Selasa, September 28

Obat Bius Bikin Rem Alamiah Otak Blong


Satu dosis morfin didapati merendahkan hambatan pada tikus, bahkan setelah obat bius itu hilang dari sistem mereka, demikian antara lain isi temuan yang mungkin membantu ilmuwan untuk lebih memahami kecanduan pada manusia, kata beberapa peneliti AS.

Pada tikus, penghilang rasa sakit tersebut menghalangi kemampuan otak untuk memperkuat hubungan atau synapses, yang mengikis hadian atau kenikmatan, kata para peneliti dari Brown University di dalam jurnal Nature.

"Apa yang telah kami temukan ialah synapses penghalang tak dapat lagi diperkuat 24 jam setelah perawatan dengan morfin, yang menunjukkan bahwa rem alamiah telah hilang," kata Julie Kauer, profesor molecular pharmacology, physiology dan biotechnology di Brown University.

"Ini terjadi 24 jam setelah hewan itu diberikan satu dosis morfin dan walau sudah tak ada morfin yang tersisa di otak. Itu memperlihatkan bahwa itu adalah dampak terus-menerus dari obat bius tersebut," kata Kauer dalam suatu wawancara.

Kauer mengatakan temuan itu memberi tambahan pada suatu kumpulan bukti yang meningkat dan menunjukkan hubungan antara belajar dan kecanduan dan mungkin membantu dalam pengembangan obat untuk merawat orang yang kecanduan.

"Memperkuat synapses, kami kira, adalah awal dari pembentukan ingatan," katanya.

Dengan menutup kemampuan alamiah untuk memperkuat hubungan yang menghalangi kesenangan, otak mungkin mulai belajar untuk merasa haus akan obat bius tersebut," katanya.

Kauer mengatakan otak memiliki dua jenis syaraf, syaraf yang membangkitkan hubungan syaraf dan syaraf yang menghalangi atau menekannya.

"Jika penghalang berkurang, anda kehilangan rangsangan," katanya.

Ketidak-seimbangan itu mungkin mendorong terbakarnya syaraf yang membuat dopamine (bahan kimia kenikmatan) di otak yang diaktifkan setelah memberi hadiah kepada pengalaman seperti makan, seks dan penggunaan obat bius yang mengakibatkan kecanduan.

Kauer mendapati perubahan pada satu bagian kecil otak tengah, yang terlibat dalam sistem penghargaan tersebut. Meskipun studinya meneliti reaksi awal obat penyebab kecanduan, ia bermaksud mengkaji dampak tersebut suatu ketika. (Disadur dari berbagai Sumber)

Obat Bius Sebabkan Kerusakan Sel Otak Pada Pasien Lansia

Pemberian obat bius pada pasien yang akan menjalani operasi dalam konsentrasi tertentu memiliki efek samping serius, di antaranya dapat menurunkan tekanan darah di tubuh dan di otak, mengurangi suplai makanan ke otak serta dapat menyebabkan kerusakan sel otak.

Spesialis anastesi, dr Satria,Sp.An di Samarinda, Kamis mengatakan, khusus pada pasien lanjut usia (Lansia) yang telah menjalani operasi, pemberian obat bius dapat menyebabkan pasien cepat pikun.

"Saat obat bius bekerja, efek samping yang ditimbulkan antara lain tekanan darah di tubuh yang terus mengalir ke otak menurun, akibatnya otak kekurangan oksigen dan suplai makanan berkurang sehingga sel otak cepat rusak," katanya.

Bahkan, lanjutnya, apabila obat bius yang diberikan bekerja di dalam tubuh dalam waktu relatif lama atau menyebabkan pasien tidak segera sadar dan bangun, otak akan banyak kekurangan oksigen sehingga sel otak menjadi rusak dan pasien tersebut bisa koma.

"Namun pasien tidak perlu cemas pada efek samping obat bius, karena kejadian tersebut umumnya menyerang pasien usia lanjut, sedangkan pemberian obat bius pada pasien usia anak-anak dan dewasa pengaruhnya tidak akan seburuk itu," kata dr Satria.

Dari sisi medis, tambahnya, pemberian obat bius harus lah dalam takaran yang seminimal mungkin, dan semakin cepat pengaruh obat bius hilang setelah pembiusan semakin baik.


Semakin maju

Ia mengatakan, perkembangan dunia anastesia semakin maju, termasuk semakin banyaknya dokter anastesi yang berkompeten, yang mampu menghilangkan rasa sakit pasien tanpa keluhan saat dan pasca-operasi dengan masa kerja pengaruh pembiusan pada tubuh yang relatif cepat.

"Jadi pasien yang akan menjalani operasi saat ini tidak perlu cemas, karena obat bius yang digunakan oleh dokter-dokter yang berkompeten saat ini semakin lama semakin maju," katanya.

Dokter Satria mencontohkan, dulu obat bius berupa gas jenis `eter` masih sering digunakan, karena selain telah direkomendasikan sebagai obat bius paling aman, sifat analgetik atau penghilang rasa sakitnya kuat dan harganya juga relatif lebih murah.

Namun, katanya, efek samping yang ditimbulkan akibat penggunaan jenis obat bius `eter` tersebut adalah aroma atau bau gasnya yang tidak enak, kemudian pasien yang menggunakannya akan tidak sadarkan diri dalam waktu relatif lama, dan ketika sadar pasien akan merasa mual bahkan muntah.

"Sesuai dengan kemajuan teknologi pengobatan, jenis obat anastesia tersebut saat ini sudah tidak digunakan lagi, karena tujuan pemberian obat bius tidak hanya bertujuan membuat pasien tidak sadarkan diri pada saat menjalani operasi tapi juga memberikan kenyamanan setelah operasi," katanya.

Sedangkan obat bius untuk melumpuhkan separuh tubuh yang sering digunakan pada operasi caesar, saat ini pihaknya sudah menggunakan produk spinal generasi terbaru yaitu spinal nomor 29 dengan jarum berdiameter kecil dan lentur.

Tiga macam

Lebih lanjut dr Satria menyebutkan, jenis obat bius yang digunakan untuk operasi ada tiga macam, yaitu yang bersifat analgetik atau pengurang rasa sakit, hipnotik atau obat tidur dan obat pelemas otot.

"Obat bius yang digunakan oleh dokter-dokter spesialis diperoleh dari rumah sakit atau perusahaan farmasi khusus yang tidak dijual bebas di pasaran, bahkan setelah operasi dokter harus melaporkan jenis obat bius yang digunakan dan berapa kadarnya," katanya.

Menurut dia, masyarakat umum tidak akan mungkin dapat membeli dan menggunakan obat bius secara ilegal, khususnya jenis narkotik dan morphin yang masih digunakan untuk membius pasien dengan kondisi tertentu, karena peredarannya pun dipantau oleh Balai Pemeriksaaan Obat dan Makanan (POM) Depkes.

Namun ia mengakui, untuk jenis narkotika dan extasi yang mengadung narkotik, ampitamin atau penghilang rasa lelah dan halusinogen atau perangsang rasa ingin berhalusinasi, saat ini marak dijual bebas secara ilegal dan hal tersebut memang menyalahi aturan. (Disadur dari Berbagai Sumber)

Bius Total, Ada Efek Sampingnya ?

Untuk menghindari rasa nyeri akibat suatu tindakan bedah, hampir seluruh tindakan operasi menggunakan anestesi atau obat bius. Anestesi berasal dari bahasa Yunani yang artinya “tanpa sensasi”. Secara singkat, anestesi berarti keadaan di mana sensasi nyeri dan sensasi-sensasi lainnya diblok, sehingga pasien tidak dapat merasakan sensasi-sensasi tersebut.

Karena tindakan bedah umumnya adalah tindakan membuat suatu luka pada suatu bagian atau organ tubuh, maka tindakan bedah selalu akan menimbulkan rasa nyeri. Di sinilah obat anestesi/obat bius tersebut digunakan, yaitu untuk menghilangkan rasa nyeri.

Ada beberapa jenis anestesi, yaitu:

  1. Anestesi umum (bius total). Pasien dengan anestesi total akan menjadi tidak sadarkan diri dan tidak dapat merasakan nyeri. Namun ia masih dapat mengatur pernapasannya sendiri dengan normal.
  2. Sedasi dalam/analgesia. Obat-obat jenis ini merangsang depresi dan penurunan kesadaran pasien. Kita akan sulit menyadarkan pasien dengan keadaan ini, namun masih dapat dibantu dengan memberikan stimulasi berulang atau stimulasi nyeri kepada pasien.
  3. Sedasi menengah. Obat sedasi ini menurunkan kesadaran pasien, namun ia masih akan dapat memberikan respons terhadap perintah verbal, baik dengan kemampuannya sendiri ataupun dengan stimulasi rangsang cahaya.
  4. Sedasi minimal/anxiolysis. Pasien dengan anestesi ini masih dapat merespons perintah verbal dengan normal melalui konsentrasi yang tinggi.

Anestesi umum/Bius Total

Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.

Sayangnya, tidak ada obat anestesi umum yang memenuhi semua kriteria di atas. Ini berarti, obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping.

Efek samping tersebut di antaranya:

  • Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
  • Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka (Ketamin).
  • Depresi napas.
  • Depresi pada susunan saraf pusat.
  • Aspirasi.
  • Nyeri tenggorokan.
  • Sakit kepala.
  • Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.

Hal-hal tersebut di atas adalah sebagian dari efek samping pembiusan total. Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi.

Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis. (Disadur dari Berbagai Sumber)

REFERENSI:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger