan belas hari niscaya seorang pemanggil menyerukan dengan perkataan bahwa Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu maka perbaharuilah amalmu. (HR. al-Khathiib)

Keterangan: HADITS INI TIDAK SHAHIH (TIDAK SAH)

Dalam sanad hadits ini terdapat beberapa kelemahan:

1. Maimun bin Mahran tidak pernah berjumpa dan mendengar riwayat hadits dari Abu Dzarr sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar

2. Al-Farat bin Sa'ab, rawi hadits ini dilemahkan oleh Imam Ibnu Ma'in dan Daraquthnie. Imam Bukhari mengatakan bahwa riwayatnya itu mungkar sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal memasukkan kedalam rawi yang tertuduh sebagai Pemalsu Hadits

3. Rasyidin bin Sa'ad, rawi hadits ini pun termasuk rawi lemah

Alasan ke-enam

Artinya :

Dari Anas ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda: Barang siapa puasa Rajab satu hari maka ia seperti berpuasa satu tahun. Dan barang siapa puasa Rajab tujuh hari maka tujuh pintu neraka ditutup untuknya. Dan barang siapa puasa Rajab delapan hari maka delapan pintu surga dibuka untuknya. Dan barang siapa puasa Rajab selama sepuluh hari maka tidaklah ia meminta sesuatu kepada Allah melainkan akan diberikan apa yang dimintanya. Dan barang siapa puasa Rajab lima belas hari maka ia dipanggil dari langit dengan perkataan Aku telah mengampuni dosamu yang lalu karena itu perbaharuilah amalmu dan sesungguhnya Aku telah mengganti kesalahanmu dengan kebaikan. Dan barang siapa yang menambah, niscaya Allah menambah pahala baginya. Dan pada bulan Rajab Nuh naik diatas kapal lalu ia berpuasa dan hal itu ia perintahkan kepada orang-orang yang bersamanya untuk berpuasa sampai enam bulan hingga akhir yang demikian itu pada sepuluh hari pada bulan Muharram (HR. Baihaqie)

Keterangan: HADITS INI TIDAK SAH

Dalam hadits ini terdapat Rawi yang dianggap lemah sebagai berikut:

1. Abdul Ghafur Abu Shabah al-Wasith dikenal oleh Ibnu Adie sebagai orang yang lemah dalam urusan hadits dan Munkarul Hadits (Pembawa hadits yang diingkari/ditolak riwayatnya), begitu juga Imam Ibnu Ma'in menganggap rawi hadits ini sebagai orang yang lemah. Imam Bukhari berkata bahwa Ulama-ulama hadits tidak suka mengambil riwayatnya sedangkan Imam Ibnu Hibban memasukkan rawi hadits ini sebagai kelompok pemalsu hadits.

2. Utsman bin Mathar, rawi hadits ini dilemahkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasaa-I, sedangkan Imam Bukhari menganggap riwayatnya mungkar (wajib
diingkari/ditolak)

3. Abdul 'Aziz bin Sa'id, rawi hadits ini tidak pernah mendengar hadits dari Anas sebagaimana kata Imam Dzahabie.

Selain Baihaqie, hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu 'Asakir. Akan tetapi dalam riwayat ini terdapat seorang rawi bernama Abdul Mun'im bin Idris al-Yamanie sedang dia dilemahkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Bukhari. Imam Ibnu Hibban berkata bahwa rawi hadits ini adalah pemalsu hadits. Adapun Imam adz-Dzahabie mengatakan bahwa rawi ini tidak boleh dipercaya.

Demikianlah hadits-hadits tentang keutamaan puasa Rajab yang sementara dapat penulis kumpulkan. Berdasarkan kaidah-kaidah ilmu hadits ternyata hadits-hadits yang dijadikan pegangan oleh kebanyakan orang tentang keutamaan puasa dibulan Rajab ternyata TIDAK ADA YANG SAH bahkan derajatnya termasuk HADITS-HADITS PALSU (yaitu ucapan, perbuatan, keutamaan sesuatu dan sebagainya yang disandarkan kepada Rasulullah yang dibawakan oleh orang-orang yang telah dikenal dikalangan ahli ilmu hadits sebagai tukang dusta, tukang memalsu hadits dan tidak boleh dipercaya periwayatannya).
Dengan kata lain, seseorang atau sekelompok orang yang melakukan peribadatan dengan tidak didasari keterangan dan pemahaman yang benar maka dia telah berbuat sesuatu yang tidak ada contohnya.

Artinya :

Dari 'Aisyah Radhiayallahu 'Anha (semoga Allah meridhainya) bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: Barang siapa yang mengadakan sesuatu dalam urusan agama yang tidak kami perintahkan maka perbuatan itu tertolak (tidak diberi pahala bahkan diancam siksa) (HR. Bukhari dan
Muslim)

Dalam kaidah hukum Islam, aktifitas apapun apakah urusan akidah atau ibadah jika tidak dikerjakan atau dibenarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka aktifitas itu dinamakan Bid'ah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Artinya :

"Maka siapa saja yang hidup sepeninggalku niscaya ia akan menemukan banyak perselisihan. Oleh karena itu ikutlah sunnahku dan sunnah para penerusku yang mendapat petunjuk (al-Khulafaur Raasyidun)...gigitlah (peganglah) sunnah tersebut kuat-kuat dan jauhilah olehmu perkara-perkara baru yang diadakan orang karena apa yang diada-adakan tersebut adalah bid'ah".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger