Jumat, Januari 15

Lubang-Lubang di Hati


alt
Kebijaksanaan bukanlah diberikan, namun dipelajari, baik itu pada masa yang lalu atau sekarang pada ruang-waktu kita. Pada suatu waktu di masa lalu, dalam rangka menemukan makna kehidupan sejati, seorang pemuda mencari Tao melakukan perjalanan jauh dari rumah. Tanpa berhenti, ia mendaki pegunungan tinggi, menyeberangi sungai berbahaya, dan mengunjungi berbagai tempat mencari guru sejati untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Hari demi hari, ia bertemu dan bertanya kepada banyak orang, akan tetapi, ia tidak merasa telah mendapatkan pencerahan apapun. Kecewa, ia merenung dan bertanya-tanya, tapi ia masih tidak dapat mengerti mengapa.

Kemudian, ia belajar dari seorang guru bahwa ada seorang biarawan tingkat tinggi yang telah memperoleh Tao, tinggal di sebuah gunung tidak jauh dari kota kelahirannya. Dia bisa menjawab segala pertanyaan sulit tentang kehidupan. Oleh karena itu, ia segera keluar dari dalam kegelapan malam dan bertanya kepada orang-orang, dimana ia bisa menemukan biarawan tersebut.

Suatu hari, ia tiba di kaki gunung dan melihat seorang penebang kayu berjalan dengan dua pikulan kayu bakar di pundaknya. Pria muda bertanya kepadanya, “Kak, apakah kakak tahu di mana biarawan yang telah memperoleh Tao tinggal di gunung ini dan seperti apa dia? Penebang kayu itu berpikir sejenak dan menjawab, “Memang benar bahwa ada seorang biarawan di gunung ini. Namun, orang-orang tidak tahu persis di mana dia tinggal karena ia sering melakukan perjalanan berkeliling untuk menawarkan keselamatan kepada orang-orang yang ditakdirkan. Mengenai penampilannya, ada yang bilang dia tampak elegan dan luar biasa dan lingkaran cahaya bersinar di tubuhnya; beberapa orang mengatakan ia terlihat kotor dan berantakan dan pakaiannya tidak rapi dan lusuh. Tidak ada yang bisa benar-benar menggambarkan dengan jelas.”

Setelah mengucapkan terima kasih kepada penebang kayu, pemuda itu bertekad untuk menemukan biarawan. Ia berangkat mendaki gunung tanpa istirahat. Di gunung, ia bertemu dengan petani, pemburu, anak-anak penggembala hewan, dan peramu rempah-rempah, dll. Namun, ia tidak menemukan biarawan tingkat tinggi yang bisa menceritakan arti hidup.

Dalam keputusasaan, lelaki muda itu berbalik dan kembali turun dari
 gunung. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan seorang pengemis dengan mangkuk yang retak bocor di tangannya yang memohon air dari dia. Pria muda menuangkan air ke dalam mangkuk dari botol airnya. Namun, air bocor jatuh dari mangkuk rusak itu sebelum pengemis dapat mendekatkan bibirnya ke mangkuk dan meminum. Dengan enggan, lelaki muda menuangkan air ke dalam mangkuk dan menyuruh pengemis untuk minum lebih cepat, tetapi sama seperti tadi sebelum mangkuk pengemis mencapai bibir, air semua bocor terjatuh lagi.

“Bagaimana mungkin Anda bisa minum air menggunakan mangkuk bocor?”, sergah anak muda itu berkata dengan tidak sabar.

“Anak muda, Anda telah mencari makna kehidupan kemanapun dan Anda terlihat bersahaja di permukaan. Namun, dalam hati, Anda menilai apakah orang lain memenuhi harapan Anda. Anda tidak dapat menerima pandangan yang tidak memenuhi harapan Anda, dan konsepmu ini menghasilkan lubang besar dalam hatimu, menghalangi Anda untuk menemukan jawaban yang Anda cari.”

Mendengar kata-kata pengemis, anak muda itu tiba-tiba mengerti maksudnya. Dia segera membungkuk kepada biarawan dan berkata “Tuan, Anda adalah biksu tingkat tinggi yang selama ini saya cari!” Ketika tidak ada jawaban meskipun ia mengulangi pertanyaan beberapa kali, ia mengangkat kepala dan menemukan bahwa pengemis itu telah lama menghilang.

Sebuah mangkuk dengan lubang-lubang tidak bisa menahan air; dan hati yang lubang-lubang tidak bisa mendengar makna kehidupan.

Apa saja bentuk dari lubang-lubang di hati? Keegoisan, kecemburuan, keras kepala, berpendirian keras adalah beberapa diantaranya, sedangkan kecurigaan, tidak sabar, kebencian, ketakutan, kesombongan juga merupakan contoh-contoh lainnya. Mentalitas ini adalah seperti lubang di hati dan orang memiliki berbagai jenis lubang di hati mereka.

Manusia biasa bukanlah orang suci dan nabi, yang tidak dapat hidup tanpa membuat satu kesalahan. Karena kita tersesat dalam khayalan dunia kita, siapa yang dapat mengakui sebagai tanpa kebocoran? Memiliki kelemahan bukan merupakan masalah tak terkatakan. Ini adalah kekakuan hati dan pikiran serta konsep diri yang membuat kita tetap terikat berkubang dalam kekurangan ini. Jika kita tidak memperbaiki celah-celah ini, mereka akan menjadi lebih besar dan lebih besar, merugikan satu kehidupan dan akhirnya menghancurkan secara total.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger