Selasa, Mei 26

Antara Hujan,Banjir dan Rorombeheun




“Abong keur usumna” Gumam mang Soleh ketika melihat pagi, hujan sudah ngagebret. Bagi sebagian orang mungkin hujan itu dianggap berkah, tapi bagi mang Soleh malah sebaliknya, hujan bak musuh bebuyutan yang berpengaruh pada eusi dompetnya. Bagaimana tidak keseharian mang Soleh adalah seorang penjaja es kelenong, bila hujan datang kelenong mang Solehpun ikut ikutan tak bunyi, artinya mang Soleh tak bisa jualan lagi. Biasanya suara kelenongnya selalu menghiasi gang-gang sempit yang disambut dengan lolongan anjing yang terusik atau tangisan anak kecil yang minta jajan es. Kini kelenongnya hanya jadi saksi bisu dikala mang Soleh sedang ngahaleuang lagu es lilin menghibur kelima anak-anaknya yang merengek minta uang jajan.



Pagi itu hujan sudah ngagebret lagi, mang Soleh tambah asik ngarengkol kaya kuuk.

“Jurig….tiris euy!” Sarungnya yang sudah kuleuheu, terpaksa ditarik lagi, membalut tubuhnya yang semakin renta. “Happy valentine…Mah!” Suara parau mang Soleh dari dalam sarung. “Palentin..palentin tai pedut…..lebok tuh palentin!” Gerutu istrinya. “Cik atuh kudu aya ka gadag, keur usum hujan mah teu bisa jualan es kelenong, ganti atuh ku bajigur kelenong!” Sambungnya lagi sembari nakolkeun pangebug kasur kana bujurna. “Blugk…blagk…! “Tong kitu atuh honey, yu kita rayakan hari valentine ini didalam sarung!”Celoteh mang Soleh pikasebeleun.



Bagi cewek hujan memang bikin ribet, walau payung suka setia menemani, tapi kalau hujan ngagebret teu eureun eureun, ya riweuh juga.

“Sikasebelan…teu kaur diwedak yeuh!” Gerutu seorang cewek menor yang kening dan pipinya kena guyuran air hujan. Bak jalan aspal yang tergerus air, koral koralnyapun menyembul keliatan, begitu juga pipi, yang tadinya kelihatan licin kini garompal dan jerawat batunya pun muncul dari persembunyiannya yang dialasi dengan hamparan kokoloteun yang menahun. Hujan kian deras, ahirnya tamu tak diundangpun datang. Banjir menyelinap kelorong lorong bahkan manjat ke trotoar membuat pejalan kaki jingkrak jingkrak dengan kilatan betis dari seorang cewek yang terpaksa harus menaikan rok-nya tinggi-tinggi.

“Ateul banget kenapa juga nih!” gumam seorang cewek dengan selopnya yang ditengteng kiri kanan. “Ammmpiuuun dech…masak gw rorombeheun, apa kata duniaaaaa!” Teriaknya seakan tak percaya, seraya menggaruk garuk telapak kakinya yang mendadak gatal dan garompal kayak kena rayap. Rorombeheun? Dulu memang mutlak milik wanita desa yang rajin kesawah, kini rorombeheun sudah go public, sudah saba kota! Sok siah tong ulangah elengeh ngaku rorombeheun nya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger