Sabtu, April 3

PENGKAJIAN LANJUT KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH SISTEM KARDIOVASCULAR

Dalam melakukan pengkajian keperawatan sistem kardiovascular hal-hal yang perlu di kaji adalah :

  1. Keluhan utama
  2. Riwayat kesehatan masa lalu
  3. Riwayat keluarga
  4. Riwayat sosial
  5. Pemeriksaan fisik
  6. Pemeriksaan diagnostik data laboratorium.

I. Keluhan Utama

a. Nyeri dada

Penyakit

Lokasi

Kualitas

Intensitas

Waktu

Pencetus

Gejala

Angina Pectoris

Insufisiensi Koroner

MCI

Pericarditis

Pembedahan Anuerysma Aorta

Syndrome Prolaps katup Mitral

Substernal/retrosternal, menyebar ke leher, epigastrium,bahu dan lengan

Substernal/retrosternal, menyebar ke leher, epigastrium,bahu dan lengan

Precordial, substernal,dapat menyebar seperti angina

Biasanya diawali pada sternum, menyebar ke leher dan turun ke ekstremitas kiri bawah.

Dada anterior, menyebar ke daerah thorak bag, belakang, bisa ke abdomen..

Biasanya tidak substernal, kadang menyebar ke lengan kiri, punggung dan rahang.

Tertekan, terbakar,tertimpa beban berat

Tertekan, terbakar,tertimpa beban berat

Beban berat, terbakar, konstriksi

Tertekan, nyeri menusuk

Nyeri robek

Luka tusuk, tajam, sentakan

Sedang – Berat

Bertambah berat

Berat, kadang berkurang (30% klien)

Bertambah berat

Sangat nyeri, seperti luka robek seperti kena pisau

Bervariasi, umumnya ringan tapi dapat jadi berat

<>

> 10 mnt

Tiba-tiba, > 15 mnt

Berakhir dlm beberapa jam/beberapa hari

Tiba-tiba, berakhir dlm beberapa jam.

Tiba-tiba dan berulang

Meningkat krn latihan, dingin, stress, menurun setelah istirahat/diberi nitrogliserin, tidak khas, mungkin tidak berhubungan dengan aktivitas karena disebabkan oleh spasme artery koroner.

Sama seperti angina, bertambah berat dengan aktivitas

Tidak berkurang

Diperberat dgn nafas dalam,posisi supine, berkuraang dgn duduk dan bersandar kedepan

Tidak berhubungan dgn apapun.

Tidak berhub dgn aktivitas dan tidak berkurang dgn nitrogliserin.

Sinus takikardi, bradykardi, S4, terdapat split S2 selama nyeri.

Sinus takikardi, bradykardi, S4, terdapat split S2 selama nyeri.

Dypsnea, berkeringat, lemah, mual, muntah dan kecemasan berat.

Demam, infeksi, pericardial friction rub, sincope,dypsnea dan orthopnea

TD pada salah satu lengan lebih rendah, Tidak ada denyut nadi, CVA, Dypsnea, Murmur Insufisiensi Aorta, Pulsus paradoksus, stridor, dapat terjadi MCI.

Palpitasi yg bervariasi, disritmia, sincope, murmur pansistolik, pusing.

b. Dispnoe; orthopnea : Type, serangan,durasi.

Pasien mengalami nafas pendek dan haus udara, dapat meningkat secara bertahap atau mendadak, sering terjadi saat bekerja hingga aktivitas klien menjadi sangat terbatas.

c. Batuk: Durasi,frekuensi,type,batuk berdahak/tidak.

d. Sincope

Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya berdenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan episode sinkope, wajahnya merah panas dan merasa lemah, lesu.

e. Palpitasi

f. Kelemahan ( aktivitas )

Pasien mengeluhkan sangat lelah sekali untuk melakukan aktivitas sehari-hari, biasanya serangannya terjadi bertahap hingga kadang dianggap tidak masalah.

g. Sianosis.

h. Edema

Pasien mengeluhkan edema menjadi parah pada sore hari dan pada pagi hari mengalami perbaikan, pasien mengeluh pakaian, sepatu dan perhiasan menjadi sempit.

II.Riwayat kesehatan masa lalu

a. Riwayat penyakit kardiovascular sebelumnya seperti :

- Riwayat hipertensi

- Riwayat hiperkolesterol

- Riwayat hiperlipidemia

- Penyakit jantung kongenital

b. Riwayat penyakit DM

c. Obesitas

d. Riwayat Masa Kanak-kanak dan penyakit infeksi, serta riwayat imunisasi

e. Riwayat penggunaan alcohol

f. Pemakaian obatan-obatan yang mempengaruhi kardiovaskuler

g. Riwayat merokok.

III. Riwayat Keluarga

a. Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovascular

b. Riwayat keluarga dengan penyakit hipertensi

c. Riwayat keluarga dengan penyakit DM

d. Obesitas.

IV. Riwayat Sosial

a. Gaya hidup ( Diet, latihan, kebiasaan merokok )

b. Pekerjaan

c. Stress

d. Mekanisme koping

e. Mengkonsumsi obat-obatan penyakit cardiovascular.

V. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

b. Tanda-tanda vital

- Nadi : Frekuensi,irama,ciri denyutan,isi nadi, keadaan pembuluh darah

Abnormal

Frekuensi: > 100x/mnt ­à takikardia ( pulsus frekuensi ) : biasa terjadi pada

kelainan jantung.

Kurang dari 60x/mn disebut bradikardia.

- Irama :

Normal: teratur

Tak teratur terjadi pada Aritmia sinus yang meningkat pada inspirasi dan menurun

pada ekspirasi serta gangguan jantung lainnya, yaitu :

· Pulsus bigemini: tiap 2 denyut jantung dipisahkan sesamanya oleh waktu yang lama, karena satu diantara 2 denyut menghilang

· Pulsus trigeminus: tiap 3 denyut jantung dipisahkan oleh masa antara denyut nadi yang lama.

· Pulsus ekstra systole: Interval yang memanjang dapat ditemukan juga jika terdapat satu denyut tambahan yang timbul lebih dini dari pada denyut-denyutan lain yang menyusulnya.

- Ciri Denyutan :

Macam/ciri denyutan: Tiap denyut nadi dilukiskan sebagai suatu gelombang yang terdiri dari bagian yang naik,puncak,dan turun.

· Pulsus anarkot, denyut nadi yang lemah,mempunyai gelombang dengan puncak tumpul dan rendah,misalnya pasien stenosis aorta.

· Pulsus seler yakni denyut nadi yang seolah-oleh meloncat tinggi,dan menurun cepat sekali,mis: pada insufisiensi aorta

· Pulsus paradoks yakni denyut nadi yang semakin lemah selama inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk timbul kembali pada ekspirasi, misalnya pada perikarditis konstriktiva, efusi perikard

· Pulsus alternans yakni nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti, misalnya pada kerusakan otot jantung.

- Isi nadi :

Pada setiap denyut nadi sejumlah darah melewati bagian tertentu dan jumlah

darah itu dicerminkan oleh tinggi puncak gelombang nadi.

Pulsus magnus : denyutan terasa lemah ( gelombang nadi yang kecil ) , misalnya pada perdarahan, infark miokard

Isi nadi mencerminkan tekanan nadi, yakni beda antara tekanan systole dan diastole.

- Tekanan darah

Kadang dapat dijumpai masa bisu ( Auscultatory gap ) yaitu suatu masa dimana denyut nadi tidak terdengar waktu tekanan tensimeter diturunkan,gejala ini, sering ditemukan pada penderita hipertensi.

- Suhu

- Pernapasan

· Takipneu, bradipneu, cheyne stokes, biot, kusmaul dan hiperpnoe

· Asimetri terjadi pada efusi pericardium.

c. Inspeksi :

- Vena Jugularis

Peningkatan tekanan vena terjadi pada gagal jantung kanan. Langkah ini membantu mendeteksi adanya gap auskultatori.

- Membran mukosa dan warna kulit: Terjadi sianosis pada penyakit jantung bawaan

- Terlihat Ptekie pada konjungtiva,terdapat pada endokarditis bacterial.

- Terlihat ikterus pada sclera, terdapat pada gagal jantung kanan.

- Terlihat arcus senilis pada kornea,terjadi pada penyakit jantung koroner.

- Clubbing

- Kapiler refill

- Inspeksi dada: terlihat cekung atau cembung sesisi berarti ada penyakit jantung atau paru sesisi. Kalau cekung terjadi pada perikarditis menahun, jika cembung terjadi pada pembesaran jantung, efusi pericardial.

- Inspeksi denyut apek jantung (iktus cordis), pada penyakit jantung terlihat denyut apek tergeser ke samping kiri .

- Terlihat retraksi di pericardium seirama dengan systole mengambarkan perikarditis adhesive dan insufisiensi trikuspidalis / aorta.

- Inspeksi denyut nadi pada dada, bila denyutan disela iga ke 2 kanan mengambarkan aneurisma aorta, bila denyutan di sela iga 2 kiri mengambarkan dilatasi arteri pulmunalis

d. Palpasi:

- Palpasi arteri karotis, pulsasi berkurang disebabkan arterosklerosis, stenosis aorta dan kerusakan ventrikel berat.

- Palpasi dada: menentukan lokasi PMI pada perikordium.

- Palpasi suhu kulit

- Palpasi ektremitas dan daerah yang mengalami edema dan derajatnya

e. Auskultasi :

- Bunyi jantung

1) Bunyi jantung I (S1)

Adalah bunyi yang terdengar waktu menutupnya katup mitral dan trikuspid pada saat mulainya sistol ventrikel. Paling baik terdengar pada area mitaral dan apical

2) Bunyi jantung II (S2)

Dihasilkan oleh timbulnya getaran oleh penutupan katup semilunar aortic dan pulmonic dan terdengar paling jelas pada dasar jantung. Bunyi ini menunjukkan diastole ventrikel

3) Gallop

Suara pengisian diastolic atau Gallop (S3 dan S4) terjadi selama 2 fase dari pengisian ventrikel, perubahan mendadak pada aliran darah menyebabkan vibrasi katup dan struktur ventrikel, menghasilkan suara yang terjadi lebih awal ( S3) atau kemudian (S4) pada saat diastolic. Suara yang terjadi pada awal diastolic yang berfrekwensi rendah selama pasif pengisian cepat ventrikel dikenal sebagai bunyi jantung III, terjadi akibat gangguan fungsi jantung terutama kegagalan ventrikel.

Suara ini paling baik didengar dengan menggunakan bell stethoscope pada bagian apex jantung dan dengan posisi klien left lateral recumbent.

Bunyi jantung IV (S4)

Adalah bunyi jantung frekuensi rendah yang jauh sebelum bunyi S1. Bunyi ini terdengar bila resistensi ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat sebagai akibat berkurangnya peregangan dinding ventrikel atau peningkatan isi ventrikel, terjadi pada kondisi hipertropy ventrikel, ischemic dan fibrosis. S4 paling baik didengar dengan bell stethoscope pada area apex dengan posisi klien supine dan lateral kiri.

- Friction Rub

Dapat didengar ketika permukaan pericardial mengalami inflamasi. Memiliki nada tinggi dan kasar yang dihasilkan oleh gesekan bersama lapisan yang meradang. Paling baik dideteksi dengan menggunakan diafragma stethoscope pada apex jantung dan sepanjang batas sternum kiri.

Perbedaan pericardial friction rub dengan pleural friction rub adalah pericardial friction rub dapat didengar pada satu siklus pernafasan sedangkan pleural friction rub didengar selama inspirasi.

- Bising jantung (murmur)

Adalah suara yang timbul akibat turbulensi aliran darah yang melalui jantung dan pembuluh-pembuluh besar. Murmur disebabkan oleh :

1. Meningkatnya kecepatan atau velositas aliran darah

2. Stenosis katup.

3. Dilatasi ruang jantung

4. Pasase

Murmur paling baik didengar dengan menggunakan bell stethoscope pada bagian apex jantung dan dengan posisi klien left lateral recumbent.

Derajat Murmur ( bising ) :

I. Bising lemah sekali

II. Bising lemah

III. Bising agak keras

IV. Bising cukup keras (thrill)

V. Bising sangat keras disertai thrill, dapat terdengar sebelum stetoskop menempel di dada

VI. Bising sangat keras, dapat terdengar`tanpa stetoskop

VI. Pemeriksaan diagnostik dan data laboratorium

a. Pemeriksaan diagnostic

Prosedur diagnostic non invasif

- Rontgen thorak : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katup; deposit pada takik aorta, pembesaran jantung.

Radiologi merupakan suatu seri pemeriksaan radiografi dada dalam empat posisi standar dapat membantu menata kerangka diagnostic jantung.

1) Posisi anterior posterior

2) Posisi posterior anterior

3) Posisi berbaring

4) Posisi lateral

Interpretasi dasar foto

Dalam membaca foto rontgen hal pertama yang kita perhatikan adalah densitas atau derajat tebalnya bayangan hitam pada film. Ada 4 densitas yaitu gas atau udara, air, lemak dan logam.

Bila densitasnya berupa gas maka densitasnya paling rendah dan arena itu paling sedikit menyerap sinar. Struktur yang berisi udara .struktur paru akan tampak sebagai bagain yang paling hitam. Densitas air tampak bersama jaringan lunak, otot dan darah jantung akan tampak sebagai densitas air yang lebih terang dari densitas gas. Densitas lemak tampak lebih terang dan densitas logam tampak paling terang. Yang akan tampak pada struktur tulang adalah tulang rusuk, karena tulang rusuk paling banyak menyerap sinar X

Pembesaran dari bayangan jantung dapat disebabkan oleh :

a. Kelainan pericardium (efusi pericardial)

b. Kelainan pada miokard

c. Hipertropi dan dilatasi ventrikel atau atrium Karena kelainan katup atau kebocoran septum jantung.

Pembesaran atrium dan ventrikel pada radiaografi polos

a. Pembesaran atrium kanan, pada proyeksi PA bagian bawah jantung pada sisi kanan lebih banyak menonjol kelateral kanan contoh : ASD

b. Pembesaran ventrikel kanan, pada proyeksi PA apek bergeser kelateral atas contoh : stenosis

c. Pembesaran atrium kiri, pada proyeksi PA terlihat batas kembar pada sisi kanan bawah contoh : stenosis katup mitral.

d. Pembesaran ventrikel kiri, pada proyeksi PA jantgung membesar kekiri dengan apek menurun berada dibawah diafragma kiri contoh : stenosis katup aorta.

Peran perawat : dalam pemeriksaan foto thorak ini adalah menjelaskan apa yang dilakukan pada pasien dan mengapa hal tersebut dilakukan.

- EKG :

Adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik jantung. dapat menunjukkan kelainan pada elektrofisiologi jantung meliputi gangguan konduksi, pembesaran jantung, pola regangan dan beberapa kelainan yang dapat diidentifikasi. Pada EKG akan tergambar gelombang yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui system konduksi dan miokardium. Bentuk-bentuk gelombang dan interval pada EKG adalah sebagai berikut :

1) Gelombang P: sesuai dengan depolarisasi atrium. Gelombang P dalam keadaan normal berbentuk melengkung dan arahnya keatas pada kebanyakan hantaran. Perbesaran atrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P.

2) Interval PR: diukur dari permulaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Intervalnormal adalah 0,12 sampai 0,20 detik. Perpanjangan interval PR yang abnormal merupakan tanda adanya gangguan hantaran impuls, yang dikenal dengan nama blok jantung tingkat pertama.

3) Kompleks QRS: menggambarkan depolarisasi ventrikel. Dalam keadaan normal lama kompleks QRS antara 0,06 dan 0,10 detik. Pemanjangan penyebaran impuls melalui berkas cabang dikenal sebagai blok berkas cabang (bundle branch block) akan melebarkan kompleks ventricular. Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti tachicardia ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS. Hipertophi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung

4) Segmen ST: interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Penekanan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia miokardium, sedangkan peningkatan segmen ST dikaitkan dengan infark.

5) Gelombang T: repolarisasi ventrikel akan menghasilkan gelombang T. Dalam keadaan normal gelombang T ini agak asimetris, melengkung dan keatas pada kebanyakan hantaran. Inversi gelombang T berkaitan dengan iskemia miokardium. Hiperkalemia, atau peningkatan kalium serum akan meninggikan dan mempertajam puncak gelombang T.

6) Interval QT: interval ini diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir gelombang T, meliputi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 detik dan bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat anti aritmia seperti kinidin.

Gambaran EKG Normal :

Menentukan Sumbu Jantung ( Axis ) :

Untuk menentukan axis, dapat dipakai beberapa cara, yang paling mudah adalah :

Dengan menghitung axis QRS rata-rata di bidang frontal. Ais normal terletak antara -30 s/d + 110 derajat. Deviasi axis kekiri ( LAD ) antara -30 s/d -90 derajat dan deviasi axis ke kanan (RAD) antara +110 s/d -180 derajat.

Langkah-langkah yang digunakan untuk menerangkan garis-garis ritme pada EKG :

Langkah

Prosedur

Keterangan

Rate

Ritme

Gelombang P

Interval PR

Kompleks QRS

Segmen ST

Gelombang T

Beat Ektropik

Perkirakan denyut jantung dgn menghitung jumlah kompleks QRS dalam strip 6 dt dan mengalikannya dgn 10

Mengukur interval R-R dlm strip 6 dt dgn meletakkan sebuah kartu indeks yg melalui puncak strip dan membuat garis vertical pd titik dari 2 gelb R kemudian menggerakkan kartu melintasi strip dan lihatlah jika interval R-R berikutnya mempunyai kesamaan pd setiap interval QRS

Carilah ada atau tidak gelombang P, ukur tinggi dan lebar gel P tsb

Hitung jumlah kotak kecil dari awal gel P sampai awal kompleks QRS dan kalikan dengan 0,04 dt.

Hitung jumlah kotak kecil antara gel Q dan gel S dan kalikan dengan 0,04 dt

Periksalah tampilan segmen ST, periksalah jika segmen ST ada pada garis dasar dari garis strip.

Periksalah jika gel T tegak lurus atau terbalik, ukur tinggi gelombangnya

Periksalah jika menunjukkan impuls tidak dimulai dari nodus SA.

Apakah rata-rata rendah (bradykardi), cepat (takikardi) atau normal.

Apakah interval R-R regular/irregular.

Apakah gel P ada atau tidak, apakah gel P terjadi sebelum QRS, menyatu dgn QRS atau selalu QRS, apakah gel tsb tegak lurus dan tidak lebih dari 0,2 dt.

Apakah interval PR ada ?, Apakah normal (0,12-0,20 dt), memendek atau memanjang.

Apakah QRS tegak lurus? Apakah QRS menyempit atau melebar (> 0,12 dt)

Apakah segmen ST pada garis dasar, elevasi atau depresi.

Apakah gel T tegak lurus atau terbalik ? Apakah normal tingginya (tidak lebih dari 0,12 dt)

Apakah ada abnormalitas atrial, junction atau ventrikuler ?

Gambaran irama jantung pada EKG :

Gambaran

Irama

Frekwensi

x/menit

Gel. P

Interval PR

Gel QRS

Ket

Sinus Takikardi

Sinus Aritmia

Sinus Arrest

Ekstrasistol atrial (AES/PAB/PAC)

Takikardi Atrial

Flutter Atrial (AF)

Fibrilasi Atrial

Fibrilasi Ventrikel

SA Blok

AV Blok

Derajat I

AV Blok

Derajat II Tipe Mobitz 1

AV Blok

Derajat II Tipe

Mobitz 2

AV Blok

Derajat III

(Total AV Blok )

Teratur

Tidak teratur

Teratur, kecuali pd yg hilang

Tidak teratur, krn ada irama yg timbul di awal

Teratur

Teratur, bisa juga tidak

Tidak teratur

Tidak teratur

Teratur, kecuali pada gel yang hilang

Teratur

Tidak teratur

Umumnya tidak teratur, kadang bisa teratur

Teratur

100-150

60-100

<>

Tergantung irama dasarnya

150-250

Bervariasi (normal, lambat atau cepat)

Bervariasi, bisa normal, lambat atau cepat

> 350, hingga tidak dapat dihitung

Umumnya <>

60-100

Normal, atau <>

Lambat,

<>

<>

Normal, selalu diikuti QRS dan T

Normal,

Selalu diikuti QRS dan T

Normal, keculai pd yang hilang

Bentuk berbeda dari irama dasarnya

Sukar terlihat, kadang terlihat tapi kecil

Tidak normal, seperti gigi gergaji, teratur dan dapat dihitung

Tidak dapat diidentifikasi, sering terlihat keriting

Tidak ada

Normal dan hilang saat terjadi blok

Normal

Normal, tapi ada 1 gel P yang tidak diiikuti gel QRS

Normal, tapi ada 1 gel P yang tidak diiikuti gel QRS

Normal, tapi gel P dan QRS berdiri sendiri, hingga gel P kadang diikuti gel QRS, kadang tidak.

Normal

(0,12-0,20 dt)

Normal

(0,12-0,20 dt)

Normal, keculai pd yang hilang

Normal atau memendek

Tidak dapat dihitung atau memendek

Tidak dapat dihitung

Tidak dapat dihitung,

Tidak ada

Normal dan hilang pada saat terjadi blok

Memanjang, > 0,20 dt

Makin lama makin panjang sampai ada gel P yg tdk diikuti gel QRS, kemudian siklus makin panjang di ulang

Normal, memanjang secara konstan

Interval PR berubah-ubah

Normal

(0,06-0,12dt)

Normal,

(0,06-0,12 dt)

Normal,

(0,06-0,12 dt)

Normal,

(0,06-0,12 dt)

Normal,

(0,06-0,12 dt)

Normal, tapi tdk semua gel QRS mengikuti gel P, sering disertai Blok 2:1, 3:1, 4:1

Normal,

(0,06-0,12 dt)

Lebar dan tidak teratur

Normal,

(0,06-0,12 dt)

Normal,

(0,06-0,12 dt)

Normal,

(0,06-0,12 dt)

Normal

(0,06 – 0,12 dt)

Normal atau memanjang lebih dari 0,12 dt.

Semua gel sama

Semua gel sama

Hilang satu atau beberapa gel P, QRS, T dan tdk menyebabkan kelipatan jarak R-R

-

-

VF kasar ( Coarse VF )

VF halus ( Fine VF )

Hilang satu atau 2 gel P. QRS, T menyebabkan kelipatan jarak antara R-R

- Tes stress olahraga / Treadmil Test ( TMT )

- Prinsip :

· Perekaman EKG bersama dengan aktifitas (exercise EKG), sebelum, saat exercise dan sesudah exercise/ recovery

· Merupakan pemeriksaan non invasive tetapi termasuk pemeriksaan pro vocative.

· Termasuk seleksi kedua untuk deteksi penderita coroner sesudah EKG istirahat (resting EKG).

- Merupakan seleksi selanjutnya untuk mendeteksi sekaligus estimasi prognosis PJK serta aritmia yang diinduksi oleh exercise.

- Sekitar 90% PJK dapat dideteksi dengan treatmill ini.

- Pemeriksaan Treadmill menggunakan 2 cara, yaitu :

§ Ergocycle dengan menggunakan sepeda stationer

§ Treadmill dengan cara berjalan

- Selama Treadmill, EKG, tekanan darah dan keluhan pasien harus dimonitor.

- Dilakukan sampai “simptom- limited”, sampai timbul keluhan, tak sanggup meneruskan latihan.

- Test dihentikan apabila :

· timbul nyeri dada berat

· sesak nafas berat

· dizziness

· rasa capek yang berat

· ST depresi ≥ 2 mm

· Tekanan sistol turun lebih dari 10 mHg

· Timbul aritmia ventrikuler

· Tidak bersedia melanjutkan pemeriksaan TMT

- Treadmill test dianggap positif PJK apabila ST depresi sama atau lebih dari 1mm, ringan, -1.0 à- 1.5, sedang -1.5 à- 2.5, berat >-2.5 mm.

- Disamping mendeteksi PJK, TMT juga dapat :

· Mengetahui status fungsional dari si terperiksa yang implikasinya, untuk dapat

§ merekomendasi dari aktvitas / kerja sehari-hari, apa saja yang dapat dilakukan.

· Deteksi aritmia :hilang saat TMT à kausa extra cardial.

· bertambah berat saat TMT, biasanya karena ada kelainan organik

· Seyogianya individu yang bekerja berhubungan dengan keselamatan orang banyak (supir bus, pilot) perlu pemeriksaan TMT secara berkala

- Protokol pelaksanaan biasanya pakai protokol Bruce yang sudah dimodifikasi.

· The Duke Treatmill Score, telah terbukti/ tervalidasi dapat dipergunakan sebagai diagnosa dan prognosa:

o Pasien yang sanggup exercise lebih dari 5 menit tanpa keluhan angina dan tanpa perubahan EKG /ST T Changes, merupakan risiko rendah. Untuk kematian karena jantung satu tahun berikutnya kurang dari 1%.

o Sangat berbeda dengan apabila ditemukan kelainan EKG yang berat maka kematian pertahunnya > 3%. Pasien ini perlu Corangiografi, dan selanjutnya barangkali perlu revascularisasi (PTCA/ CABG). Risiko tinggi menurut Duke Score adalah bila saat treadmill, timbul angina pada saat masih low exercise work load, dan cepat timbul perubahan segmen ST.

Peran Perawat :

a. Persiapan klien

1) Informasikan secara adekuat mengenai tujuan, prosedur dan risiko. Istirahat malam yang cukup sebelum prosedur. Hindari merokok dan minum alcohol atau yang mengandung kafein satu hari sebelum pemeriksaan

2) Sarankan klien untuk menggunakan pakaian yang nyaman, sepatu yang baik

3) Instruksikan klien untuk mengatakan jika mengalami gejala nyeri dada, sakit kepala, nafas pendek dan denyut jantung ireguler selama pemeriksaan

4) Sebelum tes, lakukan resting ECG 12 sandapan

5) Siapkan peralatan resusitasi, emergency supplies seperti obat-obat jantung dan defibrillator, karena nyeri dada, disritmia dan perubahan ECG mungkin terjadi selama tes.

b. Selama prosedur

1) Catat tekanan darah baseline, heart rate dan frekuensi pernafasan

2) Tunjukkan cara menggunakan bicycle atau bagaimana berjalan di atas treadmill

3) Monitor TD dan ECG selama tes

c. Follow up care

1) Setelah tes perawat terus melanjutkan memonitor ECG dan TD hingga klien mengalami recovery sepenuhnya.

2) Nasihati klien untuk menghindari mandi air hangat pada 1 – 2 jam setelah tes, karena akan memicu hipotensi

3) Jika klien tidak mengalami pemulihan tetapi tetap mengalami nyeri dada atau disritmia ventrikel rawat klien di CCU untuk observasi

- Ekokardiografi

Merupakan prosedur pemeriksaan yang memakai ultrasound sebagai media pemeriksaan. Suatu transducer yang memancarkan gelombang ultrasonic atau gelombang suara dengan frekuensi tinggi diluar kemampuan pendengaran manusia, ditempatkan pada dinding dada penderita dan diarahkan ke jantung. Ketika gelombang ultrasonic berjalan melewati jantung gelombang ultrasonuik tersebut akan dipantulkan kembali menuju transducer setiap kali gelombang itu melewati batas antara jaringan-jaringan dengan densitas berbeda atau yang memiliki impedansi akustik berbeda. Energi mekanik dari gelombang suara yang dipantulkan kembali atau disebut “echo” (=gema) dari jantung ini, akan dikonversi menjadi impuls listrik oleh transducer dan diperlihatkan sebagai citra jantung pada osiloskop atau pada secarik kertas pencatat.

Terdapat tiga pilihan tayangan yang mungkin diperoleh:

1. Ekokardiografi model-M

Ekokardiografi model-M bernilai untuk evaluasi abnormalitas regional, seperti kelainan pada pergerakan daun katup mitralis yang khas pada stenosis mitralis

2. Ekokardiografi model-A

Pantulan (echo) pada model-A diperlihatkan sebagai grafik vertical yang runcing, amplitudo dari bagian yang meruncing itu menggambarkan kuatnya pantulan tersebut.

3. Ekokardiografi model-B

Pantulan diperlihatkan sebagai suatu titik, terangnya gambaran titik ini menunjukkan kuatnya echo.

Ekokardiografi dua dimensi

Ekokardiografi dua dimensi memberikan gambaran potongan jantung seperti bingkai. Teknik ini dapat digabungkan denganpemeriksaan aliran darah dengan Doppler,guna memperoleh informasi tentang kecepatan dan arah aliran darah.

Ekokardiografi Doppler

Selain menganalisis amplitudo pantulan seperti pada pemeriksaan ekokardiografi konvensional, pemeriksaan ini juga mengevaluasi dan membandingkan sinyal yang dipantulkan dengan sinyal yang dipancarkan.

Sel-sel darah merah adalah sasaran utama dari gelombang ultrasound untuk pemeriksaan kecepatan aliran darah dengan Doppler.

Peran Perawat :

Persiapan klien

1. Tidak ada yang spesifik pada pemeriksaan

2. bahwa tes tidak nyeri dan dilakukan selama 30 – 60 menit

3. Bantu klien untuk miring ke sisi kiri dengan elevasi kepala klien ditinggikan 15 – 20 derajat

- CT (Computed Tomography) scan

Tomografi adalah suatu gambaran potongan melintang tubuh. Biasanya penderita yang akan dilakukan pemeriksaan ini mendapat suntikan bahan kontras dalam jumlah kecil. Suntikan biasanya iodium diberikan melalui perifer, untuk mempertajam perbedaan antara struktur jantung dan darah.

- Pencitraan radionuklid

Radionuklid adalah inti yang pada dasarnya tidak stabil dan memiliki kecenderungan untuk berubah menjadi bentuk stabil dengan memancarkan radiasi. Energi yang dipancarkan selama prosesmengubah diri dapat dideteksi dan dihitung oleh kamera gama.

Pencitraan radionuklid memerlukan suntikan intravena suatu bahan isotop dalam jumlah kecil. Suntikan ini dilakukan pada vena perifer. Isotop ini dapat berikatan dengan elemen darah atau secara selektif akan diambil oleh miokardium normal atau yang mengalami infark, sehingga menjadi radioaktif pemandu.

Tiga teknik radionuklid yang dipakai saat ini adalah; 1) pencitraan miokardium dengan thalium untuk evaluasi perfusi miokardium, 2) pencitraan lekat-infark memakai teknetium untuk mendeteksi nekrosis miokardium akut, 3) sidik pool darah dengan memakai teknetium untuk evaluasi fungsi ventrikel.

- Computed Emission Tomography

Dapat dipakai bersama pencitraan radionuklid untuk membangun bayangan 3-D. Citra dari pemeriksaan CET berdasarkan pada deteksi radiasi yang dikeluarkan dari peluruhan radionuklid dan bukan dengan jalan mendeteksi sinar X yang ditransmisikan ke seluruh tubuh.

- Digital Substraction Angiography

Dipakai untuk mempertajam gambaran angiografi, caranya yaitu dengan menyuntikkan bahan kontras melalui vena sentral atau perifer.

Peran Perawat :

a. Persiapan klien

Sebelum prosedur, kaji riwayat alergi terhadap kontak material

b. Follow up care

Karena DSA tidak melibatkan arterial puncture

- Magnetic Resonance Imaging

Adalah suatu teknik pencitraan dengan tomografi yang tidak memerlukan pemberian radionuklid. Teknik ini didasarkan pada analisis sifat-sifat magnetic inti.

MRI saat ini dipakai untuk menghasilkan citra tubuh yang beresolusi tinggi, disamping itu juga dipakai untuk analisis spectral untuk memberi informasi metabolic dan biokimia.MRI digunakan untuk mendeteksi aneuresma, cardiac output, dan fungsi katub.

Peran perawat :

Sebelum menjalani test ini, pasien perlu diingatkan bahwa peralatan MRI ini mengeluarkan suara hentakan yang sangat keras ketika sedang digunakan. Pasien juga perlu diberitahu bahwa mereka harus berbaring dalam ruang silinder yang kecil, dan harus tetap disana dalam waktu yang cukuplama. Banyak pasien yang mengalami claustrophobic selama menjalani tes ini dan banyak yang tidak dilanjutkan kalau pasien mengalami kegelisahan yang amat sangat. Karena MRI menimbulkan medan magnet, maka perawat harus mengambil semua perhiasan pasien dan benda-benda logam lainnya dari tubuh pasien. Tes MRI tidak akan dilakukan jika pasien pernah menjalani operasi dan ada benda sejenis logam yang ditanamkan pada tubuh pasien untuk pengobatan, atau ketika mengalami luka-luka dimasa lampau.

Prosedur diagnostic invasive

- Angiografi koroner :

Menggambarkan penyempitan/sumbatan arteri koroner

dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan

mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan

pada fase akut IM kecuali mendekati bedah jantung angioplasty/emergensi

Tehnik pemeriksaan : sama dengan kateterisasi jantung

Ada dua jenis kateter :

- Untuk A Coronary Kanan

- Untuk A Coronary Kiri

Kateter untuk Artery Coronary Kanan

Kateter didorong sampai pangkal Aorta. Kateter untuk A Coronary Kanan sudah dirancang sedemikian rupa, bila didorong ke Pangkal Aorta maka ujung kateter, persis dimulut (ostium) Artery Coronary Kanan. Bahan contras disemprotkan ® masuk ke artery coronary kanan dan cabang-cabangnya.

Tujuan : Untuk melihat tingkat, derajat dan besarnya penyumbatan stenosis coroner.

Kateter untuk Artery Coronary Kiri

Kateter untuk arteri kiri didorong sampai pangkal aorta hingga diprogram tepat di pangkal aorta kiri. Contras disemprotkan ® masuk ke artery coronary kiri dan cabang-cabangnya.

Tujuan : sama dengan coronary angiografy kanan.

Pada tindakan ini : pasien harus memberikan persetujuan tertulis sebelum dilaksanakan tes, bagian pangkal paha harus dicukur dan disiapkan, riwayat kesehatan harus didata secara akurat untuk menentukan apakah pasien sudah siap untuk men jalani tes dan biasanya tidak diberi apapun secara oral sampai seluruh bagian tes itu selesai. Selama tes berlangsung, perawat menginstruksikan bahwa ekstremitas yang disuntik harus tetap lurus selama 4-6 jam. Perawat harus sesering mungkin mengawasi bagian tubuh pasien yang diberi suntikan, untuk berjaga-jaga kalau ada tanda-tanda perdarahan atau pembentukan hematoma. Perawat juga harus terus mengetahui tanda-tanda vital yang tampak dari pasien, nadi dibawah tempat injeksi dan waktuy capilary refil. Ekstremitas juga harus terus dikaji terkait dengan warna yang tampak, gerakan, temperatur dan sensasi yang timbul. Ketika pasien kembali kekamarnya luka b ekas suntukan harus dibalut dan diberi fiksasi diatasnya agar bisa lebih menekan. Kemudian pasien diberitahu bahwa bagian kepala diangkat lebih dari 30 derajat.

Peran Perawat :

c. Persiapan

1. Kaji mengenai reaksi alergi terhadap medium kontras, atau anestetik local, iodine mengandung zat kimia seperti makanan laut (seafood).

2. Siapkan area yang akan dilakukan angiografi, biasanya area femur.

3. Dokumentasikan tanda-tanda vital dan denyut nadi distal pada area yang dipunksi (ditusuk) ke dalam catatan medis klien.

b.Follow up care

1. Setelah prosedur klien diminta tirah baring dengan posisi supin selama 4 – 6 jam.

2. Pastikan bahwa ekstremitas yang dikateterisasi tidak fleksi selama masa ini. Pasang bandage atau balutan tekan di atas bekas suntikan

3. Kaji area penusukan dari tanda–tanda perdarahan atau hematoma, denyut nadi distal dan bandingkan temperatur kulit pada ekstremitas yang dilakukan tindakan pemasangan dengan ekstremitas sebelahnya.

4. Ukur TTV; pertama kali dilakukan segera setelah klien dipindahkan dari ruang radiology. Pengkajian ini dilanjutkan setiap 15 menit selama 1 jam, kemudian setiap 30 menit 2 jam berikutnya, selanjutnya tiap 4 jam.

5. Hubungi radiologist segera jika perdarahan, denyut nadi menghilang, atau terjadi perubahan TTV.

6. Berikan terapi cairan intravena atau cairan oral setelah prosedur secara hati-hati, karena medium kontras dapat merusak ginjal.

b. Data laboratorium

- Hitung jenis darah lengkap

· Eritrosit, menurun pada kondisi demam rematik dan endocarditis infeksi, meningkat pada penyakit jantung yang di karakteristikkan dengan oksigenasi jantung yang inadekuat, seperti penyakit paru obstruktif.

· Haemoglobin/Hematokrit : penurunan Hb menurunkan kapsitas oksigen pembawa dan mengindikasikan kebutuhan penggantian sel darah merah. Peningkatan Ht menunjukkan dehidrasi/kebutuhan penggantian cairan

· Lekosit, meningkat pada penyakit infeksi dan inflamasi jantung seperti endocarditis infeksi dan pericarditis. Leukosit juga meningkat setelah serangan infark miocard karena sejumlah besar sel-sel putih diperlukan untuk mengganti jaringan-jaringan nekrotik karena infark.

- Enzim-enzim jantung

Kreatin Kinase

Kadar CK total dalam plasma biasanya menjadi abnormal 6-8 jam setelah awitan infark dan memuncak antara 24-28 jam. Dalam 2-4 hari setelah IM, konsentrasi total CK serum akan kembali normal

Isoenzim Kreatin Kinase

Tiga isoenzim yang secara rutin dilaporkan adalah : CK-MM, CK-BB, CK-MB, ditemukan terbesar di otot rangka, otak dan otot jantung. CK total biasanya terdiri dari seluruh CK-MM. Otot rangka normal mengandung 2%, CK-MB 5%. Jumlah CK-MB di otot jantung 15%-22% dengan sisanya CK-MM. Pada IM CK total meningkat dan CK-MB lebih 5%.

CK-MB mulai tampak dalam serum 4-6 jam setelah awitan IM dan memuncak kira-kira 24 jam. Pasien yang dating setelah 24 jam setelah awitan kadar isoenzim CK kembali ke normal.

- Isoform Kreatin Kinase (CK-MB1/CK-MB plasma, CK-MB2/CK-MB jaringan)

CK-MB, CK-MM selanjutnya dapat dibagi menjadi komponen isoform atau subform menggunakan teknik elektroforetik atau imunoesei.

Isoform dapat memberikan kesimpulan tentang IM lebih awal disbanding isoenzim CK. Peningkatan CK-MB2 telah dilaporkan paling awal 2 jam setelah awitan IM.

- Troponin,

Adalah protein otot myocardium yang dilepaskan ke dalam sirkulasi setelah terjadi cidera. Pada jantung ada 2 subtipe yaitu Troponin T (cTnT) dan Troponin I (cTnI ), kedua subtype ini dijadikan sebagai indicator specific pada MCI karena memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang lebih besar dari pada CK-MB.

Serum cTnT dan cTnI meningkat 3 - 12 jam setelah serangan MCI , mencapai puncak pada 24 – 48 jam dan kembali normal setelah 5 – 14 hari.

- Mioglobin

Berkurang didalam sirkulasi setelah beberapa jam serangan MCI, mioglobin di eksresikan secara cepat dalam urine sehingga kadar dalam darah kembali normal dalam 24 jam setelah serangan MCI.

- Dehidrogenase Laktat (LDH)

Dapat ditemukan di organ jantung, hepar, otot rangka, ginjal, paru-paru, lemak dan SDM. Tampak pada serum setelah 24 jam setelah serangan IM dan tidak memuncak 2-3 hari; ini atetap tinggi selama 7-10 hari.

- Isoenzim Dehidrogenase Laktat (LDH1)

Paling banyak pada otot jantung dan makin sedikit di ginjal, otak dan SDM. Pada orang sehat normal LDH1 berkisar 17%-27% dari LDH total, sedang LDH2 28%-#8%; LDH1 selalu dalam presentase lebih sedikit dari LDH2.

- Elektrolit :

Ketidakseimbangan (hiperkalemia/hipokalemia, hipernatremia/hipo-natremia dan hipokalsemia) dapat mempengaruhi fungsi jantung dan keseimbangan cairan

- AGD,

Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada jantung karena aritmia jantung akibat kurangnya ion kalsium dan keracunan digitalis

- Gula Darah , peningkatan kadar gula darah puasa sampai 300 mg/dl mungkin juga terjadi pada sekunder terhadap respon stress tubuh terhadap injury.

- Status Hemodinamik, adalah pengukuran tekanan, aliran dan oksigenisasi dalam system kardiovaskuler. Pengukuran bersifat invasive dan non invasive.

Nilai yang diukur meliputi :

1. Pulmonary Arterial Pressure

2. Central Venous Pressure

Adalah pengukuran pre load ventrikel kanan yang dapat diukur menggunakan kateter PA dengan satu lumen proximal atau kateter vena sentral, dimasukkan kedalam vena jugularis internal atau subclavia, CVP di ukur untuk mengetahui tekanan pada akhir ekspirasi. CVP juga merefleksikan masalah volume cairan. CVP meningkat mengindikasikan gagal ventrikel kanan atau volume berlebih, sedangkan CVP yang rendah mengindikasikan hipovolemia.

3. Pulmonary Artery Wedge Pressure

adalah pengukuran tekanan kapiler pulmonal yang merupakan refleksi tekanan ventrikel kiri pada akhir diastolik

4. Cardiac Output atau Cardiac Index

CO adalah volume darah yang dipompakan oleh jantung dalam satu menit. CI adalah pengukuran CO sesuai dengan ukuran tubuh.

5. Stroke Volume

adalah volume darah yang dipompakan dalam satu kali denyut

6. Saturasi Oksigen

Parameter Hemodinamik pada saat istirahat :

Indikator

Nilai Normal

Preload

Tekanan Atrium kanan (RAP/CVP)

Tekanan Baji Artery Pulmonalis (PAWP/LAP)

Tekanan Diastolik Artery Pulmonalis (PADP)

Afterload

Resistensi Vaskuler Pulmonal =

= (Tek. Rata2 Artery Pulmonal (PAMP) – PAWP) x 80

Cardiac Output (CO)

Indeks resistensi Vaskuler Pulmonal (PVRI)

= (PAMP-PAWP) x 80/ Cardiac Index (CI)

Tahanan vaskuler sistemik (SVR)= (Tekanan artery rata2 (MAP)-CVP) x 80/ CO

Indeks Tahanan vaskuler sistemik (SVRI)= (MAP-CVP) x 80/CI

MAP = TD sistolik + 2 (TD diastolic)

3

PAMP

= Tekanan sistolik artery pulmonal (PASP) + 2 PADP

3

Lainnya

Stroke volume (SV) = CO/HR

Stroke volume indeks (SVI) = CI/HR

HR

CO = SV x HR

CI = CO/Body Surface Area (BSA)

Saturasi oksigen hemoglobin artery

Mixed venous hemoglobin saturation

2-8 mmHg

6-12 mmHg

4-12 mmHg

<>-5

160 – 380 dynes/sec/cm-5/ m2

800-1200 dynes/sec/cm-5

1970-2390 dynes/sec/cm-5/ m2

70 – 105 mmHg

10 – 20 mmHg

60-150 cc/denyut

30-65 cc/denyut/m2

60-100 denyut/menit

4-8 liter/menit

2,2-4 liter/menit/m2

95 %-99 %

60%-80%

DIAGNOSA KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASCULA

  1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan peningkatan isi secunkup, kerusakan otot miocard akibat infark, perubahan struktur akut, penyakit katup.
  2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemic miocard
  3. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau embolis.
  4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, penurunan perfusi perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
  5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan curah jantung, retensi cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal.
  6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan perifer dan immobilisasi.
  7. Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan curah jantung, ketidakmampuan untuk memenuhi metabolisme otot rangka.
  8. Kecemasan berhubungan dengan penyakit krisis, ancaman kematian, perubahan peran dalam lingkungan social.


KEPUSTAKAAN

Bates, Barbara, (1998), Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan, edisi 2, Jakarta: EGC

Black, Joyce, (2001), Medical Surgical Nursing, Cliical Management for positif outcome, Philadelphia. WB Saunders Company.

Hudak, Gallo, (1997), Keperawatan kritis pendekatan holistic,vol I, Jakarta: EGC

Jarvis, Carolyn, (2000), Physical Examination and Health Assessment, third edition, Philadelphia, WB Saunders Company.

Masud, Ibnu, (1989), Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler, Jakarta: EGC

Potter, A. Patricia, (1995), Pengkajian kesehatan, edisi 3, Jakarta: EGC

Price, A., Sylvia, (1995), Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC

www.medicine.ucsd.edu/clinicalmed/introduction

www.anisman.com/ecg/art_of_auscultation

www.medicine.ucsd.edu/clinicalmed/introduction

www.kumc.edu/instruction/cardiology/physical 2

www.wilkes.med.ucla.edu/rubintro

www.umanitoba.ca/womens_health/nephys

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger