Sabtu, Agustus 7

Ki Arya Ngalalana

Aku cuma seorang pengembara yang tersangkut di ceruk bumi. Yang tangannya menggapai mencari sebatang dahan untuk berpegangan. Yang kakinya tersaruk melangkah mencari pijakan.
Aku terkapar di daratan asing yang semula cuma kudengar namanya lewat khabar angin.

Disini aku dengan sengal nafas yang tersisa. Coba membangun tempat berteduh dengan material seadanya. Mungkin rapuh, tapi mampu melindungi ringkih tubuhku dari sengat mentari dan tumpahan hujan. Menahan hembus angin agar tak menerbangkanku ke belahan daratan lain yang entah serupa apa.

Aku adalah sang kelana dengan seonggok harap dalam sekepal tangan. Menatih langkah, memunguti satu persatu serakan yang bertebar. Berharap serpihan kan menjadi utuh, agar kelak berwujud jasad purna. Agar kelak kematian tak menjadi sia-sia. Meski entah kematian kan menemuiku di sudut mana. Meski entah duka berwajah apa atau entah adakah airmata tertumpah untuk seonggok jasad kelana jika kematian menjemputnya.

Aku kelana yang mengembara dari ceruk ke lembah ke dataran dan kebelahan bumi yang semula belum kudengar namanya, demi damai jiwa yang harganya semakin membumbung dan tanganku terus menggapai mencoba meraihnya
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger