Allah ta’ala berfirman
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ كَلَّا
“Adapun manusia, apabila Rabbnya menimpakan ujian kepadanya dengan memuliakan dan mencurahkan nikmat kepadanya maka dia mengatakan, ‘Rabbku telah memuliakanku’. Dan apabila Dia mengujinya dengan membatasi rezkinya niscaya dia akan mengatakan, ‘Rabbku telah menghinakanku’. Sekali-kali bukan demikian…” (QS. al-Fajr :15-17)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan
أي ليس كل من أكرمته في الدنيا ونعمته فيها فقد أنعمت عليه وإنما كان ذلك ابتلاء مني له واختبارا، ولا كل من قدرت عليه رزقه فجعلته بقدر حاجته من غير فضلة أكون قد أهنته، بل أبتلي عبدي بالنعم كما أبتليه بالمصائب.
“Maknanya adalah: Tidaklah setiap orang yang Aku (Allah) berikan kemuliaan di dunia dan Kuberikan kenikmatan dunia kepadanya maka itu berarti Aku benar-benar mengaruniakan nikmat yang hakiki kepadanya. Karena sesungguhnya hal itu merupakan cobaan dari-Ku kepadanya sekaligus sebagai ujian untuknya. Dan tidak pula setiap orang yang Aku batasi rezkinya sehingga Aku jadikan rezkinya sebatas apa yang diperlukannya saja tanpa ada kelebihan maka itu artinya Aku sedang menghinakan dirinya. Namun, sesungguhnya Aku sedang menguji hamba-Ku dengan nikmat-nikmat sebagaimana halnya Aku ingin menguji dirinya dengan berbagai bentuk musibah.” (Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyah, hal. 8.)
Ikhwah sekalian, semoga Allah menganugerahkan kepada kita kesabaran ketika tertimpa musibah dan ketulusan dalam bersyukur ketika mendapat curahan nikmat. Inilah isi kehidupan dunia yang kita jalani sehari-hari… Sehat dan sakit, lapang dan sempit, mudah dan sulit, semuanya adalah cobaan dari Rabbul ‘alamin kepada hamba-hamba-Nya agar menjadi hamba yang sejati bagaimana pun keadaan yang dialaminya.
Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam Madarij as-Salikin (hal. 152) menjelaskan bahwa iman itu terdiri dari dua bagian, satu bagian sabar dan satu bagian yang lain adalah syukur. Beliau juga mengatakan (hal 155) bahwa sabar bagi iman laksana kepala bagi tubuh seorang insan. Tidak ada iman pada diri orang yang tidak memiliki kesabaran, sebagaimana halnya tidak ada jasad yang berfungsi apabila tidak ada kepalanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan, “Penghidupan yang terbaik itu sesungguhnya kami peroleh dengan modal kesabaran.”
Demikian pula syukur, ia merupakan bukti keseriusan seorang hamba dalam mengabdi dan tunduk kepada Rabbnya. Allah ta’ala berfirman,
وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan bersyukurlah kepada Allah jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah ; 172)
Allah menciptakan pendengaran, penglihatan, dan hati adalah untuk kita syukuri. Allah ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian dalam keadaan kalian tidak mengetahui apa-apa, dan Allah menciptakan untuk kalian pendengaran, penglihatan, dan hati mudah-mudahan kalian bersyukur (kepada-Nya).” (QS. an-Nahl : 78).
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ وَشَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ جَمِيعًا عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ وَاللَّفْظُ لِشَيْبَانَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Haddab bin Khalid al-Azdi dan Syaiban bin Farrukh menuturkan kepada kami, semuanya dari jalan Sulaiman bin al-Mughirah, sedangkan lafaznya adalah milik Syaiban. Mereka berkata: Sulaiman menuturkan kepada kami. Dia berkata: Tsabit menuturkan kepada kami dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Dan hal itu tidak akan diperoleh kecuali oleh seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan, maka dia bersyukur. Maka hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan apabila dia tertimpa kesusahan maka dia bersabar. Maka itu juga merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim dalam kitab az-Zuhd wa ar-Raqa’iq)
Ikhwah sekalian, untuk bisa menjadi hamba yang rajin bersyukur seorang hamba senantiasa membutuhkan taufik dan pertolongan Allah ta’ala. Demikian pula untuk menjadi seorang penyabar, maka Allah ta’ala adalah satu-satunya tempat kita bergantung dan mengharap pertolongan. Allah ta’ala berfirman,
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Bersabarlah, dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan dari Allah.” (QS. an-Nahl : 127)
Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan di dalam Sunannya :
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ مَيْسَرَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ الْمُقْرِئُ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ قَالَ سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ مُسْلِمٍ يَقُولُ حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيُّ عَنْ الصُّنَابِحِيِّ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذٌ الصُّنَابِحِيَّ وَأَوْصَى بِهِ الصُّنَابِحِيُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
‘Ubaidullah bin Umar bin Maisarah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdullah bin Yazid al-Muqri’ menuturkan kepada kami. Dia berkata; Haiwah bin Syuraih menuturkan kepada kami. Dia berkata; Aku mendengar ‘Uqbah bin Muslim mengatakan; Abu Abdirrahman al-Hubuli menuturkan kepadaku dari as-Shunabihi dari Mu’adz bin Jabal -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tangannya seraya mengucapkan, “Hai Mu’adz, demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu. Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu.” Lalu beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu hai Mu’adz, jangan kamu tinggalkan bacaan setiap kali di akhir sholat hendaknya kamu berdoa, ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).” Maka Mu’adz pun juga mewasiatkan hal itu kepada as-Shunabihi. Demikian juga as-Shunabihi mewasiatkan hal serupa kepada Abu Abdirrahman (HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Semoga Allah ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk sabar dan syukur. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar