Sabtu, April 3

PRINSIP DASAR MEMAHAMI KERJA VENTILASI MEKANIK

Indikasi Ventilasi Mekanik

Pemberian Ventilasi Tekanan Positif (PPV) memerlukan suatu alat sebagai konektor/penghubung antara pasien dengan ventilator, oleh sebab itu, indikasi pemberian ventilasi mekanik biasanya diikuti oleh indikasi intubasi endotrakea

Indikasi Intubasi

1. Kegagalan oksigenasi

Shunt intrapulmonal

V/Q Mismatch

Penurunan FRC paru

2. Kegagalan ventilasi

Gangguan “drive” nafas

Abnormal dinding dada

Kelelahan otot-otot pernafasan

3. Fasilitas diagnostik, pembedahan dan prosedur terapeutik

4. Obstruksi jalan nafas

Jika hanya gangguan pada jalan nafas atas seharusnya tanpa pemberian ventilasi mekanik, namun pada kenyataannya pasien biasanya sudah jatuh dalan hipoksemia juga selain karena pemberian pelumpuh otot sehingga tidak menutup kemungkinan untuk pemberian “short term ventilation”.

Sasaran/Tujuan Ventilasi Mekanik

1.Tujuan fisiologis:

- Memperbaiki ventilasi alveolar (PCO2 dan Ph)

- Memperbaiki oksigenasi arteri (PO2, saturasi dan CaO2)

- Meningkatkan inflasi paru akhir inspirasi

- Meningkatkan FRC (Kapasitas residu fungsional)

- Menurunkan kerja otot-otot pernafasan (Work of Breathing)

2.Tujuan klinis:

- Koreksi asidosis respiratorik akut (Life threatening acidemia)

- Koreksi hipoksemia (meningkatkan PaO2;Saturasi > 90% atau PaO2 > 60 mmHg,

untuk mencegah hipoksia jaringan)

- Menghilangkan “respiratory distress”

- Mencegah dan mengembalikan atelektasis

- Menghilangkan kelelahan otot Bantu nafas

- Untuk fasilitasi akibat pemberian sedasi yg dalam atau pelumpuh otot

- Menurunkan konsumsi oksigen miokard atau sistemik (ARDS, syok kardiogenik)

- Menurunkan tekanan intrakranial (hiperventilasi) pd trauma kepala tertutup.

VENTILATOR

Ada 2 jenis ventilator:

1. Ventilator tekanan negatif (Negative Pressure Ventilation)

2. Ventilator tekanan positif (Positive Pressure Ventilation)

1. Ventilator tekanan negatif

Ventilator tekanan negatif merupakan ventilator original. Prinsipnya adalah mengeluarkan dan mengganti gas dari chamber ventilator. Ventilator ini tidak memerlukan konektor ke jalan nafas (ETT), karena ventilator ini membungkus tubuh. Namun ventilator jenis ini todak dipakai lagi karena menimbulkan suara bising dan susah perawatan. Namun ventilator jenis ini yang fisiologis untuk manusia karena prinsipnya berdasarkan tekanan negatif seperti halnya nafas spontan.

Gbr. Ventilator tekanan negatif


2. Ventilator tekanan positif. (PPV=Positive Pressure Ventilation)

Sejarah PP ventilator.

Mulai digunakan saat epidemi polio th 1955 di Denmark. Saat itu di Swedia para mahasiswa kedokteran sempat merasakan melakukan manual baging selama masing2 8 jam.

Bird Mark 7

before 1900

Different whole-body respirators are being used for research purpose. Examples:

· 1832 Dr. John Dalziel, Scotland

· 1847 Ignez von Hauke, Austria

around 1900

Thoracic surgery demanded a device for lung-inflation purposes to avoid problems with pneumothorax. CPAP is invented, although the term „CPAP“ appears much later.

~1930

US poliomyelitis causes EMERSON to develop and produce his „Iron Lung“

~1940

Intermitten Positive Pressure Breathing devices are used for „lung inflation therapy“ and short term ventilation

~1950

Danish polio epidemic stimulated the start of more than 20 ventilator companies to fill the market need. Different principles were used:

· Electrically driven, piston type, volume controlled, time cycled ventilator (Engstrom, Emerson)

· Pneumatically driven, flow controlled, pressure cycled ventilator (Bird Mark 7)

~1956

Dr. J. Frumin invents the Autoanestheton, including PEEP. The device is never marketed.

~1960

· Electronic control circuit replaces pneumatics (MA1)

· Fluidic vents are invented (US army „Emergency Respirator“)

~1970

· Elema introduces the Servo 900, using electronically controlled servo-valves

· Dr. Hewlett invents MMV.

· IMV is invented and available on the Emerson Ventilator

· Siemens-Elema introduce PSV and PCV.

~1980

· First microprocessor controlled ventilator with different waveforms and MMV (VEOLAR)

· Däger launches ventilator with computer screen (EV-A)

· Options and modes abound (PB7200 ++ knob)

~1990

· The basic modes are used in more complex feedback-loops (PRVC, MMV, APV).

· PAV is invented as a „power-steering“ mechanism for the patients respiratory muscles.

· ASV is introduced on GALILEO as the first mode that can be used from intubation to extubation and that adapts the breathing pattern automatically to the patient. It is the first mode that uses a lung-function parameter (RC) in its feedback loop.

PPV memerlukan jalan nafas buatan (ETT, trakeostomi), dgn prinsip menggunakan tekanan positif untuk mendorong oksigen ke dalam paru-paru pasien. Inspirasi dapat dimulai oleh waktu atau di trigger oleh pasien sendiri.

FISIOLOGI SISTIM RESPIRASI

Sebelum mengenal lebih banyak tentang ventilasi mekanik ada baiknya mengingat kembali prinsip-prinsip fisiologi sistim respirasi orang normal. Dengan adanya pemahamam kembali fisiologi ini maka tidaklah sulit mempelajari mekanisme kerja, efek samping serta bahaya penggunaaan ventilasi mekanik.

FUNGSI SISTIM RESPIRASI:

MEMENUHI KEBUTUHAN METABOLISME SEL AKAN O2 DAN MENGELUARKAN CO2 SEBAGAI SISA METABOLISME SEL

PROSES RESPIRASI Terbagi 2:

1. Eksterna :

a. Ventilasi paru à proses mekanik, keluar masuknya udara (bernafas)

b. Pertukaran gas à antara udara dalam alveolus dgn darah kapiler (difusi)

2. Interna :

a. Utilisasi O2 à Pemakaian O2 dalam sel pada proses pelepasan energi

b. Pertukaran gas à Pertukaran gas antara darah kapiler dengan sel (tissue)

VENTILASI PARU

ADA 2 KOMPONEN UTAMA:

1. Airway resistance (Resistensi jalan nafas)

2. Compliance paru

I. Airway resistance (Resistensi jalan nafas)

  1. Definisi: sumbatan (obstruksi) udara dalam jalan nafas

    1. Pada ventilasi mekanik, derajat beratnya resistensi terutama dipengaruhi oleh ukuran (diameter), panjang dan patensi jalan nafas, panjang endotrakeal tube dan sirkuit.


  1. Faktor-faktor yg mempengaruhi resistensi jalan nafas:

    1. Resistensi meningkat jika diameter jalan nafas mengecil.

    1. Obstruksi terhadap aliran udara dapat disebabkan oleh perubahan pada:

i. Di dalam lumen jalan nafas (retensi sputum)

ii. Di dinding jalan nafas (tumor pada struktur otot bronkus)

iii. Di luar jalan nafas (tumor yg mengelilingi dan menekan jalan nafas)

iv. Ketika faktor-faktor tersebut terjadi maka diameter jalan nafas akan mengecil sehingga resistensi jalan nafas meningkat.

v. Sebagai contoh, jika diameter jalan nafas berkurang ½ dari normal, maka tekanan yang diperlukan untuk memasukkan aliran udara yang sama banyaknya seperti waktu normal akan meningkat 16 kali.

    1. PPOK merupakan penyakit yang tersering meningkatkan resistensi jalan nafas,

i. Tipe ini meliputi emfisema, bronkitis kronik, asma kronik, dan bronkiektasis

ii. Kondisi mekanik yg dapat juga meningkatkan resistensi jalan nafas adalah obstruksi pasca intubasi dan aspirasi benda asing.

iii. Proses infeksi meliputi laringotrakeobronkitis, epiglotitis dan bronkiolitis

    1. Resistensi jalan nafas yg normal berkisar diantara 0.6 dan 2.4 cmH2O/liter/detik, yaitu dapat mengalirkan flow (aliran udara) sebesar 38 liter/menit (0.5 liter/detik)

i. Akan meningkat pada pasien yg terintubasi, dan tergantung dari ukuran ETT, semakin kecil diameter ETT semakin tinggi resistensi.

ii. Resistensi jalan nafas akan berubah-ubah setiap saat dan berbanding lurus dgn panjang ETT dan berbanding terbalik dgn diameter ETT.

iii. Untuk itu ukuran ETT yg baik adalah ETT yg terbesar yg sesuai dgn trakea pasien.

iv. Mukus plak dalam ETT sangat berperan dalam meningkatkan resitensi jalan nafas.

    1. Sirkuit ventilator juga mempengaruhi resitensi terhadap aliran udara dari ventilator, atau berperan dalam meningkatkan resitensi jalan nafas.

    1. Jumlah air (water) kondensasi pada sirkuit ventilator, jika jumlah cukup banyak akan meningkatkan resistensi juga.

  1. Resistensi jalan nafas (Raw) dan kerja nafas (work of breathing)

    1. Resistensi jalan nafas dihitung berdasarkan perubahan Tekanan/Aliran udara = Pressure change/Flow
    2. Raw = (P2 - P1)/flow

i. P2 = Peak airway pressure

ii. P1 = Plateau pressure

iii. Flow = liter/detik

    1. Setiap peningkatan resistensi jalan nafas akan meningkatkan kerja nafas
    2. Pasien yg tidak mampu (gagal) mengatasi resitensi jalan nafasnya dgn cara meningkatkan kerja nafas, akan mengalami hipoventilasi (PCO2 ­ )
    3. Pada pasien-pasien dengan asma kronik (obstruksi jalan nafas kronik), terjadi air traping sehingga compliance paru tinggi, oleh sebab itu pola nafas biasanya dalam tapi lambat.

i. Namun pada pasien dengan PPOK (paru restriktive) pola nafasnya adalah cepat dan dangkal, karena penyebabnya bukan obstruksi.

  1. Efek pada ventilasi dan oksigenasi

    1. Kerja nafas akan meningkat pada keadaan resistensi jalan nafas meningkat.

i. Hal ini akan menyebabkan efek buruk terhadap ventilasi dan oksigenasi.

    1. Gagal ventilasi terjadi penurunan ventilasi semenit pasien (TV x RR) sehingga tidak mampu mengeluarkan CO2.
    2. Gagal oksigenasi terjadi pada saat sistim pernafasan tidak mampu menyediakan oksigen yg adekuat yg diperlukan untuk metabolisme.

II. Compliance Paru.

Adalah perubahan volume per unit perubahan pressure (tekanan). Dihitung dgn rumus:

delta V/delta P

a. Pengukuran compliance: Kelainan pada compliance paru akan mengganggu kemampuan pasien unutk mempertahankan pertukaran gas O2 & CO2.

i. Low compliance akan menyebabkan kesulitan mengembangkan paru, sedangkan high compliance akan menyebabkan ekspirasi tidak selesai untuk mengeluarkan CO2.

b. Metode pengukuran statik dan dinamik compliance

i. Tentukan tidal volume ekspirasi

ii. Tentukan plateau pressure dgn ekspiratori hold atau tutup tubing pd akhir inspirasi

iii. Tentukan airway pressure

iv. Tentukan PEEP level.

v. Statik compl = TVe/plateau – PEEP

vi. Dinamik compl = TVe/peak pressure – PEEP

Gbr. Hubungan pressure (tekanan) dengan Volume pada ventilasi mekanik


Gbr. Kurva ventilasi mekanik (Volume target, volume cycled, time initiated)

P

5


Gbr. Kurva hubungan Pressure dengan waktu (Time). Jika compliance meningkat (Pneumonia atau edema paru recovery- sembuh), Pressure akan turun. Jika compliance turun (obstruksi sputum, ETT kinking dll) maka Pressure akan meningkat.

P


c. Low compliance: pada keadaan ini paru menjadi kaku

i. Kerja nafas akan meningkat ketika compl turun (rendah)

ii. Pada atelektasis, terjadinya hipoksemia yg refrakter diakibatkan oleh compliance yg rendah

iii. Pengukuran compl yg rendah biasanya berhubungan dg kondisi penurunan FRC (fungsional residual capacity)

iv. Penyakit-penyakir yg dapat menurunkan compliance:

1. Statik compl:

a. Atelektasis

b. ARDS

c. Pneumotoraks

d. Obesitas

e. Retensi sputum

2. Dinamik compl:

a. Bronkospasme (asma)

b. ETT kinking

c. Obstruksi jalan nafas

d. High compliance:

i. Pada keadaan high compliance yg ekstrim, ekspirasi sering tidak komplet akibat hilangnya elastic recoil paru.

1. Emfisema merupakan contoh high compl dimana proses pertukaran gas terganggu

2. Keadaan ini disebabkan oleh adanya air trapping (udara terperangkap dalam alevoli), kerusakan jaringan paru dan adanya pembesaran dari bronckiolus terminalis dan respiratoris.

ii. Pengukuran high compl biasanya berhubungan dg keadaan meningkatnya FRC pasien.

1. Pasien dg high compl sering mengalami defek paru yg obstruksi, obstruksi jalan nafas, ekspirasi yg tidak komplet, dan gangguan pertukaran gas.

iii. Pasien dg high compliance juga dapat menimbulkan efek buruk terhadap jantung akibat pemakaian ventilasi mekanik (positif pressure ventilasi).

1. Hal ini disebabkan oleh mudahnya paru mengembang sehingga menekan jantung dan secara langsung menurunkan preload dan curah jantung.

III. EFEKNYA PADA VENTILASI DAN OKSIGENASI

a. Kelainan pada compl akan menyebabkan gangguan pada mekanisme pertukaran gas.

i. Jika peningkatan compl ini tidak dikoreksi maka otot-otot pernafasan akan menjadi lelah (fatique) dan selanjutnya akan menyebabkan gagal nafas ventilasi maupun oksigenasi.

ii. Gagal nafas ventilasi timbul jika ventilasi semenit pasien tidak mampu mengeluarkan produksi CO2.

iii. Gagal nafas oksigenasi timbul akibat sistim paru tidak mampu lagi mensuplai oksigen yg dibutuhkan untuk proses metabolisme tubuh.

IV. Deadspace ventilation

a. Didefinisikan sebagai ventilasi yg mubazir, ruang rugi atau keadaan dimana ventilasi terhadap alveolus melebihi perfusi oleh kapiler paru. Ada 3 tipe deaspace: anatomi, alveolar dan fisiologi.

b. Anatomi deadspace:

i. Secara normal,30% dari semua deaspace ventilasi disebabkan oleh jalan nafas.

1. Contoh, jika tidal volume seseorang saat menghirup nafas sebesar 500 cc, maka kurang lebih 150 cc tidak mengalami pertukaran gas di alveolus.

2. Jadi volume 150 cc ini berada mulai dari rongga mulut, trakea, bronkus sampai bronkus terminalis yg tidak mempunyai alveolus. Volume ini disebut anatomi deadspace, dgn perkiraan 1-2 cc/kgBB.

ii. Jadi semakin kecil tidak volume yg masuk atau yg diberikan ventilator, maka anatomi deadspace akan bertambah besar dibanding tidal volume.

1. Yaitu, jika TV 500; maka rasio 150/500 = 0.3. Bandingkan dg TV hanya 300; 150/300 = 0.5

c. Alveolar deadspace

i. Sebagai tambahan pada anatomi deadspace, alveolar deaspace dapat terjadi pada beberapa kondisi klinis.

1. Alveolar deadspace terjadi pada keadaan dimana alveoli tidak dilewati aliran darah (perfusi) dari kapiler paru.

d. Fisiologi deadspace

i. Merupakan penjumlahan dari anatomi dan alevolar deadspace.

Gbr. Deadspace dan Shunt .

Anatomical deadspace

Anatomical deadspace

Mechanical deadspace:

Tube (pd ventilator modern biasanya sudah dikompensasi)

Connector

ET CO2

Breathing circuit (pd ventilator modern biasanya sudah dikompensasi)


V. Gagal nafas ventilasi

a. Gagal nafas ventilasi adalah ketidakmampuan sistim pulmonal untuk mengeluarkan CO2

i. Tanda yg khas adanya gagal nafas ventilasi adalah terjadinya hiperkarbia (PCO2 tinggi)

ii. Selanjutnya akan terjadi asidosis respiratorik

iii. Hipoksemia dapat terjadi sebagai sekunder efek, namun pada kasus-kasus seperti ini hipoksemia mudah diobati dengan terapi oksigen

1. Jika tanpa terapi oksigen derajat beratnya hipoksemia akan sebanding beratnya hiperkarbia.

b. Ada 5 mekanisme terjadinya gagal nafas ventilasi:

i. Hipoventilasi (RR <> 45 mmHg

ii. Persistent V/Q mismatch

1. Hipoksemia namun masih respon dengan terapi oksigen

iii. Persistent shunt intrapulmonal

1. Shunt > 20% ( >30% disebut shunt yg kritis)

iv. Gangguan difusi gas dalam alveoli

1. Difusi gas <>

v. Penurunan PiO2

1. Misalnya di tempat tinggi dimana tekanan barometer udara rendah.

c. Hipoventilasi

i. Dapat disebabkan oleh depresi SSP (stroke batang otak, trauma kepala berat), peny meuromuskular (guillan barre sindrom, tetanus, polio), obstruksi jalan nafas (lidah jatuh kebelakang, paralisis pita suara pasca operasi leher, restensi sputum) dan kondisi lain

1. Pada observasi klinis, hipoventilasi ditandai dengan penurunan ventilasi alveolar, dan peningkatan PaCO2

2. Ventilasi alveolar (VA) adalah perbedaan antara tidal volume (VT) di dalam volume deadspace (VD)

a. VA = VT - VD

b. Dari persamaan diatas menunjukkan bahwa ventilasi alveolar dapat ditingkatkan dgn menaikkan tidal voume atau dgn mengurangi volume deadspace.

c. Pada pemakaian ventilator hipoventilasi terjadi karena tidal volume tidak cukup dan dapat dikoreksi dengan menaikkan tidal volume.

3. Ventilasi alveolar semenit

a. Ketika perhitungan dalam menit, maka ventilasi alveolar menjadi perkalian dengan frekuaensi nafas (RR).

i. Hipoventilasi dapat juga terjadi karena RR yg terlalu lambat

ii. Jika terjadi hipoventilasi pada pasien dgn ventilator maka menaikkan RR juga dapat mengoreksi hipoventilasi.

Gbr. Hubungan Ventilasi dan Perfusi (Q) : V/Q

Alveolar Deadspace, V/Q = µ

Alveolar Deadspace, V/Q > 1

True Shunting, V/Q = 0


d. V/Q mismatch

i. Rasio ventilasi dgn perfusi menggambarkan jumlah dari ventilasi terhadap jumlah darah kapiler paru yg mengalir.

ii. Emboli paru merupakan contoh yg dapat menurunkan perfusi paru sehingga menyebabkan V/Q mismatch yg tinggi.

iii. V/Q mismatch penyebab utama terjadinya hipoksemia

1. Jika cadangan paru cukup, pasien yg mengalami hipoksemia dapat mengkompensasi dengan cara hiperventilasi.

e. Shunt intrapulmonal

i. Perfusi yang mubazir, ada perfusi namun alveolus tidak terventilasi.

1. Aliran darah kapiler paru sama sekali tidak berguna karena alveolus rusak (tidak ada oksigen)

2. Nilai shunt normal 5%

3. Jika > 30% disebut kritis

VI. Gagal nafas oksigenasi

i. Definisi: hipoksemia berat (PaO2 <>

1. Penyebab:

a. Hipoventilasi

b. V/Q mismatch

c. Shunt

ii. Kompensasi hipoksemia berupa hiperventilasi (PaCO2 <30>

iii. Sesuai penyebabnya maka ventilasi mekanik diperlukan untuk mengurangi kerja nafas dan menyediakan suplemen oksigen

b. Hipoksemia dan hipoksia

i. Hipoksemia dan hipoksia

1. Normal PaO2 80-100 mmHg

2. Ringan 60-79 mmHg

3. Sedang 40-59 mmHg (Saturasi 85-90%)

4. Berat <>

ii. Hipoksia tanpa terjadi walaupun PaO2 normal.

1. Anemia

2. CaO2

iii. Tanda hipoksia

1. Hipoksemia

2. Sesak

3. Hiperventilasi (RR>30)

4. Takikardi

5. Sianosis

6. Disorientasi

POSITIVE PRESSURE VENTILATOR

PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN

Beberapa ventilator tekanan positif saat ini sudah dilengkapi sistim komputer dengan panel kontrol yang mudah dioperasikan (user-friendly). Untuk mengaktifkan beberapa mode, setting dan alarm, cukup dengan menekan tombol. Selain itu dilengkapi dengan layar monitor yang menampilkan apa yang kita setting dan parameter alarm.

Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa ventilator, menyediakan back up batere, namun batere tidak di disain untuk pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu metode penunjang/bantuan hidup (life - support); sebab jika ventilator berhenti bekerja maka pasien akan meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual resusitasi seperti ambu bag di samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika ventilator stop dapat langsung dilakukan manual ventilasi.

Ketika ventilator dihidupkan, ventilator akan melakukan self-test untuk memastikan apakah ventilator bekerja dengan baik. Tubing ventilator harus diganti setiap 24 jam dan biarkan ventilator melakukan self-test lagi. Filter bakteri dan water trap harus di periksa terhadap sumbatan, dan harus tetap kering. Namun perlu diingat bahwa penanbahan filter dapat meningkatkan dead space.

SETTING VENTILATOR

Setting ventilator biasanya berbeda-beda tergantung pasien. Semua ventilator di disain untuk memonitor komponen2 dari keadaan sistim respirasi (paru-paru) pasien. Beberapa alarm dan parameter dapat disetting untuk mengingatkan perawat/dokter bahwa pasien tidak cocok dengan setting atau menunjukkan keadaan berbahaya.

Respiratory Rate (RR)

Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah nafas yang diberikan ke pasien setiap menitnya. Setting RR tergantung dari TV, jenis kelainan paru pasien, dan target PaCO2 pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah nilai RR yang diset. Misalnya jika set RR 10 kali/menit, maka set alarm sebaiknya diatas 12x/menit dan di bawah 8 x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.

Pada pasien2 dgn asma (obstruktif), RR sebaiknya diset antara 6-8 x/menit, agar tidak terjadi auto-PEEP dan dynamic-hyperinflation. Selain itu pasien2 PPOK memang sudah terbiasa dengan PaCO2 tinggi, sehingga PaCO2 jangan terlalu rendah/normal.

Pada pasien2 dengan PPOK (resktriktif) biasanya tolerate dengan RR 12-20 x/menit. Sedangkan untuk pasien normal RR biasanya 8-12 x/menit.

Waktu (time) merupakan variabel yg mengatur siklus respirasi. Contoh: Setting RR 10 x/menit, maka siklus respirasi (Ttotal) adalah 60/10 = 6 detik. Berarti siklus respirasi (inspirasi + ekspirasi) harus berlangsung dibawah 6 detik.

6 dtk

6 dtk

TIME



Tidal Volume (VT)

Tidal Volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap sekali nafas. Umumnya setting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dgn paru normal tolerate dgn tidal volume 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg, asal PaO2 normal, dgn cara menurunkan tidal volume yaitu 4-6 cc/kgBB) Tidal volume rendah ini dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma. Parameter alarm tidal volume diset diatas dan dia bawah nilai yg kita set. Monitoring tidal volume sangat perlu jika kita memakai TIME Cycled.

Fraksi Oksigen, (FiO2)

FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasi berkisar 21-100%. Rekomendasi untuk setting FiO2 pada awal pemasangan ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab rersiko oxygen toxicity (keracunan oksigen) akan meningkat. Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur membrane alveolar-capillary, edema paru, atelektasis, dan penurunan PaO2 yg refrakter (ARDS). Setelah pasien stabil, FiO2 dapat di weaning bertahap berdasarkan pulse oksimetri dan Astrup. Catatan; setiap tindakan suctioning (terutama pd pasien hipoksemia berat), bronkoskopi, chest fisioterapi, atau prosedur berat (stres) dan waktu transport (CT scan dll) FiO2 harus 100% selama 15 menit serta menambahkan 20-30% dari pressure atau TV sebelumnya, sebelum prosedur dilakukan. Namun pada pasien-pasien dengan hipoksemia berat karena ARDS skor tinggi, atau atelektasis berat yang sedang menggunakan PEEP tinggi sebaiknya jangan di suction atau dilakukan prosedur bronkoskopi dahulu, sebab pada saat PEEP dilepas maka paru akan segera kolaps kembali dan sulit mengembangkannya lagi.

Inspirasi:Ekspirasi (I:E) Ratio

I:E rasio biasanya diset 1:2 atau 1:1.5 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Terkadang diperlukan fase inspirasi yg sama atau lebih lama dibanding ekspirasi untuk menaikkan PaO2, seperti pada ARDS, berkisar 1:1 sampai 4:1.

Pressure Limit/ Pressure Inspirasi

Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini dicapai maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi. Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau kinking pada tubing ventilator.

Flow Rate/ Peak flow

Adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yg diset/menit. Biasanya setting antara 40-100 L/menit.

Inspiratory flow rate merupakan fungsi dari RR, TV dan I:E rasio

Flow = Liter/menit = TV/TInspirasi x 60

Jika RR 20x/menit maka: Ttotal = 60/20 = 3 detik. Jika rasio 1:2 ,

Tinspirasi = 1 detik. Untuk menghantarkan tidal volume (TV) 500 cc diperlukan Inspiratory flow rate = 0.5/1 x 60 = 30 Liter/menit.

Sensitifity/Trigger

Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure. Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB karena dapat megurangi kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada pasien PPOK penggunaan flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat intrinsic PEEP pada paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang menguntungkan. Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure sedangkan untuk flow antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu dipertahankan konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat dibuat tidak sensitif. Dengan demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun. Namun jika memakai mode assisted atau SIM atau spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat sensitif.

PEEP (Positive End Expiratory Pressure)

PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan PaO2 yg refrakter. Nilai PEEP selalu dimulai dari 5 cmH2O. Setiap perubahan pada PEEP harus berdasarkan analisa gas darah, toleransi dari PEEP, kebutuhan FiO2 dan respon kardiovaskular. Jika PaO2 masih rendah sedangkan FiO2 sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama sampai nilai 15 cmH2O.

PEEP 5


Fungsi PEEP:

Redistribusi cairan ekstravaskular paru

Meningkatkan volume alveolus

Mengembangkan alveoli yg kolaps

A

B


Setting alarm ventilator

Alarm Low exhaled volume

  1. Set 100 cc dibawah nilai tidal volume ekspirasi, misalnya tidal volume ekspirasi 500 cc maka alarm diset 400 cc.
  2. Akan berbunyi jika tidal volume pasien tidak adekuat
  3. Biasanya digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim di ventilator atau terjadi disconnect sirkuit

Alarm Low Inspiratory Pressure

  1. Sebaiknya diset 10-15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory Pressure)
  2. Akan berbunyi jika Pressure turun dibawah yang diset.
  3. Juga digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim
  4. Jika alarm ini berbunyi maka perlu dilakukan pemeriksaan pasien terhadap:
    • Air di dalam sirkuit
    • ETT kinking atau tergigit
    • Sekresi dalam ETT
    • Bronkospasme
    • Pneumotoraks tension
    • Low compliance (efusi pleura, edema paru akut, asites)
    • Peningkatan airway resistance
    • Batuk

MODE VENTILASI

Terminologi untuk mode ventilasi saat ini banyak yang membingungkan. Misalnya seperti penggunaan kata-kata yang tidak tepat; “control”, “cycled” atau “assist’. Namun saat ini banyak penulis yang mengikuti terminologi yang dibuat oleh Kapadia. [Postgrad Med J 1998 74 330-5]. Ia membagi terminologi mode menjadi 3 dasar:

  1. The Trigger - the signal that opens the inspiratory valve, allowing air to flow into the patient;
  2. The Limit - the factor which limits the rate at which gas flow into the lungs;
  3. Cycling - the signal which stops inspiration AND eventually opens the expiratory valve.

  1. Start/initiation/trigger positive pressure

  1. Target/limit/batasan positive pressure

  1. Cycled/Siklus/peralihan inspirasi ke ekspirasi

Terminologi ini disingkat TLC Approaches

Start/initiation/trigger:

Ada 2 cara:

Berdasarkan waktu (time-trigger) yg telah diset

à control mode

Berdasarkan penurunan airway pressure (pasien-trigger)

à assisted mode

Target/limit:

Ada 2 macam:

Berdasarkan volume yg diset à volume target

Berdasarkan pressure yg diset à pressure target

volume target

= TV/flow konstan, tapi pressure berubah2 sesuai compl paru pasien

PRESSURE



pressure target

= pressure konstan tapi TV/flow berubah2 sesuai compl paru pasien

FLOW



Cycled:

Ada 4 cara:

Berdasarkan volume yg diset à volume cycled

Berdasarkan pressure yg diset à time cycled

Berdasarkan penururnan flow à flow cycled

Gbr. Kurva hubungan pressure dgn waktu pada ventilasi mekanik



0

Time


MODE OF VENTILASI

CONTROL MODE

1. Volume Control Mode

2. Pressure Control mode

Karakteristik:

à Start/trigger berdasarkan waktu

à Target/limit bisa volume atau pressure

à Cycled bisa volume atau bisa time/pressure (jika vol/pressure sudah tercapai seperti yg diset, inspirasi stop menjadi ekspirasi)

à Disebut juga time-trigger ventilasi

à Baik volume/pressure level maupun RR dikontrol oleh ventilator

à Jika ada usaha nafas tambahan dari pasien tidak akan dibantu oleh ventilator

Control Volume Cycled

( CMV – Bennet 7200, IPPV – Drager, S-CMV – Galileo, VC – Servo 900C)


Control Time cycled

(BIPAP – Drager, P-CMV – Galileo, PC – Servo 900C)


Setting:

à Tidal volume atau level Pressure

à RR

à PEEP

à FiO2

à Peak flow

à I:E rasio

à Sensitivity

Indikasi:

à Sering digunakan untuk pasien yg fighting terhadap ventilator terutama saat pertama kali memakai ventilator

à Pasien tetanus atau kejang yang dapat menghentikan hantaran gas ventilator

à Pasien yang sama sekali tidak ada trigger nafas (cedera kepala berat)

à Trauma dada dgn gerakan nafas paradoks

à Jangan digunakan tanpa sedasi atau pelumpuh otot

Komplikasi:

à Pasien total dependen/sangat tergantung pada ventilator

à Potensial apneu (malas bernafas)

ASSISTED MODE

1. Assisted Volume mode

2. Assisted Pressure mode

Karakteristik:

à Start/trigger oleh usaha nafas pasien yaitu penurunan tekanan jalan nafas

à Target/limit oleh volume/time atau pressure

à Cycled oleh volume atau pressure

à Disebut juga pasien-trigger ventilation

à RR lebih dari yg diset, karena setiap usaha nafas dibantu oleh ventilator

à Tidal volume sesuai yg diset.

à Jika nafas bervariasi; kadang pasien-trigger, kadang time-trigger maka disebut ASSISTED CONTROL MODE

Assisted Volume Cycled


-2


Line Callout 3: Start/Initiation = pasien - triggerAssisted Time cycled

Pressure


Setting:

à Tidal volume atau Pressure level

à RR

à PEEP

à FiO2

à Peak flow

à I:E Rasio

à Sensitivity <5>

Indikasi:

à Proses weaning

Komplikasi:

à Hiperventilasi à respiratory alkalosis

à Pada cedera kepala sering menyebabkan hiperventilasi, sebaiknya segera ganti mode.

Kedua mode diatas 9 control mode maupun assisted mode disebut juga Full ventilatory support, sedangkan SIMV, PS, ASB, Spontan disebut juga partial ventilatory support.

SIMV MODE (Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation)

Adalah mode dimana ventilator memberikan nafas control (mandatory) namun membiarkan pasien bernafas spontan diantara nafas control tersebut.

Karakteristik:

à Start/trigger oleh pasien

à Target/limit oleh volume

à Cycled oleh volume

Setting:

à Tidal volume

à SIMV rate/siklus SIMV

à Peak flow

à PEEP

à FiO2

à Level PS/ASB/Spontan

Gbr. Cara menghitung SIMV periode dan spontan periode


PRESSURE SUPPORT/SPONTAN/FLOW CYCLED

Karakterisrik:

à Start/trigger berdasarkan usaha nafas pasien

à Target/limit berdasarkan pressure level yang diset

à Cycled berdasarkan penurunan peak flow inspirasi 25% (manufactured = setting dari pabrik), Inspirasi pasien hanya dibantu sebagian. Beberapa ventilator modern saat ini mempunyai setting seperti ETS (expiratory trigger sensitivity). Jika di set 40% berarti flow inspirasi akan berhenti saat flow mencapai 40% dari flow rate pasien saat itu. Beberapa penelitian menunjukkan untuk pasien PPOK maka ETS sebaiknya lebih cepat ( >25%) untuk menghindari autoPEEP.

à Berfungsi mengatasi resistensi ETT, dengan memberi support inspirasi saja

à Peak flow, ekspirasi serta RR ditentukan oleh pasien (tergantung pasien sendiri).

Gbr. Kurva pressure support ventilation



Setting:

à Inspiratory Pressure Level

à PEEP

à FiO2

Indikasi:

Untuk pasien yang sudah dapat bernafas spontan (sudah ada trigger). Semakin kecil ETT semakin tinggi resitensi, oleh sebab itu pada pasien dewasa setting level pressure inspirasi biasanya hanya antara 5-10 cmH2O, sedangkan pada anak kecil lebih besar yaitu 10 cmH20. Jika pasien sudah tolerate dengan PS rendah à 5-10 cmH2O lebih dari 24 jam, sebenarnya tidal volume pasien sudah cukup, karena PS 5-10 hanya untuk mengkompensasi resistensi dari tube.

Kontraindikasi:

à Pasien yang belum ada trigger (belum bernafas spontan), atau pasien yang menggunakan obat pelumpuh otot (esmeron, norcuron atau pavulon)

à PS/Spontan dapat diback up oleh SIMV, jika weaning pada pasien cedera kepala dimana trigger masih jarang.

Common modes of ventilation - TLC classification

Mode

Trigger

Limit

Cycling

Continuous Mechanical Ventilation Assist (CMVa)
=Assist-Control(A/C)
= Volume-Control-Assist (VCa)

Ventilator or Patient

Flow

Volume (Time controls pause)

Pressure Control Ventilation (PCV)

Ventilator or Patient

Pressure

Time (Time also controls pause)

volume-cycled
Synchronised-Intermittent-Mandatory Ventilation (SIMV)

Ventilator or Patient

Flow (mandatory breath)

Volume (mandatory breath)

pressure-limited SIMV

Ventilator or Patient

Pressure (mandatory breath)

Time (mandatory breath)

Pressure Support (PS)

Patient

Pressure

Flow

CPAP

Patient

Pressure

Flow

CPAP + PS

Patient

Pressure

Flow

SIMV + PS

A combination of synchronised intermittent mandatory ventilation (with the appropriate characteristics of the mandatory breaths) and pressure support (with its characteristics). Note that either type of SIMV mentioned above may be used.

Note that where CPAP is combined with ventilator triggered modes, confusing terminology kicks in again - CPAP is then called "PEEP" (Positive End-Expiratory Pressure).

CONTOH SALAH SATU AUTOMATED MODE PADA VENTILATOR2 MODERN.

A S V

(ADAPTIVE SUPPORT VENTILATION)

Galileo, Hamilton Medical, sweden

ASV adalah mode baru ventilasi mekanik. ASV didisain untuk memberikan ventilasi dengan jaminan minimal minute ventilation (ventilasi semenit=RRxTV), baik untuk pasien yang masih di kontrol maupun pasien yang sudah nafas spontan. Pada setiap nafas yang diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan ventilasi pasien berdasarkan setting minimal minute ventilation dan Berat Badan ideal pasien. BB diset oleh dokter/perawat sedangkan mekanik respirasi/paru (compliance dan resistensi jalan nafas pasien) ditentukan oleh ventilator. Dengan ASV, ventilasi yang diberikan dapat menjamin minimum inspiratory pressure (mencegah barotruma), mencegah auto-PEEP, menghilangkan intrinsik=PEEP.

ASV merupakan kombinasi antara Pressure Control dan Pressure Support ventilation. Jika pasien diberikan sedasi atau pelumpuh otot sehingga tidak ada trigger nafas, maka ASV secara otomatis akan menjadi mode Pressure Control murni. Jika kemudian pasien mulai bangun (trigger +) atau mulai diweaning, maka ASV akan berubah otomatis menjadi Pressure Support.

ASV mengasumsikan normal minute ventilasi seseorang adalah 100 ml/kgBB untuk dewasa dan 200 ml/kgBB untuk pediatrik. Sebagai contoh, jika BB seseorang 50 kg, maka menit volume minimal orang tersebut ( TV x RR) diasumsikan 5 L/menit.

Setelah data BB ideal tersebut dimasukkan, maka untuk memberikan minimal menit ventilasi, %MinVol diset 100%. Ini berarti ventilator akan memberikan jaminan menit ventilasi sebesar 5L/menit, sedangkan besarnya TV/Pressure Insp dan RR tergantung pada penilaian ventilator terhadap compliance paru dan resistensi jalan nafas pasien. Misalnya setelah 5 kali positif pressure diberikan, compliance dan resistensi pasien segera dinilai oleh ventilator/ASV. Dari 5 kali test breaths tersebut ventilator akan mengambil nilai pressure rata-rata, jika rata-rata pressure didapat 20 cmH2O, dan dgn pressure tersebut tidal volume yang bisa masuk sebesar 300 ml maka ASV akan mencari nilai RR agar 300 cc tersebut jika dikalikan RR mencapai target yang sudah diset yaitu 5 Liter/menit. Berarti ASV akan memberikan RR 5/0.3 = 16 kali/menit. Jika terjadi penurunan compliance seperti edema paru akut atau pneumonia berat, dimana dengan pressure 20 cmH2O tidal volume yang masuk hanya 100 ml, maka ASV akan meningkatkan lagi RR agar minute volume tetap sesuai target 5 liter/mnt. Sebaliknya jika edema paru atau pneumonia terkoreksi, dimana dengan pressure yg sama yaitu 20 cmH2O tidal volume meningkat perlahan, maka ASV secara otomatis akan menurunkan kembali RR agar target minVol konstan. Kalukulasi ini semua dilakukan nafas demi nafas (breath by breath) oleh ASV, sehingga RR dan tidal volume ekspirasi terlihat berubah-ubah setiap saat sesuai kondisi paru pasien.

Dengan ASV maka mulai dari pasien dikontrol sampai weaning pasien hanya memakai satu mode saja. Sebab mulai dari pressure kontrol (paralisis) sampai weaning dengan Pressure Support atau sebaliknya, mode yg digunakan hanya ASV.

Misalnya sementara memakai ASV tiba-tiba RR menjadi meningkat sampai >30 x/menit, saturasi turun, setelah di periksa ternyata terjadi edema paru atau penumonia berat, maka pasien segera dikontrol lagi dengan memakai pelumpuh otot. Setelah diberikan pelumpuh otot ASV secara otomatis akan segera berubah menjadi Pressure Control tanpa user harus merubah mode lain.

Weaning dengan ASV, adalah dengan menurunkan %min volume, sampai 40-50%. Sebab jika dalam proses weaning %minVol dipertahankan 100% berarti pasien tidak diberi kesempatan bernafas sendiri, karena semua kebutuhan min-vol nya dippenuhi oleh ASV. Jika ASV sudah mencapai 50% berarti mode ini disebut parsial ventilation mirip dengan PS atau SIMV mode.

Dengan berdasarkan pada menit ventilasi ini maka setting tidal volume, Insp Pressure, I:E rasio, peak flow dan RR tidak diperlukan lagi, sehingga pengoperasian menjadi lebih mudah.


dr. Yohanes WH George, SpAn, Iqbal Mustofa, dr, Sp.An,K, KIC, FCCM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger