Senin, Agustus 24

MANAjEMEN NYERI PADA PASIEN BEDAH

Pendahuluan

Defenisi Nyeri menurut the Internasional Association for the Study of Pain adalah an unpleasant sensory and amotional expreince assosiated with actual or potential tissue demage, or describe interms such damage sedangkan yang dimaksud dengan nyeri pascah bedah akut adalah suatu kompleks reaksi fisiologis terhadap trauma jaringan, distensi viseral, atau penyakit dahulu penatalaksanaan nyeri pascah bedah tidak begitu menjadi prioritas baik oleh ahli bedah maupun oleh ahli anestesi, sehingga seorang pasien mendapat nyeri sebagai bagian dari pengalaman pasca bedah yang tidak dapat dihindari. Pengolahan nyeri pascah bedah yang tidak tepat atau keterlambatan penangananya dapat meimbulakan perubahan fisiologi tubuh, berupa peningkatan aktivitas simpatis, gangguan neuroendokrin dan metabolisme, serta menggangu kerja otot-otot tubuh, memperlambat mobilisasi sehingga meningkatkan resiko trombosis, selain itu juga menyebabkan gangguan psikologis seperi rasa takut, cemas dan gangguan tidur. dengan semakin berkembangnya pemahaman terhadap patofisiologi dan epedimiologi nyeri, perhatian terhadap penatalaksanaan nyeri semakin meningkat sebagai usaha untuk meningktkan pelayanan dan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasca bedah.

Pemberian opioid melalui infus kontinu dan melalui sistem pasient controlled analgesia (PCA) adalah merupakan pilihan lain saat ini, tetapi bagaimanapun juga ini tidak bisa menghilangkan secara total masalah seperti samnolen atau sedasi selama periode pasca bedah. Pemberian opioid melalui ruang subarocnoid dan epidural merupakan cara lain yang dapat memberikan analgesia pasca bedah yang baik. komplikasi yang sering timbul dengan teknik ini pada dosis tinggi adalah dapat menyebabkan depresi pernapasan yang berat atau apneu, komplikasi ringan retensi urin pruritus, nausea dan vomitus.

the agency for heatlh care policy and research( AHCPR ) dari depertemen of healthhuman servis Amerika serikat memplubikasikan panduanpraktis penatalaksanaan nyeri akut, dimana bila tidak didpatkan kontraindikasi, tetapi farmakologi untuk nyeri pascabedah yang ringan-sedang harus dimulai dengan nonstreroid anti-inflamatory drugs ( NSAID ). NSAID menurunkan kadar mediator-mediator inflamatori pada daerah trauma, tidak menyebabkan sedasi atau depresi pernapasan dan tidak mempengaruhi fungsi usus atau kandung kencing

PATOFISIOLOGI NYERI

Proses Fisiologi Nyeri
Kerusakan jaringan adalah merupakan sumber rangsang nyeri ( noxious stimuli ). Rangsang nyeri akan diterima oleh reseptor nyeri ( nosiseptor ) yang ditemukan hampir diseluruh bagian tubuh, kemudian melalui serabut saraf A delta ( myelinated dan fast conduction ) dan serabut saraf C ( unmyelinated dan slow condustion ) akan diteruskan susunan saraf pusat sehingga akan disadari sebagai suatu nyeri. Proses dari sumber rangsang nyeri sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian elektrofisiologi yang disebut nonsipsi.

Nonsepsi ini meliputi 4 proses fisiologis yaitu :
1. Tranduksi
yaitu proses dimana suatu rangsang nyeri ( nonsius stimuli ) baik fisik ( tekanan, suhu ) maupun kimia ( substansia nyeri ) diubah menjadi aktivitas listrik yang kan diterima ujung-ujung saraf sensoris ( nerve ending )
2. Tranmisi
yaitu proses penjalaran rangsang nyeri melalui serabut saraf sensoris sebagai kelanjutan dari proses transduksi
3. Modulas
yaitu : terjadinya interaksi antarasistem analgesik endogen dengan asupan nyeri yang masuk ke kornu posterior. Merupakan suatu proses desenden yang dikontrol oleh otak. yang termasuk anlgesik endogen adalah opioat endogen, seretogenik, dan noradrenergik yang memiliki kemampuan menekan asupan nyeri di kornu posterior.
kornu posterior ini merupakan gate yang dapat membuka atau menutup dalam menyalurkan asupan nyeri. Proses ini dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan, status emosional, budaya dan besarnya kerusakan jaringan. modulasi menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif dan sangat ditentukan oleh makna atau arti asupan nyeri.
4. Persepsi
adalah proses akhir dari suatu mekanisme nyeri yang dimulai dengan tranduksi, transmisi dan modulasi yang akhirnya menghasilkan persepsi nyeri yang sangat subyektif yang sangat dipengaruhi oleh kepribadian, motivasi, pendidikan status emosi dan jenis kelamin.

Sensasi perifer
Kerusakan jaringan akan menyebabkan dilepasnya sejumlah subtansia nyeri berupa ion K, H, bradikinin, histamin, prostaglandin dan substansia P dan lain sebainya. Substansia nyeri ini akan merangsang ujung-ujung saraf A delda dan serabut C ( nosiseptor ). Substansia P dan prostaglandin akan meningkatkan sensitasi dan mengaktifkan nosiseptor. Prostaglandin inilah yang diduga memegang peranan besar dalam respon inflamasi dan nyeri. Semakin banyak suntansia nyeri dilepaskan akan semakin banyak nosiseptor yang diaktifkan dan diikuti dengan peningkatan sensivitas dari nosiptor itu sendiri. Proses pengkatan jumlah dan sensivitas nosiseptor tersebut menyebabkan proses tranduksi menjadi lebih sensitif pula, hal ini yang meyebabkan ransang nyeri akan dirasakan lebih hebat dan berlangsung lama, walaupun rangsang sudah dihentikan

Sensasi sentral
sensitisasi sentral terjadi di kornu posterior medula spinalis sebagai akibat masuknya impuls nyeri dari perifer ke kornu posterior. transmiter glutamat yang dilepaskan akan mengaktifkan reseptor NMDA ( N methyl-D-aspartic), akibat aktivasi NMDA tersebut maka ion Na+ dan Ca mengalami influk sehingga terjadi proses depolarisasi. suatu impuls nyeri yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya sumasi potensial pada kornu posterior sehingga terjadi proses depolarisasi yang berkepanjanan, yang menyebabkan terjadinya peningkatan sensitivitas kornu posterior yang disebut sensitisasi sentral, sensitisasi sentral inilah yang menyebabkan nyeri sekarang dapat menimbulkan nyeri yang dalam klinikdikenal allodinia.

opiat adalah antagonis dari reseptor dari NMDA, oleh karena itu pemberian opiat dapat mencegah terjadinya hipersensitisasi sentral, inilah yan menjadi dasar mengapa opiat diperlukan untuk pengobatan nyeri yang hebat. aktifasi reseptor NMDA juga menyebabkan terbentuknya prostaglandin di medula spinalis, hal ini yang mendasari bahwa NSAID juga bekerja secara sentral di medula spinalis.

proses modulasi perifer dan sentral inilah yang mendasari konsep tentang plantasitas susunan saraf ( dimana terjadi perubahan sifat saraf akibat adanya rangsang nyeri yang terus menerus ) dan menjadi dasar pengolahan nyeri, baik nyeri akut, kronik ataupun kanker. oleh karena itu setiap nyeri akut harus segera dikelola dengan cepat dan baik, karena dapat menjadi nyeri kronik yang akan sulit diobati.

Komponen Respon stress bedah
Trauma akibat pembedahan akan mengalami suatu komplek rangkaian peristiwa fisiologis yang melibatkan pelepasan senyawa nonsiseptif, diantaranya prostaglandin dari ujung serabut saraf dan jaringan yang rusak. Kejadian ini menimbulkan reaksi inflamasi yang hiperalgesia yang menimbulkan gangguan fisiologi pascah bedah yang perlu dikendalikan, sudah menjadi ketetapan bahwa analgesik yang efektif pasca bedah adalah penting tidak hanya karena lasan kemanusian, lebih dari itu karena nyeri pasca bedah dapat menimbulkan efek yang merugikan pada sistem organ spesifik dan berpengaruh negatif pada masa pemulihan.

Pengaruh Anestesi terhadap respon stress bedah dan outcome
Anestesi umum tidak jelas pengaruhnya terhadap respon stress endokrin ( kecuali bila menggunakan opioid dosis tiggi atau minimum alveolar concentration (MAC) abat anestesi Volatil). Anestesi dan anlgesik dapat mengblokade respon kortisol terhadap stress jika operasi berada dibawah daerah sensoris yang diblok. outcome lebi baik yang dihubungkan dengan anestesi regional tergantung pada kelanjutan blokade neuraksial sentral intraoperatif sampai pascah bedah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger