Jumat, Januari 15

Pembedahan dan Pembiusan


anesthesia“Dok.. apa tidak bisa saya dibius supaya gak sadar, karena saya takut dioperasi…?!”. “Apa tidak berbahaya tuh anak saya kalau dibius total…?”. “ Tidak bisa bius lokal nih dok, agar hemat biaya..?”. “Kok saya mesti puasa sebelum operasi?” Pertanyaan pertanyaan semacam itulah umumnya yang diungkapkan penderita dalam persiapannya akan menjalani operasi. Pembiusan dan pembedahan merupakan satu rangkaian yang tidak bisa terpisahkan. Itulah sebabnya kenapa suatu tindakan pembedahan yang dikerjakan di kamar operasi memerlukan kerja sama team yang kompak dengan keterlibatan team bedah dan team anasthesi, baik dokter maupun asistennya. Ada beberapa pilihan pembiusan atau anastesi yang dapat diberikan ke seorang penderita. Tapi pilihan ini tidaklah ditentukan oleh si penderita, melainkan ditentukan berdasarkan berbagai alasan medis.

Bagi seorang dokter Bedah yang berperan sebagai operator pasti menginginkan kondisi pembiusan yang prima saat ia menjalankan pembedahanya. Tidak hanya sekedar bebas nyeri namun juga ketenangan pasien serta relaksasi atau lemasnya otot-otot yang berada di sekitar lapangan operasi. Keadaan seperti itu didapat pada jenis pembiusan total atau general anesthesia. Namun tidak semua kasus bedah sebaiknya dikerjakan dengan bius total. Akan ada pertimbangan pilihan lain yang relatif resikonya lebih ringan. Belum lagi didasarkan atas pertimbangan pembiayaan, kondisi persiapan preoperatif pasien dan kecepatan pulih yang diinginkan. Misalnya, mengangkat tahi lalat di tangan pada seorang dewasa, tentu lebih tepat menggunakan bius lokal, karena resiko pembiusannya ringan, tidak perlu persiapan khusus, waktu pulih cepat dan biaya murah.

Secara umum ada 3 jenis pembiusan, yakni pembiusan total, regional dan lokal. Pembiusan total atau bius umum dikerjakan dengan cara memasukan obat melalui inhalasi –hirup udara yg mengandung gas anasthesi- atau bisa dengan memasukkan obat melalui pembuluh darah vena (intravenous). Karena pasien tidak sadar, sangat diperlukan sekali jaminan saluran nafas agar senantiasa terbuka, tidak terhalang sehingga oksigen dapat leluasa masuk ke paru-paru. Bila diperlukan dapat dipasang semacam tube atau pipa ke dalam tenggorokan untuk menjaga saluran nafas tersebut. Dengan alasan ini juga pasien dicegah muntah agar bahan muntahan tidak masuk ke dalam saluran nafas. Sehingga wajib bagi pasien yang akan dibius total untuk berpuasa, setidaknya 5 jam sebelum pembiusan bagi pasien dewasa. Karena obat yang diberikan bekerja secara sistemik, resikonya pun lebih tinggi dibanding cara pembiusan yang lain. Bius regional dilakukan dengan cara memblok kerja saraf yang melayani bagian tubuh yang akan dioperasi. Keseringan diterapkan blok spinal dengan memasukkan obat ke dalam sumsum tulang belakang untuk mengerjakan operasi di perut bagian bawah sampai tungkai bawah. Ada juga cara dengan memblok pleksus (kumpulan serat saraf) untuk melakukan operasi di bagian lengan tangan ke bawah. Sedangkan pembiusan lokal yang resikonya paling rendah terbatas hanya bisa diterapkan pada jenis operasi kecil, sayatan dan kedalaman lapangan operasi yang tidak luas dan obat cukup disuntikkan di sekitar areal permukaan tubuh yang akan dioperasi. Efek obat menghilangkan sementara kerja saraf sensoris yang menlingkupi areal tersebut.

Bagi seorang dokter anasthesi pemilihan jenis bius disamping mempertimbangkan faktor sosial tadi, yang lebih penting adalah pertimbangan medis, seperti ; umur, gangguan atau penyakit lain yang menyertai satu kasus bedah, di bagian tubuh mana lokasi pembedahan akan dikerjakan termasuk kemungkinan faktor penyulit yang bisa mengganggu proses berlangsungnya pembedahan dan prediksi waktu yang diperlukan untuk operasi tertentu. Resiko pembiusan yang harus dipertimbangkan ini tidak saja yang mungkin berdampak pada proses berlangsungnya pembedahan tapi juga dampak terhadap kondisi penderita setelah selesainya operasi tersebut. Maka menurut klasifikasi American Society of Anaesthesiologist (ASA), keadaan fisik pasien preoperatif dikatagorikan sesuai tingginya resiko, menjadi ASA I sampai ASA V. Katagori inilah yang umum diguankan oleh team anasthesia untuk memperkirakan kemungkinan hasil operasi dan tentu sebagai bahan permakluman kepada keluarga pasien saat memberikan Informed Consent atau Surat Persetujuan Tindakan Medik (SPTM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger